Discover millions of ebooks, audiobooks, and so much more with a free trial

Only $11.99/month after trial. Cancel anytime.

Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him
Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him
Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him
Ebook308 pages3 hours

Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him

Rating: 3 out of 5 stars

3/5

()

Read preview

About this ebook

Buku ini diracik dengan mengemukakan 10 alasan utama yang memberikan gambaran suasana, situasi dan kondisi serta tantangan akan benturan-benturan sosial budaya yang diperhadapkan para perempuan Indonesia pelaku kawin campur di UK maupun di Eropa yang pada umumnya mempunyai pengalaman senang atau susah yang hampir sama termasuk perlakuan-perlakuan tidak adil, buku ini juga mencakup kehidupan hingar bingar sosialisasi sesama istri Mr. Bule, juga menyentil beberapa produk undang-undang pemerintah Indonesia yang sangat tidak berpihak bagi perempuan Indonesia yang menikah dengan Mr. Bule.

LanguageBahasa indonesia
PublisherJeane Sumual
Release dateApr 30, 2015
ISBN9781311199515
Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him
Author

Jeane Sumual

An Indonesian origin, British by citizen, live in France and worked in Luxembourg, she divided her time between United Kingdom and France, the life journey that she experienced gave her a conclusion that no matter how good and hard you plan for your life, life already has its own plan for you.She was working as an ICT teacher in secondary school in UK before she took a job in Luxembourg, the experience that she had has in schools in dealing with the wild students in United Kingdom were one of the inspirations to write this book.

Related to Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him

Related ebooks

Relationships For You

View More

Reviews for Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him

Rating: 3 out of 5 stars
3/5

6 ratings0 reviews

What did you think?

Tap to rate

Review must be at least 10 words

    Book preview

    Dare to Love Mr. Bule, Ten reasons not to marry him - Jeane Sumual

    Sebelum saya memulai ada baiknya saya menggaris bawahi akan penggunaan kata Bule, bahwa penggunaan kata Bule disini sama sekali tidak berkonotasi negatif, saya dan hampir semua orang Indonesia menyebut sang caucasian atau yang berkulit terang atau putih adalah Bule, kamus-kamus yang saya temui juga mendefinisikan seperti itu, saya merasa perlu menyentil hal ini karena masih ada juga yang merasa tidak nyaman dengan istilah Bule bahkan ada yang mungkin menganggap penggunaan istilah ini adalah sesuatu yang offensive, padahal sebenarnya tidak sama sekali tapi memang panggilan Bule lebih di kenal dari pada panggilan caucasian, lagipula lebih gampang menyebut Bule daripada caucasian dan bagi banyak lidah malah mengucapkan caucasian bisa sangat kacau pengucapannya, bisa-bisa orang tidak mengerti dan kedengarannya bisa janggal, dan bagi orang Indonesia sendiri istilah Bule malah dianggap sebagai apresiasi, orang Indonesia yang berkulit lebih terang dari kebanyakan orang Indonesia malah akan merasa senang dan tersanjung kalau disebut Bule, saya tidak merasa perlu menggali sejarah panjang lebar istilah ini, jadi istilah Bule adalah pure and simple hanya untuk memudahkan pengertian orang bagi yang berkulit lebih terang atau berkulit putih dan tidak ada maksud lain.

    Buku ini diracik dengan mengemukakan 10 alasan utama yang memberikan gambaran suasana, situasi dan kondisi serta tantangan akan benturan-benturan sosial budaya yang diperhadapkan para perempuan Indonesia pelaku kawin campur di UK maupun di Eropa yang pada umumnya mempunyai pengalaman senang atau susah yang hampir sama termasuk perlakuan-perlakuan tidak adil, buku ini juga mencakup kehidupan hingar bingar sosialisasi sesama istri Mr. Bule, juga menyentil beberapa produk undang-undang pemerintah Indonesia yang sangat tidak berpihak bagi perempuan Indonesia yang menikah dengan Mr. Bule atau WNA lainnya, sekaligus menawarkan 10 alasan utama untuk dipertimbangkan sebelum berpacaran atau menikah dengan sang Mister.

    Buku ini bertujuan bukan hanya untuk mematahkan mitos-mitos yang berlaku selama ini berdasarkan pengalaman-pengalaman yang saya alami sendiri dan individu-individu yang saya kenal, tapi juga memberikan wawasan yang lebih terbuka dan mungkin wawasan baru bagi para perempuan Indonesia pemuja Mr. Bule atau kekasih Bule, ataupun bagi para Mister Bule itu sendiri yang umumnya beranggapan bahwa wanita Asia khususnya Indonesia adalah submissive dan obidient, lebih lanjut adalah untuk menawarkan perspektif saya tentang keberadaan dan tantangan menikah dengan sang Mister Bule, saya tidak bermaksud melihat ini sebagai fenomena negatif, saya juga tidak bermaksud untuk mengubah pikiran perempuan Indonesia yang sedang berhubungan dengan Mister Bule, tapi at least mereka juga sudah bisa melihat ada apa di balik pintu sebelum memasukinya berani masuk apa tidak.

    Saya sepenuhnya menghormati semua perempuan Indonesia yang menikah dan hidup bersama ataupun yang sedang berkencan dengan Mr. Bule, ataupun para pria/waria Indonesia yang berkencan atau kawin dengan Mr/Miss. Bule atau sebaliknya, bahkan saya juga menghormati kepercayaan diri dan mengagumi keberanian perempuan/pria Indonesia untuk menikah dengan Mr. Bule atau Ms. Bule, karena dari sinilah Dare to Love Mr. Bule lahir dengan memaparkan 10 alasan-alasan utama untuk dipikirkan dengan seksama sebelum menikah dengan Mr. Bule, pada kenyataannya para perempuan Indonesia yang menikah dengan Mister Bule ini bukan hanya menyerahkan diri mereka dan di hakimi masyarakat yang berpandangan sempit, tapi mereka juga menyerahkan seluruh kehidupan mereka meninggalkan tumpah darah dan ibu bapa tercinta, orang-orang tersayang, mungkin juga karir yang cemerlang, serta resiko harta benda melayang, ini adalah sebuah selfless act yang cukup berani, bahkan mereka juga berjuang menghadapi berbagai tantangan aturan dan undang-undang yang berlaku baik di Indonesia ataupun di negara suami, jadi jelaslah tujuan buku ini bukanlah semata menuturkan pengalaman pribadi saya yang saya alami sendiri ataupun pribadi-pribadi yang saya kenal, malah didalamnya sarat akan berbagai saran-saran yang berguna yang sengaja diselipkan untuk bisa survive dengan benturan-benturan yang dihadapi.

    Data-data statistik dari sumber ketiga dan referensi-referensi dipakai agar supaya buku ini tidak dilihat atau dipandang hanya sekedar menuturkan bualan tetapi memang berlaku di kehidupan nyata serta didukung oleh teori-teori yang berlaku, kalaupun mengatakan buku ini setengah ilmiah boleh-boleh saja.

    Saya tidak ragu bahwa pasti ada bagian tulisan saya yang controversial atau tidak menyenangkan bagi pihak-pihak tertentu dan mungkin akan ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman, sebelumnya saya mohon maaf tapi hendaknya diambil maknanya saja.

    Harapan saya semoga buku ini dapat mematahkan mitos-mitos yang berlaku saat ini serta memberikan masukan yang berarti buat para perempuan Indonesia yang sudah terlanjur menikah dengan pria ataupun perempuan Bule, dan juga kiranya dapat memberikan masukan yang berarti bagi sang Bule bahwa menikah dan tinggal di negaranya bukanlah hanya sekedar memperbaiki nasib tapi merupakan urusan mendampingi sehidup semati dengan berbagai resiko dan tantangan yang besar, dan bagi pemuja Mr. Bule ataupun calon yang berminat atau sudah merencanakan untuk menikah dengan sang Mister atau Ms. Bule agar tidak menjadi shock ataupun kecewa dengan real life of Mr. and Mrs. Bule, setidaknya sudah ada persiapan mental sebelum menikah atau pindah ke negara sang Mister Bule, at least anda sudah melihat ada apa dibalik pintu dan bukan ada apa dibalik batu, berani masuk atau tidak berani masuk, dare or not to dare? dan buat anda semua semoga buku ini memberikan perspective baru yang bisa diterima kalaupun tidak anggap saja ini cuma sebuah bacaan pengisi waktu, diterima atau tidak diterima saya bersyukur.

    Teriring salam dan doa saya,

    J. N. Sumual

    Pendahuluan

    Pada umumnya kebanyakan orang Indonesia atau lebih khusus lagi para perempuan atau gadis Indonesia beranggapan naif bahwa menikah dengan bule adalah sesuatu yang sangat membanggakan, menyenangkan, menyamankan, dan membahagiakan; bisa jalan-jalan ke luar negri, hidup enak, taraf hidup meningkat, glamour, keren dan tentunya dapat merubah keturunan mempunyai anak berhidung mancung, kulit putih dan berambut pirang serta bermata biru, ideal untuk menjadi bintang film atau pemain sinetron Indonesia, bahkan lebih parah lagi ada yang beranggapan bahwa menikah dengan Bule adalah sebuah kesuksessan dan kebanggaan, sebuah kenaifan cinderella syndrome.

    Tidak dapat di sangkal masih banyak yang dengan naifnya menganggap bahwa para pria caucasian yang kita sebut Bule yang berasal dari negara-negara Eropah dan negara barat lainnya adalah orang kaya seperti yang mereka lihat dalam majalah, layar tv atau layar lebar, padahal kekayaan dan kejayaan negara-negara barat tersebut tidaklah seperti kejayaan masa lalu yang bisa dilihat dari gedung-gedung megah yang indah dan mewah peninggalan kejayaan masa lalu yang membutuhkan perawatan yang mahal, apalagi sejak ekonomi di negara-negara ini tumbang pada permulaan tahun 2008 dengan pertumbuhan ekonomi dibawah nol yang diikuti oleh berbagai pengencangan ikat pinggang di hampir setiap sektor dengan angka pengangguran yang melunjak tinggi, baru pada tahun 2014 pertumbuhan di UK dan Jerman mulai merangkak lagi walaupun jalannya masih seperti kura-kura, edangkan negara-negara Eropah lainnya seperti France, Spanyol dan Portugal, Italy berjalan lebih parah dari kura-kura masih berada di titik hampir nol alias merangkak sangat lambat dan lemah, bahkan ada yang masih seperti di tahun 2008 berada dibawah nol, sebagai contoh adalah Greece, dan banyak pekerja dari negara-negara ini hengkang dari negrinya mencari pekerjaan di negara-negara Asia yang pertumbuhan ekonominya jauh lebih tinggi dari negara mereka serta menyediakan peluang-peluang pekerjaan terhadap mereka, salah satu tujuan tentu saja Indonesia.

    Namun terlepas dari sulitnya ekonomi dari negara-negara ini, cinderela syndrome sepertinya tidak pernah padam bahkan menjadi sebuah trend yang menggairahkan bagi sebagian perempuan Indonesia dan masih banyak yang beranggapan naif dan hidup dalam angan-angan dan ilusi tanpa mengetahui apalagi mengerti situasi dan latar belakang ataupun karakter sesungguhnya sang Mister Bule, sementara sang Mister Bule sendiri sama naifnya akan karakter perempuan Indonesia dan mungkin masih terlalu percaya akan mitos-mitos submissive dan obidience perempuan Indonesia. Kenaifan dan keoptimisan ini yang kadangkala membuat buta mata hati dan pikiran menjadi kabur, maaf tidak semua wanita Indonesia yang menikah dengan pria Bule mempunyai kenaifan ini, tapi banyak sekali yang berpikiran dan beranggapan seperti ini. Anggapan-anggapan konyol yang dipercaya ini menimbulkan banyak fantasi-fantasi indah akan betapa indahnya mempunyai pasangan Bule yang membuat banyak para gadis atau perempuan Indonesia yang baik-baik ataupun perempuan yang kurang baik berusaha sedapat mungkin dengan berbagai cara untuk menggaet sang Mr. Bule, maka bermuncullah para Bule hunter, saya sebut saja buter biar simple, boleh-boleh saja anda mengucapkannya bater lebih keren dan biar kedengaran seperti butter si mentega yang kalau kena panas pasti meleleh, sama dengan kelompok Mister Bule yang berotak do-doll (bukan dodol yang hanya satu kata, melainkan dua kata do and doll) kalau liat cewek hot langsung meleleh alias ngiler.

    Taxanomy Buter

    Para buter ini bisa diklasifikasikan dalam beberapa golongan; buter norak, buter cyber, buter nekat, dan buter psyco. Buter yang berkelana di club-club malam yang banyak pengunjung Bule, tempat pariwisata yang ada bulenya, nongkrong di café-café yang sering dikunjungi Bule dengan berpakaian super sexi ala super model, saya klasifikasikan kelompok ini dengan sebutan buter norak, ciri-ciri karakter mereka biasanya berlipstick merah sengaja mondar-mandir dengan lenggokan genit memamerkan kesexiannya didepan Bule untuk mencari perhatian tidak peduli kalau sang Bule terlihat membawa pasangannya atau tidak, mungkin anda pernah mengalaminya sendiri saat anda bersama pasangan Bule anda, dengan tiada malunya para buter ini berpura-pura lalu-lalang di depan hidung anda dengan lenggokan maut mereka, kejadian ini saya alami beberapa kali bahkan sudah mengganggu pemandangan yang kami nikmati bersama, pernah kami harus pindah tempat saat lagi santai, suami saya merasa terganggu akan lalu-lalang buter norak ini di depan hidung kami berdua, dengan terpaksa kami harus pindah tempat, padahal kami hanya mau relax menikmati indahnya matahari yang mau tenggelam diujung horizon.

    Ada pula yang berkelana sampai ke sosial media online dan dating2 website, mereka berani mengambil resiko demi mendapatkan kesuksessan, golongan ini saya klasifikasikan saja sebagai buter cyber, meskipun sudah banyak mendengar dan membaca penipuan-penipuan berkedok cinta oleh para Mr. Bule palsu yang kebanyakan berasal dari Nigeria di dating-dating website berpura-pura menjadi Mr. Smith atau Mr. Connor atau Mr. O’Neil yang mengklaim mempunyai profesi yang aduhai di negara mereka bahkan ada pula yang berpura-pura sebagai komandan army dengan mencatut foto para komandan tulen dari internet dengan scenario baru pulang dari deployment di Iraq atau Afganistan memanfaatkan situasi kekacauan negara lain agar kedengaran relevant untuk memancing sang mangsa, ciri-ciri buter ini mereka rela berkutat lama di depan komputer untuk chatting dengan Mister palsu dengan naifnya tanpa melihat sang Mister face to face dan tidak segan-segan dan rela mengeluarkan berjuta bahkan ratusan juta rupiah dengan harapan naif untuk menikah dengan Mr. bule, yang ternyata adalah Mr. Black Nigeria tulen berkedok Mr. White Inggris, Australia atau America, padahal bukan tidak mungkin sang Mister palsu adalah anggota sebuah sindikat penipuan International berkedok cinta yang tersebar di belahan dunia yang hidup dan karirnya memang menipu orang. Ciri yang lain dari buter cyber ini mereka juga tidak segan untuk merayu dan merebut suami orang lewat media sosial online.

    Buter yang lebih heboh lagi adalah yang tidak perduli apakah sang Mister jauh berbeda dengan umurnya, sampai ada yang coba-coba menggaet Mr. Bule dari pacar atau istri sah sang Mister baik dari istri yang masih tinggal dinegaranya ataupun menggaet sang Mister dari istri/pacar orang Indonesia sendiri, saya kelompokkan mereka sebagai buter nekat, dan yang paling menggelikan yang saya pernah dengar entah benar entah tidak adalah memikat sang Mister yang menikah atau belum menikah dengan menggunakan jampi-jampi, waaauw…! seremnya..! yang ini sudah termasuk buter phsyco.

    Terlepas dari kelompok mana para buter ini di kategorikan mereka adalah manusia biasa yang mempunyai mimpi dan angan-angan sebagaimana manusia normal lainya, itu adalah hak mereka melalui cara yang mereka tempuh asalkan jangan sampai merebut kebahagiaan orang lain, menjual harga diri atau merendahkan harkat dan martabat baik sebagai pribadi ataupun sebagai bangsa hanya demi seorang Mister, seseorang yang berlatar belakang belum jelas. Perlu saya menggarisbawahi disini bahwa tidak semua yang menikah dengan sang Mister mempunyai motivasi seperti yang saya sebutkan diatas, ataupun termasuk dalam kelompok-kelompok buter, dan tidak semua yang menikah dengan sang Mister melewati metode-metode konyol seperti yang saya sebutkan diatas untuk mendapatkan sang Mister, apalagi yang menikah sebelum generasi electronic media sosial seperti facebook atau dating website, jadi tidak adil kalau saya tidak menyebut akan keberadaan mereka dalam hal ini, lagipula banyak perempuan Indonesia yang berpendidikan tinggi bahkan lebih tinggi pendidikanya dari sang Mister dan sudah mempunyai karir cemerlang sebelum menikah, bahkan banyak pula yang berasal dari keluarga yang latar belakang ekonominya malah jauh diatas sang Mister, jadi mereka tidak bisa dikategorikan sebagai buter, karena pada umumnya justru mereka yang menjadi sasaran dihunting para Mister Bule, saya sebut saja mereka tarbul alias target si Mister Bule, malah banyak artis Indonesia yang dihunting sang Mr. Bule, entah sekedar numpang nama ataupun sekedar numpang hidup oleh sang Mr. Bule, jadi sangat tidak adil kalau masyarakat umum langsung menghakimi bahwa perempuan-perempuan Indonesia yang menikah dengan Mister Bule adalah buter dengan segala konotasi dan asumsi yang diasosiasikan dengan buter, sangat tidak bijaksana langsung melirik dan mencibir penuh kecurigaan terhadap sesama bangsa sendiri hanya karena mereka menikah dengan Mister Bule, saya tidak bisa mengubah pandangan negatif ini namun sudah saatnya kelompok nyinyir ini untuk mendidik diri sendiri dan menambah wawasan supaya tidak sembarangan menghakimi dan supaya tidak terus jalan ditempat.

    Bule tidak identik dengan kaya

    Tak dapat dipungkiri banyak buter yang berhasil menikah dengan Mr.Bule apapun metode mendapatkannya, dan tentu saja banyak yang menelan kekecewaan. Mereka para perempuan yang sukses menikah dengan Mr. bule dengan bangganya tampil dengan predikat baru Mrs. Bule. Begitu juga dengan sang Mister bukan tidak mungkin sang Mister juga merasa mendapatkan big jackpot.

    Terlepas dari bagaimana cara para perempuan-perempuan ini memikat sang Mister dan dari mana latar belakang tingkat pendidikan atau tingkat kehidupan mereka sebelum menikah dengan Mister Bule, hal-hal yang harus diketahui dan dimengerti dengan benar adalah bahwa tidak semua Bule adalah orang berada atau orang kaya, tidak semua Mister Bule adalah real man atau romantis seperti cerita-cerita di filem holywood atau cerita-cerita novel itu, tidak semua mempunyai kejujuran, kelembutan serta integritas seperti dalam film-film dongeng Disney, mungkin awalnya terkesan seperti itu, maklum kesan pertama pasti begitu menggoda, tapi sayangnya kebanyakan memang hanya tinggal dongeng dan ilusi semata, walaupun ada yang memang berasal dari keluarga berada dan terhormat, namun banyak yang kere yang hidupnya pas-pasan atau bersandar benefit dari pemerintah (baca: tax payer), banyak pula Bule yang tidak mempunyai rumah sendiri di negaranya, ada yang masih nebeng orang tua dan ada yang cuma sanggup sewa flat kecil, yang lebih parah malah ada yang tinggal di counsil house atau rumah milik pemerintah, tetapi begitu datang dan bekerja di Indonesia dikasih fasilitas apartment, mobil, supir serta fasilitas lain, merasa menjadi OKB yang dipuja-puji perempuan Indonesia dan kadang belagu layaknya diva menjadi seperti super star dadakan karena kaget dengan gaya hidup yang tiba-tiba melunjak lebih baik dari negara asalnya.

    Lalu bagaimana kehidupan para Mrs. Bule ini sesudah dibawa pulang sang Mister? bagaimana dengan keberhasilan para Mrs. Bule Indonesia ini, nyamankah kehidupan mereka dengan keberhasilan ini..? glamourkah kehidupan mereka? seberapa bahagiakah dan beruntungnya kehidupan mereka..? apakah kehidupan mereka seperti fantasi-fantasi sebelum datang ke negara sang Mister? will they have a happily ever after or happily never after…?

    In reality, setiap saya bertemu dengan perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Eropah atau berkulit putih alias Bule semua mempunyai pandangan yang sama bahwa ternyata menikah dan pindah ke negara suami sang Mister Bule itu tidak seindah yang diimpikan sebelum menikah dan tidak selalu menyenangkan seperti yang dibayang-bayangkan sebelum menikah, tidak semua seperti yang diangan-angankan sebelum pindah ke negara suami, selalu ada sedih dan dukanya, dan ternyata masalah homesick bukanlah hal utama rasa ketidaknyamanan mereka yang sering disalah artikan, ketidaknyamanan mereka adalah kenyataan yang tidak sesuai harapan.

    Sudah pasti ada banyak benturan benturan yang dihadapi, selain benturan-benturan sosial, budaya, financial, atau karakter individu, perempuan-perempuan ini juga diperhadapkan dengan ketentuan dan undang-undang yang berlaku bagi warga negara Indonesia dan undang-undang negara dimana suami berasal, dan yang lebih miris lagi ketentuan-ketentuan yang justru berasal dari negara sendiri ternyata sangat tidak berpihak terhadap mereka ketika mereka memutuskan mengikuti sang Mister, sementara itu persiapan-persiapan untuk pindah kenegara suami umumnya yang dilakukan dan yang tersirat dalam pikiran perempuan Indonesia adalah persiapan membawa bumbu-bumbu masakannya dari Indonesia atau makanan-makanan yang sulit didapatkan di negara sang suami, urusan perut seakan menjadi urusan nomor satu begitu pindah ke negara sang suami, jangan shock kalau anda berhadapan dengan tantangan yang lebih penting dan lebih kuat dari urusan bumbu-bumbu atau makanan-makanan itu, sebaiknya anda mempersiapkan diri dalam menghadapi hentakan-hentakan keras akan sisi lain dari realita kehidupan dari negara sang Mister.

    Sebelum anda berniat untuk meraih keberhasilan ini, untuk perempuan/gadis Indonesia yang berniat ataupun yang sudah suksess menikah ataupun kawin dengan Mr. bule, adalah sebuah kebijaksanaan untuk menyimak 10 alasan kuat untuk tidak menikah/kawin dengan Mr. Bule kalau tidak siap mental, dan kepada Mister Mister alasan-alasan ini juga memberikan kasana baru tentang istri-istri atau calon yang dare to love you demi berdampingan dengan anda sehidup semati. Menjadi seorang istri Mister Bule adalah anda dituntut untuk menjadi seorang super woman atau wanita perkasa dalam banyak hal; anda membutuhkan tingkat tolerant yang tinggi untuk mengtoleransi hal-hal yang tidak dapat ditolerant, harus mengerti untuk hal-hal yang tidak dapat dimengerti serta terpaksa menerima hal-hal yang tidak dapat diterima, dan apabila anda gagal dalam menjadi wanita perkasa tadi sebaiknya kemasi koper anda dan minta di pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku.

    Alasan nomor 1: Siap-siap menerima stigma negatif, steriotyping bahkan diskriminasi

    Alasan nomor 1 ini menuntut anda mempunyai telinga yang sangat tebal, karena menjadi seorang istri Mr. Bule bukanlah hal yang mudah dan menyenangkan seperti banyak anggapan umum, apalagi dengan adanya anggapan nyinyir dan sirik dari masyarakat umum yang mempunyai pikiran sempit akan perempuan Indonesia yang mempunyai pasangan Bule, berpakaian sedikit terbuka saja dikatakan genit, pakai make up sedikit saja sudah dicap sok glamour tapi norak, ditambah dengan berbagai anggapan negative yang dilayangkan seperti mata duitan, perempuan yang tidak benar, mau merubah keturunan, dari keluarga tidak mampu, sampai dengan yang lebih memprihatinkan ada yang tega berkomentar dengan mengatakan muka babu, yang terakhir ini membuat saya bertanya apa sih sebenarnya definisi tampang babu itu? dan lagi bukankah pemakaian babu serta kata babu itu sendiri sudah lenyap seiring dengan perkembangan civilisation di abad digital ini? definisi apa yang dipakai untuk mengatakan seseorang itu bertampang babu? lagipula apa yang salah dengan tampang babu? memberikan label negative dan menghakimi mereka menunjukkan betapa pongahnya dan angkuhnya

    Enjoying the preview?
    Page 1 of 1