You are on page 1of 3

Perempuan : Pakaian sebuah bangsa Oleh @Shintabuana

Dari 200juta lebih jumlah penduduk indonesia, hampir setengahnya adalah kaum perempuan. Tapi, bukn rahasia umum jika emansipasi pada perempuan belumlah terbukti secara sepenuhnya bahkan masih banyak orang perpikiran bahwa politik, ekonomi, dagang dan ilmu pengetahuan adalah dunianya kaum lelaki sementara kaum perempuan hanya terbatas urusan dapur dan kasur. Pendangan primitif seperti ini belum semuanya hilang diantara kehidupan morern seperti sekarang. Banyak bukti sepanjang sejarah manusia, menunjukan bahwa sampai detik ini tidak sedikit sumber reservior bakat dan kemampuan perempuan belum dimanftkan dalam proses pemberdyan. Contohnya, permpuan desa di indonesia hampir 95% dari jumlahnya masih hidup dalam konsidi sosial-psikologis yang buruk. Tidak berpendidikan dan terabaikan oleh macam-macm progrm pembangunan yang lebih berpihak pada kaum laki-laki. Bahkan bagi perempuan berpendidikan menengah dan tinggi masih sering mendapatkan hambatan untuk maju sehingga kurang bisa berpartisipasi aktif dalam bidang profesinya. Oleh karena inilah maka jarang sekali perempuan bisa mengembangkan kemampuan serta bakatnya secara maksimal. Dalm kehidupan sebagai perempuan indonesia bukan saja masalah emansipasi yang membuat perempuan terbatasi, tapi masih ada pembatasan-pembatasan lain yang membuat perempuan sulit untuk berkembang. Sudah menjadi kodrat perempuan sebagai bagian dari keluarga juga mempunya fungsi khusus dalam bergeraknya kehidupan yang harmonis dalam sebuah keluarga yang dibinanya. Karena dilihat dari sisi naluri, dorongan paling kuat bagi seorang perempuan untuk menikah adalah cinta dan menapatkan keturunan dari orang yang dicintainya. Oleh sebab itu, ketika seorang perempuan menikah, maka ia akan memiliki beberapa fungsi yang lebih kompleks dibandingkan kehidupan sebelumnya. Diantaranya; sebagai istri, partner seksual, pengatur rumah tangga, ibu dan pendidik bagi anak-anak serta mahluk sosial yang berpartisipasi aktif dalam lingkungannya. Kesuksesan perempuan dalam memainkan peran-peran tersebut dapat menghadirkan rasa puas, bahagia dan kestabilan psikologis dalam kehidupannya. Tapi tidak jarang perempuan-perempuan yang tidak bahagia oleh kehidupan pernikahan dan keluarganya yang disebabkan kegagalan menjalankan fungsi dengan baik sehingga timbul ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga yang dibinanya dan begitupun sebaliknya. Ketidak harmonisan antara pasangan akan menyebabkan kurang berjalannya fungsi perempuan yang pada ahirnya sering menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan dalam hal ini dapat berupa umpatan dan kata-kata penghinaan sampai kekerasan fisik berupa perlakuan kasar. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, diantaranya adalah faktor ekonomi yang menyebabkan tidak berjalannya fungsi perempuan sebagai pengatur rumah tangga. Dalam hal ini, perempuan bertindak sebagai pengatur keuangan dan laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga. Ketergantungan perempuan pada suami pada fungsi ini sangatlah besar terlebih jika perempuan tersebuh hanyalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan. Belum lagi

pandangan kuno tentang peran perempuan yang hanya terkait urusan dapur dan kasur akan semakin membuat sedikitnya peran perempuan sebagai penggerak ekonomi dalam keluarga. Maka, banyak terjadi KDRT ketika perempuan menuntut suami untuk menafkahi keluarga sementara suami tidak menjalankan perannya dengan baik sebagai pencari nafkah dan ditambah tempramental seorang laki-laki yang lebih kuat dibandingkan perempuan akan menyebabkan ekonomi yang tidak berjalan dengan baik itu berujung pada kekerasan, baik fisik maupun psikis. Dalam artikel perempuan dan ekonomi oleh maulida Raviola dam Jurnal perempuan, mengungkapkan bahwa sosok perempuan dalam berjalannya ekonomi merupakan peran yang ada dan tiada, karena pandangan sosial dan budaya yang meletakan perempuan pada pekerjaan reproduktif domestik yang pada akhirnya menyebabkan posisi perempuan didalam rumah tangga dan sulit berperan di luar rumah sehingga menyebabkan perempuan memiliki ketergantungan yang besar dalam sistem perekonomian keluarganya. Kalaupun ia ikut serta mencari nafkah, hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan. Dari banyaknya kasus yang di tangani Pusat pemberdayan terpadu perempuan dan anak (P2TP2A) wilayah DKI jakarta, kebanyakan korban KDRT yang di awali oleh faktor ekonomi lebih cenderung untuk tetap bertahan hidup dengan pasangannya meskipun mengalami kekerasan karena ketergantungan ekonomi yang besar dengan pasangannya sehingga tidak berani mengambil resiko untuk hidup yang lebih mandiri karena faktor sosial dan budaya yang mengangap bahwa kemampuan perempuan masih dibawah laki-laki. Menurut Amartya Sen yang dikutip dari jurnal perempuan menyatakan, bahwa ekonomi mustahil berkembang tanpa melibatkan perempuan sebagai agen dan ekonomi perempuan sangatlah berperan dalam nenumbuhkan keluarga dan otomatis masyarakat. Tapi, kembali lagi kepada sebuah emansipasi yang sampai sekarang masih belum terlaksana secara real. Bahkan, menurut data yang di kutip dari Jurnal perempuan memaparkan bahwa 70% buruh migran adalah perempuan, hal ini dikarenakan anggapan bahwa kemampuan dianggap tidak memiliki nilai ekonomi dan skillnya juga tidak dihargai karena hanya pekerjaan rumah tangga. Padahal, sebanyak enam juta rumah tangga di indonesia dikepalai oleh perempuan dan setiap tahun kepala keluarga perempuan meningkat sampai 14%. Perempuan adalah pelaku ekonomi potensial tapi kesulitan mendapatkan akses modal. Perempuan sebagai istri juga sulit mendapatkan akses modal karena beban ganda mengasuh anak dan mengurus keluarga keluarga sehingga dianggap kurang kompeten. Dalam hal kepemimpinan di Indonesia juga, kuota perempuan yang mencapai 30% pada kenyataanya tidak seperti itu dan jumlah perempuan yang menduduki eselon 4 tidak sampai 5%. Karena selama ini perempuan hanya di nilai dari pakaian dan penampilannya tapi pikiran dan suaranya belum begitu diperhatikan. Padahal, banyak industri rumahan yang di kelola perempuan mampu untuk menghidupkan perekonomian dalam keluarga dan pergerakan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) yang mampu menambah devisa negara. Contohnya adalah industri membatik di daerah Yogjakarta. Usaha tersebut kebanyakan di kelola oleh ibu-ibu rumah tangga yang dulunya hanya melestarikan tradisi leluhur kini dapat merambah ke sektor eksport. Sudah

rahasia umum jika batik sudah menjadi trend yang mendunia. Bahkan sebuah rumah mode internasional asal Paris, Antik Batik selalu menggunakan batik dalam setiap koleksinya dan batik-batik batik tersebut berasal dari Indonesia. Usaha membatik di kawasan jogjakarta yang kebanyakan di lakukan oleh kaum perempuan kini dapat di rasakan hasilnya bagi banyak ibu rumah tangga yang dulunya hanya mengandalkan penghasilan suami mereka yang kebanyakan hanya sebagai buruh kasar kini dapat mulai mandiri dan menopang perekonomian keluarga dan ikut menjalankan perekonomian bangsanya dan dapat tetap menjalankan fungsi-fungsinya sebagai perempuan dan seorang istri dengan baik. Pertembuhan industri kreatif indonesia juga mulai berembang dan banyak industri kreatif yang di pelopori oleh perempuan. Hal ini dikarenaka industri kreatif bergerak di dalam usaha rumahan diamana perempuan dapat mengembangkan bakat dan kemampuan serta menjadi penggerak perekonomian juga tetap menjalankan fungsi-fungsi kewanitaanya. Hal itu teruji dengan banyaknya wirausaha wanita yang mulai mengisi both-both dalam pameran Inacraft. Hal tersebut juga dapat dikatakan bahwa perempuan mampu menjadi agen ekonomi. Pada akhirnya perempuan yang selalu dipandang sebagai penghias dalam suatu elemen dan hanya dilihat dari penampilannya, pada dasarnya dapat menjadi agen ekonomi sebuah bangsa. Dimana perempuan memiliki peran yang sangat penting untuk pertumbuhan sektor ekonomi. Peremuan bukan hanya sekedar alat pelengkap semata, kini juga dapat menjadi sebuah pakaian dari bangsanya untuk dapat memindah pergerakan ekonomi bangsa dan perempuan juga dapat. Dimana perempuan menjadi sebuah kebutuhan primer dalam pergerakan ekonomi, baik keluarga maupun bangsanya.

Ps: Corect me If I Wrong or any quistion about that article please contact me by email shinta(dot)rbuana(at)gmail(dot)com

You might also like