You are on page 1of 3

LESUNG BATU SIGULAMBAI Akan kami kisahkan padamu, perihal Inyiak Gulambai, perempuan tua yang malang.

Bukan malang karena miskin. Bukan pula karena ia seorang yang cacat, mengidap penyakit menular lalu disisihkan orang dari kampung. Bukan. Ia dianggap malang karena, ia tidak punya anak yang akan mewarisi hartanya, sementara hartanya sungguh sangat banyak. Ketika ia merasa dirinya semakin tua, ia sengaja berpakaian compang-camping, badan tidak terurus, kumal, menjijikan serta menjengkelkan banyak orang. Ia suka melalang buana menjelajahi nagari-nagari di Minangkabau, itu dilakukannya untuk menguji ketulusan hati orangorang yang ditemuinya. Terbayang olehnya, untuk apa kelak hartanya yang banyak itu: sawah dan ladang luas? Tidak ada anak yang akan mewarisi. Inilah sebabnya, mengapa ia ingin mencari pewarisnya. Cara yang ia pilih ialah dengan cara membuat dirinya seburuk mungkin. Ia ingin menemukan orang yang masih berkenan menerimanya dalam keadaan kumal dan menjijikan itu. Kepada orang yang akan bersedia menerimanya, dia berencana akan memberikan sebagian hartanya. Dan selama melalang buana tersebut, ia selalu bertingkah aneh-aneh dan menjengkelkan; selalu memancing amarah setiap orang yang melihatnya. Tidak seorang pun yang menyadari kalau itu bukanlah sifat asli inyiak Sigulambai. Selain mencari siapa yang akan menjadi pewaris hartanya, ia berperilaku seperti itu adalah untuk menguji akhlak dan budi pekerti orang-orang yang ia temui. Apakah dengan melihat keadaan beliau seperti itu, orang akan mendongkol, jengkel serta mencaci maki beliau? Dalam perjalanannya melalang buana hilir kampung mudik kampung, banyak ia temui orang yang mencaci maki dan menghinanya. Maka setelah berselang beberapa waktu, saat inyiak gulambai sudah hilang dari ingatan orang yang mencacinya, rumah orang tersebut akan terbakar. Ada-ada saja penyebabnya, kalau tidak karena api tungku yang menjalari dinding, ada juga petir yang menyembar-nyambar rumah itu hingga terbakar. Beberapa orang mulai menyadari satu hal : setiap kali ada yang meremehkan, menghina, atau menyakiti Inyiak Sigulambai, maka rumahnya akan terbakar. Maka beberapa orang itu mencari tahu, dimana letak rumah Inyiak Sigulambai.

Ketika sudah mengetahui letak rumahnya, maka beberapa orang berencana menemuinya. Namun, sayang seribu kali sayang, setelah mendekati rumah itu, datang beberapa orang lagi menjelaskan, kalau Inyiak Sigulambai itu sudah lama menghilang dari rumahnya. Singkat cerita, selain rumah beserta isinya, ada satu pemandangan aneh di halaman rumah Inyiak. Sebuah lesung batu, tempat biasanya ia menumbuk padi, tergenang air pada cekungannya. Padahal waktu itu jelas musim kemarau. Warga kampung pun memberi penjelasan : setelah Inyiak menghilang, air lesung itu selalu ada. Kalau ada yang demam panas, maka air lesung itu dijadikan ramuan obat. Bahkan ketika ada rumah yang terbakar, air lesung itu bisa dijadikan penangkal api. Sedikit saja disauk, kemudian disiramkan pada api yang menyala, maka api itu akan padam dengan sendirinya. Demikianlah, hingga kini, cerita itu melekat di ingatan kami. Lesung itu pun masih ada. Terbuat dari batu, seperti tertanam ke tanah. Lumut yang membungkusnya menimbulkan hawa sejuk kepada siapa saja yang mendekat kesana. Sekalipun air tergenang di cekungannya, namun tak seekor pun nyamuk bertelur disitu. Airnya tetap bening. Bahkan dimusim panas pun, lesung itu tetap menyimpan air. Bentangan rumput di setumpak padang pinggir kampung dan batang-batang kopi yang mengitarinya, menjadi tanda, bahwa dulu, lesung itu sering digunakan. Dan yang paling menarik perhatian, setiap melintas di dekat lesung itu, hawa sejuk serta-merta terasa. Inilah barangkali yang membuat orang-orang yang melintas disana selalu ingin tahu dan bertanya : siapa pemilik lesung batu ini? Kenapa tidak lagi digunakan? Dari mana hawa sejuk itu berasal? Banyak pertanyaan mengenai lesung itu. Inyiak Sigulambai adalah nama pemilik lesung tersebut, dan sampai sekarang lesung tersebut diwarisi oleh kaum Datuak Mangkilang Malintang Bumi, di Sumagek Caniago IV Korong. Batu lesung Inyiak Sigulambai tersebut sampai sekarang masih terawat dengan baik. Namun tidak lagi dipakai penumbuk padi, dan sekarang menjadi sebuah benda Cagar Budaya di Nagari Solok. Dan konon, sampai sekarang lesung itu selalu berisi air, walaupun disaat musim panas atau kemarau panjang. Air lesung itu diambil diisikan ke dalam botol, lalu dicampuri dengan daun galundi dan daun linjuang, dan sicerek, ditarok di tuturan depan rumah sebagai penangkal api. Benar atau tidak, kabarnya, rumah-rumah kaum keturunan dari Datuk Mangkilang Malintang Bumi tersebut tidak bisa terbakar api. Wa Allahu alam.

Diposkan oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solok di 23.48

You might also like