You are on page 1of 3

V.

PEMBAHASAN Percobaan Urin


1. Pemeriksaan Fisik Pengukuran volume urine berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urine, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urine yang dikerjakan bersama dengan berat jenis urine bermanfaat untuk menentukan gangguan pada ginjal. Bila didapatkan volume urine selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urine selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah - muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urine siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urine malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus. Pada percobaan sifat-sifat urin, volume urin yang dikumpulkan dari praktikan selama waktu 24 jam (dengan melakukan perhitungan 350 ml x 5 kali sehari) adalah sebanyak 1750 ml. Volume yang dapat dikumpulkan atau yang diekskresikan tergantung dari beberapa faktor seperti suhu, intake cairan(jumlah air yang diminum), kerja fisik, dan faktor patologi seperti penyakit ginjal atau diabetes mellitus. Pada orang dewasa dan dalam normal, volume urin adalah sekitar 1200-1500 ml/ 24 jam. Pemeriksaan terhadap warna urine mempunyai makna karena kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urine dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu dan sebagainya. Warna urine dipengaruhi oleh kepekatan urine, obat yang dimakan maupun makanan. Pada umumnya warna ditentukan oleh kepekatan urine, makin banyak diuresa makin muda warna urine itu. Warna normal urine berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan porphyrin. Bila didapatkan perubahan warna mungkin disebabkan oleh zat warna yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilin menyebabkan warna coklat. Disamping itu perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal, seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah dan bilirubin yang menyebabkan warna coklat. Warna urine yang dapat disebabkan oleh jenis makanan atau obat yang diberikan kepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang memberikan warna coklat kehitaman pada urine. Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih,menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkanoleh adanya pigmen empedu (bilirubin) dalam urine. Pada urin praktikan terdapat buih setelah dikocok.

Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat sepertijernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urine segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan disebutnubeculayangterdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf, fosfat amorf yang mengendap dan bakteri dari botol penampung. Urine yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkanoleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak. Pada urine praktikan didapati warnanya jernih, yang berarti urine tersebut normal. Untuk menilai bau urine dipakai urine segar, yang perlu diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urine normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, pate, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urine yang dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urine yang berbau busuk dari semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih misalnya pada karsinoma saluran kemih.

2. pH Urin Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. Dalam menguji pH urin, digunakan indikator universal. Urin praktikan memilki pH 5 (pH asam), dan dapat dikatakan normal karena umumnya pH urine normal berkisar antar 4,5 - 8,0 (urin dapat bersifat asam, netral, atau basa). Hal ini disebabkan karena urine mengandung protein tetapi dalam kadar rendah, sesuai dengan pernyataan dalam tinjauan pustaka. Ekskresi urin yang pada pH berbeda dari cairan tubuh, mempunyai dampak yang penting bagi elektrolit tubuh dan penghematan asam-basa. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urine bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urine dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat pH urine sebaiknya dipertahankan basa.

3. Uji Benedict Prinsip dalam uji Benedict adalah glukosa (yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas) dalam urine akan mereduksi garam-garam kompleks yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi menjadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO danCu2O berwarna merah. Pada uji ini, sebanyak 10 tetes reagen Benedict ditambahkan dalam 3 ml urin yang kemudian dipanaskan. Urin yang mengandung glukosa akan memberikan reaksi positif terhadap uji

Benedict. Dengan indicator warna biru jernih = negative / 0%, hijau/kuning hijau <0,5 % ; kuning/kuning kehijauan 0,5-1,0%; jingga 1,0-2,0%; Merah >2,0% Dari hasil percobaan yang kami lakukan diperoleh bahwa setelah urin dipanaskan, pada bagian dasar sampel urin terdapat endapan yang berwarna kehijauan atau bisa disebut biru kehijauan. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan ginjal dalam menyaring glukosa sangat baik, dengan kata lain urin tersebut normal. Setelah urin dipanaskan sebenarnya terdapat dua lapisan dalam sampel urin, yaitu lapisan permukaan berupa cairan berwarna orange yang sebenarnya urin itu sendiri sedangkan pada dasar tabung reaksi terdapat endapan kehijauan tadi. Urin berwarna orange tersebut juga menunjukan bahwa sampel urin masih dalam keadaan normal. Terbentuknya warna-warna tersebut, sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam larutan. Makin besar kadar glukosa, makin banyak endapan merah yang terbentuk. Tidak tebentuknya endapan oranye/merah pada larutan glukosa konsentrasi rendah disebabkan karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan reagen Benedict yang berwarna biru. Tampak bahwa glukosa dengan kadar 5% baru memberikan endapan merah paling banyak. Dari uji tersebut memberikan hasil bahwa urin yang diperiksa oleh praktikan tidak mengandung glukosa karena tidak memberi hasil positif terhadap tes Benedict. Berarti urin tersebut adalah urin yang normal. Jika kita membandingkan dengan penderita DM yang mengalami gangguan dalam sistem metabolismenya. Maka akan diperoleh hasil warna sampel urinnya diluar indikator warna diatas ataupun jika termasuk dalam indicator warna maka dalam presentase yang lebih. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja insulin, sedangkan hormon ini sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada metabolisme karbohidrat. Pada penderita dengan kadar gula yang sangat tinggi atau DM ini maka gula tersebut akan dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa terbatas pada laju 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrat glomerolus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urine. Gejala ini disebut glikosuria, yang mrupakan indikasi lain dari penyakit diabetes mellitus. Glikosuria ini megakibatkan kehilangan kalori yang sangat besar (Mayes, 2003).

Daftar Pustaka:
Azizahwati, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Farmasi FMIPA UI, 1994, Hal 36-44. Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto. Murray, K. Robert, Daryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W.R, Biokimia Harper edisi 22, Penerbit bku kedokteran, EGC Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat. Jakarta

You might also like