You are on page 1of 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Glomerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (glomerulus) (Sandra M. Nettina, 2001). Glomerulonefritis adalah sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Barbara Engram, 1999). Glomerulonefritis akut adalah istilah yang sering secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001). Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya. 2. Etiologi a. b. c. d. e. (Sandra M. Nettina,2001). 3. Manifestasi Klinis a. b. c. Faringitis atau tansiktis. Demam. Sakit kepala. Kuman streptococcus. Berhubungan dengan penyakit autoimun lain. Reaksi obat. Bakteri. Virus.

d. e. f. g. h. i. j. 4.

Malaise. Nyeri panggul. Hipertensi. Anoreksia. Muntah. Edema akut. Oliguria, proteinuria, dan urine berwarna cokelat. (Sandra M. Nettina, 2001).

Patofisiologi Prokferusi seluler (peningkatan produksi sel endotel ialah yang melapisi glomerulus). Infiltrasi leukosit ke glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan perut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis ginjal membesar, bengkak dan kongesti. Pada kenyataan kasus, stimulus dari reaksi adalah infeksi oleh kuman streptococcus A pada tenggorokan, yang biasanya mendahului glomerulonefritis sampai interval 23 minggu. Produk streptococcus bertindak sebagai antigen, menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal (Sandra M. Nettina, 2001).

5.

Pemeriksaan Diagnostik a. b. c. d. e. f. Urinalisis (UA). Laju filtrasi glomerulus (LFG). Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum. Pielogram intravena (PIV). Biopsi ginjal. Titer antistrepsomisin O (ASO). (Sandra M. Nettina, 2001).

6.

Penatalaksanaan Medis a. Manifestasi diet: 1) 2) Pembatasan cairan dan natrium. Pembatasan protein bila BUN sangat meningkat.

b.

Farmakoterapi 1) 2) 3) Terapi imunosupresif seperti agen sitoksit dan steroid untuk glomerulonefritis progresif cepat. Diuretik, terutama diuretik loop seperti furosemid (lasix), dan bumex. Dialisis, untuk penyakit ginjal tahap akhir. (Sandra M. Nettina, 2001).

7.

Komplikasi a. b. c. Hipertensi. Dekopensasi jantung. GGA (Gagal Ginjal Akut). (Sandra M. Nettina, 2001).

B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Genitourinaria 1) 2) 3) 4) b. c. 1) 1) 2) 3) d. 1) 2) 3) e. Urine keruh Proteinuria Penurunan urine output Hematuri Hipertensi Letargi Iritabilitas Kejang Anorexia Vomitus Diare

Kardiovaskuler Neurologis

Gastrointestinal

Hematologi

1) 2) 3) f. 1) 2) 2.

Anemia Azotemia Hiperkalemia Pucat Edema

Integumen

Diagnosa keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia

b. Peningkatan volume cairan b/d oliguri c. Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia. d. Intolerance aktiviti b/d fatigue. e. Gangguan istirahat tidur b/d immobilisasi dan edema.
3. Intervensi a. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia tujuan : Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal Kriteria hasil : dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia. Intervensi : 1) Monitor dan catat TD setiap 1 2 jam perhari selama fase akut. R/ untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan intervensi selanjutnya. 2) 3) Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction R/ serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien. R/ Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal 4) Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine output (N : 1 2 ml/kgBB/jam). R/ monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah.

5)

Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam. R/ Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.

6) b.

Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order. R/ diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.

Peningkatan volume cairan b/d oliguri tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal kriteria hasil : urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam. Intervensi : 1) Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam. R/ : Peningkatan 2) BB merupakan indikasi adanya retensi cairan , penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum R/ : Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites. 3) Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide. R/ : Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberia potassium. 4) Monitor dan catat intake cairan. R/ : Klien mungkin membutuhkan pembatasan 5) pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine. R/ : Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal. 6) Monitor hasil tes laboratorium R/ : Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.

c.

Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia. tujuan : Klien akan menunjukan peningkatan intake kriteria hasil : porsi makan dihabiskan minimal 80%.

Intervensi : 1) 2) Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi. R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien. R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan. 3) Batasi masukan sodium dan protein sesuai order. R/ : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan. d. Intolerance aktiviti b/d fatigue. Tujuan : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas. Kriteria hasil : adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas. Intervensi : 1) Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal. 2) Sediakan/ciptakan tersebut akan lingkungan yang tenang, aktivitas dan yang menantang sesuai dengan perkembangan klien. R/ : Jenis aktivitas menghemat penggunaan energi mencegah kebosanan.

You might also like