You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Proses menua (aging) merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat mengenai sistem muskuloskeletal, yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas bawah adalah keluhan yang paling sering muncul pada lansia (Yohanita & Dewi, 2010). Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari total penduduk Indonesia. Sekitar 80% lansia mengalami kondisi kronis yang dihubungkan dengan nyeri dan hampir 8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendinya. Nyeri sendi yang paling banyak adalah pada sendi-sendi penahan berat tubuh (panggul, lutut dan kaki) (Yohanita & Dewi, 2010). Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout (Yohanita & Dewi, 2010). Osteoarthritis adalah kelainan degenerative kronis dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai denga hilangnya kartilago sendi secara bertahap. Penyakit ini dapat mengenai satu sendi atau lebih, terutama mengenai sendi yang menyangga berat badan seperti sendi lutut dan panggul. Degenerasi kartilago sendi biasanya disertai dengan perubahanperubahan di sekitar sendi yang terkena, misalnya kelemahan otot, dan pertumbuhan tulang baru, yang berakibat berkurangnya mobilitas dan fungsi sendi. Program latihan yang didesain dengan baik, meliputi latihan aerobic dan ketahanan, fleksibilitas dan mobilisasi sendi, disertai dengan pengaturan berat badan, obat-obatan, fisioterapi, proteksi sendi, dan pembedahan apabila diperlukan akan memperbaiki keluhan dan mengurangi dampak osteoarthritis pada kehidupan pasien (Rachmah, 2007). Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobik yang banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun

persendian. Berdasarkan hal tersebut kami tertarik menganalisis sebuah jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana analisis berdasarkan PICOT dari jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial? 1.2.2 Bagaimanakah analisis jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial terkait dengan teori yang ada? 1.2.3 Apakah kelemahan dan kelebihan dari jurnal yang berjudul A fourweek walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial? 1.2.4 Bagaimana implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mengaplikasikan teori yang dikemukakan dalam jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui analisis berdasarkan PICOT dari jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial. 1.3.2 Untuk mengetahui analisis jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the

ability of dual-task performance: a randomized controlled trial terkait dengan teori yang ada. 1.3.3 Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial. 1.3.4 Untuk mengetahui implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mengaplikasikan teori yang dikemukakan dalam jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial. 1.4 Manfaat Penulisan Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain : 1.4.1 Pelayanan Kesehatan Memberikan informasi mengenai terapi atau latihan yang dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut maupun keluarganya. 1.4.2 Ilmu Pengetahuan Menambah perbendaharaan referensi mengenai terapi atau latihan yang dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut 1.4.3 Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai terapi atau latihan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteoartritis lutut, sehingga masyarakat dapat menerapkannya di rumah. 1.4.4 Peneliti Lain Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian lanjutan atau melakukan penelitian yang sejenis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi. Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan sebagainya (Soeharyo & Henry, 2007). 2.2 Tanda dan gejala (Soeharyo & Henry, 2007) Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA : a. Nyeri sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan

semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago. Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band. b. Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri. c. Kaku pagi Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari. d. Krepitasi Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu. a. Pembesaran sendi (deformitas) Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar. b. Pembengkakan sendi yang asimetris Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah.

c. Tanda-tanda peradangan Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut. d. Perubahan gaya berjalan Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut. 2.3 Penatalaksanaan (Soeharyo & Henry, 2007) Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu: Terapi non-farmakologis a. Edukasi Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai. b. Terapi fisik atau rehabilitasi Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur dengan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dan kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004). Banyak strategi untuk memperbaiki kebugaran dan aktivitas fisik pada lansia, antara lain dengan cara memperbaiki satu tahap saja dari keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya kadang aktif menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya telah melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara

teratur (Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo & Martono, 2004) menyatakan bahwa : 1. Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat memberikan keuntungan bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain pengurangan resiko fraktur peningkatan status kardiovaskuler dan kemampuan fungsional serta proses mental. 2. Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali menimbulkan komplikasi. 3. Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara individual, dengan tujuan yang khusus pada individu tersebut. Perhatian khusus harus diberikan pada jenis dan intensitas latihan, antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas dan keadaan dalam hal apa latihan diberikan. 4. Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang ringan secara intensif misalnya berjalan. 5. Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus dirangsang untuk melakukan latihan secara tetap. Jenis latihan yang dapat dilakukan yaitu: a. Latihan fleksibilitas (ROM) Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera, dan memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan fleksibilitas sekitar sendi. Untuk pasien aosteoartritis, latihan ditujukan untuk mengurangi

kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan lunak. Latihan fleksibilitas sering dilakukan selama periode pemanasan atau tergabung dalam latihan ketahanan atau aktivitas aerobic. Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan sebaiknya menjangkau ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan gerakan.

Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara bertahap. Latihan harus melibatkan otot dan tendon utama pada ekstremitas atas dan bawah. b. Latihan kekuatan Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan aerobic dalam memperbaiki disabilitas, nyeri, dan kinerja. Latihan kekuatan ada 3 macam, yaitu: latihan isometric, latihan isotonic, dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic, maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memeperbaiki Latihan kecepatan berjalan pada pasien lebih osteoarthritis. besar dalam isotonic memberikan perbaikan

menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi, Latihan sehingga isometric latihan ini disarankan apabila untuk sendi memperbaiki mengalami stabilitas sendi atau ketahanan berjalan. diindikasikan peradangan akut atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric

memberikan tekanan ringan pada sendi ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis (static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonic). Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan, intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan kelompok otot utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas

rendah. Untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada pasien untuk memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target penguatan. Intensitas latihan dimulai sekitar 30% usaha maksimal (maximal effort). Jika bisa ditoleransi oleh pasien intensitas ditingkatkan secara bertahap sampai 75% kontraksi maksimal. Kontraksi dipertahankan tidak lebih dari enam detik. Pada awalnya satu kontraksi untuk tiap untuk sehari kelompok bernafas pada otot, kemudian jumlah pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi pasien. Pasien diinstruksikan dua kali selama masing-masing akut. kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik. Latihan dilakukan periode peradangan Selanjutnya jumalah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi 5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang harus diperhatikan adalah adanya risiko peningkatan tekanan darah bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik. Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis. c. Latihan aerobic Latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic, dan latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan kapasitas aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat badan, dan Suatu mengurangi systemic konsumsi review obat pada pasien bahwa osteoarthritis. sendi. Pemilihan aktivitas aerobic tergantung pada beberapa faktor, yaitu status penyakit, stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien. Latihan aerobic di kolam air hangat dapat mengurangi nyeri otot dan sendi, mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang memperlihatkan

latihan aerobic efektif menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi

tidak dapat menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot-otot di sekitar sendi yang sakit. c. Penurunan berat badan Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih. Terapi farmakologis Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul, a. mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2. b. Chondroprotective Agent Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, sebagainya. Terapi pembedahan Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari. 2.4 Walking Exercise / Latihan Jalan Kaki Jalan kaki atau berjalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang juga merupakan olahraga, karena berjalan kaki merupakan kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan

serangkaian gerak yang dilakukan secara sistematis dan fungsional juga, dalam bentuk latihan low impact. Jalan kaki dikelompokkan jenis olahraga aerobik yaitu jenis olahraga yang dilakukan dan memerlukan oksigen sebagai sumber energinya dan biasanya dilakukan di lapangan. Aktivitas jalan kaki memang baru bisa disebut olahraga jika dilakukan secara kontiniu, minimum 30 menit setiap harinya. Berjalan adalah gerakan siklis yang diatur oleh medulla spinalis pada tingkat neuron mototris. Berjalan diawali dengan mencondongkan badan ke depan, menyebabkan posisi tubuh jalan tidak kaki stabil, kemudian salah lansia. melangkahkan satu olehraga mudah kaki ke depan yang dan untuk banyak tidak mendapatkan keseimbangan kembali (Rachmah Laksmi, 2007). Olahraga merupakan bagi aerobic direkomendasikan Selain dilakukan

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun persendian (Lungit Wicaksono, 2011). Teknik berjalan menurut Lungit Wicaksono (2011) adalah sebagai berikut: 1. 2. Badan tegak kepala lurus dengan badan dan dagu ampir sejajar dengan pundak Bengkokkan lengan dan siku dengan sudut yang benar (kira-kira 90 derajat), lalu ayunkan sejajar dengan tubuh atau boleh juga sedikit menyilang (diagonal) depan badan. 3. 4. 5. Kecepatan gerak lengan harus disesuaikan dan seirama dengan gerak tungkai, gerakan tersebut bisa membantu mempercepat jalan anda. Pompa lengan untuk menambah momentum jalan, namun lengan tetap rileks dan hindari gerak lengan yang berlebihan (overacting). Telapak kaki depan harus terus kontak dengan tanah sebelum ujung kaki belakang (toe) diangkat dari tanah. Dengan kata lain, salah satu kaki harus kontak dengan tanah. Sebab jika tidak begitu maka akan terjadi gerakan jongging. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yohanita Pamungkas dan Dewi Ika tahun 2010 pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri, setelah dilakukan latihan gerak kaki (Stretching) didapatkan mayoritas responden (lebih dari 90%) mengalami penurunan nyeri sendi ekstremitas bawah. Latihan dilakukan dengan frekuaensi 3 atau 5 kali per

minggu secara teratur dan terus-menerus dengan lama latihan 15-30 menit. 2.5 Keuntungan Jalan Kaki Keuntungan yang diperoleh dari jalan kaki adalah: a. b. c. Jalan merupakan aktivitas aerobic yang sangat baik, dengan banyak sekali manfaatnya bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah. Jalan merupakan cara yang tepat untuk mengurangi stress Jalan merupakan aktivitas yang dapat mengurangi berat badan bagi yang memerlukannya. Bagi orang-orang yang kelebihan berat badannya, jalan kaki dapat membakar kalori yang banyaknya hamper sama dengan jogging pada jarak yang sama dengan stress fisik yang kecil d. Jalan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan bebas dari cedera, mudah sekali dilakukan oleh telapak kaki, pergelangan kaki, tungkai, lutut, pinggul, dan pinggang. e. f. Jalan dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk orang-orang yang mengalami cedera persendian Jalan merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari berbagai macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia lanjut) sangat baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang Kusnandi, 2012).

BAB III ANALISIS PICOT Kami menganalisis sebuah jurnal yang berjudul A four-week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial PICOT. Populasi: Responden yang digunakan pada penelitian dalam junal ini adalah 40 orang lansia yang terdiagnosa osteoarthritis lutut, yang dipilih berdasarkan kriteria meliputi tidak sedang mengalami kelemahan kondisi (seperti kanker yang telah metastasis, stroke atau arthritis), tidak sedang menderita gangguan lain pada sistem musculoskeletal atau bukan merupakan osteoarthritis sekunder, atau tidak mengalami gangguan fungsi kognitif. Responden kemudian dibagi secara acak menjadi 2 kelompok , yaitu kelompok walking dan kelompok control yang masing-masing berjumlah 20 orang dengan rata-rata usia untuk kelompok walking adalah 71,9 tahun dan rata-rata 73,8 tahun untuk kelompok control. Intervensi: Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui apakah program latihan berjalan pada pasien lansia dengan osteoarthritis lutut akan berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam melakukan dua kegiatan bersamaan (dalam hal ini berjalan dan kegiatan terkait kognitif). yaitu kelompok control dan kelompok walking, yang Dalam penelitian tersebut responden yang ada dipilih secara acak menjadi 2 kelompok masing-masing berjumlah 20 orang. Kedua kelompok tersebut mendapat terapi fisik dan menerima terapi es, latihan ROM, serta latihan penguatan otot di rumah. Selain itu untuk kelompok walking diminta untuk meningkatkan jumlah langkah berjalan setiap hari hingga 3000 langkah lebih dari hasil perhitungan jumlah langkah mereka sebelumnya. Intervensi diberikan selama 4 minggu dan jumlah langkah dihitung setiap hari menggunakan sebuah alat pedometer yang dipasang pada ikat pinggang reponden dan selalu digunakan kecuali ketika berada di rumah. dengan menggunakan metode

Compare: Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang dibandingkan diantara kedua kelompok yang ada pada tahap awal pengkajian dan setelah diberikan intervensi, yaitu parameter berjalan dan parameter lutut. Parameter berjalan berisi perbandingan perhitungan jumlah langkah pada tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi, perhitungan kecepatan berjalan untuk yang berjalan saja ataupun yang dengan ditambahkan kegiatan lain terkait fungsi kognitif pada tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi, perhitungan jumlah pertanyaan yang mampu dijawab terkait kondisi dengan melakukan dua kegiatan sekaligus pada tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi. Dan untuk parameter lutut berisikan perbandingan ROM baik pada pada tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi. Outcome: Penelitian ini mendapatkan bahwa ada perbedaan baik dari segi parameter berjalan maupun parameter lutut pada kedua kelompok responden. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri yang kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua kegiatan bersamaan. Time: Penelitian ini membutuhkan waktu 1 minggu untuk pengkajian awal dan intervensi selama 4 minggu. Untuk intervensi kedua kelompok tersebut mendapat terapi fisik satu kali dalam seminggu dan menerima terapi es, latihan ROM, serta latihan penguatan otot setiap hari di rumah.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Analisis jurnal terkait dengan teori yang ada Berdasarkan teori yang ada, osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas, dengan tanda dan gejala adanya nyeri sendi, kekakuan, deformitas dan hambatan pergerakan sendi. Nyeri dan ketidakmampuan akibat osteoarthritis pada lansia merupakan factor resiko penting terjadinya resiko jatuh. Dalam jurnal yang kami bahas, disebutkan bahwa di Jepang lebih dari 50% orang dengan osteoarthritis lutut mengalami jatuh pada tahun sebelumnya, dengan estimasi jumlah kasus osteoarthritis lutut adalah 10 juta orang yang sebagian besar adalah lansia. Karena hal inilah penulis jurnal melakukan penelitian dengan menggunakan responden lansia dengan osteostritis pada lutut. Teori yang ada menjelaskan ada beberapa latihan yang dapat dilakukan pada usia lanjut dengan osteoartritis, yaitu: a. Latihan fleksibilitas (ROM), yang ditujukan untuk osteoarthritis dapat mengurangi kekakuan sendi, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan lunak. Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi. b. Latihan kekuatan, yang terdiri dari latihan isometric, latihan isotonic, dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic, maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memeperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis. Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis. Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan pada sendi ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan

pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis (static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonic). Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan, intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan kelompok otot utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas pada rendah. pasien Untuk untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan

memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target penguatan. c. Latihan aerobic, seperti berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic, dan latihan aerobic di kolam renang dapat meningkatkan kapasitas aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis. Suatu systemic review memperlihatkan bahwa latihan aerobic efektif menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi. Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun persendian. Terkait dengan jurnal yang kami bahas, penulis menggunakan latihan berjalan yang merupakan salah satu dari bagian latihan kekuatan dan latihan aerobic. Penulis menggunakan latihan berjalan didasari oleh alasan karena latihan berjalan adalah salah satu latihan yang mudah dan menyenangkan untuk dilakukan yang tidak hanya berpengaruh pada terhadap kesehatan tetapi juga dapat mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis lutut, serta berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Selain itu penelitian dalam jurnal yang kami bahas juga menggunakan latihan ROM, tetapi pada hasil akhir penelitian latihan ROM yang diberikan tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan antara saat awal pengkajian dengan

setelah diberikan intervensi. Oleh karena itu dalam jurnal yang kami bahas dikatakan bahwa latihan berjalan tidak memberikan kontribusi dalam mempengaruhi range of motion dari lutut, tetapi dapat mengurangi nyeri sendi yang kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi kognitif. Dalam teori yang telah ada sebelumnya diketahui bahwa ada beberapa manfaat dari latihan berjalan, yaitu merupakan aktivitas aerobic yang bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah, merupakan cara yang tepat untuk mengurangi stress, merupakan aktivitas yang dapat mengurangi berat badan, merupakan aktivitas yang mudah dilakukan dan dikatakan bebas dari cedera, dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk orang-orang yang mengalami cedera persendian dan latihan berjalan merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari berbagai macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia lanjut) sangat baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang Kusnandi, 2012). Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam jurnal, diketahui bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri sendi yang kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi kognitif. 4.2. Kelemahan dan kelebihan terkait jurnal Kelemahan dari jurnal yang kami bahas adalah ketidaksesuaian antara judul dengan intervensi yang digunakan dalam penelitian, selain itu dalam penarikan kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan terdapat kekurangan data yang mendukung. Kelebihan dari jurnal yang kami bahas adalah pemilihan tema dan penelitian yang sederhana yaitu menggunakan latihan berjalan pada lansia. Diman latihan berjalan merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun persendian (Lungit Wicaksono, 2011).

4.3. Implementasi keperawatan Hasil penelitian dan teori-teori yang ada menunjukkan bahwa latihan berjalan yang merupakan bagian dari latihan kekuatan isototonik yang berpengaruh dalam mengurangi nyeri sendi, serta mudah dan dilakukan setiap hari sehingga cocok untuk dilakukan oleh lansia dengan osteoarthritis lutut. Selain itu berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal yang dibahas, diketahui bahwa dengan mengurangi nyeri latihan berjalan akan mampu meningkatkan fungsi kognitif sehingga bagus diterapkan pada lansia yang cenderung mengalami penurunan kognitif karena pengaruh usia. Impelementasi keperawatan terkait dengan manfaat latihan berjalan berdasarkan pada teori dan hasil penelitian yang ada, berhubungan dengan peran dan fungsi perawat, yaitu : a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan Berdasarkan pada efektifitas latihan berjalan terhadap peningkatan kemampuan pergerakan dan pengurangan nyeri pada penderita osteoartritis, sebagai perawat kita dapat menggunakan latihan tersebut sebagai salah satu intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien khususnya pada lansia. b. Peran perawat sebagai educator Sebagai educator atau pemberi pengetahuan, perawat bisa meningkatkan pengetahuan pasien dengan osteoarthritis khususnya pada lansia tentang latihan berjalan yang mudah dilakukan tetapi dapat meningkatkan kemampuan pergerakan pasien, menjelaskan keuntungan dari latihan berjalan terhadap kondisi penyakit, mengajarkan tentang teknik latihan berjalan yang efektif. c. Peran perawat dalam kolaborasi Terkait dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan, sebagai perawat perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien, seperti berkolaborasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan status gizi pasien, berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksaan medis terkait penyakit.

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap sebuah jurnal yang berjudul A fourweek walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial, diketahui bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri yang kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua kegiatan bersamaan lansia dengan osteoarthritis lutut. Sehubungan dengan hal itu, implementasi keperawatannya terkait dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai educator, dan dalam kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan, dimana latihan berjalan ini bisa menjadi salah satu intervensi keperawatan yang tepat yang diberikan pada lansia dengan osteoarthritis. 5.2. Saran Berhubungan dengan penatalaksanaan berikutnya diharapkan diadakan penelitian lebih lanjut berhubungan dengan latihan berjalan yang bisa meningkatkan fungsi kognitif. Selain itu berdasarkan data yang ada tentang manfaat dan fungsi latihan berjalan terhadap penderita osteoarthritis, diharapkan latihan ini bisa dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut untuk perawatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA Kusnadi, Nanang. 2012. Motivasi Pria Lanjut Usia Melakukan Olahraga

Bulutangkis Dan Jalan Kaki Serta Hubungannya Dengan Kebugaran Jasmani. Universitas Pendidikan Indonesia. Laksmi, Rachmah. 2007. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu Osteoartritis. Yogyakarta: FIK UNY. Lungit Wicaksono. 2011. Terapi Sederhana Menekan Gejala Penyakit Degenerative. Universitas Pendidikan Indonesia. Soeharyo & Henry. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut . Semarang: UNDIP. Yohanita & Dewi. 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah Pada Lansia Di Posyandu Lansia Sejahtera Gbi Setia Bakti Kediri. STIKES RS Baptis.

SEMINAR JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN


A Four-Week Walking Exercise Programme In Patients With Knee Osteoarthritis Improves The Ability Of Dual-Task Performance: A Randomized Controlled Trial

OLEH : SGD I

1. Putu Krisna Siantarini 2. Anak Agung Ari Novia 3. Ni Kadek Diyantini 4. Luh Amanda Titi Suryani 5. Ni Luh Made Dwi Padma Sari 6. Ni Putu Nariska Rahayuni 8. I Putu Arya Sedana 9. Anak Agung Istri Dwi Mayuni 10. Ni Putu Oktariani

(1102105004) (1102105008) ( 1102105023) (1102105025) ( 1102105026) ( 1102105030)

7. Komang Asrini Widya Tri Lestari ( 1102105036)


( 1102105041) ( 1102105060) ( 1102105066)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FALKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2013

You might also like