You are on page 1of 16

Ni Luh Ayudi Martini 030.08.

176 Tugas Ujian

TONSILEKTOMI Jenis- jenis tonsilektomi 1)Teknik Guillotine Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder.

Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan. Cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum.

Teknik : Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien. Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut.Lidah ditekan dengan spatula. Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri. Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam lubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam lubang guillotine. Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit. Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar Perdarahan dirawat.

Keuntungan: Dikenal sebagai cara yang cepat dan praktis komplikasi anestesi kecil biaya lebih murah

Kerugian: sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat dapat timbul perdarahan yang hebat

Gambar 1. Teknik guillotine

2. Teknik Diseksi Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal.

Teknik Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien. Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial. Dengan menggunakan respatorium / enukleator tonsil, tonsil dilepaskan tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

Keuntungan: Perdarahan pasca operasi minimal Dapat mengangkat seluruh jaringan tonsil

Kerugian: Nyeri hebat pasca operasi

Durasi operasi lebih lama Nyeri pasca operasi yang signifikan akibat digunakannya elektrokauter untuk hemostasis Resiko perdarahan intraoperatif tinggi

Gambar 2. Teknik diseksi

3. Teknik Elektrokauter Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi

elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spectrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 M hz. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (electrical pathway). Teknik bedah listrik yang paling umum adalah monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi.

Keuntungan: perdarahan minimal penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur.

Dapat digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain.

Kerugian Menyebabkan luka bakar pada jaringan sekitar yang mengakibatkan ketidaknyamanan pasca operasi.

Gambar 3. Teknik Elektrokauter

4. Teknik Radiofrekuensi Pada teknik ini elektrode radiofrekuensi disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru disekitar ujung electrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak

mengecil dan total volume jaringan berkurang.

Keuntungan: Proses ini terjadi pada suhu rendah (40c- 70c) sehingga cedera jaringan sekitar minimal dan perdarahan saat operasi lebih sedikit Nyeri pasca operasi lebih ringan karena tidak terdapat luka operasi yang terbuka Durasi operasi lebih singkat dan kadar penyembuhan lebih cepat Hanya memerlukan sedasi ringan atau anestesi local Jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya Menurunkan morbiditas tonsilektomi biaya relatif lebih murah dibanding beberapa teknik modern lainnya

Kerugian: tidak efektif untuk tonsillitis kronik dan rekuren biaya lebih tinggi

5. Teknik Skapel Harmonik Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonic untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut (biasanya 1500c-4000c) sedangkan dengan scalpel harmonic temperature disebabkan oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 500c-1000c).

System scalpel harmonic terdiri atas generator 110 volt, handpiece dengan kabel penyambung pisau bedah dan padal kaki. Alatnya memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar dengan frekuensi 55.5 kHz sejauh lebih 80 um dan hasil dari pergerakan maju mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan fragmentasi berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi muncul ketika energy mekanik ditransfer kejaringan memecah ikatan hydrogen tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari friksi jaringan internal akibat vibrasi frekuensi tinggi.

Keuntungan: dapat memotong seluruh jaringan tonsil tanpa meninggalkan sisa tidak memiliki energy listrik yang ditransfer keatau melalui pasien, sehingga tidak ada stray energy (energy yang tersasar) yang dapat menyebabkan shock atau luka bakar berbanding elektrokauter dan laser. Lapangan bedah jelas terlihat karena perdarahan minimal, perdarahan pasca operasi juga minimal. nyeri pasca operasi minimal, menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak bisa mentoleransi kehilangan darah seperti pada anak-anak, pasien dengan anemia atau defisiensi faktor VIII dan pasien yangmendapatkan terapi antikoagulan

Kerugian lapangan bedah tidak terlihat jelas karena lebih banyak perdarahan berbanding elektrokauter

Gambar 4. Teknik Skapel Harmonik

6) Teknik Coblation Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unik karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengkikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah untuk menggunakan energi dari frekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul di sekitar elektroda. Kelompok plasma tersebut mengandung suatu pertikel yang terionisasi dan akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekular pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. Keuntungan: kerusakan jaringan sekitar minimal dapat mengangkat seluruh atau sebagian dari jaringan tonsil dapat digunakan untuk tonsil yang hipertrofi dan infeksi kronik atau rekuren nyeri ringan pasca operasi dan penyembuhan cepat

Kerugian: komplikasi utama adalah perdarahan dapat menyebabkan pembengkakan massif dari uvula

Gambar 5. Teknik Coblation

7. Intracapsular Partial Tonsillectomy Tonsilektomi intrakapsular merupakan tonsilektomi partial yang di lakukan dengan menggunakan endoskop mikrodebrider. Endoskop

mikrodebrider bukan merupakan peralatanideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan danketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

Keuntungan: dapat mengangkat 90% daripada seluruh jaringan tidak melukai kapsul tonsil dapat mempertahankan kapsul tonsil untuk melindungi muskulus faringeal dari inflamasi, iritasi dan infeksi mengurangkan nyeri pasca operasi, penyembuhan cepat dan mengurangkan komplikasi lambat

Kerugian: bukan alat ideal untuk tonsilektomi jaringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan insiden tonsillar regrowth hanya dapat digunakan pada tonsil yang hipertrofi kontraindikasi pada tonsillitis kronik harga alat masih mahal

Gambar 6. Mikrodebrider

8. Laser (CO2-KTP) Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau Potassium Titanyl Phosphat untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil.

Keuntungan mengurangi volume tonsil menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren efektif untuk tonsillitis kronik dan rekuren, nyeri tenggorokan kronik, halitosis berat dan obstruksi saluran nafas akibat pembesaran tonsil nyeri pasca-operasi minimal, morbiditas menurun, dan kebutuhan analgesia pascaoperasi berkurang

Kerugian: sisa tonsil dapat tumbuh kembali biaya lebih tinggi

I.

KOMPLIKASI

Komplikasi saat pembedahan a. Perdarahan Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil, atau robekan pembuluh darah yang lebih besar berbanding pembuluh kapiler atau vena kecil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Penanganan : Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam, kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. b. Trauma akibat alat. Umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi jaringan lebih

temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.

Komplikasi pasca bedah 1. Komplikasi segera (immediate complication) (a) Perdarahan primer Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena

pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering dijumpai pada cara guillotine. Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah (1) Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal (2) Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur (3) Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring (4) Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Penanganan : Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi. (b) Berhubungan dengan anestesi. Umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah menyebabkan asfiksi. 2. Komplikasi yang terjadi kemudian ( intermediate complication ) atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat

(a) Perdarahan sekunder Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5 10. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. (b) Hematom dan edem uvula Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan

bilateral pembuluh darah yang mendarahi uvula. (c) Infeksi Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port dentre bagi mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis media Secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. (d) Komplikasi paru Komplikasi pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abses paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu operasi. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi.

Penanganan : Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai.

(e) Otalgia Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. 3. Komplikasi yang terjadi lambat (late complication) (a) Jaringan parut di palatum mole. Bila berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia. (b) Sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bila cukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.

Aliran Kelenjar Limfe Regional Sistim aliran limfe leher penting untuk dipelajari, karena hampir semua bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar limfe regional. Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman kuman / bakteri bakteri yang masuk kedalam badan dan barier pula untuk sel sel tumor ganas ( kanker ). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel sel limfosit darah tepi. Ukuran normal dari kelenjar getah bening adalah < 1cm. Berdasarkan letaknya kelenjar limfa dileher terdiri atas kelenjar preaurikuler, retroaurikuler, submandibula, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah, segitiga leher dorsal, dan supraklavikula.

Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfe yang selalau terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian juguler interna, yang terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian juguler interna ini dibagi dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah submental, submandibula, servikalis superfisial, retrofaring, paratrakela, spinal asesorius, sklaneus anterior dan supraklavikula.

Gambar 5. Anatomi limfa pada leher Kelenjar limfe jugularis interna superior menerima aliran limfe yang berasal dari palatum mole tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan supraglotik laring. Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe retro faring, spinal asesorius, parotis, servikalis superfisial dan kelenjar limfe submandibula. Kelenjar jugularis interna media menerima aliran limfe yang berasal langsung dari subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior dan daerah krikoid posterior. Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan kelenjar limfe retrofaring bagian bawah. Kelenjar jugularis interna inferior menerima aliran limfe yang berasal langsung dari glandula tiroid, trakea, esofagus, baguan servikal,. Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan media dan kelenjar limfe paratrakeal.

Kelenjar limfe submental, terletak pada segitiga submental diantara platisma dan m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfe yang berasal dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan 1/3 bagian bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau kontralateral, kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna. Kelenjar limfa submandibula, terletak disekitar kelenjar liur submandibula dan didalam kelenjar ludahnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa kekelenjar jugularis interna superior.

Gambar 6. Regio kelenjar limfa leher

Kelenjar limfa servikalis superfisial, terletak disepanjang vena jugularis eksterna, menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah retroaurikula, kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna superior. Kelenjar limfa retrofaring, terletak diantara faring dan fasia prevertebra, mulai dari dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima aliran limfe dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius. Pembuluh eferen

mengalirkan limfa ke limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius bagian superior. Kelenjar limfa paratrakeal menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian bawah, hipofaring, esofagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfa

mediastinum superior. Kelenjar limfa spinal asesorius, terletak disepanjang saraf spinal asesorius, menerima aliran limfa yang berasal dari kulit kepala bagian parietal, dan bagian belakang leher. Kelenjar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring, orofaring, dan sinus

paranasal. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa supraklavikula. Rangkaian kelenjar limfa jugularis interna mengalirkan limfa ke trunktus jugularis dan selanjutnya masuk keduktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dan untuk sisi sebelah kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau langsung kesistim vena pada pertemuan vena jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan duktus limfatikus kanan menerima aliran limfe dari kelenjar limfa supraklavikula.

Gambar 7. Sistim limfa pada leher dan insidensi metastasenya Pembesaran kelenjar getah bening dengan konsistensi keras seperti batu mengarah kepada keganasan, padat seperti karet mengarah kepada limfoma, lunak megarah kepada proses infeksi, fluktuatif mengarah telah terjadi abses. Pembesaran kelenjar getah bening

leher bagian posterior terdapat pada infeksi rubel dan mononukleosis. Supraklavikula atau kelenjar getah bening leher bagian belakang memiliki resiko keganasan lebih besar dari pada pembesaran kelenjar getah bening bagian anterior.1 Pada pembesaran kelenjar getah bening oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral, lunak dan dapat digerakkan. Bila infeksi oleh bakteri kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan oleh keganasan maka tandatanda peradangan tidak ada, konsistensi keras dan tidak dapat digerakkan.

You might also like