You are on page 1of 5

Nama : Yunita Fauziah NIM : I21110032

Dosen Pengampu : M. Andrie, M.Sc., Apt Toksikologi

1. Metode Pengujian Toksisitasnya a. Skema eksperimental

Fullerenol diberikan secara IV dan IP dengan 4 dosis yang berbeda (0,1,1.5 dan 5 mg/kg d) selama 3 hari berlangsung sebelum injeksi CCl4 Semua hewan percobaan kecuali tikus grup control diinjeksi (IP) dengan dosis tunggal CCl4 (0.5 ml/kg) setelah 3 hari pemberian fullerenol Grup tikus control diinjeksikan secara intraperitoneal (IP) dengan 0.9% NaCl (0.5 ml/kg) Setelah24 jam pemberian CCl4 kemudian dilakukan evaluasi patofisiologi (dinilai serum dan tissue homogenates biomarkersmya ) b. Studi Hepatotoksisitas dan Nefrotoksisitas Aktivitas kadar serum AST (aspartate amino transferase) dan ALT (alanine aminotransferase), kreatinin (Crea) dan konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen) ditentukan menggunakan analisis otomatis HITACHI 7020 sesuai dengan diagnostik kit diperoleh dari Sysmex. Aktivitas AST dan ALT dinyatakan sebagai IU / L sedangkan Crea dan BUN dinyatakan masing-masing sebagai mikromol / L dan mmol / L. c. Estimasi produk peroksidasi lipid Peroksidasi lipid hati dan ginjal diukur dengan menggunakan formasi bahan reaktif asam thiobarbituric, malondialdehid (MDA). Penentuan nilai MDA yang diukur dengan menggunakan kit diagnostik spektrofotometri. d. Efek rasio GSH / GSSG pada tikus yang diinduksi CCl4

Penurunan rasio glutation teroksidasi (GSH dan GSSG) diukur dengan kit komersial sesuai dengan standar pabrik. Nilai absorbansi dilihat pada 412 nm pada pembaca lempeng (Model 680 lempeng Reader, Bio-Rad, USA). e. Analisis histopatologi Analisis histopatologi dilakukan dengan menggunakan standar prosedur laboratorium. Bagian hati dan ginjal diuji menggunakan 4% polyformaldehyde-PBS (0.1 M, pH7.4) dan embedded dalam parafin. Setelah proses rutin, iris dengan tebal 4 mikrometer dan diberi hematoxylin-eosin (HE)

2. Hasil Gambar Sebelum Perlakuan dan Setelah Perlakuan

Gambar 1. Perubahan bagian hati dilihat secara makroskopik. A. B. C. D. Hati tikus control Hati tikus setelah pemberian fullerenol (5 mg/kg d) Hati tikus setelah pemberian fullerenol (5 mg/kg d) + CCl4 (0.5 mg/kg d) Hati tikus setelah pemberian CCl4 (0.5 mg/kg d)

Sampel hati pada tikus CCl4 (Gambar 1.D) menunjukkan hasil makroskopik steatosis dan nekrosis yang sangat signifikan atau jauh berbeda jika dibandingkan tikus control maupun tikus yang diberi fullerenol sebelumnya

Gambar 2. Perubahan histopatologi pada hati tikus

A. Hati tikus control B. Hati tikus setelah pemberian fullerenol (5 mg/kg d, IP) + CCl4 (0.5 mg/kg d) C. Hati tikus setelah pemberian fullerenol (1.5 mg/kg d, IP) + CCl4 (0.5 mg/kg d) D-F. Hati tikus setelah pemberian CCl4 (0.5 mg/kg d) Analisis histopatologi pada tikus CCl4 menunjukkan fokal nekrosis (gbr. 2F), mikrovesicularsteatosis (gbr. 2E) dan ballooning degeneration (gbr. 2D dan E). Perubahan ini tidak terlalu signifikan karena telah diberikan fullerenol sebelumnya. Pada grup fullerenol tidak terdapat nekrosis maupun steatosis. Perubahan histopatologi pada grup yang berbeda mengindikasikan bahwa pre-perlakuan fullerenol dapat memproteksi hati yang diinduksi CCl4.

Gambar 3. Perubahan histopatologi pada ginjal tikus (yang dinodakan menggunakan H&E)

A. B. C. D.

Ginjal tikus kontrol Ginjal tikus setelah pemberian fullerenol (1 mg/kg d, IV) + CCl4 (0.5 mg/kg d) Ginjal tikus setelah pemberian fullerenol (5 mg/kg d, IV) + CCl4 (0.5 mg/kg d) Ginjal tikus setelah pemberian CCl4 (0.5 mg/kg d)

CCl4 merupakan penyebab rusaknya morfologi ginjal, terutama bagian korteks ginjal. Pada percobaan ginjal tikus dengan pemberian CCl4 terjadinya pengaruh terhadap glomerulus jika dibandingkan dengan ginjal tikus kontrol. Beberapa glomerulus menunjukkan dilatasi ringan pada kapsul bowman dengan terhentinya pertumbuhan (gbr. 3b) Terjadinya penyumbatan pada loop kapillary dengan adanya adhesi antara visceral dan lapisan parietal pada kapsul bowman (Gbr. 3D)

Gambar 4. Pemberian fullerenol pada percobaan ginjal tikus (5 mg/kg d, IV) yang menunjukkan histopatologi glomerulus dan tubulusnya normal.

Diskusi CCl4 merupakan sebuah hepatotoxin dan nephrotoxin yang digunakan untuk tujuan mendorong kerusakan ginjal. CCl4-diinduksikan pada hati dan ginjal dimana kerusakannya ditandai dengan peningkatan serum (ALT, AST, BUN dan Crea) ditambah ditandai dengan stres oksidatif hati dan penurunan GSH / GSSG. GSH memainkan peran yang sangat penting dalam pertahanan seluler antioksidan, yang merupakan penentu dalam kerusakan oksidatif. Pada percobaan injeksi fullerenol 3 hari seblum induksi CCl4 terbukti dapat memberikan efek protekfif terhadap hati dan ginjal dan membuat serum menjadi normal setelah diinduksi CCl4,, dimana fullerenol merupakan salah satu zat aktif yang bermanfaat sebagai antioksidan dan anti radikal bebas.

Peningkatan level serum ALT, AST, BUN, dan Crea merupakan indikasi bahwa terjadinya kerusakan pada hati dan ginjal. Adanya perubahan level serum merupakan suatu tanda bahwa pre-perlakuan fullerenol dapat menurunkan indikasi nefrotoksis dan hepatotoksisitas setelah pemberian CCl4. Analisis MDA dilakukan untuk mengetahui peroksidasi lipid. Hasil analisisnya adalah mengindikasikan bahwa peroksidasi lipid pada hati dan ginjal telah diringankan oleh pre-perlakuan fullerenol. Pada penelitian ini, fullerenol berpotensi dalam meningkatkan nilai GSH/GSSG pada hati tikus namun tidak pada ginjal mungkin disebabkan karena biodistribusi normal pada fullerenol. Serapan fullerenol pada hati sangat tinggi dan nilai clearance pada hati agak pelan. Pemberian fullerenol secara intravena lebih efektif dibandingkan dengan intraperitoneal dengan ditandai dengan peningkatan konsentrasi ekskresi urin, sehingga lebih efektif untuk memproteksi induksi CCl4. 3. Bagian-bagian yang rusak adalah hati dan ginjal. Kerusakan pada ginjal disebut nefrotoksis. Nefrotoksisitas merupakan suatu efek racun dari beberapa bahan, bisa berupa bahan kimia beracun dan obat keras, terhadap ginjal. Efek nefrotoksik ini akan lebih besar pada pasien yang telah mengalami gangguan ginjal. Nefrotoksisitas biasanya dimonitor dengan uji darah. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan meningkatnya kandungan kreatinin darah. Kadar kreatinin normal sekitar 80 120 mm/l. Sedangakan kerusakan pada hati disebut hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas didefinisikan sebagai adanya
kerusakan atau jejas pada sel-sel hati akibat zat-zat maupun agen-agen kimiawi.

4. Organ yang dipengaruhi adalah hati dan ginjal

You might also like