You are on page 1of 3

Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba.

Telinga tengah adalah organ yang memilki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut (OMA) ini terjadi akibat tidak berfungsinya sistem pelindung tadi. Sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin seringnya terserang infeksi saluran pernapasan atas, kemungkinan terjadinya otitis media akut juga semakin besar. Dan pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Djaafar dkk, 2007). Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun (Abidin, 2009). Mengingat masih tingginya angka kejadian otitis media paada anak-anak, maka diagnosis dini yang tepat dan pengobatan secara tumtas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronik.

Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masa anak-anak (Vernacchio et al, 2004). Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya (Berman, 1995). Insidens tertinggi kasus OMA yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah pada umur 6 sampai dengan 20 bulan (Kerschner, 2007). Menurut Teele (1991) dalam Commisso et al. (2000), 33% anak akan mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA (Bluestone, 1996). Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi penyebab 22,7% anak-anak pada usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai dengan 5 tahun yang datang berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertiga kunjungan ke dokter didiagnosa sebagai OMA dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter adalah untuk follow-up penyakit otitis media tersebut (Teele et al., 1989). Menurut Casselbrant (1999) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa 19% hingga 62% anak-anak mengalami sekurangkurangnya satu episode OMA dalam tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di Amerika Serikat, insidens OMA tertinggi dicapai pada usia 0 sampai dengan 2 tahun, diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun. OMA rekuren juga biasa dijumpai. Penelitian menunjukkan dari 165 orang anak yang menderita OMA, sebanyak 50% mengalami OMA rekuren dalam satu tahun. Sebanyak 60% anakanak pada usia 0 sampai dengan 1 tahun akan diserang sekurang-kurangnya satu episode rekuren. Anak laki-laki mengalami rekurensi yang lebih signifikan dibanding dengan anak perempuan (Onion, 1977).

Universitas Sumatera Utara

Di Finlandia Utara, dalam satu penelitian, ditemukan faktor resiko menderita OMA meliputi anak-anak usia kurang dari 6 tahun, jenis kelamin laki-laki, kurangnya asupan air susu ibu (ASI), lingkungan merokok, anak yang dititipkan ke penitipan anak-anak, abnormalitas pertumbuhan kraniofasialis, adanya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang disebabkan virus, penyakit immunodefisiensi yang mendasari dan predisposisi genetik (Alho et al., 1996). Faktor risiko yang sama juga ditemui dalam penelitian yang dijalankan pada anak-anak yang berumur 3 sampai dengan 8 tahun di Greenland (Homoe et al.,1999). Di Amerika Serikat, antibakteri paling sering dianjurkan sebagai pengobatan OMA ( American Academy of Pediatrics and America Academy of Family Physicians , 2004). Menurut Stool (1989) yang dikutip oleh Buchman et al. (2003), efek OMA terhadap keadaan sosioekonomis juga besar, dengan miliaran dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan otitis media baik secara obatobatan maupun bedah. Menurut Gates (1996) dalam Buchman et al. (2003), diestimasi bahwa OMA bertanggung jawab atas anggaran sekitar 3,15 miliar dolar setiap tahun, dimana 1,4 miliar dolar dihabiskan untuk pengobatan kesehatan, dan 1,75 miliar dolar dihabiskan sebagai anggaran keluarga yang berhubungan dengan penyakit. Otitis media pada anak-anak sering kali diakibatkan oleh ISPA (Revai, 2007). Menurut Banz (1998) dalam Mora et al. (2002), kasus ISPA rekuren yang sering terjadi adalah rinitis, bronkitis, dan sinusitis kronik. Pada penelitian terhadap 112 orang pasien anak-anak yang berumur 6 sampai dengan 35 bulan, didapatkan 30% mengalami OMA dan 8% sinusitis (Revai, 2007). Di Saudi, penelitian menunjukkan 62% anak-anak dibawah 12 tahun yang menderita OMA mempunyai riwayat ISPA (Zakzouk et al., 2002). Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya sistem imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi serangan ISPA, makin besar risiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA, karena anatomi tuba Eustachius yang masih relatif pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal (Djaafar, 2007). Di Indonesia, dari penelitian yang dilakukan di Poli THT sub-bagian Otologi THT RSCM dan Poli THT RSAB Harapan Kita pada Agustus 2004 sampai dengan Februari 2005, terhadap 43 orang pasien yang didiagnosis dengan OMA, sebanyak 30,2%

Universitas Sumatera Utara

dijumpai pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun. Anak-anak yang berumur 2 sampai dengan 5 tahun adalah sebanyak 23,3%. Golongan umur 5 sampai dengan 12 tahun adalah paling tinggi yaitu 32,6%. Anak-anak yang berumur 12 sampai dengan 18 tahun adalah 4,7% dan bagi yang berumur 18 tahun ke atas adalah 9,2% (Titisari, 2005). Pada penelitian yang sama, antara 43 orang pasien, 30,2% pasien tidak ada riwayat demam. 62,8% pasien mempunyai riwayat demam selama satu hingga tujuh hari. Terdapat 7,0% pasien dengan riwayat demam lapan hari hingga dua minggu. Selain itu, antara 43 orang pasien, 62,8% pasien adalah didahului dengan riwayat ISPA kurang dari tujuh hari. Pasien dengan riwayat ISPA tujuh hari sampai dua minggu mencapai 27,9%. Yang lebih dari dua minggu adalah 9,3%. Dari hasil kultur, jenis kuman telinga tengah yang dijumpai adalah Staphylococcus aureus (78,3%), Haemophilus influenzae (8,7%), dan Streptococcus pneumonia (13,0%) (Titisari, 2005). Selain tiga jenis mikroorganisme tersebut, Streptococcus pyogenes dan Moraxella catarrhalis juga biasa dijumpai (Mora et al., 2002). Dari latar belakang tersebut, penulis berminat untuk mengkaji karakteristik penderita otitis media akut pada anak yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009.

You might also like