You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN PD IBU BERSALIN DGN HIV / AIDS

Definisi - Penyakit yg menunjukkan adanya defisiensi imun meluler, misalnya sarkoma kaposi atau infeksi oprtunistik lain yg didiagnosa dgn cara yg dapat dipercaya. - Tidak adanya sebab-sebab imunodefisiensi seluler lain yg diketahui berkaitan dgn penyakit tersebut. Etiologi - Retrovirus DNA yg disebut HIV. Cara penularan HIV - Hubungan seksual, baik vaginal, oral, maupun anal dgn pengidap. - Kontak langsung dgn darah, produk darah, maupun jarum suntik. - Transmisi secara vertikal dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya melalui plasenta. Patofisiologi - Setelah masuk, virus menuju kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari kemudian terjadi sindrom retroviral akut seperti flu disertai viremia hebat. - Timbul respon imun seluler dan humoral. Sindrom hilang sendiri setelah 1-3 minggu. - Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, kadang sampai 8 bulan. - Kemudian pasien memasuki tahap tanpa gejala dimana terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (normal 800-1000/mm3) yg terjadi setelah replikasi persisten HIV dgn kadar RNA virus relatif konstan. Manifestasi Klinis

Proses perkembangan gejala yg ditimbulkan AIDS: - Awal invasi virus yg dapat disertai gejala flu ringan. - Serokonversi, serum berubah dari tidak mempunyai antibodi HIV menjadi mempunyai antibodi HIV. - Periode asimtomatik, tidak menderita gejala berat. Menderita gejala ringan seperti kelelahan dan kehilangan BB meskipun virus sedang bereplikasi. - Periode simtomatik, mulai menunjukkan gejala infeksi oportunistik dan mungkin malignansi seperti penyakit GIT, toksoplasmosis atau sarkoma kaposi karena AIDS. Hitung CD4 < 200 sel/mm3. Evaluasi Diagnostik - Tes Enzime-linked Immunosorbent Assay (ELISA) o Mengidentifikasi antibodi spesifik thd HIV. Tidak menegakkan diagnosa, tetapi menunjukkan apakah seseorang pernah terinfeksi HIV. - Pemeriksaan Western Blot Assay o Tes lain untuk mengenali antibodi HIV yg digunakan untuk memastikan sero-positif. - Indirect Immuno-Fluorescence Assay (IFA) o Sedang digunakan untuk menggantikan Western blot. - Radio-immuno Precipitation Assay (RIPA) o Lebih digunakan untuk mendeteksi protein HIV.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan ibu Periode prenatal o Menyokong sistem imun, konseling, nutrisi optimum, tidur, istirahat, latihan fisik, dan reduksi stress. o Pilihan untuk ibu hamil dgn HIV: Induksi abortus. Konseling pd wanita yg memilih melanjutkan kehamilan. Periode intrapartum o Metode persalinan dilakukan berdasarkan pertimbangan obstetrik karena virus menembus plasenta pd awal kehamilan. o Fokus utama : mencegah penyebaran nosokomial HIV dan melindungi tenga kesehatan. o Pemantauan janin secara elektronik dan eksternal. Periode pascapartum o Proses keperawatan diterapkan dgn peka thd latar belakang budaya individu dgn menjunjung tinggi kemanusiaan. o Reaksi pribadi thd gaya hidup, praktek atau perilaku tidak boleh mempengaruhi kemampuan perawat dalam memberi perawatan yg efektif, penuh kasih sayang, dan obyektif. o BBL boleh dekat dgn ibu, tapi jangan disusui. Antepartum o Terapi kombinasi dgn 2 analog nukleosida, inhibitor reverse transcriptase + analog non-nukleosida atau inhibitor protease : Zidovudin 100 mg 5x sehari. o Analog nukleosida : Zidovudin, Stavudin, Lamivudin, Abakavir. o Analog non-nukleosida : Nevirapin, Delavirdin, Flavirenz. -

o Inhibitor protease : Indinavir, Ritonavir, Nelfinavir. Intrapartum Kemoprofilaksis o Pernah diterapi : Zidovudin 2 mg/kg BB IV selama 1 jam diikuti infus kontinyu 1 mg/kg BB/jam hingga kelahiran. o Belum pernah diterapi : nevirapin dosis tunggal dan dosis untuk bayi pd 48 jam, Zidovudin peroral + lamivudin saat persalianan. Pascapartum o Tanpa terapi antiretroviral selama hamil atau intrapartum.

Non-farmakologis - Pendidikan kepada kelompok yg beresiko terkena HIV. - Anjurkan pengidap untuk tidak menyumbangkan darah atau cairan semen. - Skrining darah donor thd antibodi HIV. Pencegahan Penularan Tindakan pencegahan bagi petugas kesehatan o Semua petugas yg ikut dalam prosedur invasif harus menggunakan pelindung yg memadai untuk mencegah kontak. o Apabila sarung tangan robek, tertusuk atau terjadi cidera lainnya, sarung tangan harus dilepas dan segera gunakan sarung tangan baru. Jarum dan instrumen yg terlibat insiden disingkirkan dari lapang steril. o Petugas yg terpapar secara berbakan dianjurkan untuk diberi profilaksis pascapaparan Zidovudin 200 mg 3x sehari dan Lamivudin 150 mg 2 x sehari selama 4 minggu. Tindakan pencegahan penularan vertikal antara ibu dan bayi o Regimen antiretrovirus. o Persalinan SC. o Anjuran untuk tidak menyusui.

Farmakologis -

ASUHAN KEPERAWATAN PD IBU Pengkajian Aktivitas / istirahat o Kelelahan, kelelahan otot, respon fisiologis thd respon kelahiran (perubahan TD, frekuensi jantung dan pernapasan). Sirkulasi o Proses penyembuhan luka lambat, perdarahan lama pd cidera. o Takikardi, perubahan TD postural, sianosis, menurunnya nadi perifer. Integritas ego o Menunjukkan masalah tentang kepuasan, depresi. Makanan / cairan o Tidak napsu makan. o Turgor kulit buruk, lesi pd rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna. Keamanan o Riwayat penyakit inflamasi pelvis, PMS atau pemajanan pd penyakit menular (Rubella), pemajanan thd agen toksik / teratogenik. o Riwayat perilaku resiko tinggi Pasangan seksual multipel. Laki-laki homoseksual. Penyalahgunaan obat-obat IV. Ibu yg menggunakan obat-obat IV. Pasangan yg menggunakan obat-obat IV. Merokok dan alkohol. Gizi buruk. -

Stress dan keletihan meningkat. Riwayat seksual o Suami atau pasangan seksual beresiko terinfeksi HIV. o Riwayat PMS atau PID sebelumnya. o Jumlah pasangan seksual dalam 1 minggu. o Frekuensi hubungan seksual dalam 1 minggu. o Perkiraan aktivitas seksual selama hamil. Interaksi sosial o Perubahan interaksi keluarga / orang terdekat. o Isolasi / kesepian.

Pemeriksaan Fisik - Kelelahan terus-menerus. - Mudah memar dan berdarah. - Sakit tenggorokan. - Diare > 1 bulan. - Infeksi oprtunistik (seperti TBC, TNP) yg ditunjukkan dgn batuk terus-menerus, demam, dan sesak napas. Pemeriksaan Diagnostik - Skrining HIV dgn ELISA : hasil (+) mungkin mengindikasikan adanya HIV, tapi bukan diagnosa utama. - Tas Western blot untuk konfirmasi diagnosis HIV. - Sel T-limfosit turun. - Kadar imunoglobulin meningkat, terutama IgA dan IgG. - Jumlah sel CD4 200/mm3 atau kurang.

Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakberdayaan b.d menurunnya kualitas hidup baik pd diri sendiri maupun jain. 2. Potensial injuri b.d penyebab infeksi. 3. Resiko kekurangan cairan b.d kehilangan yg berlebihan, status hipermetabolik, penurunan masukan. 4. Ansietas b.d ancaman pd konsep pribadi: ancaman kematian, fungsi peran. 5. Kurang pengetahuan tentang reproduksi, kontrasepsi, perawatan diri, faktor Rh. 6. Resiko tinggi thd distress spiritual. 7. Nyeri / ketidaknyamanan b.d efek setelah prosedur atau efek obat. Evaluasi: 1. Tidak menunjukkan distress spiritual. 2. Nyeri hilang / nerkurang. 3. Mengungkapkan perasaan tentang diagnosis dan prognosis. 4. Klien mampu melewati proses berduka. 5. Perawat terhindar dari infeksi. 6. Keseimbangan cairan dan elektrolit ibu tercapai. 7. Mekanisme koping efektif.

Dx. Ketidakberdayaan b.d menurunnya kualitas hidup baik pd diri sendiri maupun jain. Intervensi Mandiri: - Identifikasi faktor-faktor yg berhubungan dgn perasaan berduka dan marah. - Kaji tingkat perasaan berduka klien. - Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. - Kaji adanya orang yg memberikan dukungan pd lingkungan sekitar klien. - Bantu klien mengidentifikasi potensi untuk terjadi kehilangan dan berduka. - Bantu klien mengidentifikasi kekuatan dan dorongan positifnya. - Tingkatkan kekuatankeluarga: terima bantuan, libatkan dalam perawatan, perbanyak humor. - Ingatkan keluarga untuk bersiap thd depresi, ansietas, marah dan keterganrungan klien. Dx. Potensial injuri b.d penyebab infeksi. Intervensi Mandiri: - Pantau TTV, termasuk suhu. - Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan. Perhatikan batuk spasmodik kering pd inspirasi dalam, perubahan karakteristik sputum, adanya mengi / ronki. - Selidiki keluhan sakit kepala, kaku leher, perubahan penglihatan. Catat perubahan tingkah laku. - Untuk perawat: gunakan alat pelindung perorangan selama kontak langsung dgn sekresi atau ekskresi. - Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat. Intervensi Kolaborasi: - Berikan antibiotik (trimetropin, nistatin, pentamidin).

Dx. Resiko kekurangan cairan b.d kehilangan yg berlebihan, status hipermetabolik, penurunan masukan. Intervensi Mandiri: - Pantau TTV termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi, termasuk hipertensi postural. - Catat peningkatan suhu dan durasi, beri kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan. - Kaji membran kulit, turgor kulit, dan rasa haus. - Atur output cairan dan berat jenis, ukur / kaji kehilangan jumlah panas. - Buat cairan yg mudah diberikan, gunakan cairan yg mudah ditoleransi pasien dan menggantikan elektrolit yg dibutuhkan. - Hilangkan makanan yg potensial menyebabkan diare : makanan pedas atau berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Dx. Ansietas b.d ancaman pd konsep pribadi: ancaman kematian, fungsi peran. Intervensi Mandiri: - Yakinkan pasien tentang jamina kerahasiaan dalam batasan situasi tertentu. - Berikan informasi yg akurat dan konsisten mengenai prognosis. Hindari argumentasi mengenai persepsi pasien dalam situasi tsb. - Berikan lingkungan terbuka dimana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaannya. - Jelaskan prosedur, beri kesempatan bertanya dan jawab dgn jujur. Tetap bersama pasien selama prosedur dan konsultasi yg menimbulkan ansietas. - Identifikasi dan dorong interaksi pasien dgn sistem pendukung. - Libatkan orang terdekat pd pengambilan keputusan yg bersifat mayor.

Intervensi Kolaborasi: - Rujuk pd konseling psikiatrik (misal perawat spesialis klinik, pekerja sosial). Dx. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri, faktor Rh. reproduksi, kontrasepsi,

Intervensi Mandiri: - Kaji tingkat pengetahuan klien, berikan informasi reproduksi, gunakan grafik dan diagram. - Diskusikan metode pilihan kontrasepsi. - berikan informasi tentang implikasi darah Rho(D) negatif dan perlunya pemberian Rg-IgG. - Identifikasi tanda dan gejal untuk dilaporkan pd pemberi perawatan kesehatan. - Periksa status Rh negatif dan berikan Rh-IgG. Dx. Resiko tinggi thd distress spiritual. Intervensi Mandiri: - Perhatikan keterangan yg menandakan perasaan bersalah, konsep / harga diri negatif, konflik nilai religius dan etik. - Diskusikan pilihan aborsi dgn lien dan orang terdekat. - Bantu dalam pemecahan masalah dalam kerangka kerja religius klien. - Dukung keputusan klien. - Jelaskan respon berduka yg dapat terjadi. Intervensi Kolaborasi: - Rujuk untuk konseling selanjutnya.

Dx. Nyeri / ketidaknyamanan b.d efek setelah prosedur atau efek obat. Intervensi Mandiri: - Jelaskan pd klien sifat ketidaknyamanan yg diperkirakan. - Tentukan luas dan lokasi ketidaknyamanan. - Berikan instruksi teknik relaksasi dan pernapasan. Intervensi Kolaborasi: - Berikan analgesik narkotik atau non-narkotik, sedatif sesuai indikasi. - Berikan informasi tentang penggunaan analgesik yg diresepkan dan yg tidak diresepkan.

ASUHAN KEPERAWATAN PD NEONATUS Pengkajian Makanan / cairan o Berat badan lahir rendah. Neurosensori o Defisit neurologis, mikrosefali. Penyuluhan / pembelajaran o Prematuritas, keterlambatan perkembangan, riwayat orang tua menggunakan obat IV.

Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi bayi: Imaturitas sistem imun, ketidakadekuatan imunitas yg didapat, respon inflamasi tertekan, prosedur invasif, malnutrisi, penyakit kronis b.d infeksi. 2. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh. 3. Resiko tinggi terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Evaluasi: 1. Mampu mempertahankan status nutrisi yg adekuat. 2. Minimalisasi cidera pd bayi. 3. Mencapai tahap pertumbuhan dan perkembangan yg optimal.

Dx. Resiko tinggi bayi: Imaturitas sistem imun, ketidakadekuatan imunitas yg didapat, respon inflamasi tertekan, prosedur invasif, malnutrisi, penyakit kronis b.d infeksi. Intervensi Mandiri: - Gunakan penghisap mekanis / sputi untuk membersihkan jalan napas. - Bersihkan BBL pd waktu lahir. Minimalkan paparan darah ibu dan cairan tubuhnya. - Beritahu laboratorium tentang status HIV dan tandai spesimen dgn sesuai. - Gunakan sarung tangan bayi, sembunyikan kuku bayi sesuai indikasi. - Selidiki demam yg tiba-tiba terjadi, dispnea, batuk kering, hipoksia, bunyi napas abnormal, penggunaan otot aksesori. Intervensi Kolaborasi: - Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (skrining urien, IgG, IgM, IgA, julmah CD4). - Berikan obat-obatan dgn tepat (Zidovudin, Ketokonazol). Dx. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi Mandiri: - Dapatkan BB dasar. Buat jadwal rutin penimbangan setelah pulang. - Observasi kondisi menghisap dan refleks menelan. - Inspeksi rongga mulut, tinjau prosedur dgn pemberi asuhan. - Konsulkan ibu mengenai resiko menyusui. Anjurkan pemberian makanan alternatif. - Perhatikan toleransi bayi thd makanan. - Gendong bayi selama pemberian makan. - Selidiki adanya diare.

Observasi teknik pemberian makan dan pemberian assuhan. Beri bantuan dan dukungan. Tekankan pentingnya pemantauan ketat thd proses infeksi.

Intervensi Kolaborasi: - Beri nistatin sesuai indikasi. - Berikan makanan enteral / parenteral dgn tepat. - Dapatkan spesimen feses sesuai indikasi. Dx. Resiko tinggi terhadap perkembangan. perubahan pertumbuhan dan

Intervensi Mandiri: - Tentukan status individu dgn menggunakan DDST atau alat skrining lain. - Identifikasi hambatan perkembangan dan antisipasi jangka waktu pencapaian. - Diskusikan persepsi pemberi asuhan tentang kemampuan bayi dan rencana pertumbuhan. - Observasi interaksi bayi-orang tua. - Anjurkan pengungkapan perasaan oleh orang tua / anggota keluarga. - Hindari melawan penyangkalan yg mungkin sangat kuat bila bayi asimtomatik. - Anjurkan / dukung upaya keluarga untuk perawatan bayi. Intervensi Kolaborasi: - Koordinasi tim multidisiplin. - Tekankan pentingnya melakukan skrining dgn sering dan evaluasi formal oleh spesialis perkembangan.

You might also like