Professional Documents
Culture Documents
BAPPENAS
BILATERAL
TIM PENYUSUN
TIM PERUMUS
Ceppie K. Sumadilaga (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Ria Widati (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Lusiana Murty (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Kurniawan Ariadi (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Indrajit Kartorejo (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) Deti Kusmalawati (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral) M. Rifki Akbari (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral)
KELOMPOK DISKUSI
R. M. Dewo Broto J. P. (Biro Hukum) Sarah Sadiqa (Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik) Ratna Sri Mawarti (Direktorat Perdagangan Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional) Tuti Riati (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral) Arief Christiono (Direktorat Hukum dan HAM) Priyanto Rohmattulah (Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan Pembangunan)
TENAGA AHLI
Hadiansyah Taufik Firman Herzal
KATA PENGANTAR
Pinjaman luar negeri sampai saat ini masih merupakan salah satu sumber pembiayaan yang cukup penting dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dilain pihak, kemampuan Kementerian/ Lembaga maupun pemerintah daerah di tingkat pelaksanaan pinjaman luar negeri dalam bentuk proyek masih belum optimal. Hal tersebut tercermin dari masih rendahnya tingkat penyerapan (disbursement) dari berbagai proyek pinjaman luar negeri. Belum optimalnya pelaksanaan pinjaman luar negeri tersebut apabila ditelusuri lebih lanjut akan bermuara pada tahap persiapan yang kurang memadai. Tahap persiapan menjadi satu tahap yang penting dan kritis mengingat di tahap tersebut sesungguhnya formulasi suatu proyek pinjaman luar negeri dimulai, termasuk didalamnya adalah disain dan rencana pelaksanaan dari proyek tersebut. Kekurang-memadaian tersebut dapat dicermati sebagai kurangnya atau minimnya informasi yang terkait dengan rules of the game pinjaman luar negeri yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundangundangan. Sampai Nopember 2006, peraturan perundang-undangan yang pernah diterbitkan terkait dengan masalah pinjaman luar negeri sejumlah 42 buah, baik dalam bentuk Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Presiden (Perpres) maupun Peraturan Menteri. Sehingga pemahaman para pelaku mulai dari tingkat perencana sampai dengan tingkat pelaksana menjadi kurang lengkap dan kurang komprehensif. Kajian yang dilakukan oleh Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ini dilakukan sebagai upaya untuk menghasilkan suatu pedoman yang dapat
KATA PENGANTAR
atau kurang terintegrasinya informasi yang terkait dengan masalah penyusunan proyek pinjaman/hibah luar negeri. Selain itu, pedoman ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung pelaksanaan Country Borrowing Strategy yang saat ini masih dalam tahap finalisasi. Pedoman yang disusun memuat berbagai ketentuan peraturan perundangundangan baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, maupun Keputusan Menteri, serta bagaimana relevansi peraturan perundang-undangan tersebut di setiap tahapan proyek. Penulisan kajian ini dilakukan melalui studi pustaka serta serangkaian diskusi dengan beberapa pihak yang memiliki pengetahuan dan kompetensi yang terkait dengan masalah pinjaman/hibah luar negeri. Dalam pelaksanaan kajian ini, masih banyak ditemukan permasalahan yang berada di tingkat pengaturan, sehingga pada tahap pelaksanaannya seringkali ditemukan berbagai kesulitan untuk menerapkan peraturan perundang-undangan secara pasti dan jelas. Terlepas dari permasalahan tersebut, kajian yang menghasilkan pedoman ini paling tidak dapat dijadikan sebagai referensi bagi Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah/BUMN dalam menyiapkan proyek pinjaman/hibah luar negeri. Akhirnya, Tim Perumus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta dan memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan kajian ini. Tim perumus berharap hasil kajian ini dapat memberikan sumbangan bagi upaya perbaikan kualitas perencanaan proyek pinjaman/hibah luar negeri. Jakarta, Desember 2006
Tim Perumus
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................ i Daftar Isi ....................................................................................................................iii Daftar Gambar .........................................................................................................vii Daftar Tabel............................................................................................................ viii Daftar Box.................................................................................................................. ix Daftar Singkatan.........................................................................................................x Bab I 1.1 Pendahuluan .............................................................................................I-1 Latar Belakang.........................................................................................I-1 1.1.1 Peraturan yang berlaku mengenai Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri ......................................................................................I-2 1.1.2 Country Borrowing Strategy..............................................................I-3 Bab II 2.1 2.2 Perencanaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri................................. II-5 Arah Kebijakan...................................................................................... II-6 Penyusunan atau Perumusan Usulan Kegiatan/Proyek yang Akan Dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri................ II-8 2.2.1 Prioritas .......................................................................................... II-8 2.2.2 Pola Persyaratan .......................................................................... II-10 2.2.3 Bentuk dan Skema Pinjaman dan Hibah Luar Negeri............ II-13 2.2.4 Tata Cara Pengusulan ................................................................. II-16 2.2.4.1 Tahap Penyusunan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) .................................................................... II-17
DAFTAR ISI
iii
2.2.4.2 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM)..... II-18 2.2.4.2.1 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Kementrian Negara/Lembaga............................... II-21 2.2.4.2.2 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Pemerintah Daerah................................................. II-24 2.2.4.2.3 Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Badan Usaha Milik Negara ................................... II-26 2.2.4.2.4 Penilaian Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah ................................................................ II-27 2.2.4.3 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN)......................... II-29 2.2.4.3.1 2.2.4.3.2 Pengajuan Usulan Pinjaman Program................. II-31 Sinkronisasi Kegiatan Dengan Program Calon PHLN dan Penyusunan Rencana Kegiatan Rinci.......................................................................... II-31 2.2.4.3.3 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerusan Pinjaman kepada Pemerintah Daerah ................. II-32 2.2.4.3.4 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerushibahan Kepada Pemerintah Daerah .................................. II-33 2.2.4.3.5 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerusan Pinjaman Kepada BUMN ..................................... II-35 2.2.4.3.6 Peningkatan Kesiapan Kegiatan Penerushibahan atau Penyertaan Modal Negara kepada BUMN II-36 2.2.4.3.7 Penilaian Kesiapan Kegiatan ................................ II-37
iv
DAFTAR ISI
2.2.4.4
Ketentuan Khusus Pengajuan Usulan Pinjaman dan/ atau Hibah Luar Negeri dalam Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN) .................................................. II-39
2.2.4.4.1
Pengajuan Usulan Alokasi Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) dan/atau Pinjaman Komersial ...... II-39
Perundingan dan Penandatanganan Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.............................................................................. II-42
BAB III Pelaksanaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri ..............................III-45 3.1 3.2 Penatausahaan....................................................................................III-47 Penarikan Pinjaman atau Hibah ......................................................III-52 3.2.1 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Pembukaan L/C...........................................................................III-52 3.2.2. Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Cara Pembayaran Langsung ..............................................................III-54 3.2.3 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Cara Pembiayaan Pendahuluan.........................................................III-55 3.2.4 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Rekening Khusus ........................................................................III-57 3.3 3.4 Pembayaran Pinjaman ......................................................................III-59 Penerusan Pinjaman dan Penerusan Hibah ...................................III-59 3.4.1 Penerusan Pinjaman kepada Daerah .......................................III-60 3.4.2 Penerusan Hibah kepada Daerah .............................................III-65
DAFTAR ISI
3.4.3 Penerusan Pinjaman dan Penyertaan Modal Negara Kepada BUMN............................................................................III-68 3.5 3.6 Mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa ........................................III-69 Perpajakan ..........................................................................................III-73
BAB IV Pemantauan dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.......IV-77 4.1 4.2 4.3 Pemantauan ........................................................................................IV-79 Evaluasi ...............................................................................................IV-83 Transparansi dan Akuntabilitas.......................................................IV-85
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gbr 1.1 Gbr 2.1 Gbr 2.2 Gbr 2.3 Gbr 2.4 Gbr 4.1 Siklus Proyek........................................................................................... I-3 Tahapan Penyusunan RKPLN.......................................................... II-18 Tahapan Penyusunan DRPHLN-JM ................................................ II-21 Tahapan Penyusunan DRPPHLN .................................................... II-30 Tahapan Penyusunan NPPLN/NPHLN.......................................... II-44 Tahapan Pemantauan dan Evaluasi PHLN ................................... IV-87
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
Tbl 4.1 Upaya Perbaikan Manajemen Pengelolaan PHLN ke Depan...... IV-86
viii
DAFTAR TABEL
DAFTAR BOX
Box 3.1 Box 3.2 Masalah Rendahnya Daya Serap Pinjaman Luar Negeri ............. III-50 Kriteria Kesiapan Proyek.................................................................. III-51
DAFTAR BOX
ix
DAFTAR SINGKATAN
A APBD APBN APD B BUMD BUMN BUN C CBS D DAU DIPA DPA-SKPD DPRD Dana Alokasi Umum Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menengah DRPPHLN DSCR E EKUIN F FGD FKE Focus Group Discussion Fasilitas Kredit Ekspor Ekonomi, Keuangan dan Industri Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Debt Service Coverage Ratio DRPHLN-JM Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Country Borrowing Strategy Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Bendahara Umum Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Aplikasi Penarikan Dana
DAFTAR SINGKATAN
L L/C N NPH NPHLN NPPH NPPLN NPPP O ODA OECD P P3 PDB PHLN PIU PMU PPA PPHLN PPLN/PHLN PPN PPn BM Perjanjian Penerusan Pinjaman Produk Domestik Bruto Pinjaman/Hibah Luar Negeri Project Implementation Unit Project Management Unit Pejabat Pembuat Anggaran Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri Pemberi Pinjaman Luar Negeri/ Pemberi Hibah Luar Negeri Pajak Pertambahan Nilai Pajak Penjualan atas Barang Mewah Official Development Assistance Organization for Economic Cooperation and Development Naskah Perjanjian Hibah Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri Naskah Perjanjian Penerusan Hibah Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Letter of Credit
DAFTAR SINGKATAN
xi
R RK RKP RKPLN RPJM RPJMN RPK-PHLN Rekening Khusus Rencana Kerja Pemerintah Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri S SA-PSK SBI SKP SLA SP3 SPA SPM SPM-PP SPM-RK SPMP SPP-SKP T TP4DLN TPRK Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-Proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan Satuan Anggaran Per Satuan Kegiatan Suku Bunga Indonesia Surat Kuasa Pembebanan Subsidiary Loan Agreement Surat Permintaan Pembiayaan Pendahuluan Sub Project Appraisal Surat Perintah Membayar Surat Perintah Membayar-Pembiayaan Pendahuluan Surat Perintah Membayar-Rekening Khusus Surat Perintah Membayar Pengesahan Surat Permintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan
xii
DAFTAR SINGKATAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Pinjaman/Hibah
merupakan salah satu bentuk penerimaan dari luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. PHLN diperlukan karena sumbersumber dalam negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh investasi pemerintah yang diperlukan. Selanjutnya, sumber dana luar negeri adalah sebagai pelengkap dengan syarat lunak, tidak memberatkan dan tanpa ikatan politik, digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan yang produktif dan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat, serta peranannya harus dikurangi secara bertahap. Sumber dana luar negeri saat ini masih diperlukan karena merupakan sumber pendanaan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan yang tidak menarik bagi sektor swasta seperti pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan prasarana di lokasi yang kurang menarik dari perspektif investasi swasta. Pendayagunaan dan pengendalian dana bantuan luar negeri mutlak diperlukan untuk menjaga stabilitas struktur pembiayaan pembangunan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bantuan luar negeri tersebut meliputi: project design, pelaksanaan proyek hingga evaluasi hasil pelaksanaan proyek. Disamping itu, perlu pula meningkatkan project ownership sehingga proyek tersebut akan tepat sasaran dan tepat kebutuhan. Dengan demikian, quality project at entry akan dapat tercapai.
PENDAHULUAN
I-1
1.1.1
Dari identifikasi yang telah dilakukan, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah pinjaman/hibah luar negeri dalam kurun waktu sebelum tahun 1966 hingga tahun 2006. Peraturan perundang-undangan tersebut disusun dalam bentuk Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Namun permasalahan yang cenderung dihadapi adalah pada tingkat implementasi peraturan perundang-undangan tersebut. Bahkan yang nampaknya juga agak terabaikan adalah masalah validitas dan konsistensi substansi dari masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam kajian ini, Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan (TPRK) dan Focus Group Discussion (FGD) berusaha untuk melakukan tinjauan bagaimana penerapan dari peraturan perundang-undangan yang masih berlaku dengan menggunakan project cycle sebagai wahana untuk melakukan tinjauan tersebut (lihat gambar 1.1).
I-2
PENDAHULUAN
SIKLUS PROYEK
NEGOSIASI DAN
3 PERSETUJUAN 4
IMPLEMENTASI
PERSIAPAN
2 5
EVALUASI
PERENCANAAN
1
1.1.2
Dalam kaitannya dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan pinjaman/hibah luar negeri, serta untuk menjaga keseimbangan fiskal, khususnya terhadap sumber pembiayaan luar negeri, Pemerintah dalam waktu dekat ini akan menerbitkan Country Borrowing Strategy (CBS), sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Peristilahan yang digunakan dalam Peraturan Pemerintah tersebut adalah Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) yang akan ditetapkan oleh Presiden. Selain itu, dalam tatanan internasional adanya Paris Declaration on Aid Effectiveness;
PENDAHULUAN
I-3
2005
dan Rome
Declaration
on
Harmonization;
I-4
PENDAHULUAN
Perencanaan pinjaman dan hibah luar negeri meliputi rangkaian kegiatan atau proses yang diawali dari penetapan rencana kebutuhan pinjaman dan hibah luar negeri secara makro, penyusunan atau perumusan usulan kegiatan atau proyek yang akan dibiayai dengan pinjaman dan hibah luar negeri, pengusulan kegiatan atau proyek kepada pihak pemberi pinjaman atau hibah dan negosiasi naskah perjanjian pinjaman atau hibah luar negeri.
Rujukan peraturan-peraturan yang digunakan pada bab ini: - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; - Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; - Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri; - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
II-5
2.1
Arah Kebijakan
Rujukan1: - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003; pasal 12 ayat 3 beserta penjelasannya. - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004; pasal 38 ayat 1,2 dan 4. - Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003; pasal 4 beserta penjelasannya. - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 6 ayat 1 dan 2. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 5 ayat 2, pasal 33.
Rencana kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan suatu rencana yang memuat kebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri. Hal ini meliputi rencana besaran pinjaman tahunan dan prioritas bidang pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Dalam penetapan rencana ini diperhatikan beberapa arahan kebijakan mengenai besaran pinjaman luar negeri pemerintah, pengelolaan dan defisit APBN serta mengenai pengadaan pinjaman luar negeri. Arahan kebijakan mengenai besaran pinjaman luar negeri pemerintah, defisit APBN, dan pengadaan pinjaman luar negeri tertuang dalam peraturan perundangan di bawah ini: a. b. c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
II-6
a.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
b.
Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003, defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari produk domestik bruto (PDB) dan pinjaman dibatasi maksimal 60% dari PDB. Pinjaman yang dimaksud dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut meliputi pinjaman pemerintah yang bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang APBN. Kemudian utang/hibah tersebut dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD. Tata cara untuk pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah. Sementara itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006, Presiden menetapkan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) selama lima tahun yang disusun sesuai dengan prioritas bidang pembangunan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri berdasarkan usulan Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
II-7
Penyusunan RKPLN dan prioritas bidang pembangunan tersebut dilakukan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006, dalam perencanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman/hibah luar negeri terdapat beberapa dokumen yang perlu disusun/diadakan. Dokumendokumen tersebut adalah: 1) 2) Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN). Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM). 3) Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN). 4) 5) Daftar Kegiatan. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (RPK-PHLN)1.
2.2
Penyusunan atau Perumusan Usulan Kegiatan/Proyek yang Akan Dibiayai Dengan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
2.2.1
Prioritas
Rujukan: - Country Borrowing Strategy2.
Kebijakan mengenai prioritas bidang pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri tertuang dalam Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar
2. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dilaksanakan setelah ditandatanganinya Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri. Uraian mengenai dokumen ini disampaikan pada bagian Perundingan dan Penandatanganan Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri. 3. Sampai saat laporan ini selesai dibuat, peraturan CBS masih dalam tahap finalisasi.
II-8
Negeri Pemerintah yang juga merupakan Strategi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Country Borrowing Strategy). Bidang-bidang yang menjadi prioritas untuk dibiayai pinjaman luar negeri adalah: a. b. Penanggulangan kemiskinan; Peningkatan kualitas dan akses pada pendidikan dan pelayanan kesehatan; c. d. e. Percepatan pembangunan infrastruktur; Revitalisasi pertanian; Peningkatan kapasitas pertahanan dan keamanan.
Bidang-bidang prioritas tersebut disusun berdasarkan prioritas Pemerintah Indonesia yang merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Dalam pelaksanaannya, prioritas-prioritas tersebut perlu dipertemukan dengan prioritas dan kebijakan pemberi pinjaman/hibah luar negeri. Tidak semua pemberi pinjaman/hibah luar negeri mempunyai kesamaan prioritas dengan Pemerintah Indonesia dalam pembiayaan pinjaman/hibah. Ketidaksamaan prioritas tersebut mempengaruhi ruang gerak Pemerintah Indonesia dalam upaya mencari sumber-sumber pembiayaan luar negeri1.
Kriteria kegiatan yang dapat dibiayai oleh pinjaman luar negeri diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006.
4. Sebagian besar pemberi pinjaman/hibah luar negeri mempunyai strategi khusus dalam pemberian pinjaman/hibah luar negeri kepada Indonesia. Strategi tersebut disusun bersama dengan Pemerintah Indonesia berdasarkan kebijakan pemberi pinjaman/hibah luar negeri dan kebijakan Pemerintah Indonesia. Strategi tersebut antara lain memuat bidang-bidang prioritas yang akan atau dapat dibiayai pinjaman/hibah luar negeri dari pemberi pinjaman/hibah luar negeri yang bersangkutan. .
II-9
2.2.2
Pola Persyaratan
Rujukan1: - Lampiran Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984; angka 5.
Persyaratan atau terms and conditions pinjaman merupakan komponen yang sangat penting dalam perencanaan pinjaman luar negeri karena persyaratan pinjaman dan besarnya jumlah pinjaman yang menentukan seberapa besar beban pinjaman luar negeri. Ketentuan mengenai pola persyaratan pinjaman terdapat pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri. Dalam Instruksi Presiden ini aturan mengenai terms and conditions pinjaman lunak dan perencanaan kredit ekspor luar negeri adalah: Bila terdapat penawaran dana untuk proyek pembangunan dalam bentuk kredit ekspor luar negeri atau campuran antara dana lunak dan kredit ekspor luar negeri, maka: a. Apabila proyek pembangunan tersebut termasuk dalam Daftar Proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan Kredit Ekspor yang telah ditetapkan pemerintah setiap tahun anggaran maka yang bersangkutan dipersilahkan mengikuti tender internasional. b. Apabila proyek pembangunan tersebut tidak termasuk dalam Daftar Proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan kredit ekspor, maka: i. Tawaran proyek tersebut ditolak untuk mendapatkan
pembiayaan dalam bentuk kredit ekspor luar negeri atau campuran kredit ekspor luar negeri dan dana lunak.
i. Proyek pembangunan tersebut dapat dibiayai bila negara donor menyediakan dana lunak sepenuhnya bagi proyek pembangunan tersebut dan Pemerintah Indonesia memang mengusahakan dana lunak untuk proyek pembangunan tersebut, sepanjang memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut: a) Jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu b) Tenggang waktu c) Bunga Pinjaman : 25 tahun atau lebih; : 7 tahun atau lebih; : 3,5 % atau kurang.
Beberapa bagian dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 khususnya yang mengatur mengenai tata cara perencanaan dan pengusulan proyekproyek yang dibiayai kredit ekspor menjadi tidak berlaku lagi dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 berikut peraturanperaturan pelaksanaannya. Akan tetapi ketentuan mengenai persyaratan pinjaman dan proses pengadaan yang terkait dengan persyaratan pinjaman tersebut tetap berlaku karena belum adanya peraturan lain yang mengatur mengenai persyaratan pinjaman1. Dalam praktiknya, tidak semua pinjaman lunak yang diterima Pemerintah Indonesia persyaratannya sama atau lebih lunak daripada ketentuan Instruksi Presiden Nomor 8/1984 tersebut di atas2. Pada tahun 1999 Pemerintah Indonesia menerima pinjaman dari Denmark yang persyaratannya berbeda dengan ketentuan Instruksi Presiden Nomor 8/1984. Hal tersebut berdasarkan persetujuan Presiden yang disampaikan melalui surat Menteri Sekretaris Negara nomor B-14/M.Sesneg/1/1999 tanggal 6 Januari 1999 kepada Menteri
6. Ketentuan mengenai mekanisme pengadaan proyek-proyek yang dibiayai
dana/pinjaman lunak dan kredit ekspor diatur juga dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7. Yang dimaksud dengan lebih lunak adalah bunga pinjaman lebih rendah, tenggang
waktu dan jangka waktu pengembalian pinjaman lebih lama atau panjang.
II-11
Negara
Koordinator
Bidang
EKUIN,
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan. Surat Menteri Sekretaris Negara tersebut merupakan tanggapan atas surat Menteri Keuangan Nomor S-568/MK.03/1998 tanggal 9 November 1998 kepada Presiden RI. Melalui surat tersebut Menteri Keuangan melaporkan bahwa berdasarkan kenyataan selama ini Pemerintah Indonesia memperoleh sejumlah penawaran pinjaman dari negara lain yang terms and conditions-nya sedikit berbeda dengan ketentuan Instruksi Presiden No 8 Tahun 1984 sebagai misal dari Pemerintah Denmark, yaitu: a. b. c. d. e. f. Jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu: 17 tahun; Tenggang waktu : 7 tahun; Bunga pinjaman : 2,25% per tahun; Kandungan grant element : 42,3%.; Biaya manajemen : 0,375%; Biaya komitmen : 0,25%.
Menteri Sekretaris Negara melalui surat nomor B-14/M.Sesneg/1/1999 tanggal 6 Januari 1999 menyampaikan bahwa sesuai dengan petunjuk Presiden, pinjaman lunak diluar ketentuan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 dapat dimanfaatkan tawarannya dengan catatan penggunaannya terbatas bagi proyek-proyek yang layak untuk dibiayai. Kebijakan ini dapat dipahami bahwa Pemerintah secara tidak langsung menggunakan indikator grant element untuk menilai atau mengategorikan terms and conditions suatu pinjaman termasuk pinjaman lunak atau tidak. Sejak diterimanya pinjaman Denmark ini, pemerintah mulai menerima pinjaman luar negeri yang persyaratannya tidak sama dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 sepanjang kandungan grant element-nya termasuk kategori pinjaman lunak
II-12
2.2.3
Bentuk dan skema pinjaman dan hibah luar negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006. Bentuk dan skema pinjaman dan hibah luar negeri sangat penting untuk dipahami karena hal tersebut menjadi salah satu faktor berpengaruh pada saat perencanaan atau penyiapan usulan kegiatan. Bentuk dan skema tersebut juga mencerminkan persyaratan atau terms and conditions pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006, yang dimaksud dengan: a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
b.
Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
Bentuk dan skema untuk pinjaman dan hibah luar negeri adalah: a. Pinjaman dan hibah luar negeri yang dapat diterima adalah yang bersumber dari Negara asing; Lembaga Multilateral; Lembaga keuangan dan Lembaga non keuangan asing; dan Lembaga Keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia. b. Pinjaman Luar Negeri dapat berbentuk Pinjaman Program dan/atau Pinjaman Proyek. c. Pinjaman Luar Negeri terdiri atas Pinjaman lunak, Fasilitas Kredit Ekspor, Pinjaman Komersial dan Pinjaman Campuran. d. Pinjaman Bilateral adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga keuangan dan/atau lembaga non keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman. e. Pinjaman Multilateral adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari lembaga multilateral f. Pinjaman Program adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dirupiahkan dan digunakan untuk pembiayaan APBN. g. Pinjaman Proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu. h. Pinjaman Lunak adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development Assistance (ODA) Loan atau Concessional Loan, yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial
II-14
i.
bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah (grant element) sekurang-kurangnya 35% (tigapuluh lima per seratus).
j.
Fasilitas Kredit Ekspor adalah pinjaman komersial yang diberikan oleh lembaga keuangan atau lembaga non-keuangan di negara pengekspor yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit ekspor.
k.
Pinjaman Komersial adalah pinjaman luar negeri Pemerintah yang diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di pasar dan tanpa adanya penjaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor.
l.
Pinjaman Campuran adalah kombinasi antara dua unsur atau lebih yang terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman komersial.
m. Hibah Luar Negeri terdiri atas Bantuan teknik, Bantuan proyek, Kerjasama teknik, dan Kerjasama Keuangan. n. Hibah Luar Negeri dapat digunakan untuk: i. ii. Menunjang peningkatan fungsi pemerintahan; Menunjang penyediaan layanan dasar umum;
iii. Menunjang peningkatan kemampuan sumber daya manusia; iv. Membantu penyiapan rancangan kegiatan pembangunan; v. Mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup, dan budaya; vi. Mendukung pengembangan riset dan teknologi; vii. Bantuan kemanusiaan.
II-15
2.2.4
Selain hal-hal yang menyangkut substansi pinjaman dan kegiatan, hal lain yang terkait dengan penyusunan atau perumusan usulan kegiatan atau proyek adalah prosedur atau tata cara perencanaannya. Ketentuan mengenai tata cara perencanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman dan/atau hibah luar negeri diatur dalam Peraturan Badan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nomor Nasional/Kepala Perencanaan Pembangunan Nasional
PER.005/M.PPN/06/2006. Proses pengusulan tersebut pada pokoknya terdiri atas 2 (dua) tahapan. Yang pertama adalah pengusulan internal Pemerintah Indonesia, dan yang kedua adalah pengusulan kegiatan dari Pemerintah Indonesia kepada pihak pemberi pinjaman/hibah luar negeri. Dalam penyiapan usulan kegiatan penting pula diperhatikan adanya kriteria umum dan kriteria khusus selain itu juga perlu diperhatikan lembaga yang mengusulkan atau yang akan menjadi pelaksana kegiatan serta bentuk atau skema pinjaman/hibah yang diusulkan untuk pembiayaan kegiatan tersebut. Penyusunan untuk pengusulan pinjaman dan hibah luar negeri ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap, antara lain: a. b. Tahap penyusunan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN); Tahap penyusunan Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM);
II-16
2.2.4.1
Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) adalah dokumen perencanaan yang memuat kebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri meliputi rencana besaran pinjaman tahunan dan prioritas bidang pembangunan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Ketentuan-ketentuan pokok dalam tahapan penyusunan RKPLN, adalah sebagai berikut: a. RKPLN disusun paling lambat 3 bulan setelah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ditetapkan. b. RKPLN berlaku sesuai dengan periode RPJM dan dapat disempurnakan setiap tahun sesuai dengan perkembangan perekonomian nasional. c. Rancangan RKPLN disusun oleh Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan dengan mengacu pada kerangka ekonomi makro sebagaimana tercantum dalam RPJM dan kapasitas penyerapan pinjaman luar negeri. d. Rancangan RKPLN disampaikan kepada Presiden untuk mendapat penetapan. e. Dalam penyusunan RKPLN, Presiden dapat meminta pertimbangan Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia dapat memberikan
II-17
Presiden
Menteri Keuangan
RKPLN disusun paling lambat 3 bulan setelah RPJM
Penetapan
Dalam penyusunan RKPLN, Menteri Keuangan harus memperhatikan pokok-pokok manajemen pinjaman yang baik, seperti penargetan pinjaman (debt targeting), kemampuan membayar kembali (repayment capacity), pengurangan risiko (risk mitigation), dan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), serta memperhatikan ketentuan mengenai pembatasan jumlah kumulatif pinjaman dan jumlah kumulatif defisit APBN. 2.2.4.2 Tahap Penyusunan Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM)
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 7 dan pasal 10. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 8, pasal 12, pasal 13 dan pasal 17 ayat 1.
Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM), adalah daftar rencana kegiatan pembangunan Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri untuk periode 5 (lima) tahun.
Ketentuan-ketentuan pokok dalam tahap penyusunan DRPHLN-JM adalah sebagai berikut: a. b. c. d. DRPHLN-JM disusun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dengan berpedoman pada RKPLN dan RPJM. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan DRPHLN-JM paling lambat 6 (enam) bulan setelah RPJM ditetapkan. Masa berlaku DRPHLN-JM sesuai dengan masa berlaku RPJM. DRPHLN-JM dapat diperbaharui dan disempurnakan setiap tahun sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan perekonomian nasional. Berdasarkan rencana penyusunan DRPHLN-JM yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN mengajukan usulan kegiatan untuk dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri Kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Kriteria umum yang harus dipenuhi oleh Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN dalam mengajukan usulan kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah luar negeri1, adalah sebagai berikut: a. Kegiatan sesuai dengan arahan dan sasaran RPJM;
13. Khusus untuk pinjaman luar negeri, sesuai dengan borrowing strategy, dalam rangka optimalisasi manfaat dari pinjaman luar negeri, maka kegiatan yang akan diusulkan untuk dibiayai dengan pinjaman luar negeri mengacu pada kriteria kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan untuk menyediakan fasilitas publik yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kementerian/lembaga badan usaha milik negara/daerah, dan badan hukum milik negara; b. Pemerintah tidak mempunyai kapasitas yang memadai baik kapasitas penyediaan pembiayaan maupun kapasitas teknis untuk melaksanakan kegiatan tersebut; c. Kegiatan tersebut masih memiliki ketergantungan barang dan jasa serta teknologi yang belum dihasilkan oleh industri dalam negeri atau belum cukup tersedia di dalam negeri; d. Kegiatan yang mempunyai kemudahan dalam penyerapan pinjaman dan secara teknis mudah untuk dilaksanakan; e. Kegiatan yang mempunyai rentang manfaat yang luas dan dapat menjadi model atau rujukan untuk replikasi dan pengembangan.
II-19
b.
Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional;
c. d.
Kegiatan harus mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan; Kegiatan yang secara teknis dan pembiayaan lebih efisien untuk dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri; dan
e.
Hasil kegiatan dapat dioperasikan oleh sumberdaya dalam negeri dan dapat diperluas untuk kegiatan lainnya.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh Kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN dalam mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai oleh pinjaman proyek dan hibah luar negeri, adalah sebagai berikut: a. b. c. Daftar Isian Pengusulan Kegiatan; Kerangka Acuan Kerja; dan Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan.
Usulan kegiatan yang akan diajukan ditandatangani oleh: a. b. c. Menteri untuk usulan yang berasal dari Kementerian Negara; Pimpinan lembaga untuk usulan yang berasal dari lembaga; Gubernur/Bupati/Walikota untuk usulan yang berasal dari Pemerintah Daerah; dan d. Direksi untuk usulan yang berasal dari BUMN.
Usulan kegiatan setelah ditandatangani disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Untuk kriteria dan persyaratan khusus masing-masing instansi dibahas di subbab berikut.
II-20
Presiden
Menteri PPN
Menkeu
K/L
Pemda
BUMN
RPJM
RKPLN
Persetujuan Men. BUMN Persetujuan DPRD Usulan BUMN Usulan Pemda
Rancangan DRPHLN-JM
Usulan K/L
Kegiatan K/L
Kegiatan Pemda Kegiatan BUMN Persetujuan DPRD&PemDa Persetujuan Men. BUMN& BUMN
2.2.4.2.1
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Kementerian Negara/Lembaga, adalah sebagai berikut:
a.
Usulan kegiatan yang berasal dari Kementerian Negara/Lembaga berupa kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga tersebut.
II-21
i.
Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga
b.
Kementerian Negara/Lembaga dapat mengusulkan kegiatan untuk Pemerintah Daerah, berupa usulan kegiatan yang sebagian atau seluruhnya akan diterushibahkan.
i.
Kegiatan merupakan urusan Pemerintah Daerah, dengan prioritas untuk Pemerintah Daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah;
ii.
Kegiatan memberi manfaat langsung bagi masyarakat suatu Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat pada Pemerintah Daerah lain;
iv. Kegiatan
pendukung
merupakan
kewajiban
Pemerintah
Daerah; dan
v.
i.
Surat
persetujuan
Pemerintah
Daerah
calon
penerima
penerushibahan.
II-22
i.
Kegiatan digunakan untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan yang disediakan BUMN;
ii.
BUMN tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk mencapai sasaran program, yang dinilai berdasarkan laporan keuangan BUMN;
i.
Surat persetujuan Direksi BUMN dan surat persetujuan Menteri yang bertanggung jawab dibidang pembinaan BUMN.
b.
Kementerian Negara/Lembaga dapat menginisiasi kegiatan untuk Pemerintah Daerah, berupa usulan kegiatan yang sebagian atau seluruhnya akan diteruspinjamkan, yang selanjutnya akan diusulkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
i.
Kegiatan investasi untuk prasarana dan/atau sarana yang menghasilkan penerimaan pada APBD Pemerintah Daerah yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
ii.
v.
II-23
2.2.4.2.2
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: a. Usulan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman luar negeri untuk penerusan pinjaman.
vii. Kegiatan merupakan urusan Pemerintah Daerah; viii. Kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran program yang
merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan sejalan dengan program RPJM;
x.
Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan fiskal untuk memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman.
II-24
i.
a.
Usulan kegiatan yang dibiayai dari penerusan pinjaman dan diinisiasi oleh Kementerian Negara /Lembaga.
i.
Kegiatan investasi untuk prasarana dan/atau sarana yang menghasilkan penerimaan pada APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
ii.
v.
Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan fiskal untuk memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman.
i.
b. Usulan
Surat persetujuan DPRD yang bersangkutan. kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri untuk
penerushibahan.
i. ii.
Kegiatan untuk menunjang peningkatan fungsi pemerintahan; Kegiatan untuk memberikan layanan dasar umum; dan
II-25
2.2.4.2.3
Usulan Kegiatan Pinjaman Proyek dan Hibah Badan Usaha Milik Negara
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 8 ayat 3 dan pasal 10. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 16 dan pasal 17 ayat 4 dan 5.
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Badan Usaha Milik Negara, adalah sebagai berikut: a. Usulan kegiatan yang berasal dari BUMN hanya merupakan usulan kegiatan yang dibiayai dari penerusan pinjaman luar negeri melalui Pemerintah.
i.
Kegiatan investasi untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan serta meningkatkan penerimaan BUMN;
ii.
BUMN mempunyai proyeksi kemampuan keuangan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman, yang dinilai berdasarkan laporan keuangan BUMN.
i.
II-26
2.2.4.2.4
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian atas usulan kegiatan yang berasal dari Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN. Penilaian usulan kegiatan ini meliputi, sebagai berikut: a. Penilaian administrasi Penilaian administrasi dilakukan atas dasar kelengkapan dokumen administrasi. b. Penilaian teknis Penilaian teknis dilakukan setelah usulan kegiatan memenuhi syarat kelengkapan dokumen administrasi. Dalam melakukan penilaian teknis, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dapat berkoordinasi dengan instansi pengusul dan instansi lain yang terkait dengan kegiatan tersebut. Penilaian teknis atas usulan kegiatan mencakup aspek-aspek: i. ii. Kesesuaian usulan kegiatan dengan sasaran program RPJM; Kelayakan Teknis;
iii. Kelayakan Ekonomi; iv. Kelayakan Finansial untuk: a) Usulan kegiatan yang diusulkan Kementerian Negara/Lembaga untuk BUMN.
b)
Usulan kegiatan yang diusulkan Pemerintah Daerah yang dibiayai pinjaman luar negeri atau penerusan pinjaman luar negeri dan iniasi oleh Kementerian negara/lembaga.
c) ii. a.
Penilaian pendanaan. Penilaian pendanaan dilakukan setelah usulan kegiatan memenuhi syarat kelengkapan dokumen administrasi dan penilaian teknis. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian pendanaan melalui sinkronisasi pendanaan yang dapat dilakukan bersama Kementerian Keuangan dan instansi lain yang terkait dengan kegiatan tersebut. Sinkronisasi pendanaan untuk penilaian pendanaan ini, meliputi aspek: i. ii. Keselarasan dengan RKPLN; Ketersebaran kegiatan antar wilayah yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri; iii. Keterkaitan dengan kegiatan lain dari instansi pengusul; iv. Keselarasan dengan kegiatan yang terkait secara langsung dari instansi lain; v. Kinerja atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang sedang berjalan pada instansi pengusul; dan vi. Kemampuan penyediaan dana pendamping.
Berdasarkan hasil penilaian ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mencantumkan kegiatan dalam DRPHLN-JM. Setelah itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan DRPHLN-JM kepada Menteri Keuangan dan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan
II-28
Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN yang usulan kegiatannya tercantum dalam DRPHLN-JM dan calon PPLN/PHLN. DPRHLN-JM juga diinformasikan kepada masyarakat.
2.2.4.3
Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN)
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 9 ayat 3 dan pasal 10. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 9, pasal
11, pasal 31 ayat 1 dan 4, dan pasal 32 ayat 1,3 dan 5.
Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN), adalah daftar rencana kegiatan pembangunan prioritas yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Daftar ini berisi rencana kegiatan Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang tercantum dalam DRPHLN-JM dan telah memiliki indikasi sumber pendanaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Ketentuan-ketentuan pokok dalam penyusunan DRPPHLN, adalah sebagai berikut: a. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyusun DRPPHLN dengan berpedoman pada RKPLN dan DRPHLN-JM. b. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan DRPPHLN paling lambat bulan Nopember setiap tahun. c. Kegiatan yang telah tercantum dalam DRPPHLN selama 2 (dua) tahun berturut-turut dan tidak mendapat komitmen pendanaan dari calon PPLN/PHLN, tidak dicantumkan dalam DRPPHLN tahun berikutnya.
Dalam tahap ini yang dapat masuk ke DRPPHLN setelah melalui penilaian adalah: a. Usulan kebijakan pemerintah di bidang tertentu yang akan didukung dengan pinjaman program. b. Usulan Kegiatan yang tercantum dalam DRPHLN-JM yang telah disepakati sesuai dengan program calon PPLN/PHLN dan telah ditingkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatannya oleh instansi pengusul. c. Usulan kegiatan oleh Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan lembaga untuk alokasi Fasilitas Kredit Ekspor dan/atau Pinjaman Komersial. d. Usulan kegiatan oleh Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga yang dibiayai dari Hibah Luar Negeri yang bersifat Khusus.
Calon PPHLN
Menteri PPN
DRPHLN-JM
Menkeu
K/L
Pemda
BUMN
Lending Program
Koordinasi
Kesepakatan
Usulan FKE/PK
Kegiatan K/L
DRPPHLN
II-30
2.2.4.3.1
Berdasarkan kebutuhan Pinjaman Program yang disusun oleh Menteri Keuangan, koordinasi Menteri dengan Perencanaan Menteri Pembangunan Nasional melakukan pada Kementerian Negara/Pimpinan
Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN untuk mengusulkan kebijakan pemerintah di bidang tertentu yang akan didukung dengan Pinjaman Program. Setelah disepakati bersama Rencana kebijakan Pemerintah yang akan didukung dengan Pinjaman Program dapat dicantumkan dalam DRPPHLN.
2.2.4.3.2
Sinkronisasi Kegiatan Dengan Program Calon PPLN/PHLN dan Penyusunan Rencana Kegiatan Rinci
Rujukan2: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 23 dan pasal 24
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melaksanakan pertemuan berkala dengan calon PPLN/PHLN dengan melibatkan Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, dan instansi terkait lainnya, dengan maksud untuk melakukan sinkronisasi dan menghasilkan kesepakatan mengenai kegiatan dalam DRPHLN-JM yang sesuai dengan program calon PPLN/PHLN. Berdasarkan hasil kesepakatan ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dengan instansi pengusul untuk meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan.
19. Lihat lampiran 1 nomor 18 dan 49. 20. Lihat lampiran 1 nomor 50.
II-31
Dalam rangka meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci dengan instansi pengusul dan/atau pelaksana kegiatan. Penyusunan rencana kegiatan rinci ini dilakukan oleh instansi pengusul dan/atau pelaksana kegiatan dan disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Penyusunan rencana kegiatan rinci dimaksudkan untuk melakukan
persiapan rancangan kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran kegiatan. Rencana kegiatan rinci tersebut meliputi jenis kegiatan, lokasi, rencana alokasi anggaran, satuan kerja, organisasi pelaksanaan, dan jadwal pelaksanaan, serta mekanisme pengadaan barang dan jasa, termasuk penyempurnaan studi kelayakan.
2.2.4.3.3
Dalam rangka meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan yang akan diteruspinjamkan dari pinjaman luar negeri yang diinisiasi oleh Kementerian Negara/Lembaga, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut: a. Meminta informasi kepada Menteri Keuangan tentang indikasi
kemampuan keuangan Pemerintah Daerah. b. Melakukan penilaian penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah, yang meliputi:
i.
Penerusan pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana yang menghasilkan penerimaan pada
APBD Pemerintah Daerah penerima penerusan pinjaman yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut;
ii.
Untuk kegiatan yang dibiayai dari penerusan pinjaman dan diinisiasi oleh Kementerian Negara/Lembaga, penerusan pinjaman dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional dan Pemerintah Daerah tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk mencapai target sasaran program tersebut;
2.2.4.3.4
Peningkatan
Kesiapan
Kegiatan
Penerushibahan
kepada
Pemerintah Daerah
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 26.
Dalam rangka meningkatkan kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian negara/lembaga untuk Pemerintah Daerah
yang akan diterushibahkan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut: a. Melakukan konfirmasi dengan Pemerintah Daerah, yang meliputi kesiapan menjadi pelaksana kegiatan dan kesediaan memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan. b. Meminta informasi indikasi kemampuan keuangan Pemerintah Daerah kepada Menteri Keuangan. c. Melakukan penilaian penerushibahan kepada Pemerintah Daerah, yang meliputi : i. Penerushibahan digunakan untuk membiayai kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; ii. Pemerintah Daerah penerima penerushibahan merupakan daerah sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; iii. Pemerintah Daerah tidak mempunyai kemampuan keuangan yang memadai untuk mencapai target sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional, berdasarkan penilaian atas indikasi kemampuan keuangan Pemerintah Daerah; iv. Adanya persetujuan dari Kepala Daerah; v. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan; dan vi. Adanya pernyataan kesediaan Pemerintah Daerah untuk
menyediakan sebagian biaya pelaksanaan kegiatan, yang ditentukan berdasarkan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah. Berdasarkan indikasi, konfirmasi, dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerushibahan dengan Pemerintah Daerah.
II-34
2.2.4.3.5
Dalam rangka meningkatkan kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk usulan kegiatan dari BUMN yang akan diteruspinjamkan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut: a. Meminta informasi kepada Menteri Keuangan mengenai indikasi kemampuan keuangan BUMN untuk mengembalikan kewajiban penerusan pinjaman. b. Melakukan penilaian penerusan pinjaman kepada BUMN, meliputi: i. Penerusan pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; ii. Penerusan pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan yang akan memperluas dan meningkatkan pelayanan serta meningkatkan penerimaan BUMN; iii. BUMN penerima penerusan pinjaman mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman; dan iv. Adanya persetujuan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pembinaan BUMN. Berdasarkan indikasi dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan yang
Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerusan pinjaman kepada BUMN.
2.2.4.3.6
Peningkatan
Rujukan1:
Kesiapan
Kegiatan
Penerushibahan
atau
Dalam rangka meningkatkan kesiapan rencana pelaksanaan kegiatan untuk kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga untuk BUMN yang akan menjadi penerushibahan atau penyertaan modal negara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan, sebagai berikut: a. Melakukan konfirmasi dengan BUMN meliputi kesiapan menjadi pelaksana kegiatan dan kesediaan memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan. b. Meminta informasi indikasi kemampuan keuangan BUMN kepada Menteri Keuangan. c. Melakukan penilaian penerushibahan atau penyertaan modal negara kepada BUMN, yang meliputi: i. Penerushibahan atau penyertaan modal negara digunakan untuk membiayai kegiatan dalam rangka mencapai sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; ii. Penerushibahan atau penyertaan modal negara digunakan untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan dan sumber daya BUMN; iii. BUMN penerima penerushibahan atau penyertaan modal negara tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk melaksanakan kegiatan dalam pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; dan
II-36
iv. Adanya persetujuan dari Direksi BUMN dan Menteri yang bertanggung jawab dibidang pembinaan BUMN. Berdasarkan konfirmasi, indikasi, dan penilaian di atas, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan rinci atas kegiatan penerushibahan atau penyertaan modal negara dengan BUMN.
2.2.4.3.7
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian kesiapan atas rencana pelaksanaan kegiatan. Kriteria penilaian kesiapan pelaksanaan kegiatan meliputi: a. b. Telah disusun rencana kegiatan rinci; Telah disusun indikator kinerja pelaksanaan kegiatan untuk keperluan monitoring dan evaluasi; c. Telah ada pernyataan kesediaan dari Pemerintah Daerah/BUMN untuk menyiapkan dana pelaksanaan kegiatan yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah/BUMN yang bersangkutan, termasuk dana pendamping, sesuai dengan rencana jadwal pelaksanaan; d. Telah dialokasikan dana pendamping untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan yang disiapkan dalam Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN; e. Telah ada rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, termasuk ketersediaan dana yang diperlukan dalam Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN;
25. Lihat lampiran 1 nomor 55.
PERENCANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI II-37
f.
Telah disusun rancangan pembentukan Unit Manajemen Proyek dan Unit Pelaksana Proyek; dan
g.
Berdasarkan penilaian di atas dan penilaian atas kinerja kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang sedang berjalan pada instansi pengusul dan/atau pelaksana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mencantumkan kegiatan yang telah memenuhi kriteria kesiapan ke dalam DRPPHLN. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan DRPPHLN kepada Menteri Keuangan; Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN yang usulan kegiatannya tercantum dalam DRPPHLN; dan calon PPHLN. Berdasarkan kegiatan yang tercantum dalam DRPPHLN, Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN, melakukan penyempurnaan persiapan pelaksanaan kegiatan. Pemerintah Daerah/BUMN yang mempunyai rencana kegiatan yang tercantum dalam DRPPHLN harus melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan untuk penyusunan rancangan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (NPPP) dan/atau Naskah Perjanjian Penerushibahan Luar Negeri (NPPH) untuk kegiatan tersebut. Setelah difinalisasi, DRPPHLN diinformasikan kepada masyarakat.
II-38
2.2.4.4
Ketentuan Khusus Pengajuan Usulan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dalam Tahap Penyusunan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN)
2.2.4.4.1
Pengajuan Usulan Alokasi Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) dan/atau Pinjaman Komersial
Rujukan1: - Lampiran Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984; angka 6. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 31.
Berdasarkan kegiatan yang tercantum dalam DRPHLN-JM, Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usulan alokasi FKE dan/atau Pinjaman Komersial kepada Menteri untuk: a. Kegiatan yang menjadi tugas pokok Kementerian Negara/Lembaga; Syarat untuk Kementerian Negara/Lembaga dalam mengajukan usulan ini, adalah:
FKE
dan/atau
Pinjaman
Komersial
yang
digunakan
oleh
Kementerian Negara/Lembaga, hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang menurut sifatnya kegiatan tersebut tidak dapat dibiayai melalui Pinjaman Lunak maupun Hibah. b. Kegiatan BUMN yang pembinaannya dalam bidang tugas Kementerian Negara/Lembaga pengusul dengan persetujuan Direksi BUMN dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pembinaan BUMN. Syarat untuk BUMN dalam mengajukan usulan ini, adalah:
FKE dan/atau Pinjaman Komersial yang digunakan oleh BUMN hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi yang
dapat menghasilkan penerimaan secara langsung kepada BUMN yang bersangkutan dan/atau kegiatan tersebut tidak dapat dibiayai melalui Pinjaman Lunak maupun Hibah serta mendukung keberhasilan program prioritas pembangunan nasional. Berdasarkan usulan Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga tentang alokasi FKE dan/atau Pinjaman Komersial ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian kesiapan kegiatan untuk dimasukkan dalam DRPPHLN. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan Daftar
Kegiatan yang akan dibiayai dari FKE dan/atau Pinjaman Komersial, kepada Menteri Keuangan untuk mendapat penetapan alokasi FKE dan/atau alokasi Pinjaman Komersial. Langkah-langkah untuk membiayai proyek pembangunan dengan Kredit Ekspor Luar Negeri ini hanya dapat dimulai oleh Kementerian Negara/Lembaga/BUMN setelah memperoleh penetapan alokasi kredit ekspor/pinjaman komersial1.
2.2.4.4.2
Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri yang bersifat khusus
27. Sampai saat buku ini dicetak, ketentuan rinci yang mengatur mengenai
pelaksanaan fasilitas kredit ekspor masih disusun. Karenanya rujukan peraturan penggunaan Fasilitas Kredit Ekspor masih menggunakan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1984.
II-40
kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Pengertian hibah luar negeri yang bersifat khusus ini, adalah : a. b. c. Bersifat mendesak untuk segera dilakukan perjanjian hibahnya; Waktu pelaksanaan kegiatan kurang dari 6 (enam) bulan; dan Kegiatan yang diusulkan masih dimungkinkan untuk dicantumkan dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga pengusul dan/atau pelaksana. Berdasarkan usulan kegiatan Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga yang akan dibiayai dari hibah luar negeri yang bersifat khusus ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian kesiapan pelaksanaan kegiatan dan kesiapan pendanaan, yang dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan. Berdasarkan hasil ini Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan tambahan kegiatan pada DRPPHLN. Tambahan kegiatan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DRPPHLN.
2.2.4.5
Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah memiliki indikasi komitmen pendanaan dari calon PPLN/PHLN, yang mencakup jenis kegiatan, instansi pengusul, instansi pelaksana, rencana alokasi pinjaman/hibah, jadwal pelaksanaan, rencana sumber pendanaan luar negeri dan jenis penerusan pinjaman dan/atau penerushibahan luar negeri Berdasarkan DRPPHLN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dengan calon PPLN/PHLN untuk mendapatkan indikasi komitmen pendanaan. Setelah indikasi komitmen pendanaan ini,
Menteri
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
menyampaikan
Daftar
Kegiatan yang diusulkan untuk dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri kepada Menteri Keuangan dan calon PPLN/PHLN. Berdasarkan Daftar Kegiatan ini, Menteri Keuangan melakukan negosiasi dengan calon PPLN/PHLN dalam rangka penandatanganan NPPLN/NPHLN.
2.3
Proses berikutnya setelah pengusulan dari Pemerintah Indonesia kepada (calon) pemberi pinjaman/hibah (calon) luar negeri adalah negosiasi luar atau negeri perundingan dengan pemberi pinjaman/hibah
(PPLN/PHLN). Perundingan tersebut baru dapat dilakukan setelah kriteria kesiapan kegiatan dipenuhi. Yang termasuk kriteria kesiapan kegiatan yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya perundingan dengan calon PPLN/PPHLN mencakup: a. b. c. Indikator kinerja pemantauan dan evaluasi, seperti data dasar, harus telah siap; Dana pendamping untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan telah dialokasikan; Rencana pengadaan tanah dan/atau resettlement telah ada, termasuk ketersediaan dana yang diperlukan;
II-42
d.
Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit/PMU) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit/PIU) telah dibentuk dan telah ada personalianya;
e.
Draft acuan
final
pengelolaan
proyek/petunjuk
pengelolaan/administrasi
proyek/ memorandum (yang berisi cakupan organisasi dan kerangka kerjanya, dan pengaturan tentang pengadaan, anggaran, disbursement, laporan, dan auditing) telah siap; dan f. Pernyataan dari Pemerintah Daerah (bila diperlukan) yang menyatakan komitmen mereka untuk berpartisipasi dalam penyediaan dana pendamping. Perundingan dengan Calon PPLN/PHLN setidaknya harus mencakup aspek keuangan dan aspek hukum. Aspek-aspek keuangan yang tercakup didalam perundingan, antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Pengefektifan pinjaman; Tingkat suku bunga; Periode pembayaran bunga; Cara penghitungan bunga; Denda bunga; Biaya-biaya lain; Pembayaran sebelum jatuh tempo; Metode penarikan pinjaman; Lama pinjaman; Tenggang waktu; dan Periode pembayaran pokok pinjaman.
Sedangkan aspek hukum yang tercakup, di antaranya: a. b. c. d. e. Kesepakatan; Janji dan jaminan; Kepatuhan terhadap hukum; Penyampaian dokumen peradilan; Pelepasan hak kekebalan;
II-43
f.
Naskah
ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri Keuangan. NPPLN/NPHLN sekurang-kurangnya memuat jumlah, peruntukan dan persyaratan pinjaman dan/atau hibah. Salinan NPPLN/NPHLN yang telah ditandatangani kemudian disampaikan oleh Departemen Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya. NPPLN/NPHLN/perjanjian internasional di bidang keuangan lainnya yang dibuat oleh Menteri Keuangan berlaku sejak ditandatangani, kecuali ditentukan lain dalam naskah/dokumen yang bersangkutan. Sebagai Menteri bagian Negara dari proses perencanaan, Pembangunan setelah dilakukannya Badan
penandatanganan NPPLN/NPPHLN sesuai dengan ketentuan Peraturan Perencanaan Nasional/Kepala Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 perlu disusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Calon PPHLN
Menteri PPN
Menkeu
K/L
Pemda
BUMN
Penetapan Alokasi
Negosiasi
Koordinasi
NPPLN/ NPHLN
II-44
Pinjaman luar negeri pada dasarnya merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan. Mengingat pinjaman luar negeri mempunyai konsekuensi beban ekonomi di masa yang akan datang, pelaksanaan proyekproyek dari pinjaman luar negeri harus dilakukan secara optimal dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan sehingga dapat meningkatkan produktifitas sumber daya manusia, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai salah satu sumber pendanaan, pinjaman luar negeri diharapkan dapat mendukung pembiayaan bidang prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Penyusunan strategi pinjaman luar negeri pemerintah (country borrowing strategy) diharapkan dapat memperbaiki kelemahan dalam sistim manajemen pengelolaan utang luar negeri Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER. 005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan Serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri pasal 2 (dua) disebutkan bahwa rencana pelaksanaan kegiatan sekurang-kurangnya terdiri atas rincian jenis kegiatan, lokasi, alokasi anggaran, satuan kerja pelaksana kegiatan, jadwal pelaksanaan, kebutuhan dana pendamping, dan mekanisme pengadaan barang dan jasa.
III-45
Hal-hal mendasar yang perlu dilaksanakan dalam pelaksanaan PHLN yaitu: a. b. c. d. e. Penatausahaan. Pembayaran Pinjaman. Penerusan pinjaman dan penerusan hibah. Mekanisme pengadaan barang dan jasa. Perpajakan.
Rujukan peraturan-peraturan yang digunakan pada bab ini: - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; - Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1955 tentang Peraturan Pembebasan dari Bea Masuk dan Bea Keluar Umum untuk Keperluan GolonganGolongan Pejabat dan Ahli Bangsa Asing yang Tertentu; - Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri; - Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah; - Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah; - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; - Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; - Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; - Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri; - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah; - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri;
III-46
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 259/KMK.017/1993 tentang Penerusan Pinjaman, Tingkat Bunga dan Jasa Penatausahaan Penerusan Pinjaman dalam Rangka Bantuan Luar Negeri; - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tentang Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi yang tidak termasuk sebagai subyek pajak penghasilan;
3.1
Penatausahaan
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 17 beserta penjelasannya dan pasal 18 ayat 1. - Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002, pasal 45 sampai dengan pasal 47 - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 29 ayat 2(e).
Penatausahaan dilaksanakan
atas oleh
pinjaman Menteri
dan/atau Keuangan.
hibah
luar
negeri
(PHLN) dalam
Ketentuan-ketentuan
penatausahaan ini adalah sebagai berikut: a. Cakupan kegiatan penatausahaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri adalah sebagai berikut: i. ii. b. Administrasi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri; dan Akuntansi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) dituangkan dalam dokumen satuan anggaran, untuk selanjutnya dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
III-47
c.
Rencana penarikan pinjaman/hibah luar negeri dalam tahun anggaran yang bersangkutan dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran, dokumen satuan anggaran, dan dokumen pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
d.
Apabila APBN telah ditetapkan, jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam NPPLN ditampung dalam APBN perubahan.
e.
Penarikan pinjaman dan/atau hibah luar negeri harus selalu tercatat dalam realisasi APBN, pencatatan ini mengikuti standar akuntansi negara.
f.
Kementerian Negara/Lembaga wajib memprioritaskan penyediaan dana pendamping/ porsi rupiah lainnya yang dipersyaratkan NPPLN/NPHLN pada dokumen satuan anggaran dan dokumen pelaksanaan anggaran dalam tahun anggaran berkenaan.
g.
Dalam pengalokasian dana pembangunan agar diutamakan penyediaan dana pendamping bagi proyek yang sebagian dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri.
h.
Dana pinjaman/hibah luar negeri dan dana pendamping termasuk uang muka harus dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
i.
Proyek yang dibiayai dengan dana kredit ekspor dapat dilaksanakan setelah tersedia uang muka bagi proyek dimaksud.
j.
Naskah perjanjian luar negeri untuk kredit ekspor baru dapat ditandatangani apabila uang muka yang dibutuhkan telah tersedia.
k.
Dana pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang belum selesai digunakan ditampung dalam dokumen anggaran tahun berikutnya.
l.
Sisa pekerjaan berdasarkan surat perjanjian/kontrak yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran, ditampung dalam dokumen
PELAKSANANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
III-48
anggaran tahun anggaran berikutnya atas beban bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga bersangkutan. Sedangkan untuk sisa pekerjaan yang sumber pembiayaannya berasal dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri, dibiayai dari sisa dana pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang bersangkutan. m. Dalam hal target/sasaran proyek telah tercapai, sisa alokasi dana proyek yang bersumber dari pinjaman/ hibah luar negeri tidak dapat dipergunakan lagi.
III-49
Box 3.1 Masalah Rendahnya Daya Serap Pinjaman Luar Negeri Dalam beberapa tahun terakhir ini, daya serap (absorption capacity) menjadi masalah besar dalam pengelolaan utang. Rendahnya daya serap, secara ekonomi sangat merugikan karena: a. Menyebabkan kenaikan dalam commitment fee yang berdasarkan presentase atas pinjaman yang belum dicairkan. harus dibayar
b. Meningkatkan biaya penyelenggaraan proyek secara keseluruhan. c. Penundaan proyek dapat mengakibatkan rendahnya kualitas pekerjaan dan bahkan proyek tersebut kemungkinan gagal diselesaikan. d. Kemungkinan manfaat sosial dari proyek menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Masalah rendahnya realisasi pencairan pinjaman proyek dapat disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai komplikasi dalam administrasi. Masalah yang sering dihadapi adalah sebagai berikut: a. Pada tahap persiapan seringkali eksekusi pinjaman terjadi pada saat proyek belum dipersiapkan secara matang (low quality of entry), terutama menyangkut: i. Kelengkapan dokumen proyek. ii. Terhambatnya pembebasan tanah. iii. Pengadaan barang dan jasa pada tahun pertama pelaksanaan proyek sering terhambat. iv. Pembentukan pengelola proyek belum dilakukan secara matang. v. Dana pendamping Rupiah sering tidak tersedia. vi. Lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah dan antar sektor/departemen yang terlibat. b. Pada tahap pelaksanaan sering terhambat terutama oleh masalah berikut ini: i. Karena rumitnya administrasi anggaran, masa efektif pengerjaan proyek hanya sekitar 7-8 bulan saja dan bukan 12 bulan dalam setahun. ii. Tidak ada jaminan yang penuh bahwa dana pendamping Rupiah akan cair. iii. Lambannya penunjukkan pimpinan dan panitia proyek. iv. Terjadinya back-log akibat kesulitan pencairan. v. Terjadinya mis-procurement. vi. Kekurangpahaman pengelola proyek terhadap persyaratan yang ditetapkan oleh kreditur. vii. Administrasi dan prosedur pencairan berbeda-beda antar kreditur (tidak standar)1.
32. Dikutip dari Tim Kajian Lintas Direktorat Kedeputian Pendanaan Pembangunan Bappenas, Kajian Strategi Pendanaan Luar Negeri, 2004, hal 48 sampai dengan 50.
III-50
Untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri serta untuk menghindari berbagai permasalahan yang kerap muncul dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut, terdapat kriteria yang perlu dipenuhi sebelum suatu proyek pinjaman luar negeri dilaksanakan. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: a. Telah disusun rencana kegiatan rinci. b. Telah disusun rencana pengelolaan kegiatan. c. Telah disusun rencana pendanaan rinci. d. Telah dialokasikan dana pendamping untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan yang disiapkan dalam Rencana Kerja Kementerian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN. e. Telah ada rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, termasuk ketersediaan dana yang diperlukan dalam Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN. f. Telah ada ijin penggunaan lahan dan ijin konstruksi. g. Telah disusun indikator kinerja pelaksanaan. h. Telah disusun rancangan pembentukan Unit Manajemen dan Pelaksana Proyek. i. j. Telah disusun rencana pengadaan untuk tahun pertama pelaksanaan. Telah dilakukan pembahasan dan dicapai kesepakatan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. k. Khusus untuk proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui mekanisme penerusan pinjaman, ditambah dengan telah ada pernyataan kesediaan dari Pemda untuk menyiapkan dana pelaksanaan kegiatan yang menjadi kewajiban Pemda yang bersangkutan, termasuk dana pendamping sesuai dengan jadwal pelaksanaan. l. Khusus untuk proyek yang dilaksanakan oleh BUMN melalui mekanisme penerusan pinjaman, ditambah dengan: i. Telah ada pernyataan kesediaan dari BUMN untuk menyiapkan dana pelaksanaan kegiatan yang menjadi kewajiban BUMN yang bersangkutan, termasuk dana pendamping sesuai dengan jadwal pelaksanaan. ii. Telah ada persetujuan prinsip dari Dewan Komisaris dan RUPS mengenai penerimaan penerusan pinjaman.
III-51
3.2
Penarikan pinjaman/hibah luar negeri, dapat dilaksanakan melalui tata cara sebagai berikut: a. b. c. d. Pembukaan Letter of Credit (L/C) oleh Bank Indonesia Pembayaran langsung (Direct Payment) oleh PPHLN kepada rekanan Penggantian Pembiayaan Pendahuluan (Reimbursement) Rekening Khusus (Special Account) di Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 3.2.1 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Pembukaan L/C
Rujukan2: - Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Nomor : 459/KMK.03/1999 dan Nomor: KEP.264/KET/09/1999; Pasal 1
Tata cara untuk penarikan pinjaman/hibah luar negeri dengan pembukaan Letter of Credit (L/C) adalah sebagai berikut:
a.
Pejabat Pengguna Anggaran (PPA) atau Pejabat yang berwenang mengajukan Surat Permintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan (SPP-SKP) sebesar bagian nilai Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
33. Lihat lampiran 1 no 34, isi sub-bab telah disesuaikan dengan struktrur organisasi
dan tata kerja Departemen Keuangan yang berlaku saat penulisan buku ini.
34. Lihat lampiran 1 no 38, isi sub-bab telah disesuaikan dengan struktrur organisasi
dan tata kerja Departemen Keuangan yang berlaku saat penulisan buku ini.
III-52
b.
Berdasarkan SPP-SKP, Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan (SKP) dan mengirimkan kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Pejabat Eselon I yang bersangkutan dan PPA atau Pejabat yang berwenang.
c.
Berdasarkan SKP, PPA atau Pejabat yang berwenang memberitahukan kepada rekanan atau importir sebagai kuasa dari rekanan untuk membuka L/C. Selanjutnya rekanan atau importir sebagai kuasa dari rekanan yang ditunjuk, mengajukan permintaan pembukaan L/C kepada Bank Indonesia dengan melampirkan daftar barang yang akan diimpor (master list) yang dibuat dan atau disetujui PPA serta KPBJ.
d.
Atas dasar SKP dan pemintaan pembukaan L/C dari rekanan atau importir tersebut, Bank Indonesia mengajukan permintaan kepada Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PPHLN) untuk menerbitkan pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (Letter of Commitment).
e.
Bank Indonesia membuka L/C kepada Bank Koresponden dan tembusan dokumen pembukaan L/C disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
f.
Berdasarkan pembukaan L/C dari Bank Indonesia, Letter of Commitment atau dokumen yang disamakan dari PPHLN, dan dokumen realisasi L/C, Bank Koresponden melakukan penagihan kepada PPHLN untuk dibayarkan kepada rekanan atau pemasok.
g.
PPHLN melaksanakan pembayaran kepada Bank Koresponden dan mengirimkan debet advice kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, Bank Indonesia mengirimkan rekaman debet advice kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
h.
Berdasarkan
dokumen
realisasi
L/C
yang
diterima
dari
Bank
Koresponden serta SKP dari Menteri Keuangan, Bank Indonesia membuat Nota Disposisi L/C dan Nota Perhitungan serta membukukan:
III-53
Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan nomor dan tanggal L/C serta nomor dan tanggal SKP.
i.
Nota Perhitungan dan Nota Disposisi L/C, disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan PPA.
j.
Atas dasar Nota Perhitungan, Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Perintah Membayar Pengesahan (SPMP).
3.2.2
Tata cara untuk penarikan pinjaman/hibah luar negeri dengan cara pembayaran langsung (Direct Payment) adalah sebagai berikut:
a.
Berdasarkan KPBJ, PPA atau Pejabat yang berwenang menyampaikan Aplikasi Penarikan Dana (APD) kepada PPHLN melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tembusan kepada Bank Indonesia dan melampirkan debet advice KPBJ. kepada Berdasarkan Menteri APD ini, c.q. PPHLN melakukan Jenderal pembayaran langsung kepada rekening rekanan, serta mengirimkan asli Keuangan Direktur Perbendaharaan dan tembusannya kepada Bank Indonesia.
b.
Atas dasar debet advice, Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai dasar pengeluaran dan penerimaan APBN sebesar nilai ekivalen rupiah kepada Bank Indonesia.
35. Lihat lampiran 1 no 38, isi sub-bab telah disesuaikan dengan struktrur organisasi
dan tata kerja Departemen Keuangan yang berlaku saat penulisan buku ini.
III-54
Debet : Rekening BUN Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan nomor dan tanggal SPM.
e.
Nota
Perhitungan,
disampaikan
kepada
Direktur
Jenderal
Perbendaharaan, PPA atau Pejabat yang berwenang. 3.2.3 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Cara Penggantian Pembiayaan Pendahuluan
Rujukan1: - Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Nomor : 185 /KMK.03 /1995 dan Nomor: KEP.031 /KET/5/1995; Pasal 14 dan Pasal 15
Tatacara penarikan pinjaman dengan cara pembiayaan pendahuluan dari dana Rekening Bendahara Umum Negara (BUN) adalah sebagai berikut:
a.
PPA/Pejabat
yang
berwenang
mengajukan
Surat
Permintaan
Pembiayaan Pendahuluan (SP3), disertai KPBJ dan DIPA dan dokumen pendukung lainnya sebagai dasar dilakukannya pembayaran, kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
b.
Direktur
Jenderal
Perbendaharaan
menerbitkan
Surat
Perintah
Membayar-Pembiayaan Pendahuluan (SPM-PP) dan dikirimkan kepada Bank Indonesia sebagai dasar pemindahbukuan dari Rekening BUN ke rekening rekanan atau rekening bendaharawan proyek.
c.
Direktur Jenderal Perbendaharaan mengajukan Aplikasi Penarikan Dana (APD) kepada PPHLN dilampiri dengan SPM-PP dan dokumen pendukung sebagaimana yang disyaratkan oleh masing-masing PPHLN, dengan tembusan kepada Bank Indonesia.
36. Lihat lampiran 1 no 35 dan 36, isi sub-bab telah disesuaikan dengan struktrur
organisasi dan tata kerja Departemen Keuangan yang berlaku saat penulisan buku ini.
III-55
d.
Berdasarkan
APD
tersebut,
PPHLN
melakukan
penggantian
(reimbursement) untuk untung Rekening BUN pada Bank Indonesia, serta mengirimkan asli debet advice kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan tembusan kepada Bank Indonesia.
e.
Berdasarkan debet advice, Direktur Perbendaharaan menerbitkan SPM dan disampaikan kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia berdasarkan SPM ini, membuat Nota Perhitungan dan membukukan: Debet : Rekening Bank Koresponden Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan Nomor dan Tanggal SPM. Nota Perhitungan ini kemudian disampaikan segera kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan PPA.
Untuk
dana
Penerima luar
Penerusan dengan
Pinjaman, cara
tata
cara
Penarikan pembiayaan
pinjaman/hibah
negeri
penggantian
a.
Berdasarkan NPPPP dan dokumen anggaran yang berlaku, PPP mengajukan bukti-bukti pengeluaran pembayaran pendahuluan, Rincian Rencana Penggunaan Uang kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Atas dasar bukti pengeluaran tersebut dan dokumen pendukung sebagaimana disyaratkan oleh masing-masing PPHLN, Direktur Jenderal Perbendaharaan mengajukan APD kepada PPHLN.
b.
Berdasarkan APD, PPHLN melakukan penggantian (reimbursement) untuk untung Rekening PPP, serta mengirimkan asli debet advice kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tembusan kepada Bank Indonesia. Atas dasar debet advice ini, Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan SPM dan disampaikan kepada Bank Indonesia.
c.
Bank Indonesia berdasarkan SPM tersebut membuat Nota Perhitungan dan membukukan: Debet : Rekening BUN
III-56
Kredit : Rekening BUN Dalam Nota Perhitungan dicantumkan Nomor dan Tanggal SPM. Nota Perhitungan ini kemudian disampaikan segera kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan PPA. 3.2.4 Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dengan Rekening Khusus
Rujukan1: - Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Nomor : 185 /KMK.03 /1995 dan Nomor: KEP.031 /KET/5/1995; Pasal 16
Tata cara Penarikan Pinjaman/Hibah Dengan Rekening Khusus (Spesial Account) adalah sebagai berikut:
a.
Direktur Jenderal Perbendaharaan membuka Rekening Khusus (RK) pada Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk selanjutnya mengajukan permintaan penarikan pertama pinjaman (initial deposit), kepada PPHLN untuk kebutuhan pembiayaan proyek selama periode tertentu atau sejumlah yang sudah ditentukan dalam NPPHLN untuk dibukukan ke dalam RK.
b.
Pemimpin Permintaan
Proyek/pejabat Pembayaran
yang (SPP)
berwenang dengan
mengajukan dilampiri
Surat
dokumen
pendukungnya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Berdasarkan SPP ini, Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan SPM rekening Khusus (SPM-RK) dan disampaikan kepada Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
c.
Atas dasar SPM-RK tersebut, Bank Indonesia atau bank pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan membebani RK untuk dipindahbukukan ke Rekening Rekanan/Rekening Bendaharawan Proyek. Berdasarkan SPM-RK dan Nota Debet, Direktur Jenderal
37. Lihat lampiran 1 no 37, isi sub-bab telah disesuaikan dengan struktrur organisasi
dan tata kerja Departemen Keuangan yang berlaku saat penulisan buku ini.
III-57
Perbendaharaan
membukukan
seluruh
realisasi
SPM-RK
sebagai
d.
Direktur Jenderal Perbendaharaan mengajukan permintaan pengisian kembali RK (replenishment), kepada PPHLN dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana yang disyaratkan masing-masing PPHLN.
e.
Berdasarkan debet advice atas transfer Initial Deposit dan Replenishment yang diterima dari PPHLN :
i.
a)
Nota pemindahbukuan uang: Debet Kredit : Rekening Bank Koresponden : Rekening Khusus
b)
Berdasarkan Surat Kuasa Pembebanan Menteri Keuangan, Bank Indonesia membukukan Nota Perhitungan PHLN: Debet Kredit : Rekening BUN : Rekening BUN
Dalam nota perhitungan dicantumkan nomor dan tanggal APD. Atau ii. Bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan membuat :
a)
Nota pemindahbukuan uang : Debet Kredit : Rekening Bank Koresponden : Rekening Khusus
b)
Laporan Nota Perhitungan PHLN disampaikan segera kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Kemudian Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan Laporan Nota Perhitungan kepada Bank Indonesia untuk dibukukan: Debet Kredit : Rekening BUN : Rekening BUN
III-58
f.
Bank Indonesia menyampaikan Nota Perhitungan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan PPA.
3.3
Pembayaran Pinjaman
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 26.
Pembayaran pokok, bunga dan biaya lainnya dari pinjaman luar negeri Pemerintah dilaksanakan Menteri Keuangan pada saat jatuh tempo sesuai dengan ketentuan dalam NPPLN. Pembayaran ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia berdasarkan permintaan Menteri Keuangan. Dana yang dipergunakan untuk membayar pinjaman luar negeri Pemerintah Indonesia disediakan dalam APBN setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban pembayaran kepada PPLN. Apabila pembayaran pokok, bunga, dan biaya lainnya dari pinjaman luar negeri melebihi perkiraan dana yang disediakan dalam APBN, Departemen Keuangan melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran dimaksud kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembahasan perubahan APBN tahun yang bersangkutan.
3.4
Menteri Keuangan menetapkan pinjaman dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang akan diteruspinjamkan atau diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN sebelum dilakukan negosiasi dengan PPLN/PHLN.
Pinjaman dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang akan diteruspinjamkan dituangkan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) sedangkan Pinjaman dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah (NPH). NPPP dan NPH kemudian ditandatangani oleh Menteri Keuangan dengan Kepala Daerah/Pimpinan BUMN. NPPP dan NPH ditandatangani selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah NPPLN/NPHLN ditandatangani. Salinan NPPP dan NPH yang telah ditandatangani disampaikan oleh Departemen Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya. Jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam NPPP dan NPH dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah atau BUMN. Pemerintah Daerah atau BUMN wajib melakukan pembayaran kembali atas penerusan pinjaman seuai dengan ketentuan yang diatur dalam NPPP.
3.4.1
Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya berasal dari luar negeri dilakukan melalui Perjanjian Penerusan Pinjaman. Dalam menentukan penerusan pinjaman kepada daerah dalam bentuk pinjaman atau hibah, Menteri Keuangan memperhatikan kemampuan
40. Lihat lampiran 1 nomor 7, 23, 68, 69 dan 70.
III-60
membayar kembali daerah dan kapasitas fiskal daerah serta pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Ukuran kemampuan membayar daerah, antara lain Debt Service Coverage Ration (DSCR)1, posisi outstanding pinjaman, dan tunggakan pembayaran kewajiban pinjaman. Setelah memperhatikan hal-hal tersebut Menteri Keuangan menetapkan peta kapasitas fiskal daerah. Ketentuan-ketentuan mengenai penerusan pinjaman kepada daerah ini adalah: a. Perjanjian Penerusan Pinjaman dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah. b. c. Menteri Keuangan menetapkan persyaratan penerusan pinjaman. Persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP). d. NPPP sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai: i. ii. sumber dan jumlah dana; peruntukan;
iii. persyaratan pinjaman; iv. penarikan dana; v. penggunaan dana; vi. pembayaran kembali; vii. monitoring dan evaluasi; viii. pelaporan perkembangan fisik dan keuangan; dan ix. sanksi.
41. Rumus DSCR: { PAD + (DBH - DBHDR ) + DAU}- Belanja Wajib 2,5 DSCR = Angsuran Pokok Wajib + Bunga + Biaya Lain
DSCR = Debt Service Coverage Ratio; PAD = Pendapatan Asli Daerah; DAU = Dana Alokasi Umum; DBH = Dana Bagi Hasil; dan DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi.
III-61
e.
Mata uang Pinjaman dalam NPPP dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing.
f.
Dalam hal NPPP menetapkan bahwa mata uang yang digunakan dalam pengembalian Pinjaman adalah mata uang Rupiah, Pemerintah c.q. Menteri Keuangan menanggung risiko atas terjadinya perubahan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang asing yang digunakan dalam NPPLN.
g.
Dalam hal NPPP menetapkan bahwa mata uang yang digunakan dalam pengembalian pinjaman adalah mata uang Rupiah, tingkat bunga dalam NPPP ditetapkan sesuai dengan tingkat bunga dalam NPPLN ditambah dengan tambahan tingkat bunga Pinjaman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Tambahan nilai tingkat bunga Pinjaman ini dapat ditinjau secara berkala oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan perkembangan nilai tukar mata uang Rupiah.
h.
Dalam hal NPPP menetapkan bahwa mata uang yang digunakan dalam pengembalian Pinjaman adalah mata uang asing, tingkat bunga dalam NPPP ditetapkan sesuai tingkat suku bunga dalam NPPLN ditambah sebesar 0,50% (setengah perseratus) per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
NPPP ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri Keuangan dengan Pemerintah Daerah penerima pinjaman. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menyampaikan salinan NPPP yang telah ditandatangani kepada Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia dan instansi terkait lainnya. NPPLN merupakan satuan kesatuan dokumen yang tidak dapat dipisahkan dari NPPP.
III-62
Tata cara untuk penarikan, penyaluran dan pengembalian pinjaman adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan NPPP, Pemerintah Daerah penerima Pinjaman mengajukan permintaan persetujuan penetapan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SA-PSK) Pinjaman kepada Direktur Jenderal Anggaran. b. Atas dasar penetapan SA-PSK, Pemerintah Daerah menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA ini kemudian diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan. DIPA yang telah disahkan digunakan sebagai dasar pencairan dan/atau penyaluran Pinjaman. c. Penarikan Pinjaman dapat dilakukan melalui tata cara sebagai berikut: i. ii. Pembayaran Langsung (Direct Payment); Pembiayaan Pendahuluan (Pre-Financing);
iii. Rekening Khusus (Special Account); dan/atau iv. Pembukaan Letter of Credit (L/C). d. Berdasarkan NPPP Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Bank Penatausaha menyampaikan surat tagihan pembayaran kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah. Atas dasar surat tagihan pembayaran kembali Pinjaman ini, Pemerintah Daerah melakukan pembayaran melalui Bank Penatausaha. e. Bank Penatausaha meneruskan pembayaran kembali Pinjaman ke Rekening Pembangunan Daerah di Bank Indonesia. f. Pemerintah Daerah menyampaikan bukti setor pembayaran kembali pinjaman kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Penerusan Pinjaman. g. Dalam Direktur hal Pemerintah Daerah tidak melaksanakan kewajiban dengan
pembayaran kembali pinjaman sebagaimana diatur dalam NPPP, Jenderal Perbendaharaan setelah berkoordinasi Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perimbangan
PELAKSANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI III-63
Keuangan akan melakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara yang menjadi hak Daerah bersangkutan. Ketentuan-ketentuan perubahan terhadap tentang NPPP keinginan tentang Pemerintah Daerah perihal dan/atau
realokasi,
pembatalan
perpanjangan tanggal penarikan terakhir, adalah sebagai berikut: a. Pemerintah Daerah mengajukan usul perubahan NPPP kepada Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas, Negara Perencanaan dengan Pembangunan dokumen yang Nasional/Kepala dilengkapi
disyaratkan dan alasan perubahan. b. Berdasarkan usul perubahan tersebut, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas memberi pertimbangan kepada Menteri Keuangan. c. Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk, setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, mengusulkan perubahan NPPLN kepada PPLN, sepanjang dipersyaratkan adanya persetujuan oleh PPLN dan/atau diperlukan perubahan NPPLN. d. Apabila usulan perubahan NPPLN tersebut disetujui oleh PPLN, Menteri Keuangan akan menerbitkan persetujuan perubahan NPPP. e. Dalam hal tidak dipersyaratkan adanya persetujuan oleh PPLN dan/atau diperlukan perubahan NPPLN, Menteri Keuangan dapat melakukan perubahan NPPP.
III-64
3.4.2
Menteri Keuangan menetapkan persetujuan pemberian hibah untuk pendanaan kepada Daerah. Berdasarkan persetujuan pendanaan untuk hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri dituangkan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH). NPPH memuat ketentuan antara lain mengenai: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Tujuan hibah; Jumlah hibah; Sumber hibah; Penerima hibah; Persyaratan hibah; Tata cara pencairan/penyaluran hibah; Tata cara penggunaan hibah; Tata cara pelaporan dan pemantauan hibah; Hak dan kewajiban pemberi dan penerima hibah; dan Sanksi.
Penandatanganan NPPH dilakukan antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dengan Daerah penerima Hibah. Salinan NPPH yang telah ditandatangani disampaikan Direktur Jenderal Anggaran kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Negara/Lembaga terkait serta PPLN dan/atau PHLN. NPPH merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari NPHLN atau NPPLN dan berlaku efektif setelah persyaratan dalam NPHLN atau NPPLN dipenuhi.
42. Lihat lampiran 1 nomor 8, 65, 66 dan 67
PELAKSANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI III-65
Tata cara untuk penarikan, penyaluran dan pengembalian pinjaman adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan NPPH, Daerah penerima Hibah mengajukan alokasi dana kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Anggaran. Berdasarkan pengajuan alokasi dana tersebut, Menteri Keuangan menetapkan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SA-PSK) penerusan Hibah kepada Direktur Jenderal Anggaran. b. Atas dasar penetapan SA-PSK, Daerah menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA ini kemudian diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan. c. DIPA yang telah disahkan digunakan sebagai dasar pencairan dan/atau penyaluran Hibah. d. Penarikan Hibah dapat dilakukan melalui tata cara sebagai berikut: i. ii. Pembayaran Langsung (Direct Payment); Rekening Khusus (Special Account); dan/atau
iii. Pembukuan Letter of Credit (L/C) e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan Hibah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. f. Penerimaan Hibah oleh Daerah dikelola dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. g. Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab Daerah dalam pelaksanaan hibah, Daerah penerima Hibah wajib menyediakan dana pendamping yang dipersyaratkan. h. Kegiatan yang didanai dengan Hibah dan dana pendamping
dianggarkan dalam APBD. Apabila Daerah tidak menganggarkan dana ini maka pencairan Hibah tidak dapat dilakukan. Dana pendamping ini dicantumkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD).
III-66
i.
Dalam hal Hibah berupa barang, pengiriman barang harus dilengkapi dengan berlaku. dokumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
j.
Dalam hal Hibah berupa jasa konsultan dan jasa lainnya, Daerah menyediakan fasilitas penunjang untuk kelancaran pekerjaan.
k.
Penerimaan Hibah oleh Daerah dicatat sebagai pendapatan Hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah pada APBD. Penerimaan Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dicatat berdasarkan harga perolehan atau taksiran nilai wajar barang dan/atau jasa tersebut. Penerimaan Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa selain dicatat sebagai pendapatan hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah pada saat yang sama dicatat sebagai belanja dengan nilai yang sama.
l.
Barang yang diterima dari Hibah diakui dan dicatat sebagai barang milik daerah pada saat diterima.
m. Penerimaan Hibah dalam bentuk uang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas. n. Penerimaan Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran. o. Transaksi penerimaan Hibah dan penerusannya ke Daerah
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. p. Dalam hal Hibah tidak termasuk dalam perencanaan Hibah pada tahun anggaran berjalan, Hibah harus dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Keuangan. q. Tata cara akuntansi dan pelaporan keuangan yang terkait dengan Hibah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah. Ketentuan-ketentuan usulan perubahan lingkup pekerjaan dan alokasi biaya sebagaimana telah ditetapkan NPPH, adalah sebagai berikut:
III-67
a.
Daerah dapat mengajukan perubahan NPPH disertai alasan perubahan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. Usulan perubahan hanya dapat disetujui apabila tidak menambah jumlah Hibah dan tujuan penggunaan Hibah.
b.
Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan persetujuan perubahan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Negara/Lembaga terkait serta PHLN atau PPLN.
3.4.3
Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri yang diteruskan kepada BUMN dan harus dibayar kembali kepada Pemerintah ditetapkan sebagai berikut: a. Dalam hal PHLN diteruskan sebagai pinjaman dalam valuta asing, pokok pinjaman dihitung dan dibayar dalam valuta asing sesuai dengan jumlah valuta asing yang telah ditarik sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman; atau b. Dalam hal PHLN diteruskan sebagai pinjaman dalam Rupiah, pokok pinjaman dihitung dan dibayar dalam rupiah yang jumlah keseluruhannya sama besar dengan jumlah nilai lawan rupiah dari PHLN yang ditarik dan diperhitungkan dengan kurs jual Bank Indonesia dan atau realisasi rupiah pada setiap tanggal penarikan. Untuk tingkat bunga penerusan pinjaman luar negeri yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan didasarkan atas penggolongan sebagai berikut:
III-68
a.
Apabila penerusan pinjaman kepada penerima pinjaman dalam valuta asing maka tingkat bunga yang harus dibayar sesuai dengan tingkat bunga pinjaman pemerintah kepada PPHLN ditambah 0,50% (persen) per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
b.
Apabila penerusan pinjaman kepada penerima pinjaman dalam rupiah, maka tingkat bunga yang ditetapkan sebagai berikut: i. Untuk BUMN yang termasuk kategori sehat/sehat sekali, tingkat bunga penerusan pinjaman sama dengan tingkat bunga SBI ditambah 1% (persen) per tahun; ii. Untuk BUMN perbankan tingkat bunga penerusan pinjaman sama dengan tingkat SBI atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan iii. Untuk penerima pinjaman yang tidak termasuk kategori i dan ii di atas, akan ditetapkan kasus per kasus sesuai dengan kelayakan proyek.
Pinjaman dan/atau hibah luar negeri Pemerintah yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.5
Mekanisme pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan proyek pinjaman dan/atau hibah luar negeri telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ketentuan-ketentuan pokok tentang pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri adalah sebagai berikut: a. Pengadaan barang/jasa pada umumnya dilakukan setelah
NPPLN/NPHLN disepakati pemerintah RI dan pemberi pinjaman/hibah kecuali untuk beberapa pinjaman bilateral. b. Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri dan dilakukan setelah penandatangan NPPLN/NPHLN, pelaksanaannya harus mengikuti ketentuan-ketentuan (guidelines) dari pemberi pinjaman dan atau ketentuan lain yang disepakati oleh Pemerintah RI dengan pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam NPPLN/NPHLN beserta dokumen persiapan maupun dokumen-dokumen proyek dalam rangka pelaksanaan proyek terkait. c. Ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tetap berlaku sepanjang sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuanketentuan (guidelines) dari pemberi pinjaman dan atau ketentuan lain yang disepakati oleh Pemerintah RI dengan pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam NPPLN/NPHLN beserta dokumen persiapan maupun dokumen-dokumen proyek dalam rangka pelaksanaan proyek terkait. d. Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan pinjaman/hibah luar negeri untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan. e. Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian maupun seluruhnya dengan pinjaman/hibah luar negeri untuk masa pelaksanaan pekerjaan melebihi 1 (satu) tahun anggaran, maka di dalam perjanjian/kontrak tersebut harus mencantumkan tahun anggaran pembebanan dana. f. Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat diubah dalam bentuk rupiah dan sebaliknya kontrak dalam bentuk rupiah tidak dapat diubah dalam bentuk valuta asing, Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat membebani dana rupiah murni dan
PELAKSANANAAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
III-70
Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang dan jasa di dalam negeri tidak dapat dilakukan dalam bentuk valuta asing. Pengecualian untuk ketentuan ini harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran. g. Perjanjian/kontrak dengan dana kredit ekspor yang sudah
ditandatangani tidak dapat dilaksanakan apabila naskah perjanjian pinjaman luar negeri (NPPLN) belum ditandatangani. h. Apabila pengadaan barang/jasa hanya dapat dilakukan di negara pemberi pinjaman, agar diusahakan semaksimal mungkin penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri dan mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional. i. Pengadaan barang/jasa yang akan dibiayai dengan kredit ekspor harus dilakukan melalui cara pelelangan internasional. j. Pengadaan barang/jasa yang dibiayai sebagian atau seluruhnya dari kredit ekspor harus merupakan proyek prioritas yang tercantum dalam DRPPHLN yang diterbitkan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan/Bappenas dan baru dapat dilaksanakan setelah alokasi pembiayaan kredit ekspor disetujui. k. Pembiayaan yang diperlukan untuk pembelanjaan lokal (local
expenditure) yang tidak dibiayai kredit ekspor harus dijamin ketersediaan dana pendampingnya oleh instansi pelaksana proyek dari bagian anggarannya. l. Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya dilakukan dengan persaingan sehat dengan persyaratan yang paling menguntungkan negara dan mengupayakan penggunaan komponen dalam negeri dan penyedia barang/jasa nasional. m. Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya harus dilakukan di dalam negeri.
III-71
n.
Pengadaan
barang/jasa
melalui
pelelangan
internasional
agar
mengikutsertakan penyedia barang/jasa internasional. o. Peserta pelelangan internasional memasukan penawaran administratif, teknis, harga dan penawaran sumber pendanaannya yang persyaratannya sesuai dengan ketentuan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyangkut antara lain: jenis proyek yang memenuhi syarat untuk memperoleh pendanaan dari kredit ekspor maupun trade-related aid, jangka waktu pengembalian maksimum yang dapat diberikan; besarnya insurance premium, interest rate dan sebagainya. p. Penawaran: i. Tahap-tahap penyiapan pelelangan sepenuhnya mengacu kepada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003; ii. Penawaran disampaikan dalam dua tahap, yaitu persyaratan administrasi dan teknis disampaikan pada tahap pertama, sedangkan harga penawaran dan penawaran sumber pendanaanya (kondisi dan syarat pinjaman) disampaikan pada tahap kedua setelah ditetapkan penawar yang memenuhi syarat teknis. q. Tender internasional dapat ditiadakan, apabila: i. Proyek yang bersangkutan hanya dapat diperoleh dari penyedia tertentu dan tidak ada alternatif lainnya. ii. Pengadaan ulang (repeat order), dengan ketentuan bahwa syaratsyarat teknis, harga dan syarat-syarat pinjaman sama atau lebih baik daripada pengadaan semula. r. Sebelum kontrak ditandatangani oleh pemenang lelang yang telah ditetapkan, penawaran pembiayaan dievaluasi kembali dan kalau perlu dinegosiasikan kembali oleh Departemen Keuangan untuk meneliti komponen-komponen maturity, grace period, repayment period, interest rate, commitment fee dan management fee dikaitkan kemampuan membayar
III-72
kembali dan proyeksi keuangan negara, khususnya berkaitan dengan besarnya cicilan dan jatuh tempo pinjaman. s. Untuk pengadaan barang/jasa internasional yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, besarnya rujukan harga untuk barang produksi dalam negeri setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) di atas harga penawaran barang impor, tidak termasuk bea masuk.
3.6
Perpajakan
Rujukan1: - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 pasal 3 - Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1955; pasal 1(I) dan pasal 5. - Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001; pasal 1. - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/ KMK.04/ 2000; pasal 2 ayat 1 dan 2.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang tidak termasuk sebagai subyek pajak adalah sebagai berikut: a. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; b. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan; c. Perusahaan Jawatan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Internasional tertentu yang ditetapkan dengan
Organisasi-organisasi
memenuhi syarat sebagai berikut: a. b. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota Organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau kebudayaan bukan merupakan subyek pajak penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a. Kerjasama tersebut memberi manfaat pada Negara/Pemerintah
Indonesia, dan b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2001 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri, antara lain mengatur: a. Bea masuk dan bea masuk tambahan yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan; b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor serta penyerahan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; c. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek
III-74
Pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1955 tentang Pengaturan Pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Umum untuk Pegawai dan Tenaga Ahli Asing Tertentu disebutkan, sebagai berikut: a. Pembebasan bea masuk untuk barang-barang yang didatangkan dan ditujukan untuk tenaga ahli, pejabat, pegawai luar negeri yang bekerja pada badan-badan asing, internasional, dan/atau yang dan/atau bekerja perwakilan pada negara/ Pemerintah proyek-proyek
Pemerintah kerjasama dengan negara/lembaga/organisasi internasional; b. Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga/badan asing/internasional tersebut diatur oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, apabila suatu organisasi internasional ingin mengajukan status sebagai bukan subyek pajak penghasilan, harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dengan mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan. Fasilitas PPN dan PPn BM tidak dipungut atas impor dan penyerahan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan proyek bantuan luar negeri, dapat diberikan apabila proyek tersebut berstatus proyek Pemerintah dan tercantum dalam DIPA atau dokumen yang dipersamakan dengan DIPA termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (P3) atau Subsidiary Loan Agreement (SLA).
III-75
III-76
Pemantauan dan evaluasi pinjaman luar negeri adalah merupakan proses terakhir dari siklus suatu proyek. Untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan dalam pelaksanaan suatu proyek, fungsi pemantauan dan evaluasi menjadi sangat penting. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang dimaksud dengan Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan. Sedangkan yang dimaksud dengan Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output) dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar1. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan adalah Nasional Nomor: PER. 005/M.PPN/06/2006, menyediakan Pemantauan suatu pengamatan perkembangan dan/atau suatu
pencermatan yang dilakukan secara terus menerus atau berkala untuk informasi tentang status program/kegiatan, serta mengidentifikasi permasalahan yang timbul dan merumuskan tindak lanjut yang dibutuhkan. Sedangkan yang dimaksud dengan Evaluasi adalah rangkaian kegiatan yang secara sistematis
46. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, Bab I Ketenteuan Umum Pasal 1 angka 2 dan angka 3.
IV-77
mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja kegiatan1. Dalam praktiknya, selama ini baru fungsi Pemantauan yang sudah dilakukan secara aktif yang ditunjang oleh keluarnya beberapa peraturan maupun Undang-Undang mengenai kegiatan pemantauan. Sementara fungsi evaluasi sampai saat ini hampir belum banyak dilakukan terhadap suatu proyek dalam rangka memberi masukan bagi proses perencanaan selanjutnya, walaupun dalam sedikit peraturan mengenai pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri kegiatan evaluasi ini juga disinggung.
Rujukan peraturan-peraturan yang digunakan pada bab ini: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; - Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1986 tentang Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri - Keputusan Presiden Nomor 74 tahun 1993 tentang perubahan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1986 tentang Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
IV-78
4.1
Pemantauan
Rujukan1: - Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006; pasal 23 sampai dengan pasal 25. - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 37 sampai dengan pasal 41.
Proses pemantauan dimulai sejak ditandatanganinya Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri/Loan Agreement (NPPLN) suatu proyek. Dalam proses pemantauan, pelaksana proyek diminta untuk memberikan laporan mengenai perkembangan penyelesaian kontrak pengadaan barang dan jasa, realisasi fisik, penyerapan dana, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Laporan mengenai pelaksanaan proyek tidak hanya dilaksanakan oleh pelaksana proyek namun juga oleh Departemen Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia yang saling berkoordinasi satu sama lain. Realisasi penyerapan pinjaman luar negeri dikoordinasikan antara Bappenas dan Departemen Keuangan, sementara Bank Indonesia melaporkan secara periodik mengenai realisasi penarikan dana valuta asing dalam rangka pinjaman luar negeri serta kewajiban pembayaran pemerintah kepada pemberi pinjaman. Dalam praktiknya, selama beberapa tahun Tim P4DLN cukup efektif dalam melakukan tugasnya untuk mendorong kelancaran pelaksanaan suatu proyek. Akan tetapi, banyaknya kegiatan perkembangan Tim P4DLN serta terjadinya perubahan/ Kegiatan pergeseran peran Bappenas dalam pemerintahan dan pengelolaan anggaran pemerintahan, juga semakin surut. pemantauan saat ini lebih banyak dilakukan oleh Bappenas sebagai institusi dan bukan merupakan kegiatan dalam kerangka Tim P4DLN yang melibatkan semua anggota tim. Hal ini berkaitan dengan Keputusan Menteri Negara
IV-79
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Ketua
Bappenas
Nomor
KEP-
132/KET/7/1996 tentang Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-Proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri telah dibentuk Kelompok Kerja TP4DLN dengan Ketua Deputi Bidang Kerjasama Luar Negeri Bappenas dan Ketua Sekretariat adalah Kepala Biro Pemantauan Pelaksanaan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri Bappenas. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 mengatur masalah pemantauan dan evaluasi yang tercakup dalam Bab VII mengenai Pelaporan, Monitoring, Evaluasi, dan Pengawasan, yaitu sebagai berikut: a. Kementerian Negara/Lembaga pelaksana kegiatan menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional secara triwulan mengenai proses pengadaan barang/jasa, realisasi penyerapan pinjaman, dan kemajuan fisik kegiatan. b. Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga pelaksana kegiatan melakukan monitoring dan evaluasi triwulan. c. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengeluarkan Laporan Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang dibiayai pinjaman dan/atau hibah luar negeri secara triwulan yang memuat perkembangan pelaksanaan kegiatan dan langkah tindak lanjut yang diperlukan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. d. Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Gubernur Bank
Indonesia mengeluarkan Laporan Realisasi Penyerapan pinjaman dan/atau hibah luar negeri secara triwulan atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri. e. Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengambil langkah penyelesaian pelaksanaan kegiatan yang lambat atau penyerapan pinjaman.penyerapan pinjaman yang rendah, termasuk melakukan pembatalan pinjaman.
IV-80
f.
Instansi pengawas internal dan eksternal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan/penggunaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hasil pengawasan ini kemudian dilaporkan kepada instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disebutkan dalam paragraf sebelum ini bahwa proses pemantauan dimulai setelah NPPLN ditandatangani. Walaupun demikian, dalam upaya perbaikan kinerja suatu kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan hibah luar negeri, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006, Bappenas menerbitkan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 yang didalamnya kegiatan pemantauan sudah dimulai sejak tahap perencanaan sampai dengan berakhirnya suatu kegiatan. Hal-hal yang diatur pada dasarnya sama dengan peraturan-peraturan sebelumnya dengan beberapa penyempurnaan yaitu: a. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi pemantauan atas kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang meliputi pemantauan perencanaan serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. b. Pemantauan perencanaan kegiatan yang meliputi pemantauan
perkembangan atas proses perencanaan kegiatan ini dilakukan untuk menjaga konsistensi sasaran kegiatan yang direncakan dengan sasaran kegiatan yang tercantum dalam NPPLN/NPHLN. c. Pemantauan perkembangan atas proses perencanaan kegiatan meliputi penyusunan DRPHLN-JM, sinkronisasi DRPHLN-JM dengan program calon PPLN/PHLN, peningkatan DRPPHLN, kesiapan Rencana Pelaksanaan Kegiatan, Kegiatan, penyusunan penyusunan Daftar
pelaksanaan Negosiasi, penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan, dan penyusunan dokumen RPK-PHLN. d. Pemantauan perencanaan kegiatan dilakukan melalui koordinasi dengan Menteri Keuangan, instansi pengusul dan calon PPLN/PHLN.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
IV-81
e.
Pemantauan
dan
evaluasi
pelaksanaan
kegiatan
mencakup
perkembangan realisasi penyerapan dana, perkembangan pencapaian pelaksanaan fisik, perkembangan proses pengadaan barang dan jasa, permasalahan/kendala yang dihadapi dan langkah tindak lanjut yang diperlukan dengan mengacu pada dokumen RPK-PHLN. f. Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam Laporan Pelaksanaan Kegiatan. g. Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/ Direksi BUMN menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan secara triwulanan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. h. Periode akhir triwulan satu adalah 31 Maret, akhir triwulan dua adalah 30 Juni, akhir triwulan tiga adalah 30 September, dan akhir triwulan empat adalah 31 Desember. i. Petunjuk pelaporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dan petunjuk pengisiannya ditentukan lebih lanjut oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. j. Pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan melalui rapat berkala, pelaporan pelaksanaan kegiatan dan kunjungan lapangan. k. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyelenggarakan rapat pemantauan pada setiap berakhirnya triwulan yang bersangkutan dengan pejabat penanggung jawab pelaksana kegiatan, Kementerian Keuangan dan instansi terkait lainnya. l. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan evaluasi atas hasil pelaksanaan pemantauan dan berdasarkan hasil evaluasi ini dikeluarkan Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri secara triwulan.
IV-82
m. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dapat melakukan langkahlangkah percepatan pelaksanaan untuk kegiatan yang lambat pelaksanaannya dan/atau rendah penyerapan dananya. n. Untuk kegiatan yang lambat pelaksanaannya atau rendah penyerapan dananya sehingga diperkirakan akan mengakibatkan penyimpangan dari rencana pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam NPPLN/NPHLN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional meminta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN penanggung jawab kegiatan untuk mengusulkan langkah-langkah penyelesaian. Langkah-langkah penyelesaian ini kemudian disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan. o. Berdasarkan hasil penilaian atas usulan langkah-langkah penyelesaian dan/atau hasil penilaian atas kegiatan yang lambat penyelesaiannya atau rendah penyerapan dananya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengusulkan kepada Menteri Keuangan langkah yang berupa: i. perubahan sasaran kegiatan dari sasaran yang tercantum dalam NPPLN/NPHLN; ii. pengurangan alokasi dana pinjaman/hibah dari alokasi dana yang tercantum dalam NPPLN/NPHLN; dan iii. pembatalan sebagian atau seluruh kegiatan yang tercantum dalam NPPLN/NPHLN.
4.2
Evaluasi
Rujukan1: - Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006; pasal 42 sampai dengan pasal 44.
Sebagaimana disebutkan di atas, fungsi evaluasi sampai saat ini hampir belum banyak dilakukan terhadap suatu proyek dalam rangka memberi
49. Lihat lampiran 1 nomor 61.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI IV-83
masukan bagi proses perencanaan selanjutnya, walaupun dalam sedikit peraturan mengenai pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri kegiatan evaluasi ini disinggung, namun belum ada pasal-pasal yang secara jelas menguraikan kegiatan evaluasi ini. Peraturan yang menguraikan mengenai kegiatan evaluasi dalam Bab tersendiri baru terdapat pada Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor PER.005/M.PPN/06/2006. Dalam Bab yang berjudul Evaluasi Hasil Pelaksanaan Kegiatan itu diuraikan hal-hal sebagai berikut: a. Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala
Daerah/Direksi BUMN penanggung jawab kegiatan, melakukan evaluasi akhir atas pencapaian sasaran kegiatan yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi akhir ini disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional paling NPPLN/NPHLN berakhir. b. Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala lambat 6 (enam) bulan setelah
Daerah/Direksi BUMN penanggung jawab kegiatan melakukan evaluasi atas dampak pelaksanaan kegiatan. Hasil evaluasi ini kemudian disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional paling lambat 1 (satu) tahun setelah NPPLN/NPHLN berakhir. c. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyusun evaluasi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri berdasarkan hasil evaluasi Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN. Hasil evaluasi ini kemudian dipergunakan sebagai bahan untuk perencanaan tahap selanjutnya.
IV-84
4.3
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 terdapat peraturan mengenai Transparansi dan Akuntabilitas dalam suatu proses pengadaan pinjaman/hibah luar negeri. Ketentuan ini mengatur bahwa Menteri Keuangan menyelenggarakan publikasi informasi mengenai pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Publikasi informasi ini antara lain meliputi: a. b. Kebijakan pinjaman dan/atau hibah luar negeri; Jumlah hibah luar negeri, posisi pinjaman luar negeri, termasuk jenis valuta, struktur jatuh tempo, dan komposisi suku bunga; c. d. Sumber pinjaman dan/atau hibah luar negeri; dan Jenis pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
IV-85
LANGKAH PERBAIKAN
Percepatan penyusunan UU yang mengatur secara khusus pengelolaan PHLN. Penyusunan buku implementation plan (brown book) dan perbaikan mekanisme atau koordinasi untuk memperkuat keterkaitan perencanaan dan penganggaran. Menetapkan ketetntuan Keterbukaan Informasi dalam kebijakan mengenai pengelolaan PHLN. Menyusun kebijakan mengenai reward and punishment terhadap pelaksanaan proyek-proyek PHLN. Menetapkan ketentuan Readiness Criteria sehingga dapat secara seragam dan konsisten diterapkan ke seluruh proyek proyek PHLN. Memperkuat fungsi front office, back office, dan middle office pengelolaan pinjaman luar negeri pada berbagai instansi terkait. Mempertegas konsep one gate policy pada aspek pengusulan proyek. Memperkuat kemampuan unit lembaga yang melakukan pengelolaan risiko.
2. KELEMBAGAAN
1. KEBIJAKAN
Peningkatan kemampuan SDM melalui programprogram training yang sistematis dan terarah.
Penyediaan ahli hukum/lawyer yang mempunyai kemampuan dalam bidang hukum internasional dan mengerti aspek manajemen proyek. Adanya surat penugasan secara resmi yang menjamin bahwa staff yang bersangkutan akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek hingga akhir proyek. Membangun sistem database yang terintegrasi dan selalu updated sesuai fungsi yang terkait pada tahap perencanaan, pelaksanaan ataupun evaluasi. Menyusun peraturan dan pedoman yang cukup rinci baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi meliputi petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, standar sistematika dan format dokumendokumen yang diperlukan. Menyediakan secara bertahap pendanaan dari APBN untuk detil penyiapan proyek yang akan dibiayai
4. SARANA PENDUKUNG
IV-86
Calon PPHLN
Menteri PPN
Menkeu
K/L
Pemda
BUMN
NPPLN/NPHLN
RPK-PHLN
Pemantauan Koordinasi
Pemantauan Perencanaan Pemantauan dan Evaluasi
Koordinasi
Koordinasi
LaporanPelaksanaanKegiatan
IV-87
IV-88
BAB V PENUTUP
Merencanakan suatu proyek pinjaman/hibah luar negeri tidak cukup hanya dengan memahami bagaimana proyek tersebut diformulasikan dan dituangkan dalam suatu proposal. Lebih dari itu, pemahaman yang komprehensif terhadap keseluruhan proses pinjaman/hibah luar negeri itu menjadi suatu hal yang penting untuk dipahami pula. Sehingga, pertimbangan bagi kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah/BUMN tidak hanya terfokus pada aspek teknis dari proyek yang diusulkan semata, tetapi juga perlu memahami bagaimana meletakkan proyek tersebut dalam konteks perencanaan instansi yang bersangkutan secara menyeluruh. Hal ini penting, mengingat proyek pinjaman/hibah luar negeri tidak dapat dilepaskan dari pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan rencana pembangunan nasional yang saat ini dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Disamping itu, pemahaman bagaimana pemrosesan proyek pinjaman/hibah luar negeri dilakukan juga tidak dapat dikesampingkan. Saat ini terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait baik secara langsung atau tidak langsung dengan pinjaman/hibah luar negeri. Demikian pula dengan muatan atau substansi dari peraturan perundang-undangan tersebut, mencakup berbagai aspek baik yang memuat aspek kebijakan maupun yang bersifat mekanisme dan prosedural. Sehingga, apabila digambarkan dalam suatu siklus proyek dengan model perencanaan persiapan pelaksanaan pemantauan akan tampak bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan tersebut di masing-masing tahapan.
PENUTUP
V-89
Dari pengalaman selama ini, pemahaman yang bersifat parsial tehadap siklus tersebut serta terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimana relevansi dari peraturan tersebut dalam konteks siklus diatas seringkali bermuara pada munculnya berbagai persoalan di tahapan siklus proyek. Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman terhadap proses
penyusunan proyek pinjaman/hibah luar negeri, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral menyusun suatu panduan yang dapat digunakan sebagai referensi bagi berbagai instansi pemerintah di pusat dan di daerah serta BUMN/BUMD dalam menyusun proyek pinjaman/hibah luar negeri. Panduan ini memuat berbagai peraturan perundang-undangan dan
penerapannya di masing-masing tahapan sesuai siklus yang selama ini dijadikan sebagai model. Hal yang perlu dicermati selanjutnya adalah proses pinjaman/hibah luar negeri membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai tahap pelaksanaan. Secara umum, waktu yang diperlukan antara 12 tahun dari persiapan hingga pelaksanaan. Diharapkan panduan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih bagi pihak yang akan melakukan pinjaman/hibah luar negeri, yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proyek pinjaman/hibah luar negeri yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
IV-90
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BUKU -, Kumpulan Peraturan Keuangan Keuangan Daerah, APK Production. Rifa Surya, Rukijo, Joko Tri Haryanto, Kompilasi Undang-Undang Bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan Dan Pemerintahan Daerah, Jakarta, PT. Mandhakakya Indonesia Muda.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1955 tentang Peraturan Pembebasan dari Bea Masuk dan Bea Keluar Umum untuk Keperluan Golongan-Golongan Pejabat dan Ahli Bangsa Asing yang Tertentu, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Repulbik Indonesia Nomor 821.
DAFTAR PUSTAKA
91
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2001 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4092. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4597.
92
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663. Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 8 Tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri. Republik Indonesia, Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212. Republik Indonesia, Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No.
PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 259/KMK.017/1993 tentang Penerusan Pinjaman, Tingkat Bunga dan Jasa Penatausahaan Penerusan Pinjaman dalam Rangka Bantuan Luar Negeri. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000 tentang Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
93
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Hibah kepada Daerah. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri.
94
DAFTAR PUSTAKA