You are on page 1of 39

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Minyak Atsiri merupakan suatu minyak yang mudah menguap (volatile oil) biasanya terdiri dari senyawa organik yang bergugus alkohol, aldehid, keton dan berantai pendek. Minyak atsiri dapat diperoleh dari penyulingan akar, batang, daun, bunga, maupun biji tumbuhan, selain itu diperoleh juga terpen yang merupakan senyawaan hidrokarbon yang bersifat tidak larut dalam air dan tidak dapat disabunkan. Mutu minyak atsiri dicerminkan oleh karateristik sifat fisiko kimianya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri adalah mutu bahan baku, proses pengolahan (metode dan kondisi proses), penanganan bahan baku, penanganan minyak (hasil olah) yang mencakup pengemasan, penyimpanan, dan perlakuan minyak tersebut sebelum disimpan, misalnya penjernihan dan pemurnian. Setiap jenis minyak atsiri memiliki sifat khas tersendiri tergantung dari persenyawaan kimia yang menyusunnya. Untuk itu dibutuhkan pengujian mutu minyak atsiri dengan cara menganalisa sifat fisiko-kimia minyak tersebut. Mutu minyak atsiri didasarkan atas kriteria atau bahasan yang dituang di dalam standar mutu. Dari sifat fisik dapat diketahui keaslian minyak atsiri tersebut, sedangkan dari sifat kimianya dapat diketahui secara umum komponen kimia yang terdapat didalamnya. Komposisi kimia minyak atsiri akan menentukan nilai (harga) dan kegunaan minyak tersebut.

B. Tujuan Pada praktikum ini akan dilakukan analisa terhadap berbagai jenis minyak atsiri untuk mengetahui mutu minyak atsiri yang terdiri dari analisa fisik dan kimia, yaitu warna minyak, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol, sisa penguapan, bilangan asam, bilangan ester, penentuan jumlah komponen dengan KLT (Khromatografi Lapis Tipis), serta penentuan jumlah komponen dengan GC(Gas Chromatography). BAB II METODOLOGI

A. Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan pada praktikum analisa minyak atsiri ini adalah neraca, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, piknometer, refraktometer, polarimeter, penangas air, caan porselein, erlenmeyer, pendingin balik, buret, hotplate, pipa kapiler, chamber, sprayer, dan lampu UV. Bahan yang dipergunakan pada praktikum kali ini adalah contoh minyak atsiri, kertas saring, akuades, KOH 0,1 N, KOH 0,5 N, HCl 0,5 N, PP 1%, heksan, asetil asetat, vanillin sulfat, etanol, plat sillika gel G 60 F254 tebal 0,25 mm, dan asam sulfat.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan [Terlampir] B. Pembahasan Mutu minyak atsiri dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Sifat fisik yang berpengaruh yaitu penampakan warna dan aroma. Sedangkan sifat kimia yang berpengaruh yaitu putaran optic, indeks bias, bilangan asam, sisa penguapan, GC, KLT, dan kelarutan dalam alkohol. Bobot jenis minyak menunjukkan kerapatan minyak atsiri pada suhu 25 C terhadap kerapatan air suling pada suhu yang sama. Alat yang digunakan adalah piknometer. Bobot jenis minyak umumnya berkisar antara 0.696 -1.119 dan bobot jenis minyak tersebut tidak melebihi nilai 1.000. Penentuan bobot jenis minyak adalah salah satu cara analisa yang dapat menggambarkan kemurnian minyak. Bobot jenis merupakan salah satu indikator untuk menentukan adanya pemalsuan minyak atsiri yang merupakan analisis untuk menggambarkan kemurnian minyak. Penambahan dengan bahan pencampur lain yang mempunyai bobot molekul besar dapat menaikkan bobot jenisnya (Ketaren, 1985). Bobot jenis dipengaruhi berbagai faktor antara lain bobot bahan yang disuling, lama penyulingan maupun interaksi antar keduanya. Prinsip uji bobot jnis adalah perbandingan antara berat miyak dengan berat air pada suhu dan volume yang sama.

Lama penyulingan menentukan jumlah fraksi-fraksi berat yang terkekstraksi. Semakin lama waktu penyulingan, semakin besar bobot jenisnya. Bobot jenis berbagai bahan yang diuji tercantum dalam Tabel 2. Minyak cengkeh memiliki bobot jenis 1,0811; minyak sereh 0,5394; minyak kayu putih 0,5478; minyak lemon 0,8463; dan minyak mawar sebesar 0,3130. Berdasarkan SNI (2006) bobot jenis minyak cengkeh berkisar antara 1,025-1,049, kisaran ini lebih tinggi dari hasil yang diujikan. Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena perbedaan mutu dari cengkeh yang diujikan pada praktikum dengan cengkeh yang menjadi standar. Sementara pada minyak sereh wangi sesuai dengan SNI (1998) memiliki bobot jenis sebesar 0,876-0,919. Hasil percobaan menghasilkan data yang lebih rendah dari data standar. Hal ini dapat terjadi akibat perbedaan mutu bahan yang diujikan atau adanya perbedaan alat yang digunakan untuk menguji bahan. Berdasarkan SNI (2006) standar mutu minyak kayu putih memiliki bobot jenis berkisar 0,90-0,930. Hal ini sesuai tidak sesuai dengan data hasil percobaan, dimana data yang didapatkan lebih rendah dari standar. Minyak lemon sesuai dengan International Flavors dan Fragrances (1995) dalam Djuanita (1995) memiliki berat jenis dengan kisaran 0,845-0,853. Pada minyak mawar memiliki bobot jenis sebesar 0,889. Data yang didapatkan dalam uji lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan. Perbedaan data ini dapat disebabkan oleh perbedaan mutu minyak bahan yang diujikan, adanya kesalahan dalam pengamatan dan/atau perbedaan standar alat uji yang digunakan.

Parameter mutu selanjutnya yang diujikan adalah warna minyak. Warna minyak atsiri dipengaruhi oleh jenis bahan yang diekstrak serta metode penyulingannya. Minyak dengan kualitas yang bagus memiliki tingkat kecerahan warna yang cukup tinggi. Pengujian warna minyak dilakukan dengan pengamatan secara fisik. Warna minyak cengkeh yang diamati pada praktikum adalah kuning bening. Berdasarkan standar mutu minyak daun cengkeh (2006) syarat warna minyak adalah kuning mudacokelat. Data ini dianggap sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga dapat disimpulkan bahwa warna minyak daun cengkeh telah memenuhi persyaratan mutu. Bahan selanjutnya yang diujikan adalah minyak sereh. Standar mutu minyak sereh wangi (1998) menyatakan bahwa warna sereh wangi adalah kuning-kuning kecoklatan. Hasil pengujian praktikum memperlihatkan warna minyak sereh adalah kuning bening, sehingga dapat disimpulkan bahwa warna minyak cengkeh telah memenuhi syarat standar mutu. Bahan selanjutnya adalah minyak kayu putih. Hasil pengamatan terhadap minyak kayu putih memperlihatkan warna hijau bening. Hal ini tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI (2006) yaitu berwarna kuning muda. Perbedaan ini dapat terjadi adanya perbedaan mutu bahan yang diujikan, atau adanya perubahan mutu minyak sampel selama penyimpanan. Minyak lemon memperlihatkan warna kuning bening. Data yang dikemukakan Guenther (1974) bahwa warna minyak lemon dengan mutu baik mempunyai kisaran warna antara kuning kecoklatan sampai kuning kehijauan. Berdasarkan teori standar, minyak lemon yang diuji memiliki mutu yang baik. Bahan selanjutnya yang diuji adalah minyak mawar. Hingga saat ini

belum ditemukan literatur atau hasil penelitian yang menyebutkan standar mutu warna minyak mawar. Adanya perbedaan warna hasil uji sampel dengan standar mutu dapat terjadi akibat kesalahan persepsi warna, perubahan warna akibat penyimpanan atau kemasan, atau adanya kesalahan dalam perlakuan. Salah satu parameter untuk menguji keaslian minyak adalah dengan mengamati indeks bias minyak sampel. Indeks bias minyak atsiri adalah perbandingan antara sinus sudut jatuh dan sinus sudut bias jika seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu jatuh dari udara ke minyak dengan sudut tertentu. Alat untuk mengukur indeks bias adalah refraktometer (Guenther, 1987). Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnet dari atom-atom di dalam molekul cairan.Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak (Ketaren, 1986).Penetapan indeks bias dilakukan ketika adanya cahaya yang melewati media kurang padat ke media padat kemudian sinar tersebut akan membelok atau membias menuju garis normal. Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias (Ketaren, 1986). Metode ini dilakukan dengan mengukur sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. Berdasarkan hasil pengamatan indeks bias seluruh minyak memiliki nilai yang bervariasi dengan interval yang berdekatan. Hal ini disebabkan bahan dasar minyak yang memiliki nilai relatif konstan terhadap pembiasan cahaya. Perbedaan angka umumnya terjadi pada 2

atau 3 angka di belakang koma. Niai indeks bias pada minyak cengkeh adalah sebesar 1,0585. Standar mutu minyak daun cengkeh (SNI, 2006) dengan parameter mutu menyebutkan bahwa nilai yang baik adalah berkisar antara 1,528-1,535. Nilai yang diperoleh ketika uji lebih rendah dari nilai standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil pengamatan, minyak sereh memiliki nilai indeks bias 1,4548; minyak kayu putih 1,4589; minyak lemon 1,4697; dan minyak mawar 1,4662. SNI (1998) menyebutkan bahwa indeks bias mutu minyak sereh yang baik adalah berkisar antara 1,488-1,495, lebih tinggi dari nilai yang diujikan. Nilai mutu standar minyak kayu putih adalah sebesar 1,450-1,470. Nilai hasil uji indeks bias berada dalam rentang tersebut, sehingga dapat disimpulkan sampel minyak kayu putih memiliki mutu baik. Menurut International Flavors dan Fragrances (1995) dalam Djuanita (1995) minyak lemon dengan mutu baik memiliki nilai berkisar 1,472-1,477 pada suhu 20oC. Pengujian dilakukan pada suhu 25oC sehingga hasil uji tidak dapat dibandingkan dengan literatur. Ketaren (1985) menyebutkan bahwa indeks bias minyak mawar memiliki nilai antara 1,5046-1,5190 pada suhu 20oC. Perbedaan suhu menyebabkan perbandingan cukup sulit dilakukan. Adanya perbedaan nilai angka uji dengan standar yang telah ditetapkan dapat terjadi akibat perbedaan suhu yang diujikan dan/atau kebersihan dari alat yang digunakan, serta jenis mutu bahan yang diuji. Perbedaan pengamat dalam menentukan sudut bias bahan juga mempengaruhi hasil uji indeks bias. Selanjutnya paramater untuk menguji keaslian selain indeks bias adalah putaran optik. Setiap jenis minyak atsiri mempunyai

kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya kearah kanan (dextro rotary) dengan tanda (+) atau kearah kiri (levo rotary) dengan tanda (-). Besarnya perputaran bidang polarisasi ini ditentukan oleh jenis minyak, suhu, panjang kolom yang berisi minyak, dan panjang gelombang cahaya yang dipakai. Minyak atsiri yang akan dianalisa harus bebas dari endapan dan suspensi (Ketaren, 1985). Atom C pada senyawa penyusun minyak atsiri mengikat empat gugus berbeda yang disebut sebagai atom C asimetri atau atom C kiral. Penandaan D (dextro) dan L (levo) menunjukkan konfigurasi gugus yang terikat pada atom C asimetri, sedangkan tanda (+) dan (-) menunjukkan arah rotasi cahaya terpolarisasi (Nur, 2004). Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan dan suhu (Guenther, 1987). Prinsip metode putaran optik ini adalah pengukuran sudut bidang dimana sinar terpolarisasi diputar oleh lapisan minyak yang tebalnya 10 cm pada suhu tertentu. Hasil pengujian putaran optik dapat dilihat pada tabel 4. Nilai yang dihasilkan bervariasi, namun semua bernilai negatif. Nilai postif dan negatif bahan bergantung pada arah pemutaran lapisan minyak. Nilai negatif menyatakan arah sinar diputar ke kiri, begitu sebaliknya. Nilai yang dihasilkan oleh minyak cengkeh, sereh, kayu putih, lemon dan mawar berturut-turut adalah -95, -92, -77, -59, dan -28. Hasil pencarian literatur tidak menemukan standar putaran optik pada minyak cengkeh dan minyak kayu putih. Ketaren (1985) mengemukakan bahwa nilai putaran optik minyak mawar adalah sebesar -0054 (-)-2042. Adanya perbedaan tata cara penulisan angka menyebabkan parameter putaran optik pada minyak

mawar sulit untuk dibandingkan. SNI (2006) menyebutkan bahwa nilai putaran optik standar mutu yang baik adalah sebesar -4o- 0o, jauh lebih kecil hasil yang diperlihatkan pada pengujian sampel minyak kayu putih. Nilai standar mutu minyak lemon yang dikemukan International Flavor dan Fragrances (1995) dalam Djuanita(1995) adalah +65 - (+70). Hasil percobaan memperlihatkan nilai yang berbeda. Adanya perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kondisi lingkungan terutama suhu yang menyebabkan pembelokkan cahaya tidak sesuai standar yang ditentukan. Mutu bahan turut mempengaruhi perbedaan pengukuran putaran optik. Faktor yang paing banyak terjadi adalah kesalahan pembacaan atau persepsi mengenai ketepatan warna antar kolom kiri dan kanan oleh praktikan. Minyak umumnya larut pada pelarut organik. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah melarutkan minyak pada alkohol 90%. Uji kelarutan alkohol adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui derajat keaslian dari minyak atsiri yang diuji. Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol pada perbandingan dan konsentrasi tertentu. Dengan demikian, jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah minyak atsiri secara sempurna dapatdiketahui. Umumnya, minyak atsiri yang mengandung persenyawaan oxygenatedterpene lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Pencampuran bahan minyak atsiri dengan bahan-bahan lain dapat mempengaruhi kelarutan. Sebagai contoh, pencampuran minyak sereh wangi dengan petroleum akan menurunkannilai kelarutan minyak tersebut

dalam alkohol 80% dan kahirnya bahan pencampur tersebut terpisah dari minyak atsiri. Hal ini disebabkan adanya polimerisasi selama penyimpanan. Senyawa polimer yang terbentuk akan menurunkan daya larutnya dalam alkohol. Proses polimerisasi mudah terjadi terutama dalam minyak yang mengandung sejumlah besar terpen yang; yangdisebabkan oleh pengaruh cahaya, sinar, dan air dalam minyak (Ketaren, 1986). Pengujian ini dilakukan untuk menguji kemurnian dari minyak bahan. Berdasarkan hasil percobaan minyak cengkeh dapat larut dengan perbandingan 1:1. Data standar mutu yang diperoleh, SNI (2006) mengemukakan bahwa standar mutu minyak cengkeh dengan parameter kelarutan dalam alkohol 70% larut jernih dalam perbandingan 1:2. Adanya perbedaan konsentrasi alkohol yang digunakan dalam pengujian sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan terhadap mutu standar. Hasil pengujian minyak sereh adalah larut pada perbandingan 1:1. SNI (1998) menyebutkan bahwa minyak sereh wangi larut jernih dalam etanol 80% pada perbandingan 1:2. Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda, sehingga tidak dapat dilakukn perbandingan secara langsung. Hasil percobaan terhadap minyak kayu putih adalah larut dengan perbandingan 1:1. Data yang dikemukakan oleh SNI (2006) standar mutu minyak kayu putih kelarutan dalam alkohol 70% adalah 1:1. Perbedaan konsentrasi alkohol pada uji menyebabkan bahan sulit dibandingkan dengan standar mutu. Minyak lemon pada hasil pengujian dihasilkan perbandingan 1:16 dan minyak mawar sebesar 1:1 dengan menggunakan alkhol 90%. Hingga saat ini belum ditemukan hasil penelitian atau literatur yag enyebutkan standar mutu kedua

bahan tersebut. Perbedaan angka rasio antara bahan dengan alkohol terletak pada perbedaan konsentrasi alkohol yang digunakan. Penyetaraan dapat memudahkan perbandingan untuk kedepannya. Pengujian selanjutnya adalah analisis sisa penguapan. Jumlah minyak yang meguap bersama-sama uap air ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan.. Residu penguapan menunjukkan jumlah zat atau senyawa yang tidak dapat diuapkan. Zat-zat ini berasal dari bahan baku minyak yang digunakan akibat kurang baiknya mutu bahan tersebut. Kemungkinan lain dari tingginya residu penguapan ini adalah terjadinya polimerisasi bahan selama proses penyulingan berlangsung karena suhu yang cukup tinggi. Senyawa yang sudah mengalami polimerisasi akan sulit, bahkan tidak dapat mcnguap. Sisa penguapan minyak atsiri adalah banyaknya sisa dari minyak tersebut setelah mengalami penguapan yang dinyatakan dalam persen bobot/bobot (%b/b). Sisa penguapan merupakan senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri yang tidak dapat menguap karena titik uap yang lebih tinggi. Penyulingan lebih lama menghasilkan minyka dengan kandungan seskuiterpen yang bertitik didih tinggi, sehingga sukar menguap pada pengujian sisa penguapan (Ketaren, 1985). Hasil percobaan sisa penguapan dengan menggunakan berbagai minyak dihasilkan pada tabel 6. Sisa penguapan tertinggi terdapat pada minyak lemon dengan sisa sebesar 70,4%. Selanjutnya berturutturut minyak cengkeh, sereh, kayu putih dan mawar adalah

sebesar 6,012%; 27,782; 23,13%; dan 7%. Minyak mawar memiliki sisa penguapan paling rendah. Hingga saat ini belum ditemukan hasil penelitian atau literatur yang menjelaskan standar mutu sisa penguapan bahan minyak atsiri. Pengujian selanjutnya adalah bilangan asam. Menurut Ketaren (1985), sebagian besar minyak atsiri mengandung sejumlah kecil asam organik bebas yang terbentuk secara alamiah atau yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrolisa ester. Bilangan asam suatu minyak didefinisikan sebagai jumlah miligram potasium hidroksida yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram minyak. Bilangan asam dihitung dengan rumus sebagai berikut : Bilangan Asam (%) = (ml KOH * N KOH * 56,1) / bobot contoh Angka 56,1 merupakan berat molekul dari basa yang digunakan (biasanya KOH) sedangkan normalitas 0,1 merupakan normalitas dari KOH itu sendiri. Dalam penentuan bilangan asam, biasanya dipergunakan larutan alkali lemah, untuk menghindari penyabunan persenyawaan ester yang terdapat dalam minyak atsiri. Senyawa phenol akan bereaksi dengan alkali hidroksida, sehingga dapat dipergunakan untuk menentukan adanya senyawa asam fenolat dalam minyak atsiri. Bilangan asam suatu minyak bertambah bila umur minyak atsiri bertambah terutama akibat oksidasi aldehid dan hidrolisa ester. Minyak yang telah dikeringkan dan dilindungi dari pengaruh udara dan cahaya mempunyai jumlah asam organik bebas yang relatif lebih kecil (Ketaren, 1985).

Bilangan asam digunakan untuk mengetahui apakah minyak tersebut telah mengalami hidrolisis atau tidak. Semakin tinggi bilangan asam dalam suatu minyak maka kualitas minyak tersebut akan semakin jelek, dan menunjukan bahwa minyak tersebut sudah rusak. Pengujian terhadap minyak sedap malam dilakukan titrasi KOH hingga 2,3 ml sehingga didapatkan total bilangan asam sebesar 3,24. Angka ini tergolong rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa minyak sedap malam yang diuji masih dalam kondisi baik. Minyak sereh memiliki kualitas yang sudah menurun atau sudah terhidrolisis. Hal ini terlihat dengan cukup tingginya bilangan asam yaitu sebesar 9,58 dengan titrasi KOH sebanyak 6,8 ml. Terjadinya hidrolisis dapat terjadi akibat penyimpanan yang kurang baik atau adanya bahan lain yang bercampur masuk dalam wadah atau kemasan minyak sereh. Minyak kayu putih dan minyak lemon memiliki bilangan asam yang tidak jauh berbeda yaitu berturut-turut 1,75 dan 1,122. Bilangan in tergolong rendah sehingga dapat dikatakan bahwa minyak kayu putih dan minyak lemon yang digunakan masih dalam kondisi baik. Minyak mawar dengan bilangan asam sebesar 7,43 perlu diperhatikan penyimpanan serta penggunaan bahannya agar tidak terjadi hidrolisis lebih lanjut dan mutu tetap terjaga. Tingginya kadar asam pada minyak atsiri dikarenakan oleh umur simpan minyak yang cukup lama, seperti pada minyak lemon dapat menurunkan kadar minyak dan nilai kelarutan terutama bila penyimpanan minyak kurang baik. Sedangkan untuk minyak

yang telah dikeringkan dan terlindung dari udara dan cahaya akan mempunyai asam bebas yang relatif kecil. Selanjutnya dilakukan analisis kimia yaitu bilangan ester. Bilangan ester umumnya digunakan untuk minyak yang mengandung sedikit ester. Bilangan ester yang tinggi menunjukkan adanya pemalsuan. Jumlah ester dapat dinyatakan sebagai bilangan ester yaitu jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 gram minyak (Guenther, 1987). Jadi, bilangan ester merupakan seuatu ukuran kadar ester yang terdapat dalam minyak atau lemak. Bilangan ester dapat mengindikasikan bau dan aroma minyak atsiri. Bilangan ester meningkat dengan meningkatnya bilangan asam. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan asam yang semakin tinggi tidak hanya berasal dari hidrolisis senyawasenyawa ester, tetapi lebih disebabkan oleh oksidasi alkohol primer menjadi aldehid dan kemudian menjadi asam karboksilat. Pada hasil percobaan dilakukan pada minyak sedap malam, sereh, kayu putih, lemon dan mawar. Nilai tertinggi terdapat pada minyak sedap malam dengan bilangan ester sebesar 50,03 sedangkat terendah yaitu minyak lemon sebesar 2,805. Ketaren (1985) menyebutkan bahwa standar mutu minyak mawar adalah sebesar 5,6-10,4 sementara hasil percobaan menunjukkan perbedaan yang jauh signifikan yaitu sebesar 39,27. Perbedaan ini mengindikasikan adanya campuran bahan pada minyak mawar sehingga bilangan asam meningkat atau terjadinya hidrolisis. Bagian berikutnya adalah penentuan jjmlah komponen dengan khromatografi, baik dengan Khromatografi Lapis Tipis

(KLT) ataupun GC. Khromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode dalam menentuka jumlah komponen senyaw secara spesifik dalam skala kecil. Pada umumnya, KLT ini hampir sama dengan khromatografi kertas, hanya saja lembaran tipis yang digunakan terbuat dari bahan lain yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silika gel, selulosa atau materi lainnya (Mimir, 2011). Letak perbedaannya adalah pada sifat KLT yang lebih reproduksibel (dapat diulang). Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponenkomponen yang terdapat dalam campuran. Komponenkomponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Hendayana, 2006). Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

Sebuah garis menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna (Clark, 2007).

Gambar menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari lempengan. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Pada hakikatnya, dua bagian inti dalam pemisahan komponen dengan KLT adalah fase diam dan fase bergerak. Menurut Mimir (2011), fase diam pada metode ini adalah lapisan tipis adsorben. Lapisan tipis ini dibentuk dari serbuk halus berukuran 5-50 mikrometer. Serbuk halus ini dapat berupa adsorben penukar ion. Serbuk halus ini diberi air dan zat pengikat berupa gipsum, barium sulfat, polivinil alkohol atau kanji. Selanjutnya bubuk serbuk halus dilekatkan pada papan penyangga sehingga terbentuk lapisan tipis dengan ketebalan 0,1-0,3 mm. Penyangga yang dapat digunakan adalah kaca, plastik, dan aluminium. Pada praktikum kali ini, jenis yang digunakan adalah kaca, plastik, aluminium dengan adsorben silika gel tipe G-60-F254. Maksud dari kode tersebut adalah silika gel yang digunakan bernomor produk 60 dengan merk Fluka dengan pewarna flouresen pada 254 nm (Anonim, 2012). Adanya pewarna flouresen ini menyebabkan perbedaan warna untuk setiap komponen jika diberikan sinar UV. Cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen ketika elektron yang terkesitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Knight, 2011). Partikel silika gel ini mengandung gugus

hidroksil di permukaannya. Fungsinya adalah untuk membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar. Oleh karena adsorben jenis banyak digunakan. Fase gerak adalah bagian pelarut yang digunakan. Pelarut ini dipilih berdasarkan kesesuaian dengan sifat kelarutan yang dianalisis. Pada praktikum kali ini, fase gerak yang digunakan adalah heksan dan etil asetat dengan perbandingan 95:5. Jadi prinsip KLT adalah fase gerakmengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran sampel. Alat ditutup supaya kondisi dalam chambertersebut benar-benar terjenuhkan uap dari pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, maka komponen-komponen yang berbeda dari campuran sampel dengan pewarna, akan bergerak dengan laju yang berbedadan tampil sebagai bercak warna (Clark, 2007). Dari pemakaian KLT ini, akan didapatkan nilai Rf (retardation factor) dari perhitungan rasion jarak spot terhadap jarak pelarut. Niai Rf ini berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa. Nilai Rf pada sampel dibandingkan dengan nilai Rf senyawa murni (standar) sehingga dapat diperoleh data mengenai senyawa yang terdapat dalam minyak sampel. Dalam uji KLT ini, terdapat 5 minyak yang diujikan yaitu minyak sedap malam, sereh, kayu putih, lemon dan mawar (Gambar 1). Pada mulanya seluruh miyak diteteskan pada posisi yang sama. Selanjutnya minyak tersebut akan mengalir naik hingga menempati posisi lebih di atas. Simbol A mewakili bercak yang pertama muncul (berada ada paling bawah). Pada minyak sedap malam muncul 2 bercak yaitu pada Rf 1A sebesar 0,5 dan Rf 1B sebesar 0,8215. Pada minyak sereh muncul 2 bercak yaitu

pada Rf 2A = 0,4375 dan Rf 2B= 0,625. Pada minyak kayu putih hanya muncul sati bercak dengan Rf 4A = 0,5. Minyak mawar memperlihatkan 3 bercak dengan nilai masing Rf 5A, B dan 5C berturut-turut sebesar 0,46875;0,6875;0,78125. Praktikum menunjukkan ciri khas suatu komponen yang ada. Namun tidak dapat ditemukan nilai standar Rf sehingga tidak dapat dinilai kemurnian dari sampel minyak atsiri. Pada sampel yang tidak berwarna terdapat dua cara untuk menyelesaikan analisis sampelnya. Pertama yaitu menggunakan pendarflour. Bahwa fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Jika menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika menyinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.

Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, lempengan harus ditandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Ketika sinar UV mati, bercak-bercak tersebut tidak tampak

kembali. Kromatografi lapis tipis bekerja dengan fase diam silika gel. Gel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si.

Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Senyawa-senyawa dipisahkan dalam kromatogram ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara

waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya pada interaksi van der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada lempengan. Jika komponen-komponen dalam campuran dapat membentuk ikatan-ikatan hidrogen, terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Hal ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting karena ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika (Hendayana, 1994). Sedikit sekali jenis minyak atsiri yang memiliki komponen tunggal dengan porsi yang sangat besar, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe. Karena itu, analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi untuk menganalisis minyak atsiri perlu diseleksi metode yang akan diterapkan. Kendala yang lazim dihadapi pada saat menganalisis komponen penyusun minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparative dan selama berlangsungnya proses analisis( Agusta, 2000). Kendala dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi dengan kromatografi gas walaupun terbatas hanya pada

analisis kualitatif dan penentuan kuantitatif komponen penyusun minyak atsiri saja. Kromatografi gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada jaman instrument dan elektronikayang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30 tahun. Kromatografi gas merupakan alatanalitik yang telah lama populer dan merupakan enis yang umum digunakan dalam analisiskromatografi kimia untuk memisahkan dan menganalisis senyawa yang dapat menguap tanpadekomposisi. Khas penggunaan Gas Chromatography (GC) termasuk pengujian kemurnian zat tertentu, atau memisahkankomponen yang berbeda dari campuran (jumlah relatif komponen tersebut juga dapat ditentukan). Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi suatu senyawa. Dalam persiapan kromatografi, GC dapat digunakan untuk mempersiapkan senyawa murni dari campuran..Alat ini biasanya digunakan untuk analisa campuran senyawa organik menjadi komponen-komponennya. Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya mempunyai tekananuap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas. Pada kromatografi cair pembatasan yang bersesuaian ialah komponen cairan harus mempunyai kelarutan yang berarti di dalam fase gerak yang berupa cairan.Secara sepintas tampaknya pembatasan tekanan uap pada kromatografi gas lebih serius daripada pembatasan kelarutan pada

kromatografi cair, secara keseluruhan memang demikian. Akan tetapi, jika kita ingat bahwa suhu 4000C dapat dipakai pada kromatografi gas dan bahwa kromatografi dilakukan secara cepat untuk meminimumkan penguraian, pembatasan itu menjadi tidak begituperlu. Disamping itu, pada GC senyawa yang tak atsiri sering dapat diubah menjadi turunan yanglebih atsiri dan lebih stabil sebelum kromatografi. Di dalam kromatografi gas, Fase yang bergerak (mobile phase) adalah sebuah operatir gas, yangbiasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reaktif seperti gas nitrogen. Stationary atau fasadiam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalambagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom.Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas chromatograph. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang diisi dengan fasatidak bergerak yang terdiri dari bahan halus yang cocok. Gas pembawa mengalir melalui kolomdengan kecepatan tetap, memisahkan zat dalam gas atau cairan ataupun dalam keadaan normal. Cara ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian atau untuk penetapan kadar. Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponencampuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khaspada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawatertahan

dalam kolom. waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan serupadengan volume tambat dalam KCKT ( kromatografi cair kinerja tinggi ) dan Rf dalam KLT (kromatografi lapisan tipis ). Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas) komponen campurandapat pula diukur secara teliti.Pada prinsipnya kromatografi gas digunakan untuk semua zat yang berbentuk gas atau dapatmenguap tanpa penguraian. Kromatografi gas juga bisa digunakan pada pemisahan alkaloid,senyawa aktif sintetik, gula, lemak, steroid, asam amino, bahkan senyawa polimer yang bisa digunakan kromatografi gas (Agusta, 2000) Pada data hasil praktikum bahan yang diujikan pada Gas Chromatography adalah minyak pala. Hasil analisa menghasilkan report berupa 8 peak dengan luas area yang bervariasi. Area yang paling luas terdapat pada peak nomer 14 sebesar 0,41365%. Pada area ini diketahui aroma khas paling kuat yaitu Myristisin. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa bahan yang diujikan adalah benar minyak pala. Peak nomer 14 memiliki resting time selama 10,219 menit. Hal ini berarti aroma Myristisin paling kuat muncul pada menit ke 10, 209 menit.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Pada pengukuran bobot jenis, minyak cengkeh memiliki bobot jenis lebih dari standar; minyak sereh sesuai dengan SNI; minyak kayu putih kurang dari standar SNI; minyak lemon International Flavors dan Fragrances (1995); dan minyak mawar melebihi standar yang ditetapkan. Pada pengujian warna, untuk minyak cengkeh sesuai dengan SNI (2006). Pada minyak sereh standar warna tidak memenuhi standar mutu minyak sereh wangi (1998), untuk minyak kayu putih tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI (2006). Pada minyak lemon memperlihatkan warna memenuhi standar. Sedangkan untuk minyak hingga saat ini belum ditemukan literatur atau hasil penelitian yang menyebutkan standar mutu warna minyak mawar. Pada uji indeks bias, minyak sereh memiliki nilai indeks bias 1,4548; minyak kayu putih 1,4589; minyak lemon 1,4697; dan minyak mawar 1,4662. SNI (1998) menyebutkan bahwa indeks bias mutu minyak sereh yang baik adalah berkisar antara 1,4881,495, lebih tinggi dari nilai yang diujikan. Nilai mutu standar minyak kayu putih adalah sebesar 1,450-1,470. Nilai hasil uji indeks bias berada dalam rentang tersebut, sehingga dapat disimpulkan sampel minyak kayu putih memiliki mutu baik.

Menurut International Flavors dan Fragrances (1995) dalam Djuanita (1995) minyak lemon dengan mutu baik memiliki nilai berkisar 1,472-1,477 pada suhu 20oC. Pengujian dilakukan pada suhu 25oC sehingga hasil uji tidak dapat dibandingkan dengan literatur. Ketaren (1985) menyebutkan bahwa indeks bias minyak mawar memiliki nilai antara 1,5046-1,5190 pada suhu 20oC. Perbedaan suhu menyebabkan perbandingan cukup sulit dilakukan. Adanya perbedaan nilai angka uji dengan standar yang telah ditetapkan dapat terjadi akibat perbedaan suhu yang diujikan dan/atau kebersihan dari alat yang digunakan, serta jenis mutu bahan yang diuji. Perbedaan pengamat dalam menentukan sudut bias bahan juga mempengaruhi hasil uji indeks bias. Pada putaran optik, nilai yang dihasilkan oleh minyak cengkeh, sereh, kayu putih, lemon dan mawar berturut-turut adalah -95, 92, -77, -59, dan -28. Nilai putaran optik minyak mawar adalah sebesar -0054 (-)-2042. Adanya perbedaan tata cara penulisan angka menyebabkan parameter putaran optik pada minyak mawar sulit untuk dibandingkan. SNI (2006) menyebutkan bahwa nilai putaran optik standar mutu yang baik adalah sebesar -4o- 0o, jauh lebih kecil hasil yang diperlihatkan pada pengujian sampel minyak kayu putih. Nilai standar mutu minyak lemon yang dikemukan International Flavor dan Fragrances (1995) dalam Djuanita(1995) adalah +65 - (+70). Hasil percobaan memperlihatkan nilai yang berbeda. Adanya perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kondisi lingkungan terutama suhu yang menyebabkan pembelokkan cahaya tidak sesuai standar

yang ditentukan. Mutu bahan turut mempengaruhi perbedaan pengukuran putaran optik. Berdasarkan hasil percobaan minyak cengkeh dapat larut dengan perbandingan 1:1. Data standar mutu yang diperoleh, SNI (2006) mengemukakan bahwa standar mutu minyak cengkeh dengan parameter kelarutan dalam alkohol 70% larut jernih dalam perbandingan 1:2. Adanya perbedaan konsentrasi alkohol yang digunakan dalam pengujian sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan terhadap mutu standar. Hasil pengujian minyak sereh adalah larut pada perbandingan 1:1. SNI (1998) menyebutkan bahwa minyak sereh wangi larut jernih dalam etanol 80% pada perbandingan 1:2. Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda, sehingga tidak dapat dilakukn perbandingan secara langsung. Hasil percobaan terhadap minyak kayu putih adalah larut dengan perbandingan 1:1. Data yang dikemukakan oleh SNI (2006) standar mutu minyak kayu putih kelarutan dalam alkohol 70% adalah 1:1. Perbedaan konsentrasi alkohol pada uji menyebabkan bahan sulit dibandingkan dengan standar mutu. Minyak lemon pada hasil pengujian dihasilkan perbandingan 1:16 dan minyak mawar sebesar 1:1 dengan menggunakan alkhol 90%. Hingga saat ini belum ditemukan hasil penelitian atau literatur yag enyebutkan standar mutu kedua bahan tersebut. Perbedaan angka rasio antara bahan dengan alkohol terletak pada perbedaan konsentrasi alkohol yang digunakan. Penyetaraan dapat memudahkan perbandingan untuk kedepannya Hasil percobaan sisa penguapan dengan menggunakan berbagai minyak dihasilkan pada tabel 6. Sisa penguapan tertinggi

terdapat pada minyak lemon dengan sisa sebesar 70,4%. Selanjutnya berturut-turut minyak cengkeh, sereh, kayu putih dan mawar adalah sebesar 6,012%; 27,782; 23,13%; dan 7%. Minyak mawar memiliki sisa penguapan paling rendah. Hingga saat ini belum ditemukan hasil penelitian atau literatur yang menjelaskan standar mutu sisa penguapan bahan minyak atsiri. Pengujian terhadap minyak sedap malam dilakukan titrasi KOH hingga 2,3 ml sehingga didapatkan total bilangan asam sebesar 3,24. Angka ini tergolong rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa minyak sedap malam yang diuji masih dalam kondisi baik. Minyak sereh memiliki kualitas yang sudah menurun atau sudah terhidrolisis. Hal ini terlihat dengan cukup tingginya bilangan asam yaitu sebesar 9,58 dengan titrasi KOH sebanyak 6,8 ml. Terjadinya hidrolisis dapat terjadi akibat penyimpanan yang kurang baik atau adanya bahan lain yang bercampur masuk dalam wadah atau kemasan minyak sereh. Minyak kayu putih dan minyak lemon memiliki bilangan asam yang tidak jauh berbeda yaitu berturut-turut 1,75 dan 1,122. Bilangan in tergolong rendah sehingga dapat dikatakan bahwa minyak kayu putih dan minyak lemon yang digunakan masih dalam kondisi baik. Minyak mawar dengan bilangan asam sebesar 7,43 perlu diperhatikan penyimpanan serta penggunaan bahannya agar tidak terjadi hidrolisis lebih lanjut dan mutu tetap terjaga. Pada minyak sedap malam muncul 2 bercak yaitu pada Rf 1A sebesar 0,5 dan Rf 1B sebesar 0,8215. Pada minyak sereh muncul 2 bercak yaitu pada Rf 2A = 0,4375 dan Rf 2B= 0,625. Pada minyak kayu putih hanya muncul sati bercak dengan Rf 4A = 0,5. Minyak mawar memperlihatkan 3 bercak dengan nilai masing Rf

5A, B dan 5C berturut-turut sebesar 0,46875;0,6875;0,78125. Praktikum menunjukkan ciri khas suatu komponen yang ada. Namun tidak dapat ditemukan nilai standar Rf sehingga tidak dapat dinilai kemurnian dari sampel minyak atsiri. Bilangan ester meningkat dengan meningkatnya bilangan asam. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan asam yang semakin tinggi tidak hanya berasal dari hidrolisis senyawa-senyawa ester, tetapi lebih disebabkan oleh oksidasi alkohol primer menjadi aldehid dan kemudian menjadi asam karboksilat. Pada hasil percobaan dilakukan pada minyak sedap malam, sereh, kayu putih, lemon dan mawar. Nilai tertinggi terdapat pada minyak sedap malam dengan bilangan ester sebesar 50,03 sedangkat terendah yaitu minyak lemon sebesar 2,805. Standar mutu minyak mawar adalah sebesar 5,6-10,4 sementara hasil percobaan menunjukkan perbedaan yang jauh signifikan yaitu sebesar 39,27. Perbedaan ini mengindikasikan adanya campuran bahan pada minyak mawar sehingga bilangan asam meningkat atau terjadinya hidrolisis. Pada data hasil praktikum bahan yang diujikan pada Gas Chromatography adalah minyak pala. Hasil analisa menghasilkan report berupa 8 peak dengan luas area yang bervariasi. Area yang paling luas terdapat pada peak nomer 14 sebesar 0,41365%. Pada area ini diketahui aroma khas paling kuat yaitu Myristisin. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa bahan yang diujikan adalah benar minyak pala. Peak nomer 14 memiliki resting time selama 10,219 menit. Hal ini berarti aroma Myristisin paling kuat muncul pada menit ke 10, 209 menit.

Saran Praktikan perlu mengetahui SNI masing-masing contoh minyak yang diujikan agar dapat diketahui secara pasti kualitas dari minyak yang berkualitas tinggi dengan minyak yang kurang berkualitas. Dengan begitu praktikan tidak ragu dalam melakukan pengujian.

Daftar Pustaka Agusta,Andria. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : Penerbit ITB

Djuanita, Nilla. 1995. Mempelajari Proses Deterpenasi Minyak Lemon dan Aplikasinya pada Deterjen Cair [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta Siregar, Sri Rachmawati Hidayah. 2009. Flokulasi. http://envist2.blogspot.com/flokulasi.html [24 Maret 2012] Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta. Guenther, E.1947. Minyak Atsiri Jilid IIIA.Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta Guenther, E. 1948. The Essential Oils, Volume I. Van Nostrand Company Inc., New York Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Sastrohamidjojo, Hardjono. 2002. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Rusli, S, N Nurdjanah, Soediarto, D Sitepu, S Ardi, DT Sitorus. 1985. Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia.

Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. I No. 2, Balitro, Bogor. Poucher, W.A. 1924 Perfumes, Cosmetics and Soaps. London: Chapman and Hall

Rekap Data Golongan P1 Analisa Minyak Atsiri

I. 1.

Analisa Mutu Minyak Atsiri Warna Minyak No. Jenis Minyak 1. 2. 3. 4. 5. Warna Minyak

Minyak Cengkeh Kuning bening Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar Kuning bening Hijau bening Kuning bening Kuning bening

2.

Bobot Jenis No. Jenis Minyak Bobot Jenis

1. 2. 3. 4. 5.

Minyak Cengkeh Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar

= = 1,0811 = = 0,5394 = = 0,5478 = = 0,8463 = = 0,3130

3.

Indeks Bias No. Jenis Minyak 1. 2. 3. 4. 5. Indeks Bias

Minyak Cengkeh 1,0585 Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar 1,4548 1,4589 1,4697 1,4662

4.

Putaran Optik No. Jenis Minyak 1. Putaran Optik

Minyak Cengkeh -95

2. 3. 4. 5.

Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar

-92 -77 -59 -28

5.

Kelarutan dalam Alkohol 90% No. Jenis Minyak 1. 2. 3. 4. 5. Kelarutan dalam Alkohol 90%

Minyak Cengkeh 1:1 Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar 1:1 1:1 1:16 1:1

6.

Sisa Penguapan No. Jenis Minyak 1. Sisa Penguapan

Minyak Cengkeh 6,012%

2. 3. 4. 5.

Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar

27,782% 23,13% 70,4% 7%

7.

Bilangan Asam No. Jenis Minyak 1. 2. 3. 4. 5. Minyak Sedap Malam Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar ml KOH 2,3 6,8 1,25 0,8 5,3 Bilangan Asam 3,24 9,58 1,75 1,122 7,43

8.

Bilangan Ester No. Jenis Minyak 1. Minyak Sedap ml HCl 1,5 Bilangan Ester 50,03

Malam 2. 3. 4. 5. Minyak Sereh Minyak Kayu Putih Minyak Lemon Minyak Mawar 5,6 7 8,2 3 21,14 11,19 2,805 39,27

You might also like