You are on page 1of 42

BAB 1 PENDAHULUAN Peneliti dari Tropical Disease Diagnostic Center (TDDC) Universitas Airlangga Surabaya, drh CA Nidom menyatakan,

penyakit tropis jadi faktor dominan dalam percaturan penyakit-penyakit di dunia. Apalagi kini tidak ada lagi batas wilayah, sehingga orang-orang dari negara sub tropis pun bisa terkena penyakit yang banyak ditemukan di negara tropis karena perpindahan penduduk. Penyakit tropis seperti malaria, kusta dan filariasis atau kaki gajah di Indonesia jumlah penderitanya semakin meningkat dalam lima tahun terakhir. Selain itu, penyebarannya pun hampir menjangkau seluruh wilayah Tanah Air. (Kompas, 11/8) Endemis beragam penyakit Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan wilayah endemis beragam penyakit tropis. Indonesia seharusnya lebih pintar dalam penanganan penyakit tropis. Sayangnya, pengembangan riset penyakit tropis masih belum mendapat porsi memadai, kata Nidom. Padahal, aspek riset penting dalam pengendalian penyakit antara lain, mengetahui variabilitas virus, dampak pemakaian insektisida terhadap kekebalan nyamuk pembawa penyakit seperti malaria. Perubahan biologi dari nyamuk bisa menjadi rangsangan terjadinya mutasi kuman atau virus sehingga lebih ganas dan resisten terhadap obat. Tanpa studi epidemiologi, penanganan masalah penyakit tropis di suatu daerah ibarat menembak dalam gelap. Kita tidak mengetahui efektivitas pengobatan, sejauh mana mutasi virus, sehingga pemberantasan penyakit akan sulit dilakukan hingga tuntas, ujarnya menegaskan. Peneliti senior dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, Senin (11/8), di Jakarta, menjelaskan, lemahnya kegiatan riset mengakibatkan mayoritas penyakit tropis sulit diatasi termasuk malaria dan demam berdarah
1

dengue (DBD). Masalah yang dihadapi adalah terjadinya mutasi virus dan meningkatnya resistensi kuman penyakit terhadap beberapa jenis obat. Penelitian juga diperlukan untuk menguji sejauh mana efektivitas suatu obat yang akan digunakan di Indonesia. Selama ini penggunaan obat dari luar negeri hanya dikopi dan diterapkan di Indonesia tanpa lebih dulu dilakukan riset ilmiah mengenai efektivitas obat itu dan efek sampingnya.

BAB 2 KAJIAN TEORI PENYAKIT TROPIS 1. Demam Berdarah Dengue Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus segera konsultasi ke dokter apabila pasien/penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut. Gejala Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai

dengan demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan
3

berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Patofisiologi Virus dengue masuk ke dalam tubuh, penderita akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada system retikuloendotetial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permaebilitas dinding kapiler karena penglepasan zat anafilatoksin, histamine dan serotonin serta aktivasi system kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler. Hal ini berakibat mengurangnya volum plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Pada penderita dengan renjatan berat, volum plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravasikular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.

Penularan Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif, terutama Aedes aegypti. Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari, dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Pencegahan Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolamkolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti. Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit demam berdarah, sebagai berikut: 1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat yang cukup. 2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang. 3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk. 4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami demam atau panas tinggi.

5. Jika terlihat tanda-tanda syok, segera bawa penderita ke rumah sakit. Pengobatan Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan. 2. Demam Tifoid Definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. (Darmowandowo, 2006) Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. (Ashkenazi et al, 2002) Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak

meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. (Ashkenazi et al, 2002) Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)

Patogenesis S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II (Darmowandowo,

2006).Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll (Darmowandowo, 2006) Imunulogi Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler

(Darmowandowo, 2006) Gejala Klinis Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. 1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. 2. Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. 3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. (Darmowandowo, 2006)

Diagnosa 1. Amanesis 2. Tanda klinik 3. Laboratorik 1. Leukopenia, anesonofilia 2. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III 3. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi 4. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan 5. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M (Darmowandowo, 2006) Penatalaksanaan Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif melipu+ti istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001) Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi

beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. (Mansjoer, 2001) Pengobatan Medakamentosa Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.

Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 34 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi

ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau

amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari

kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006) Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam : 1. Komplikasi intestinal 1. Perdarahan usus 2. Perforasi usus 3. Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstraintetstinal 1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer

(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.


10

2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik. 3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis. 4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis. 5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. 6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. 7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)

3. Malaria Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropik, misalnya di Amerika,Asia dan Afrika.

Ada empat type plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax. Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malaria. Tanda dan Gejala Penyakit malaria Masa tunas / inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat / anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh / pekat karena mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan.

11

Namun demikian, tanda yang klasik ditampakkan adalah adanya perasaan tibatiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti sediakala. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala aneh, misalnya menunjukkan gerakan / postur tubuh yang abnormal sebagai akibat tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak. Penggolongan Manifestasi Penyakit Malaria Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain : a) Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga. b) Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam setiap hari keempat. c) Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, penderita mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak. d) Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat. Plasmodium vivax Spesies plasmodium ini menyebabkan penyakit Malaria tertiana benigna atau disebut malaria tertiana. Nama tertiana adalah berdasarkan fakta bahwa timbulnya gejala demam terjadi setiap 48 jam. Nama tersebut diperoleh dari istilah Roma, yaitu hari kejadian pada hari pertama , sedangkan 48 jam kemudian adalah hari ke 3. Penyakit banyak terjadi di daerah tropik dan sub tropik, kejadian penyakit malaria 43% disebabkan oleh P. vivax.. Proses schizogony exoerytrocytic dapat terus terjadi sampai 8 tahun, disertai dengan
12

periode relaps, disebabkan oleh terjadinya invasi baru terhadap erythrocyt. Kejadian relaps terciri dengan pasien yang terlihat normal (sehat) selama periode laten. Terjadinya relaps juga erat hubungannya dengan reaksi imunitas dari individu. Plasmodium vivax hanya menyerang erytrocyt muda (reticulocyt), dan tidak dapat menyerang/tidak mampu menyerang erytrocyt yang masak. Segera setelah invasi kedalam erytrocyt langsung membentuk cincin., cytoplasma menjadi aktif seperti ameba membentuk pseudopodia bergerak ke segala arah sehingga disebut vivax. Infeksi terhadap erytrocyt lebih dari satu trophozoit dapat terjadi tetapi jarang. Pada saat trophozoit berkembang erytrocyt membesar, pigmennya berkurang dan berkembang menjadi peculiar stipling disebut Schuffners dot. Dot (titik) tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan terlihat parasit di dalamnya. Cincin menempati 1/3-1/2 dari erytrocyt dan trophozoit menempati 2/3 dari sel darah merah tersebut selama 24 jam. Granula hemozoin mulai terakumulasi sesuai dengan pembelahan nucleus dan terulang lagi sampai 4 kali, terdapat 16 nuclei pada schizont yang masak. Bila terjadi imunitas atau diobati chemotherapi hanya terjadi sedikit nyclei yang dapat diproduksi. Proses schizogony dimulai dan granula pigmen terakumulasi dalam parasit. Merozoit yang bulat dengan diameter 1,5 um langsung menyerang erytrocyt lainnya. Schizogony dalam erytrocyt memakan waktu 48 jam. Beberpa merozoit berkembang menjadi gametocyt, dan gametocyt yang masak mengisi sebagian besar erytrocyt yang membesar (10um). Sedangkan mikrogametocyt terlihat lebih kecil dan biasanya hanya terlihat sedikit dalam erytrocyt. Gametocyt memerlukan 4 hari untuk masak. Perbandingan antara macro:microgametocyt adalah 2:1, dan salah satu sel darah kadang diisi keduanya (macro+micro) dan schizont. Dalam nyamuk terjadi proses pembentukan zygot, ookinete dan oocyt dengan ukuran 50 um dan memproduksi 10.000 sporozoit. Terlalu banyak oocyst dapat membunuh nyamuk itu sendiri sebelum oocyt berkembang menjadi sporozoit.

13

Plasmodium falciparum Penyakit malaria yang disebabkan oleh species ini disebut juga Malaria tertiana maligna, adalah merupakan penyakit malaria yang paling ganas yang menyerang manusia. Daerah penyebaran malaria ini adalah daerah tropik dan subtropic, dan kadang dapat meluas kedaerah yang lebih luas, walaupun sudah mulai dapat diberantas yaitu di Amerika Serikat, Balkan dan sekitar Mediterania. Malaria falciparum adalah pembunuh terbesar manusia di daerah tropis di seluruh dunia yang diperkirakan sekitar 50% penderita malaria tidak tertolong. Malaria tertiana maligna selalu dituduh sebagai penyebab utama terjadinya penurunan populasi penduduk di jaman Yunani kuno dan menyebabkan terhentinya expansi Alexander yang agung menaklukan benua Timur karena kematian serdadunya oleh seranagn malaria ini. Begitu juga pada perang Dunia I dan II terjadinya kematian manusia lebih banyak disebabkan oleh penyakit malaria ini daripada mati karena perang. Seperti pada malaria lainnya, schizont exoerytrocytic dari P. falciparum timbul dalam sel hati. Schizont robek pada hari ke 5 dan mengeluarkan 30.000 merozoit. Disini tidak terjadi fase exoerytrocytic ke 2 dan tidak terjadi relaps. Tetapi penyakit akan timbul lagi sekitar 1 tahun, biasanya sekitar 2-3 tahun kemudian setelah infeksi pertama. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah populasi parasit yang sedikit didalam sel darah merah. Merozoit menyerang sel darah merah pada senua umur, disamping itu P. falciparum terciri dengan tingkat parasitemia yang tinggi dibanding malaria lainnya. Sel darah yang mengandung parasit ditemukan dalam jaringan yang paling dalam seperti limpa dan sumsum tulang pada waktu schizogony. Pada waktu gametocyt berkembang, sel darah tersebut bergerak menuju sirkulsi darah perifer, biasanya terlihat sebagi bentuk cincin. Trophozoit bentuk cincin adalah yang paling kecil diantara parasit malaria lainnya yang menyerang manusia, sekitar 1,2um. Begitu trophozoit tumbuh dan mulai bergerak dengan pseudopodi, pergerakannya tidak se aktif infeksi P. vivax. Erytrocyt yang terinfeksi berkembang menjadi ireguler dan lebih besar daripada P. vivax, sehingga menyebabkan degenerasi sel hospes.
14

Schizont yang masak berkembang menjadi 8-32 merozoit, pada umumnya 16 merozoit. Schizont sering ditemukan pada darah perifer, fase erytrocyt ini memakan waktu sekitar 48 jam. Pada kondisi yang berat, saat terjadi parasitemia ditemukan lebih dari 65% erytrocyt mengandung parasit, tetapi biasanya pada kepadatan 25% saja sudah menyebabkan fatal. Plasmodium malariae Infeksi parasit P. malariae disebut juga Malaria quartana dengan terjadinya krisis penyakit setiap 72 jam. Hal tersebut di kenali sejak jaman Yunani, karena waktu demam berbeda dengan parasit malaria tertiana. Pada tahun 1885 Golgi dapat membedakan antara demam karena penyakit malaria tertiana dengan quartana dan memberikan deskripsi yang akurat dimana parasit tersebut diketahui sebagai P. malariae. Plasmodium malariae adalah parasit cosmopolitan, tetapi distribusinya tidak continyu di setiap lokasi. Parasit sering di temukan di daerah tropik Afrika, Birma, India, SriLanka, Malaysia, Jawa, New Guienia dan Eropa. Juga tersebar di daerah baru seperti Jamaica, Guadalope, Brazil, Panama dan Amerika Serikat. Diduga parasit menyerang orang di jaman dulu, dengan berkembangnya perabapan dan migrasi penduduk, kasus infeksi juga menurun. Schizogony exoerytrocytic terjadi dalam waktu 13-16 hari, dan relaps terjadi sampai 53 tahun. Bentuk erytrocytic berkembang lambat di dalam darah dan gejala klinis terjadi sebelumnya, dan mungkin ditemukan parasit dalam ulas darah. Bentuk cincin kurang motil daripada P. vivax, sedangkan cytoplasma lebih tebal. Bentuk cincin yang pipih dapat bertahan sampai 48 jam, yang akhirnya berubah bentuk memanjang menjadi bentuk band yang mengunpulkan pigmen dipinggirnya. Nukleus membelah menjadi 6-12 merozoit dalam waktu 72 jam. Tingkat parasitemianya relatif rendah sekitar 1 parasit tiap 20.000 sel darah. Rendahnya jumlah parasit tersebut berdasarkan fakta bahwa merozoit hanya menyerang erytrocyt yang tua yang segera hilang dari peredaran darah karena didestruksi secara alamiah.

15

Gametocyt mungkin berkembang dalam organ internal, bentuk masaknya jarang ditemukan dalam darah perifer. Mereka berkembang sangat lambat untuk menjadi sporozoit infektif. Plasmodium ovale Penyakit yang disebabkan infeksi parasit ini disebut malaria tertiana ringan dan merupakan parasi malaria yang paling jarang pada manusia.

Biasanya penyakit malaria ini tersebar di daerah tropik, tetapi telah dilaporkan di daerah Amerika Serikat dan Eropa. Penyakit banyak dilaporkan di daerah pantai Barat Afrika yang merupakan lokasi asal kejadian, penyakit berkembang ke daerah Afrika Tengah dan sedikit kasus di Afrika Timur. Juga telah dilaporkan kasus di Philipina, NewGuenia dan Vietnam. Plasmodium ovale sulit di diagnosis karena mempunyai kesamaan dengan P. vivax. Schizont yang masak berbentuk oval dan mengisi separo dari sel darah hospes. Biasanya akan terbentuk 8 merozoit, dengan kisaran antara 4-16. Bentuk titik (dot) terlihat pada awal infeksi kedlam sel darah merah. Bentuknya lebih besar daripada P. vivax dan bila diwarnai terlihat warna merah terang. Gametocyr dari P. ovale memerlukan lebih lama dalam darah perifer daripada malaria lainnya. Tetapi mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara teratur dalam waktu 3 minggu setelah infeksi. Diagnosis penyakit Malaria Diagnosis berdasarkan gejala klinis dan yang paling penting adalah ditemukannya parasit dalam darah dengan cara ulas darah dan pewarnaan. Cara diagnosis secara detail dapat dilihat dalam buku Parasitologi Kedokteran FKUI. Patologi penyakit Malaria Gejala klinis yang terlihat dari penyakit malaria ini disebabkan oleh 2 faktor penting yaitu: 1) Respons radang dari hospes yang terciri dengan adanya demam 2) Anemia, terjadi karena perusakan sel darah merah dengan urutan keparahan : falciparum > vivax > malaria > ovale
16

Penyebab utama anemia adalah adanya hemolysis dari erytrocyt yang mengandung parasit dan yang tidak, sedangkan tubuh tidak mampu untuk merecycle ikatan Fe dalam hemozoin yang tidak larut dalam perusakan retyculocyt oleh parasit (terutama P. vivax). Terjadinya hemolysis erytrocyt menyebabkan peningkatan bilirubin dalam darah, dimana bilirubin adalah produk dari haemoglobin yang pecah. Hemozoin terbawa oleh sirkulasi leucocyt dan terdeposit dalam sistem reticuloendothelial. Pada kasus yang berat organ viscera terutama hati, limpa dan otak menjadi berwarna gelap kehitaman karena adanya deposit pigmen tersebut. Terjadinya demam pada penyakit malaria adalah berhubungan erat dengan kerusakan dari generasi merozoit dan rupturnya sel darah merah yang berisi merozoit tersebut. Terjadinya demam juga dirangsang oleh produk exkresi dari parasit yang dikeluarkan pada waktu erytrocyt lysis. Beberapa hari sebelum terjadinya serangan pertama, pasien merasa lesu, nyeri otot, sakit kepala, hilang nafsu makan dan demam ringan, atau kadang tidak terlihat gejala apapun. Yang khas pada serangan malaria tertiana atau quartana adalah rasa dingin, kemudian suhu badan meningkat cepat sampai 40oC, gigi menggigil, mual dan muntah dapat terjadi. Suhu tubuh tinggi tersebut terjadi setelah -1 jam, dengan rasa sakit kepala dan tubuh terasa panas. Suhu tubuh turun dengan cepat kembali ke normal dalam waktu 2-3 jam dan serangan tersebut secara keseluruhan terjadi dalam waktu 8-12 jam. Penderita dapat tidur sejenak dan merasa sehat sampai terjadi serangan berikutnya. Karena sinkronisasi Plasmodium falciparum tidak begitu terlihat maka onset demam tersebut terjadi secara perlahan (gradual), tetapi masa kenaikan suhu tubuh tersebut lebih lama. Terjadinya demam dapat kontinyu atau berfluktuasi, tetapi pasien tidak merasakan sehat diantara terjadinya serangan. Malaria falciparum selalu terlihat serius dan kadang menyebabkan terjadinya bentuk perniciosa atau ganas dan penyakit dengan cepat dapat menyebabkan fatal. Demam billious remitent, adalah demam malaria yang paling sering ditemui dan kurang berbahaya. Gejala ini ditandai dengan nausea, vomitus profus

17

dan continyus, kadang disertai haemoragik dalam lambung. Gejala penyakit kuning (jaundice) biasanya terlihat pada hari kedua. Cairan urine mengandung pigmen empedu dan demam cenderung tinggi dan berfluktuasi (remitent). Malaria cerebral, dapat terjadi secara gradual, tetapi biasanya mendadak, sakit kepala berat, dapat diikuti dengan koma. Suhu tubuh naik sangat tinggi 41oC dapat terjadi. Pada kejadian yang mendadak ditandai dengan gejala mania dan gejala gangguan saraf, convulsi terutama pada anak. Kematian dapat terjadi beberapa jam kemudian. Fase awal dari malaria serebral ini kadang dikelirukan dengan toksisitas alkohol akut. Malaria algid, kondisi yang mirip dengan malaria serebral, tetapi disertai dengan gangguan usus dan viscera lainnya. Kulit teraba dingin dan lengket, tetapi bagian internal suhunya tinggi. Penderita merasa lemah dan biasanya tak sdarkan diri. Ada 2 tipe malaria algid: 1) gastrik, dengan gejala muntah terus menerus, 2) Dysentri, diaree profus bercampur darah dan ditemukan banyak parasit dalam darah campur feses. Terjadi banyak pembendungan kapiler darah sehingga pembuluh darah menjadi permiabilitasnya meningkat, akibatnya banyak protein dan cairan keluar dari pembuluh darah masuk kedalam jaringan, sebagai akibatnya darah akan terhenti mengalir. Demam black water, suatu kondisi yang berbahaya dengan infeksi dari Plasmodium falciparum. Gejalanya adalah akut, erytrocyt lysis, ditandai dengan banyak hemoglopbin bebas dan bahan sel darah yang pecah didalam darah dan urine disertai dengan kegagalan ginjal. Karena danya hemoglobin dan serpihan darah lainnya dalam urine, warna urine menjadi gelap (sesuai dengan nama black water). Terjadi demam disertai dengan jaundice dan vomiting. Terjadi kegagalan ginjal biasanya penyebab terjadinya kematian. Kerusakan ginjal diakibatkan oleh anoxia renal, penurunan daya filtrasi glomeruli dan resorpsi tubulus.

18

Imunitas malaria Suatu kenyataan bahwa terjadinya penyakit akan menimbulkan respons imun dari hospes yaitu dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Bilamana P. vivax memproduksi 24 merozoit setiap 48 jam akan menghasilkan 4,59 milyard parasit dalam waktu 14 hari, sehingga hospes akan tidak tahan bila organisme terus berbiak tanpa dikontrol. Perkembangan suatu proteksi immun dapat terjadi pada malaria. Terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat hubungannya dengan rendahnya titer antibodi atau peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi tersebut. Tetapi hal tersebut bergantung pada perbedaan genetik dari populsi schizont. Gejala pada waktu relaps biasanya kurang berbahaya daripada saat terjadi serangan pertama kali, tetapi tingkat parasitemiannya tinggi setelah serangan pertama dan diantara periode relaps, biasanya pasien mempunyai toleransi terhadap organisme, hal itu terlihat pada saat tingkat toleransi tinggi jumlah parasit dalam darah cukup tinggi seperti pada serangan awal. Pada daerah endemik, janin dilindungi oleh sistem antibodi maternal dan anak sangat beresiko bila diserang apabila telah disapih. Daya imunitas pada anak yang selamat pada serangan pertama akan selalu dirangsang oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi selama anak tinggal di daerah endemik malaria. Daya imunitas malaria adalah spesies spesifik, seseorang yang imun terhadap malaria vivax akan terserang penyakit malaria lagi bila terinfeksi oleh malaria falciparum. Orang yang berkulit hitam akan tahan terhadap infeksi malaria vivax daripada orang yang berkulit putih, sedangkan malaria falciparum pada orang hitam tidak begitu berbahaya.

Menegakkan Diagnosa Penyakit Malaria Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh Tim kesehatan, maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita.

19

Patofisiologi Malaria Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut : a. Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal. b. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada

20

anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit. c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alamalat dalam. Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.

Pengobatan Penyakit Malaria Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu kesembuhan. Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine,

21

Artesunat-piperquine, piperquine.

Artemether-lumefantrine,

dan

Dihidroartemisinin-

Pencegahan Penyakit Malaria Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, atau upaya pencegahan dengan pemberian obat Chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria.

22

BAB 3 PEMBAHASAN 1. Kasus 1 Tn. J datang ke klinik anda dengan keluhan demam panas tinggi sejak 3 hari yang lalu tidak turun-turun, kepala terasa sakit serta tak nafsu makan, nyeri ulu hati. Keadaan umum tampak lemah, kesadaran CM, suara paru vesikuler +/+. Bunyi jantung normal, tes rumple led positif, terdapat bintik-bintik merah di belakang telinga. Hasil pemeriksaan darah : Hb 15 gr/dL, Ht 46, leukosit 3000 m3/L, trombosit 135000 m3/L, dengue blot negative. Pertanyaan : 1. Tanda-tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang ditunjukkan pada kasus di atas mengarahkan ke penyakit apa? 2. Kemungkinan apa yang terjadi jika tidak ditangani dengan baik (komplikasinya) 3. Identifikasinya masalah utama pada pasien berdasarkan konsep

patofisiologi yang kalian ketahui 4. Lengkapi data-data klinis dan diagnostik pasien yang sesuai dengan patofisisologi 5. Tentukan masalah keperawatan pada pasien tersebut dan penyebabnya 6. Buat NCP dengan dua diagnose utama 7. Buat makalah kelompok dan siapkan untuk presentasi

A. Pembahasan 1) Data Tn. J Data Subjektif : Demam panas tinggi 3 hari yang lalu tidak turun-turun Kepala terasa sakit serta tak nafsu makan Nyeri ulu hati

Data Objektif : Suara paru vesikuler +/+

23

Bunyi jantung normal Tes rumple led positif Terdapat bintik-bintik merah dibelakang telinga Hasil pemeriksaan darah : Hb 15 gr/dL, Ht 46, leukosit 3000 m3/L, trombosit 135000 m3/L, dengue blot negative.

Analisis Data Data Fokus Data subjektif : Problem Peningkatan suhu Etiologi Pasien/penderita mengalami demam

tubuh dan potensial Demam panas terjadinya hipopolemik sehubungan perdarahan terasa serta tak berlebihan virus dengan yang karena : syok

tinggi 3 hari berturutturut pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi sehingga menyebabkan sindrom dengue. shock bisa akibat

tinggi sejak 3 hari yang lalu tidak turun-turun Kepala sakit

dengue

nafsu makan Nyeri ulu hati

Demam Berdarah.

Data Objektif :

Gangguan pola makan / nutrisi inadekuat. Penderita/ pasien tak nafsu sering makan, juga

Kesadaran CM Suara vesikuler +/+ Bunyi normal Tes rumple led positif Terdapat bintik dibelakang bintikmerah jantung paru

mengeluh

nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan perut nyeri seluruh

disebabkan

bintik-bintik kemerahan di farings.

24

telinga Hasil pemeriksaan darah : Hb 15 gr/dL, leukosit m3/L, 135000 dengue negative. Ht 46, 3000 trombosit m3/L, blot

Pemeriksaan Lanjutan Kaji suhu pasien Cek Hemoglobin, hematokrit, dan trombosit. Kaji perkembangan bintik-bintik merah di kulit, keluhan lemah, keringat dingin, kulit lembab dan dingin.

Kondisi yang dialami Tn. J Tn. J mengalami demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk. Reaksi tubuh tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahanperdarahan. Faktor yang menyebabkan Tn. J mengalami kondisi tersebut : Faktor ditandai dengan panas tinggi sejak 3 hari yang lalu, terdapat bintikbintik merah di belakang telinga, Hb 15 gr/dL, Ht 46, trombosit 135.000 m3/L.

25

Namun penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini dengan mudah dapat dikenali dengan pemeriksaan laboratorium (trombosit dan hematokrit).

Patoflow Kasus Tn. J Virus Virusdengue Dengue


Gejala viremia
Permeabilitas dinding Kapiler Volume Plasma

Nekrosis jaringan

Renjatan hipovolemik

Hipotensi

Kematian
Komplikasi dari Penyakit Tn. J Dari analisis dan pemeriksa lanjutan komplikasi yang akan terjadi bila tidak segera ditangani kemungkinan perdarahan masif, ensefalopati dengue, gagal ginjal akut, edema paru, serta anemia.

Diagnosa Keperawatan Tn. J Masalah keperawatan Tn. J a) Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b.d kerusakan kontrol suhu sekunder terhadap infeksi yang dimanifestasikan dengan panas tinggi sejak 3 hari tidak turun-turun. b) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak kuat dimanifestasikan dengan tidak nafsu makan dan nyeri ulu hati. c) Potensial terjadi syok hipovolemik b.d perdarahan yang berlebihan dimanifestasikan dengan tes rumple led (+), Hb 15 gr/dL, Ht 46, leukosit 3000 m3/L, trombosit 135000 m3/L.
26

Rencana Asuhan Keperawatan Tn. J Pasien Usia : Tn. J :Perawat : Mega Puspa Sari

(mahasiswa PSIK-FKIK-UIN Jakarta)

Diagnosa Keperawatan a) Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b.d kontrol kerusakan suhu

Tujuan Suhu tubuh turun sampai normal waktu 4 batas dalam jam

Kriteria Hasil Klien mengungkapkan badanynya tidak terasa panas.

sekunder terhadap infeksi yang

setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Suhu tubuh turun 36 37.5), dan klien gelisah. tidak

dimanifestasikan dengan panas

tinggi sejak 3 hari yang lalu tidak

turun-turun.

b) Gangguan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan nutrisi (asupan makanan) terpenuhi. Klien mengatakan sudah makan bisa sedikit-

Kebutuhan Tubuh b.d tidak intake yang

adekuat

dimanifestasikan dengan mual, tidak nafsu makan.

sedikit dan tidak terdapat tanda-

tanda malnutrisi.

c) Potensial

terjadi

Syok perdarahan teratasi.

dan

syok hipovolemik b.d yang perdarahan berlebihan

Tanda vital stabil

27

dimanifestasikan dengan gr/dL, Hb Ht 15 46,

dalam normal, kesadaran compos pasien

batas

trombosit 135000 m3/L.

mentis, dapat

berkomunikasi dengan Hematokrit dalam batas baik.

normal : 37 - 43 %

Intervensi dan Rasional

a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b.d kerusakan kontrol suhu sekunder terhadap infeksi yang dimanifestasikan dengan panas tinggi sejak 3 hari yang lalu tidak turun-turun.

Intervensi 1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) 2. Berikan hangat Kolaborasi : 1. Berikan antipiretik kompres mandi Pola

Rasional demam dapat menegakan

memebantu diagnosis Dapat

membantu

mengurangi demam Digunakan untuk

mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus.

28

b. Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d intake yang tidak adekuat dimanifestasikan dengan mual dan tidak nafsu makan. Intervensi
1. Beri

Rasional sesuai dan Mengobservasi penyimpangan normal/dasar memengaruhi intervensi. pasien dari dan pilihan

makanan kebutuhan

dengan

kesukaannya.

2. Observasi jumlah makanan

yang terkonsumsi.

Mengidentifikasi

masukan

kalori/kualitas dari makanan yang dikonsumsi.


3. Kolaborasi dengan medis

tentang

keluhan

untuk

Membantu dalam identifikasi defisit nutrient dan kebutuhan terhadap intervensi nutrisi.

mendapatkan infus, obat anti mual, obat penambah nafsu makan.


4. Berikan makan sedikit dan

Meningkatkan makanan masukan.

hasrat

pada jumlah

sering.

dan

5. Lakukan cek BB tiap 3 hari

Mengawasi penurunan BB atau mengawasi efektivitas intervensi.

c. Potensial

terjadi

syok

hipovolemik

b.d

perdarahan

yang

berlebihan dimanifestasikan dengan Hb 15 gr/dL, Ht 46, trombosit 135000 m3/L.

29

Intervensi 1. Mandiri : Observasi tanda-tanda vital: Tekanan darah, frekuensi dan kedalaman pernafasan,

Rasional

Mengidentifikasi tanda-tanda vital jumlah cairan yang

masuk dan keluar

frekuensi dan kedalaman nadi, suhu. Monitor intake-output Cek Hemoglobin, hematokrit, dan trombosit. Observasi perkembangan

bintik-bintik merah di kulit, keluhan dingin, dingin. Ukur dan catat perdarahan yang keluar lemah, kulit keringat dan

lembab

2. Kolaborasi pemberian : Terapi cairan RL

dalam

Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemik syok.

atau

pengganti plasma Kalau perlu transfusi darah (trombosit)

2. Kasus 2 Ny.L mengeluh demam naik turun sejak 5 hari yang lalu, suhu badan terasa panas terutama di sore hari, nyeri ulu hati dan tidak nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik nyeri epigstrik positif, suara paru vesikuler, suara jantung normal, TD 110/80

30

mmHg, N 98x/menit, P 20x/menit, lidah tampak kotor. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 12 g/dL, Ht 36, leukosit 2000 m3/L, widal positif.

Pembahasan: 1. Penyakit yang diderita oleh Ny.L dari data yang ada: Data Data subjektif: Ny.L mengeluh demam naik turun sejak 5 hari yang lalu, suhu badan terasa panas terutama di sore hari, nyeri ulu hati dan tidak nafsu makan. Data objektif: Hasil pemeriksaan: fisik nyeri epigstrik positif, lidah tampak kotor. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 12 g/dL, Ht 36, leukosit 2000 m3/L, widal positif. Diagnosa medis Demam tifoid

2. Komplikasi untuk kasus Ny.L Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam : 1. Komplikasi intestinal 1. Perdarahan usus 2. Perforasi usus 3. Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstraintetstinal 1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer

(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

31

2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik. 3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis. 4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis. 5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. 6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. 7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001) 3. Identifikasi masalah pada Ny.L didasarkan pada konsep patofisiologinya masalah utama 4. Data-data klinis dan diagnostik yang sesusi dengan konsep patofisiologi a) Anamnesa Apa ada rasa mual? Apa ibu muntah?

b) Pemeriksaan fisik Adanya sianosis

c) Laboratorium 1. Leukopenia, anesonofilia 2. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III 3. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi
32

4. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan 5. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M

5. Masalah keperawatan pada Ny.L a) Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat. b) Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi. 6. Rencana asuhan keperawatan untuk Ny.L a) Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Diagnosa keperawatan Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan Resiko nutrisi kurang Nafsu dari kebutuhan tubuh bertambah, tidak terjadi menunjukkan berat KH makan

badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik

usus normal (6-12 kali per menit) nilai normal, dan

laboratorium konjungtiva

membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi

33

Intervensi 1) Kaji pola nutrisi klien 2) kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien 3) anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut 4) timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering 5) catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung 6) kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet 7) kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin 8) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

b) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Diagnosa keperawatan Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan Hipertermi teratasi Suhu,

KH nadi dan

pernafasan dalam batas normal bebas dari

kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan

masalah typhoid.

34

Intervensi Intervensi 1) Observasi suhu tubuh klien 2) anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien 3) beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas 4) anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun 5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik. Diagnosa

3. Kasus 3 Tn.T mengeluh menggigil terus sejak 4 hari yang lalu, suhu badan panas, merasa lemas. Menurut keterangan isterinya Tn.T baru pulang dari tugas ke Kalimantan seminggu yang lalu. Pemeriksaan fisik ditemukan splenomegali.

Pembahasan 1. Dari hasil data dan pemeriksaan fisik Data focus Data subjektif: Tn.T mengeluh menggigil terus sejak 4 hari yang lalu, suhu badan panas, merasa lemas. Menurut keterangan isterinya Tn.T baru pulang dari tugas ke Kalimantan seminggu yang lalu. Data objektif: splenomegali. Diagnosa medis Malaria

Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali

35

tersebar

di

wilayah

tropik,

misalnya

di

Amerika,Asia

dan

Afrika.

Ada empat type plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax. Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malaria.

2. Komplikasi Malaria berat terutama disebabkan oleh Plasmodium falciparum yang dapat menimbulkan komplikasi berupa: Malaria otak dengan koma (unarousable koma) Anemia normositik berat Gagal ginjal Edema paru Hipoglikemia Syok Perdarahan spontan/DIC (Disseminated intravascular coagulation) Kejang umum yang berulang Asidosis Anemia hemoglobinuria Gangguan kesadaran Penderita sangat lemah Hiperparasitemia Ikterus Hiperpireksi

36

3. Identifikasi masalah utama pada Tn.T Infeksi oleh Plasmodium

Respon imun

Masuk ke sel darah merah

Suhu tinggi

Menumpuk di pemb.darah

Peningkatan thermostat

Sel darah merah difagosit

Mekanisme homeostasis suhu

Menghalangi sirkulasi

Suhu tinggi Banyak sel darah merah yang hancur Cairan banyak keluar Menghasilkan emboli

Anemia

Kekurangan cairan dan elektrolit

Jaringan nekrosis

Lemah dan letih

Kerusakan jaringan

Dari data yang telah didentifikasi, masalah utama pada Tn.T adalah Hipertermia yang disertai rasa menggigil.

4. Data klinis dan diagnostik pasien sesuai dengan patofisiologinya. a) Anamnesa: Wawancara: Apa demam yang bapak rasakan berlangsung terus menerus dari pagi sampai sore? Apakah demam bapak rasakan muncul setiap empat hari sekali atau tiga hari sekali? Bisa menggambarkan proses demam yang bapak rasakan?

37

Apakah demam bapak mengalami tiga fase, dimana fase tersebut dimulai dengan rasa menggigil kemudian merasakan puncak panas dan yang terakhir bapak berkeringat?

Apa ada perasaan mual bahkan muntah saat bapak mengalami demam?

b) Pemeriksaan fisik Lihat adanya sianosis Lihat adanya kemerahan Kaji tanda-tanda vital

c) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah tepi

5. Masalah keperawatan pada kasus Tn.T a) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit infeksi b) Risiko tinggi kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler akibat proses evaporasi 6. Rencana asuhan keperawatan Tn.H a) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit infeksi. Diagnosa keperawatan Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit infeksi yang dimanifestasikan oleh menggigil terus sejak 4 hari yang lalu, suhu badan panas, merasa lemas dan menurut keterangan isterinya bahwa Tn T baru pulang Suhu Tujuan tubuh Kriteria Hasil menjadi Pasien dapat: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipertermia. 2. menghubungkan metode pencegahan hipertermia. 3. Mempertahankan suhu tubuh normal.

normal (36-37,5)

38

dari tugas ke Kalimantan seminggu yang lalu.

Intervensi INTERVENSI/TINDAKAN Mandiri: 1. Ajarkan klienpentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 mL/hari) untuk mencegah dehidrasi. 2. Pantau masukan dan haluaran cairan. 3. Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau aktivitas yang direncanakan. 4. Ajarkan pentingnya peningkatan masukan cairan selama cuaca hangat dan latihan. 5. Jelaskan kebutuhan untuk menghindari lakohol, kafein, dan makan banyak selama cuaca panas. 6. Hindari aktivitas di luar ruangan antara pukul 11.00 dan 14.00 WIB. 7. Ajarkan tanda awal hipertermia atau sengatan panas: Kulit memerah Sakit kepala Keletihan Kehilangan nafsu makan

b) Risiko tinggi kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Diagnosa keperawatan Risiko tinggi kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan Tujuan Volume cairan terpenuhi dan kembali normal. kriteria hasil Pasien menyatakan: Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 mL (kecuali kalau terdapat kontraindikasi)

39

permeabilitas kapiler yang dimanifestasikan oleh menggigil terus sejak 4 hari yang lalu, suhu badan panas, merasa lemas. Pemeriksaan fisik ditemukan splenomegali.

Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau panas.

Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal Memperlihatkan ada tidaknya tanda dan gejala dehidrasi.

Intervensi TINDAKAN/INTERVENSI Mandiri: 1. Kaji yang disukai dan yang tidak disukai, berikan cairan kesukan dalam batasan diet. 2. Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis. 100 mL selama siang hari, 800 mL selama sore hari, 300 mL pada malam hari). 3. Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urine. 4. Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk

mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan. 5. Pantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 mL cairan per oral setiap 24 jam. 6. Pantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500 mL/24 jam. Pantau terhadap penurunan jenis urine. 7. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin. 8. Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, pada waktu yang sama. Kehilangan berat badan 2%-4%

40

menunjukkan dehidrasi ringan, kehilangan berat badan 5%-9% menunjukkan dehidrasi sedang. 9. Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapat menambah kehilangan cairan. 10. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang dan drein.

41

BAB 4 PENUTUP Pada kasus 1, menggambarkan tentang individu yang mengalami penyakit DBD. DBD adalah sejenis penyakit tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Pada kasus 2, menggambarkan tentang individu yang mengalami penyakit demam tifoid. Tifoid adalah salah satu penyakit tropis yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyposa. Pada kasus 3, menggambarkan tentang individu yang mengalami penyakit malaria. Penyakit malaria merupakan suatu penyakit endemik dengan perantara nyamuk Anopheles.

42

You might also like