You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Tiap orang memilik definisi yang berbeda beda mengenai terorisme. Hal ini terjadi karena beberapa ulama memberikan definisi yang beragam. Berikut merupakan beberapa definisi mengenai terorisme: a. Menurut majma al-fiqhy al-islamy. Terorisme adalah suatu permusuhan oleh individu-individu, kelompokkelompok atau Negara-negara dengan penuh kesewenangan-kesewenangan terhadap manusia(agama,darah,harta,akal, dan kehormatan). b. Menurut majma al-buhuts al-islamiah Terorisme adalah membuat takut orang-orang yang aman, menghancurkan kemaslahatan, tonggak-tonggak kehidupan mereka dan melampaui batas terhadap harta, kehormatan, kebebasan dan kemuliaan manusia dengan penuh kesewenangan-kesewenangan dan kerusakan dimuka bumi. c. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa atau menghancurkan atau kebebasan asasi atau melanggar kehormatan manusia. d. Menurut as-syar al-ausath bersama Prof. Dr. Syaikh Sholih bin ghonim mengenai masalah irhab(terorisme) Iirhab secara bahasa adalah melakukan sesuatu yang menyebabkan kepanikan, ketakutan, membuat gelisah orang-orang yang nyaman, menyebabkan kegoncangan dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dan menghentikan aktifitasaktifitas mereka serta menimbulkan keguncangan dalam keamanan dan kehidupan serta interaksi. e. Teroris menurut syariat Adalah segala sesuatu yang enyebabkan goncangan keamanan, pertumpahan darah kerusakan harta atau pelampauan batas dengan berbagai bentuknya. f. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Terorisme diartikan sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik), atau dapat pula diartikan sebagai praktik tindakan teror.

Terorisme sendiri pada hakikatnya merupakan suatu tindak kejahatan ekstrim yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menebarkan teror, ancaman, ketakutan, kekhawatiran, dan rasa tidak aman di tengah-tengah masyarakat sehingga menimbulkannya adanya pergolakan dan ketidakstabilan baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Di dunia bahkan di Indonesia sekalipun, kata teroris bukan merupakan hal yang baru dan bukan menjadi kata yang asing lagi di telinga. Terlebih sejak terjadinya peristiwa September Kelabu di gedung World Trade Center (WTC) di New york, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001 yang menelan 300 korban jiwa. Semakin maraknya kasus terorisme yang terjadi seolah olah menjadikan Islam sebagai agama yang penuh kekerasan di hadapan dunia. Hal ini terjadi karena terdapat kelompok kelompok radikal yang melakukan tindakan kekerasan (dalam hal ini terorisme) dengan mengatasnamakan agama tertentu. Selain itu, masyarakat sudah terlanjur menpersepsikan bahwa setiap tindakan terorisme erat kaitannya dengan Islam. Padahal, sebenarnya Islam adalah agama yang sangat mencintai dan menjunjung tinggi perdamaian. Terlebih lagi, di agama Islam sendiri tidak pernah diajarkan dan tidak pernah dibenarkan kekerasan terhadap sesama makhluk hidup. Terorisme merupakan salah satu isu global yang sering diperbincangkan dan mempengaruhi kebijakan politik di dunia untuk senantiasa memerangi, mengantisipasi, serta meminimalisir tindakan teror di masing masing negara. Terorisme juga merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan khusus yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi suatu negara. Dampak kerugian yang ditimbulkan ada yang sifatnya langsung dirasakan, ada pula yang sifatnya tidak langsung. Dampak kerugian langsung bisa berupa kerusakan fisik di sekitar lokasi berlangsungnya tindakan terorisme yang meimbulkan kerugian yang tidak sedikit, misalnya lokasi yang dijadikan tempat peledakan bom. Semakin masif serangan yang dilakukan teroris, semakin besar pula kerugian langsung yang ditimbulkan. Namun, di sisi lain, ada pula dampak kerugian yang sifatnya tidak langsung yang jumlahnya bisa jadi lebih besar dibandingkan dampak kerugian yang sifatnya langsung. Terjadinya tindakan terorisme di suatu negara secara tidak langsung bisa mengancam sejumlah sektor lapangan usaha dalam perekonomian negara tersebut yang sensitif terhadap perubahan kondisi keamanan. Sebagai contoh, sektor transportasi atau pengangkutan, khususnya transportasi udara, mengingat banyak serangan terorisme yang terjadi di dalam pesawat terbang. Selain itu, sektor pariwisata juga menderita kerugian yang cukup besar akibat kejadian terorisme. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Bali dan objekobjek tujuan wisata lainnya di Indonesia. Dampak kerugian dari tindakan terorisme yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja (perkembangan) sektor lain ini bisa dikategorikan sebagai eksternalitas negatif dalam perspektif ilmu ekonomi. Dalam islam sering kali dikenal kata jihad. Dan orang orang yang berjihad dijalan kami. Sungguh kami benar benar akan menunjukkan mereka pada kami (QS: Al Ankabut : 69 ) Siapa siapa yang berjihad maka sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya sendiri. ( QS: Al Ankabut : 6 ).
2

Makna jihad sangatlah luas jika dipandang sebelah mata. Jihad berarti berjuang dan bersungguh sungguh dengan tujuan mendapat maklamat di sisi Allah di atas muka bumi ini, dengan pengorbanan jiwa dan raga bahakan mati pun menjadi taruhan untuk berjihad. Kalau kita lihat dan dibaca sejenak mudah sekali kita menafsiri apa itu jihad. Secara tanggap, jihad seperti para teroris yang mengklaim dirinya sendiri sebagai sosok yang sangat berharga bagi umat islam lainnya, yang mana niat mereka ialah berjihad fi sabilillah. Konsep Jihad dalam Islam ini sering difahami keliru oleh sebagian kelompok umat Islam dan kemudian didukung oleh para orientalis, bahwa konsep jihad yang dikembangkan adalah dengan hanya mengidentikkannya dengan angkat senjata. Pada hakekatnya, menurut Sufyan Al-Thauri, Ulama besar abad kedua Hijri, jihad mencakup aneka ragam aktifitas; ia terdiri dari 10 bagian, hanya satu diantaranya dalam bentuk mengangkat senjata. Bentuk ini pun tidak dibenarkan apabila lawan menghendaki perdamaian (QS. 8:61). Adapun 9 bagian lainnya, termasuk diantaranya jihad dengan membelanjakan harta. Allah, bahkan mendahulukan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah ketimbang mereka yang berjihad mengorbankan nyawanya (QS. 49:15). Namun sangat disayangkan perilaku sebagian kelompok umat Islam dalam berdakwah banyak yang memaknai jihad adalah perang dengan angkat senjata, sehingga ketika melihat kemaksiatan dan kemunkaran sedikit, mereka (kelompok umat Islam fundamentalis) langsung menanggapinya dengan emosianal dan angkat senjata. Sikap emosional yang dimunculkan oleh mereka juga sering ditampakan melalui jalur politik dan kekuasaan dengan memaksakan formalisasi Islam di segala lini. Islam hari ini dipandang oleh banyak orang di Barat sebagai agama yang agresif yang mempromosikan terorisme. Sayangnya, hal yang sering terjadi bahwa pembunuhan orangorang yang tidak berdosa, bom bunuh diri, dan kegiatan teroris ini dilakukan oleh orangorang yang mengklaim dirinya sebagai Muslim, namun pada kenyataannya, tanggung jawab untuk tindakan-tindakan berbahaya seperti itu benar-benar bersandar dengan apa yang diajarkan para pemuka agama Islam, yang sungguh-sungguh keliru dalam pemahaman mereka tentang masalah jihad. Mereka menganggap pembunuhan manusia 'oleh pedang' sebagai kewajiban agama. Para ulama ini sengaja menyalahtafsirkan beberapa ayat-ayat Al Qur'an Mutashabihat (bermakna rumit dan beraneka segi) dan mempersamakan Jihad Islam sejati dengan pemberontakan untuk keuntungan mereka sendiri. Banyak sekali faktor yang melatarbelakangi tindakan terorisme, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Dan banyak pula anggapan yang muncul mengenai tindakan terorisme, khususnya dari kalangan umat Islam sendiri. Seiring berjalannya waktu dan bertambah modernnya peradaban, terorisme semakin menjadi permasalahan yang kompleks dan fundamental yang bukan hanya menyangkut satu bidang kehidupan saja tetapi mencakup beberapa aspek dalam kehidupan, seperti sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Kini terorisme kian menjadi momok bagi dunia. Terorisme tidak lagi mengenal tempat, waktu, dan suasana. Motivasi dan cara yang dilakukan oleh para teroris pun semakin bervariasi sehingga memperjelas dan mempertegas bahwa terorisme merupakan kejahatan yang sangat mengancam keamanan, perdamaian, dan kestabilan bangsa.

1.2

Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang masalah tersebut, kami dapat mengambil rumusan masalah: Apa sajakah yang melatarbelakangi terjadinya terorisme? Bagaimaknakah ciri ciri Islam radikal? Bagaimanakah pandangan Islam mengenai terorisme? Bagaimanakah kekerasan yang mengatasnamakan agama? Bagaimana sikap Islam terhadap para teroris?

1.3

Maksud dan Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam, mengetahui lebih dalam mengenai hal hal yang berhubungan dengan terorisme, serta mengetahui bagaimana pandangan Islam sendiri mengenai teroris yang nantinya akan kami jadikan antisipasi serta pengetahuan agar di kemudian hari tidak terjebak di dalam tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama dan pemahaman ajaran agama yang salah.

1.4

Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode studi pustaka dengan mengumpulkan materi materi dari berbagai sumber di internet.

BAB II ISI

2.1

Latar Belakang Terorisme

Faktor faktor yang melatarbelakangi tindak terorisme penting untuk dianalisis, diteliti, dan dipahami lebih lanjut agar pemerintah (selaku pengambil kebijakan) dapat mengetahui langkah langkah strategis apa saja yang perlu dilakukan untuk merealisasikan upaya upaya preventif untuk mencegah terjadinya tindakan terorisme tersebut. Secara garis besar, analisis yang dilakukan menemukan setidaknya terdapat beberapa faktor pemicu timbulnya tindakan terorisme, antara lain: a. b. Salah penafsiran terhadap ayat ayat Al Quran Buruknya keadaan bangsa 1. Masalah sosioekonomi yang meliputi kemiskinan; ketidakadilan sosial; besarnya jumlah pengangguran; tingkat pendidikan yang rendah sehingga orang mudah terpengaruh dengan doktrin - doktrin yang diberikan kepadanya, walaupun doktrin tersebut belum sepenuhnya benar 2. Kegagalan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan, penegakan hukum, penumpasan kasus - kasus korupsi, dan pemerintah tidak mampu memberi teladan yang baik bagi rakyatnya sendiri Negara non demokrasi, dimana ruang bicara publik sanagt terbatas sehingga warga negara tidak memiliki kesempatan mengemukakan pendapat termasuk dalam hal pandangan politik, serta tidak ikut serta dalam pengelolaan negara yang berakibat kepada rakyat yang merasa terkungkung Pelanggaran harkat kemanusiaan, seperti diskriminasi antar etnis, agama, suku bangsa, bahasa, dll atau sering disebut dengan SARA Frustasi, entah karena point a, b, ataupun c Separatisme, yaitu bentuk usaha untuk memisahkan diri dari negaranya sendiri, dan terorisme dapat dijadikan sebagai alat perjuangan untuk mencapai apa yang diinginkannya Radikalisme agama, untuk hal ini, motif yang mendasari terkadang sulit untuk diamati, pribadi yang melakukan aksi terorisme karena radikalisme agama menganggap bahwa dunia dikuasai dan dibelenggu oleh kekuatan hitam, dan mereka menganggap bahwa dua adalah utusan dari Tuhan yang terpanggil hatinya untuk membebaskan dunia dari kekuatan hitam tersebut
5

c.

d.

e. f.

g.

h.

Motif politik, sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah dan juga dapat sebagai pengalihan isu yang sedang marak diperbincangkan seperti pengalihan isu suap, korupsi, dll.

Salah satu sumber masalah terorisme yang merebak sekarang ini adalah salah penafsiran atas ayat-ayat Quran yang sedemikian lama mengakar dalam beberapa gelintir umat. Kesalahan itu tidak kunjung diperbaiki hingga waktu yang lama hingga menimbulkan suatu doktrin yang mengakar kuat dan dianggap sebagai ajaran yang benar oleh orang yang menganutnya. Celakanya doktrin ini selama bertahun-tahun telah disebarkan oleh ulamaulama yang sangat berpengaruh yang jumlahnya tidak sedikit. Selain kesalahpahaman dalam menafsirkan kandungan dan makna dari Al Quran, Ehrlich dan Liu (2002) mengungkapkan bahwa faktor - faktor sosioekonomi, khususnya masalah kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan besarnya jumlah pengangguran atau generasi muda yang tidak memiliki prospek ekonomi, bisa menjadi salah satu penyebab yang memberikan sumbangsih dalam mendorong terjadinya aksi - aksi terorisme. Akan tetapi, mengenai signifikansi faktor faktor tersebut dalam menjelaskan pemicu terorisme masih diperdebatkan dan banyak memunculkan pertentangan. Maka dari itu, faktor - faktor sosioekonomi kerap kali luput dari perhatian negara maju, padahal faktor tersebut memiliki potensi menciptakan kelemahan - kelemahan yang dapat memotivasi tindakan terorisme dan memudahkan perekrutan teroris. Terkait hal tersebut, perlu adanya upaya - upaya khusus yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kelemahan kelemahan sosioekonomi yang ada. Negara - negara maju, khususnya Amerika Serikat, dirasa mampu untuk membantu upaya penurunan angka terorisme dengan cara mengontrol konsumsi yang berlebihan (overconsumption) dan meningkatkan jumlah bantuan (aid) bagi negara - negara berkembang. Memang perlu diakui bahwa faktor - faktor kondisi sosioekonomi bukanlah penyebab utama atau penyebab satu satunya dari timbulnya aksi serangan teroris. Buktinya, tidak semua negara - negara di Asia Tenggara dan Amerika Latin yang memiliki kondisi sosioekonomi yang sama dengan Indonesia memunculkan gerakan terorisme dan mengalami serangan teroris seperti Indonesia. Selain itu, walaupun jumlah orang miskin di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, sangat banyak jumlahnya (bisa jadi lebih dari lima puluh persen dari jumlah penduduk), sebagian besar penduduk bukanlah teroris atau dengan kata lain hanya sedikit sekali anggota masyarakat yang menjadi teroris. Pemaparan Benmelech, Berrebi, dan Klor (2010) bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dan kondisi perekonomian yang buruk memungkinkan organisasi teror untuk merekrut teroris yang lebih berpendidikan, dewasa, dan berpengalaman, kontradiktif dengan pemaparan Ehrlich dan Liu (2002). Namun, apabila analisis tersebut benar adanya, maka kesimpulan ini bisa menjelaskan mengapa hanya segelintir orang yang menjadi teroris di negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif besar. Lebih lanjut, munculnya tindakan terorisme di Indonesia merupakan implikasi dari buruknya kondisi bangsa saat ini yang membuat banyak orang frustrasi. Hal ini ditandai
6

dengan beberapa indikator ekonomi dan politik, antara lain tindakan korupsi yang terus merajalela, ekonomi rakyat kecil yang sulit dan semakin terdesak, jaminan keamanan bagi masyarakat yang rendah (kegagalan aparatur keamanan dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat), para pemimpin pemerintahan tidak lagi mampu memberikan teladan atau contoh yang baik kepada masyarakat (buruknya moral para wakil rakyat yang semakin terekspos media), dan konspirasi global yang merugikan bangsa atau umat tertentu (seperti: konspirasi zionis, konspirasi organisasi organisasi multilateral internasional, dan lain-lain). Indikator indikator tersebut memunculkan anggapan bagi segelintir orang bahwa Indonesia saat ini telah menjadi negara yang gagal (failed states) di sejumlah bidang, khususnya yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Argumen bahwa tindakan terorisme di Indonesia dipicu oleh kegagalan pemerintah juga dapat dihubungkan dengan argumen sebelumnya yang menjelaskan bahwa tindakan terorisme disebabkan kondisi sosioekonomi yang buruk. Kedua argumen tersebut dapat melengkapi satu sama lain. Munculnya anggapan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal dalam menjalankan perannya selama ini, baik dalam kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum, maupun politik luar negeri, mendorong segelintir orang berpendidikan untuk merancang aksi terorisme. Kondisi kesejahteraan masyarakat yang rendah dan tingkat pengangguran tinggi memudahkan otak aksi terorisme tersebut untuk merekrut pelaku pelaku terorisme lainnya, khususnya yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Selain faktor faktor sosial dan ekonomi, muncul pula argumen yang menyatakan bahwa tindakan tindakan terorisme yang ada di Indonesia hanyalah rekayasa penguasa belaka. Dalam hal ini, faktor politik dan pemerintahan yang berperan dalam menimbulkan aksi aksi terorisme di dalam negeri. Latief (2011) menilai maraknya aksi terorisme di Indonesia pada tahun 2011 menimbulkan banyak praduga, apakah aksi teror yang terjadi antara nyata dan rekayasa (real unreal). Muncul argumen yang menyatakan bahwa aksi terorisme yang terjadi belakangan ini memiliki kaitan dengan korban korban kekerasan di masa lalu (khusunya, pada masa Orde Baru), mengingat aparat keamanan turut menjadi target serangan teroris. Di sisi lain, muncul pula argumen adanya keterlibatan negara dalam aksi terorisme. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, terdapat hubungan antara skenario aparatur pertahana dan keamanan negara untuk melindungi kepentingan kepentingan politik penguasa. Argumen bahwa ada keterlibatan negara dalam aksi terorisme di Indonesia terdapat dalam film Inside Indonesias War and Teror. Film ini diproduksi oleh Dateline SBS (Special Broadcasting Service), sebuah stasiun televisi terkenal di Australia dan sudah ditayangkan pada tanggal 12 Oktober 2005. Film dokumenter tersebut menyimpulkan bahwa mayoritas aksi teror dan kerusuhan antaragama di Indonesia adalah proyek negara yang melibatkan TNI (Tentara Nasional Indonesia), Polri (Kepolisian Republik Indonesia), dan BIN (Badan Intelejen Negara). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada suatu konspirasi politik penguasa di balik aksi aksi terorisme di Indonesia. Argumen tersebut memang sangat kontroversial dan bisa menyulut gejolak politik dan keamanan dalam negeri, serta menciptakan instabilitas nasional. Maka dari itu, pemerintah perlu menunjukkan keseriusan dalam memerangi terorisme sambil tetap menjalankan
7

tugasnya dalam membela kepentingan rakyat, bukan hanya sekedar mengurusi kepentingan elit elit politik. Walaupun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan faktor mana yang paling signifikan memicu aksi terorisme. Namun, di tahun tahun mendatang, tidak menutup kemungkinan bahwa tindakan terorisme dilatarbelakangi oleh faktor faktor lain di luar faktor yang telah dipaparkan oleh penulis.

2.2

Ciri-ciri Islam Radikal

Pada dasarnya, Istilah Radikalisme sebenarnya bukan merupakan konsep yang asing. Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan Pakistan. Namanama seperti Hassan al-Banna, Sayyid Qutb dan al-Maududi terbukti sangat memengaruhi pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Mesir dan Pakistan. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras. Setiap Islam disuarakan, nama mereka semakin melekat dalam ingatan. Bahkan, sampai tahun 1970-1980-an ikut menyemangati perkembangan komunitas usroh di banyak kampus atau organisasi Islam. Seperti FPI, HTI dan PKS. Istilah radikalisme Islam kian menguat tak hanya pada matra tekstualitas agama. Persentuhan dengan dunia kini, menuntut adanya perluasan gerakan. Mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan hingga ranah politik. Secara umum ada tiga kecenderungan yang menjadi indikasi radikalisme. Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung, biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalahmasalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dipandang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak. Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang ada. Dengan demikian, sesuai dengan arti kata radic, sikap radikal mengandaikan keinginan untuk mengubah keadaan secara mendasar. Ketiga adalah kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini pada saat yang sama dibarengi dengan panafian kebenaran sistem lain yang akan diganti dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program atau filosofi sering dikombinasikan dengan cara-cara pencapaian yang mengatasnamakan nilai-nilai ideal seperti kerakyatan atau kemanusiaan . Akan tetapi kuatnya keyakinan tersebut dapat mengakibatkan munculnya sikap emosional di kalangan kaum radikalis. Radikalisme keagamaan sebenarnya fenomena yang biasa muncul dalam agama apa saja. Radikalisme sangat berkaitan erat dengan fundamentalisme, yang ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme adalah semacam Ideologi yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup oleh masyarakat maupun individu.
8

Biasanya fundamentalisme akan diiringi oleh radikalisme dan kekerasan ketika kebebasan untuk kembali kepada agama tadi dihalangi oleh situasi sosial politik yang mengelilingi masyarakat. Munculnya radikalisme Islam di Indonesia ditengarai salah satunya adalah karena kehadiran orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke Indonesia. Kehadiran mereka ke tanah air tidak dengan tangan kosong, namun mereka datang dengan membawa ideologi baru ke tanah air yang telah mampu mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Telah banyak kajian dilakukan oleh banyak pakar untuk mempelajari para pendatang dari Arab ke tanah air. Kehadiran mereka ini pada akhirnya menjadi sangat fenomenal di Indonesia karena pengaruh mereka dianggap berbahaya. Terdapat Salah satu hasil pemahaman yang dimunculkan dari ideologi ke Timuran (wahabi) ke tanah air yang kemudian dianggap berbahaya karena kesalahfahaman dalam menafsirkan ajaran tersebut. Yakni, konsep jihad yang menyimpan banyak tafsir, dari adanya kesalahfahaman dalam menafsirkan konsep jihad. Hal ini kemudian memunculkan kesan bahwa radikalisme dalam Islam semakin terpatri kuat oleh sebagian masyarakat. Antara fundamental-ideologis atau kuasa politik, tak bisa menolak realitas pengeremangan Islam. Pemurnian Islam yang dibayangkannya terjebak pada penistaan. Egoisme politik telah mengaburkan cara beragama mereka. Dan, mimpi formalisasi syariat dengan tindak kekerasan hanya menyudutkan Islam. Bahwa Islam sebentuk agama penganjur kedamaian sekaligus keretakan sosial. Antara fundamental-ideologis atau kuasa politik, tak bisa menolak realitas peneremangan Islam. Pemurnian Islam yang dibayangkannya terjebak pada penistaan. Egoisme politik telah mengaburkan cara beragama mereka. Dan, mimpi formalisasi syariat dengan tindak kekerasan hanya menyudutkan Islam. Bahwa Islam sebentuk agama penganjur kedamaian sekaligus keretakan sosial. Dari sini, ideologi radikal tampak begitu dekat dengan permainan kuasa. Menempuh jalur politik diyakini dapat mengantarkan Islam pada kondisi lebih tinggi, yaitu, mimpi formalisasi syariat dan terbentuknya negara Tuhan. Sampai kini, kaum radikal terus berjuang untuk dua hal itu, baik melalui lobi-lobi politik maupun fundamental-ideologis. Ironisnya, Islam hanya dijadikan pendasaran politik kepentingan. Padahal, dalam praktiknya, teror, anarki dan kekerasan secara bergantian dilakukannya. Tidak ada batas baik-buruk, moralamoral. Semuanya berjalan di tataran politik yang menjauh dari Islam. Akhirnya, radikalisme kadang keliru dalam memahami Islam. Mungkin, di sinilah letak kekuatan radikalisme Islam Indonesia. Semakin melekat dalam setiap segmentasi sosial, semakin susah dibendung. Ia pandai membaca ruang sosial yang tak cepat lekang. Karena memahami setiap ruang akan mengantarkan radikalisme mencipta mentalitas kultural. Ketika kita melihat gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia, kita akan banyak menemukan beberapa karakter yang sama baik cara, metode dan model yang sering mereka lakukan. Baik itu gerakan yang baru ataupun yang lama. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar gerakan-gerakan yang diciptakan untuk merespon aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan kehidupan sosial politik yang bisa mendatangkan konsekuensi religiusitas tertentu. Hal ini bisa terjadi, menurut Amin Rais (1984), karena Islam dari sejak kelahirannya bersifat Revolusioner seperti bisa dilihat melalui sejarahnya.

Revolusi adalah suatu pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang dari suatu daerah atau negara terhadap keadaan yang ada, untuk menciptakan peraturan dan tatanan yang diinginkan. Dengan kata lain, revolusi menyiratkan pemberontakan terhadap keadaan yang menguasai, bertujuan menegakkan keadaan yang lain. Karena itu ada dua penyebab revolusi : (1) ketidak puasan dan kemarahan terhadap keadaan yang ada. (2) keinginan akan keadaan yang didambakan. Mengenali revolusi artinya mengenali faktor-faktor penyebab ketidakpuasan dan ideal cita-cita rakyat. Gerakan radikalisme yang muncul di Indonesia sebagian besar adalah berangkat dari ketidak puasan dan adanya keinginan untuk menjadikan atau menerapkan syariat Islam di Indonesia, bagi mereka, terjadinya ketidak adilan, banyaknya korupsi, krisis yang berkepanjagan dan ketidak harmonisan antara kaya dan miskin adalah akibat dari tidak diterapkannya syariat Islam. Banyaknya gerakan-gerakan radikalisme keagamaan yang akhir-akhir ini muncul ini karena adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab. Antara lain : a. Variabel Norma dan Ajaran.Ajaran yang ada mempengaruhi tingkah lakudan tindakan seorang muslim yang berasal dari Quran dan Hadis. (mungkin juga Ijma). Ajaran ini diinterpretasikan dan diinternalisasi. Karan ajaran yang ada sangat umum, hal ini memungkinkan munculnya beberapa interpretasi. Hal ini juga dimungkinkan karena setiap anggota masyarakat muslim mengalami sosialisasi primer yang berbeda, disamping pengalaman, pendidikan dan tingkatan ekonomi mereka juga tidak sama. Dari hasil interpretasi ini memunuclkan apa yang diidealkan berkaitan dengan kehidupan masyarakt Islam. Variabel sikap atau pemahaman mengenai tiga isu penerapan syariat Islam, bentuk negara Islam Indonesia dan Khalifah Islamiyah. Sikap ini adalah kelanjutan dari penafsiran terhadap ajaran agama Islam. Diasumsikan bahwa ada beberapa sikap umum yang muncul setelah masyarakat menafsirkan ajaran Islam. Sikap ini tersimbolkan dalam penerapan pemahaman Muslim terhadap ajaran agama mereka. Dalam hal ini ada tiga golongan : sekuler atau nisbi, substansialis dan skriptualis. Variabel sikap yang muncul ketika variabel kedua dihadapkan dengan kondisi sosial nyata dalam masyarakat. Hal ini termasuk di dalamnya adalah faktor-faktor domestik dan Internasional. Hegomoni politik oleh negara atau represi yang dilakukan oleh kelompok apapun terhadap umat Islam akan melahirkan respon yang berbeda dari berbagai kelompok yang ada. Kalnagan nisbi sama sekali tidak merspon karena mereka benar-benar indifferent. Hanya kelompok skriptualis yangdiasumsikan akan memperlihatkan sikap radikal. Kelompok substansialis meskipun punya kepedulian terhadap Islam dan juga umatnya dalam berbagai bidang, akan memperlihatkan sikap moderat. Misalnya mereka akan kelihatan luwes baik mengenai negara Islam atau Khilafah Islamiyah maupun mengenai (formalisasi) penerapan syriat Islam.

b.

c.

Dan untuk ciri ciri dari radikalisme Islam sendiri adalah sebagai berikut: a. Asal asalan dalam menggunakan dalil. Mereka hanya mengandalkan segelintir dalil umum tentang bidah yang mereka paksakan pengertiannya untuk
10

mengharamkan atau menganggap sesat amalan-amalan khusus dan terperinci. Berdalil dengan cara seperti ini adalah bathil (tidak benar) dan tidak dikenal di kalangan para ulama. Hal itu disebabkan oleh cara mereka memahami dalil bidah yang sangat tekstual (harfiyah) dan kasuistik tanpa memenggunakan metodologi para ulama ushul. Oleh karenanya, fatwa-fatwa mereka yang membidahkan acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tahlilan, ziarah kubur para wali, tawassul dengan orang yang sudah meninggal, dan lain sebagainya merupakan penyalahgunaan terhadap dalil dan penipuan terhadap umat, sebab perkaraperkara tersebut tidak pernah disebutkan larangannya baik di dalam al-Quran maupun di dalam hadis Rasulullah Saw. b. Terlalu berani menggunakan ayat-ayat yang berbicara tentang orang kafir atau musyrik penyembah berhala sebagai dalil untuk menganggap sesat kaum muslimin yang melakukan peringatan Maulid, tahlilan, tawassul, dan lain sebagainya. Bagaimana mungkin mereka dengan tega menyamakan saudaranya yang muslim dan beriman dengan para penyembah berhala, sedang Allah saja jelas-jelas membedakannya? Seakan-akan mereka mengatur Allah . Mereka telah memposisikan Allah seperti yang mereka inginkan. Ini terbersit ketika mereka berkata, bahwa orang yang melakukan tahlilan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. telah melakukan hal yang sia-sia dan tidak ada pahalanya, padahal pada acara tersebut orang jelas-jelas melakukan amal shaleh berupa silaturrahmi, berzikir, membaca al-Quran, membaca shalawat, menuntut ilmu, mendengarkan nasihat, berbagi makanan, berdoa, mengenang Nabi Saw. dengan membaca riwayat hidup beliau, dan memuliakan Nabi Saw. serta memupuk kecintaan kepada beliau, yang masing-masing itu jelas-jelas diperintahkan oleh Allah secara langsung maupun tidak langsung dan dijamin mendapat pahala. Ini merupakan kejanggalan besar di dalam aqidah, sebab Allah Maha Pemurah, tidak pelit seperti mereka. Allah Maha Berkehendak untuk memberi pahala kepada siapa yang Ia kehendaki, dengan begitu Ia tidak bisa diatur oleh makhluk-Nya. Berpemahaman yang terkesan sekuler, yaitu dengan membagi pengertian bidah menjadi dua: Bidah yang terlarang yaitu bidah agama (bidah diiniyyah) dan bidah yang menyangkut urusan dunia (bidah duniawiyyah) yang mereka anggap wajar atau boleh-boleh saja menurut kebutuhan. Bukankah semua urusan di dunia ini memiliki dampak dan resiko di akhirat nanti? Berarti, agama dan dunia tidak bisa dipisahkan, di mana tidak mungkin menjalankan agama tanpa fasilitas dunia, sebagaimana tidak mungkin selamat bila orang menjalani hidup di dunia tanpa tuntunan agama. Dalam hal ini, sebenarnya mereka sudah melakukan bidah yang sangat fatal (yang melanggar fatwa mereka sendiri), yaitu membagi defininisi bidah dengan pembagian yang tidak pernah disebutkan oleh Rasulullah Saw. dan para Sahabat beliau.
11

c.

d.

e.

Mengajarkan rasa kebencian dan kesombongan, yaitu dengan mendoktrin para pengikutnya untuk menganggap sesat amalan orang lain dan menjauhi amalan tersebut, serta menganggap bahwa kebenaran hanya yang sejalan dengan mereka. Pada kenyataannya di lapangan, Mereka bukan saja telah mendoktrin untuk menjauhi suatu amalan, tetapi sekaligus menjauhi para pelakunya, dan ini berbuntut pada rusaknya hubungan silaturrahmi. Lebih parahnya lagi, sebagian mereka juga menanamkan kebencian terhadap para ulama yang menulis kitabkitab agama dengan ikhlas hanya karena tidak sejalan dengan pemahaman faham mereka. Berpemahaman Materialisme Dzohiriyah, yaitu dengan hanya mengakui manfaat zhahir yang terlihat dari sebuah perbuatan, dan mengingkari manfaat batin yang justru lebih berharga dari manfaat zhahir. Terbukti, mereka lebih memilih memberi makan atau santunan kepada fakir-miskin atau anak yatim dalam rangkaian aksi sosial yang mereka yakini berpahala, daripada memberi peluang mendapat rahmat, ampunan, dan hidayah dalam acara tahlilan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang mereka yakini sia-sia. Padahal di dalam acara tahlilan atau Maulid, orang bukan cuma diberi peluang mendapat rahmat, ampunan, dan hidayah, tetapi juga diberi makan. Memang, menurut mereka, mengenyangkan perut orang lapar berarti menyelamatkannya dari jurang kekafiran. Sayangnya, setelah selamat dari jurang kekafiran, orang itu dijerumuskan ke jurang kesombongan, dan kesombongan adalah jalan lain menuju kekafiran. Mudah mengklaim salah & mendiskreditkan orang lain , yaitu dengan menuduh amalan orang lain sebagai amalan syirik atau sesat tanpa upaya mencari tahu alasan-alasan mengapa amalan itu dilakukan. Sebenarnya, mereka yang tidak kreatif ini sudah kehabisan tempat di hati masyarakat, sehingga tidak ada cara yang lebih bagus untuk merebutnya kecuali dengan menjelek-jelekkan atau menebarkan keragu-raguan di hati orang-orang yang sudah biasa mengikuti ajaran para ulama. Maklumlah, tidak ada cara yang lebih jitu bagi seorang pedagang yang culas untuk melariskan dagangannya selain dengan mencela-cela dagangan orang lain di hadapan para pembeli. Melakukan berbagai tuduhan palsu. Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., ratiban, dan tahlilan hanyalah merupakan tradisi atau kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat sejak masa dahulu yang diyakini mengandung kebaikan. Masyarakat pun tahu bahwa tradisi itu boleh-boleh saja diadakan atau tidak diadakan menurut kondisi. Namun golongan ini menilai hal tersebut dari sudut pandang mereka sendiri, dengan mengatakan bahwa masyarakat itu telah menjadikan acara tersebut sebagai bagian dari pokok ajaran agama atau syariat yang diada-adakan tanpa dasar. Lebih buruk lagi, tidak jarang mereka mengambil dalil dari ayat-ayat Al-Quran yang konteks sebenarnya ditujukan untuk orang kafir atau musyrik penyembah berhala, mereka arahkan tudingan ayat itu untuk
12

f.

g.

h.

pelaku Maulid atau tahlilan yang sudah jelas tidak menyembah berhala. Aneh memang, mereka yang menuduh, mereka sendiri yang menyalahkan, dan ini adalah fitnah besar. Ibaratnya, nasi kuning hanyalah makanan biasa. Kalau tidak doyan, tidak perlu menuduhnya sebagai peninggalan hindu yang biasa dibuat dalam rangka mengagungkan dan memberi persembahan pada dewa-dewa. i. Sangat gampang mengharamkan sesuatu yang tidak dijelaskan keharamannya di dalam Al-Quran atau Hadis . Misalnya, tahlilan, tawassul, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw itu mereka anggap haram, karena termasuk bidah sesat. Padahal Rasulullah Saw. sampai wafatnya tidak pernah menyebutkan bahwa yang beliau maksud ..setiap bidah itu kesesatan adalah tahlilan, tawassul, dan peringatan Maulid. Di sini tampak keculasan mereka; untuk menyalahkan orang lain mereka gunakan dalil umum (tidak terperinci), sedangkan untuk membenarkan amalan ibadah mereka, mereka gunakan dalil khusus (kasuistik/berdasarkan kasus-perkasus yang ada di dalam riwayat hadis). Akibatnya mereka sering berkata, Tidak ada dalil yang membenarkan peringatan Maulid. Semestinya mereka juga berpikir, Tidak ada dalill yang melarang peringatan Maulid, karena Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkannya! Yang dilarang itu bidah dholalah, bukan Maulid. Sangat berani membatasi kemampuan & kemurahan Allah. Saat mereka menganggap pahala amal orang hidup tidak bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal padahal orang tersebut telah berdoa kepada Allah untuk menyampaikannya, seolah mereka menganggap Allah lemah dan tidak mampu menyampaikan pahala itu kepadanya, dan menganggap Allah pelit sehingga tidak mau memenuhi permintaan hamba-Nya untuk menyampaikan pahala itu. Padahal, Allah sudah menjamin dalam firman-Nya, Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu (QS. Al-Mumin: 60) dan Aku tergantung sangkaan hamba-Ku, maka hendaklah ia menyangka kepada-Ku sekehendaknya (Hadits Qudsi riwayat Imam Ahmad). Mudah berburuk sangka kepada orang lain. Sikap buruk-sangka kaum ekstrim tidak hanya tertuju kepada orang awam, tetapi juga meliputi kalangan santri dan bahkan juga ulama terkemuka. Contohnya, jika kaum santri moderat melakukan pacaran secara islami, maka kaum ekstrim menuduh bahwa mereka mengakali hukum agama. Jika ada ulama (seperti Ibnu Qayyim, Ibnu Hazm, Yusuf Qardhawi, Abu Syuqqah, M Quraish Shihab, dll) yang mengemukakan fatwa yang di dalamnya mengandung kemudahan dan menghilangkan kesempitan, kaum ekstrim menuduh fatwa beliau menyimpang dari Alquran dan Sunnah. Demikian pula bila ada aktivis dakwah yang berbicara dengan bahasa masa kini, ia akan dituduh telah menghambakan diri terhadap budaya Barat. Sesungguhnya kegemaran mereka untuk mencemarkan nama-baik orang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Kegemaran mereka untuk mengecam orang lain seraya menganggap suci diri sendiri sudah disinyalir oleh Alllah SWT: Maka
13

j.

k.

janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah [Allah] yang lebih mengetahui [siapa] orang-orang yang bertakwa. (QS 53: 32). Bahkan Islam telah memperingatkan dengan sekeras-kerasnya tentang buruk-sangka, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Dia berfirman, Wahai orang-orang beriman! Hindarkanlah dirimu dari kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. (QS 49: 12).

Islam sejatinya adalah agama yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman bagi semua makhluknya. Tidak ada satupun ajaran di dalamnya yang mengajarkan kepada umatnya untuk membenci dan melukai makhluk lain, kalaupun ada, itu adalah bagian kecil dari salah satu upaya pemecahan masalah yang dilakukan umatnya dan bukan ajarannya. Kitab suci Al Quran dan Sunah rasul dijadikan dasar oleh umat Islam sebagai sumber utama dalam memecahkan semua persoalan yang ada. Keyakinan ini adakalanya bisa menjadi obat penenang dan bisa juga menjadi alasan untuk merugikan pihak lain, semua itu tergantung dari umatnya dalam memahami teks kitab suci ataupun sunah Nabi. Radikalisme merupakan persoalan kompleksitas yang tidak berdiri sendiri. Hampir seluruhnya memiliki pendasaran sangat politis dan ideologis. Layaknya sebuah ideologi yang terus mengikat, radikalisme menempuh jalur agama untuk dapat membenarkan segala tindakan anarki. Maka, Islam tak sama dengan radikalisme. Dinamika gerakan Islam Indonesia dalam beberapa tahun belakangan menunjukkan tingkat vitalitas yang cukup menggembirakan. Peranan ormas-ormas Islam bagi perbaikan umat dan kemajuan perkembangan Islam dinilai banyak kalangan semakin meningkat. Namun demikian, di balik perkembangan positif tersebut, tetap saja gerakan Islam dihadapkan pada berbagai tantangan yang tak kecil, seperti tudingan membawa paham radikalisme Islam, otak di balik serentetan aksi kekerasan dan terorisme (khususnya oknumnya), hingga penilaian sebagian kalangan yang menunjuk sebagian ormas Islam kerap berbuat anarkhis. Tentu saja semua ini harus dijawab dengan tindak-tindak dan kerja positif.

2.3 Terorisme di Mata Islam Akhir - akhir ini kita sering mendengar kata terorisme. Berbagai definisi dan anggapan mengenai terorisme muncul seiring dengan fenomena terorisme yang marak terjadi. Segelintir orang membenarkan bahwa terorisme merupakan suatu bentuk jihad di jalan Allah. Namun, bagi mayoritas orang, tindakan terorisme adalah tindakan yang jahat, tidak bermoral, tidak menghargai perbedaan, mengancam perdamainan dan keamanan, serta yang pasti merupakan mimpi buruk bagi dunia dan umat Islam khususnya, karena masyarakat sudah terlanjur mengklaim bahwa teroris merupakan umat Islam dan kebanyakan dari kalangan santri yang notabene memiliki pengetahuan keagamaan yang cukup.

14

Di era modern ini, banyak fanatisme agama yang menganggap agama mereka paling benar, selalu mengedepankan agamanya untuk menepis semua problematika kehidupan yang menerpanya. Dan seringkali mereka melakukan kekerasan tanpa pandang bulu atas nama agama. Seperti yang telah diulas pada bagian awal, bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik). Dari penafsiran diatas dapat dipaparkan bahwa terorisme tidak hanya terwujud dalam satu kata yaitu teroris. Yang pekerjaannya sudah tak asing lagi di Indonesia ini, suka mengebom, pembawa bancana bagi semua manusia. Namun tidak hanya orang jahat saja yang suka mengebom yang dikatakan terorisme, melainkan para politisi, para pejabat negara yang tak pernah merasa puas dalam bersayembara mencari cari laci dunia yang dapat dikatakan sebagai terorisme. Banyak pemain politik yang saling menjatuhkan harkat dan martabat lawan politiknya, mengancam dengan tindak kekerasan atau pembunuhan dengan maksud tercapainya satu tujuan menguasai dan memberantas apa apa yang menghalangi alur roda politiknya. Itulah terorisme, itulah politik. Sama jahatnya dengan para teroris. Karena poitik banyak masyarakat miskin yang tercekik hutang, kelaparan, sengsara dan selalu dipandang hina di mata para konglomerat, darah biru dan orang orang kaya. Kembali ke pembahasan awal. Cobalah kita lihat dari kacamata sosial tentang terorisme. Sungguh sangat buruk bukan, dan ironsinya, negara kita ini saya rasa sangatlah lengah dalam menindak lanjuti dan menyelesaikan masalah dalam negri seperti teroris yang saat ini di perdebatkan dari berbagai kalangan. Serasa negri kita sudah sangat rapuh, lelah dan lengah tuk bertindak. Bisa dikatakan urusan yang satu belum selesai malah pindah ke urusan yang lainnya. Itulah negeri tercinta kita ini. Berikut ini pemaparan dalil-dalil syariat yang menunjukkan kekeliruan aksi ini, kejahatannya yang sangat keji, serta penjelasan perihal perbuatan kriminal ini dan hukumnya dalam timbangan Islam. 1. Dalam ajaran Islam, terdapat perintah agar berlaku adil, berbuat ihsan, dan bersikap rahmah (belas kasih), dan larangan melakukan kemungkaran dan permusuhan. Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Taala

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [An Nahl : 90]. Sedangkan aksi kriminal ini, sama sekali tidak memiliki unsur-unsur keadilan, ihsan, dan rahmah; bahkan sebaliknya, aksi ini merupakan perbuatan mungkar dan tindak permusuhan. 2. Dalam ajaran Islam, diharamkan bertindak melampaui batas dan larangan berlaku zhalim. Allah Subhanahu wa Taala berfirman.

15

dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [Al Baqarah : 190]. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Subhanahu wa Taala berfirman.

Wahai, hamba-hambaKu. Sesungguhnya Aku haramkan diriKu berlaku zhalim, dan Aku telah jadikan zhalim perbuatan yang diharamkan antara kalian. Maka janganlah kalian saling berbuat zhalim. Sedangkan aksi ini dilaksanakan atas dasar tindakan melampaui batas dan dibangun di atas dasar kezhaliman. 3. Dalam ajaran Islam diharamkan aksi perusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala.

Dan apabila dia berpaling (dari kamu), dia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, padahal Allah tidak menyukai kebinasaan. [Al Baqarah : 205].

Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. [Al Baqarah : 11] Dan aksi ini merupakan salah satu bentuk perusakan di muka bumi, bahkan termasuk bentuk perusakan yang paling parah. 4. Di antara kaidah-kaidah Islam yang agung adalah menolak bahaya. Di antara dalil yang menunjukkan kaidah ini, yaitu sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang sahabat beliau,

Tidak boleh (satu pihak) membahayakan (pihak lain), dan tidak boleh (keduanya) saling membahayakan. Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya dari Abu Shirmah, salah seorang sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa dia berkata.

16

Barangsiapa (sengaja) membahayakan (seseorang), maka Allah akan mendatangkan bahaya kepadanya, dan barangsiapa (sengaja) menyusahkan (seseorang), maka Allah akan menurunkan kesusahan kepadanya Meskipun sanadnya diperbincangkan, tetapi makna yang dikandungnya benar, karena balasan yang diterima setimpal dengan amalnya dan sebagaimana kata pepatah dua tangan akan bertemu dua tangan. Jadi, tidak halal seorang muslim membahayakan muslim yang lain, baik dengan ucapan maupun perbuatannya. Sedangkan perbuatan mereka itu, dilakukan dalam bentuk aksi yang sangat membahayakan (orang lain) dan sangat keji. 5. Dan di antara kaidah Islam adalah memberikan kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Adapun aksi orang-orang itu, sedikitpun tidak memberikan maslahat dan manfaat, sementara mudaratnya tidak terbilang. Dalam ajaran Islam terdapat pengharaman bunuh diri. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

6.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian. Dan barangsiapa yang berbuat demikian dengan melanggar hak dan berlaku aniaya, maka Kami kelak akan masukkan ia ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [An Nisa : 29-30]. Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata,Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam, dia menjatuhkan diri di neraka itu, kekal selamalamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati, maka racun itu tetap di tangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam, dia kekal selama-lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada di tangannya dan dia tusuk-tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam, dia kekal selama-lamanya. Dan orang-orang ini membunuh diri mereka sendiri dalam aksi kriminal yang diingkari (orang banyak). 7. Dalam ajaran Islam, diharamkan membunuh jiwa seorang muslim tanpa alasan yang benar. Allah Subhanahu wa Taala berfirman.

17

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. [Al Isra : 33] Allah Subhanahu wa Taala juga berfirman tentang sifat-sifat orang-orang yang beriman, yaitu para hamba Allah Yang Maha Penyayang.

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina. [Al Furqan:68-69]. Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat riwayat dari Ibnu Masud dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda. : Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang hak) selain Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah, kecuali salah satu dari yang tiga ini: orang yang berzina (padahal dia telah berkeluarga), orang yang membunuh orang lain, dan orang yang murtad meninggalkan jamaah kaum muslimin.

Lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada pembunuhan seorang muslim. 8. Islam datang membawa rahmat (bagi alam). Orang yang tidak menyayangi tidak akan disayangi. Dan orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Yang Maha Penyayang. Banyak hadits yang menjelaskan makna-makna ini. Dalam Sunan Tirmidzi dan selainnya terdapat riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

Tidaklah tercerabut rahmat (rasa belas kasih), kecuali dari (hati) orang yang celaka. Bahkan rahmat itu juga meliputi atas hewan ternak dan makhluk melata lainnya. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Adab Al Mufrad dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.

18

Barangsiapa yang merahmati (kasih sayang) walau kepada hewan sembelihan sekalipun, maka Allah akan merahmatinya pada hari kiamat. Beliau juga meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki berkata,Wahai, Rasulullah. Saya telah menyembelih seekor kambing dan saya merahmatinya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Dan jika engkau bersikap rahmah kepada seekor kambing, Allah akan merahmatimu. Pernah ada seorang laki-laki (dari Bani Israil) yang diampuni dosanya karena sikap rahmah (belas kasih)nya kepada seekor anjing yang dilihat sedang menjilati tanah basah karena sangat hausnya. Lalu laki-laki itu turun ke sebuah sumur, mengisi penuh sepatunya dengan air. Dengan menggigit sepatu itu, dia naik dan memberikannya kepada anjing tersebut. Maka, Allah pun memujinya lalu mengampuninya. Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Abu Dawud dan selainnya meriwayatkan dari Ibnu Masud Radhiyallahu anhu , bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah singgah di suatu tempat. Ketika itu ada seorang laki-laki yang mengambil telur-telur seekor burung humarah. Lalu burung itu terbang berputar-putar di atas kepala Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka beliau bertanya,Siapa di antara kalian yang mengganggu telur-telur burung ini? Maka laki-laki tadi menjawab,Saya yang mengambilnya, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,Kembalikan sebagai sikap rahmah kepadanya. Renungkanlah sikap rahmah (kasih sayang) yang luhur yang diserukan Islam, lalu renungkanlah apa yang dilakukan oleh para pelaku perbuatan keji ini; anak-anak menjadi yatim, banyak wanita menjadi janda, jiwa melayang sia-sia, hati menjadi takut, dan harta benda musnah, lalu di mana rahmat Islam ? Jika mereka mau memikirkannya. 9. Dalam ajaran Islam, terdapat larangan menakut-nakuti (intimidasi) dan meneror orang-orang Islam. Di dalam Sunan Abu Dawud diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

Tidak halal seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain. 10. Dalam ajaran Islam terdapat larangan menghunus senjata kepada kaum mukminin. Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat riwayat dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda.

19

Barangsiapa yang membawa senjata untuk menyerang kami, maka dia bukan dari kami. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.

Apabila salah seorang dari kalian lewat di masjid atau pasar dengan membawa anak panah, maka hendaknya dia memegang ujungnya agar tidak melukai seorang pun dari kaum muslimin. Sedangkan dalam aksi kriminal ini terjadi peledakan bom-bom penghancur dan senjata perusak di tengah-tengah kaum muslimin dan di tempat-tempat tinggal mereka. 11. Dalam Islam terdapat larangan memberi isyarat dengan senjata atau sebangsanya, baik dengan sungguh-sungguh maupun senda gurau, dan larangan membawa senjata dalam keadaan terhunus demi menjaga keselamatan manusia. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda.

Janganlah ada salah seorang dari kalian memberi isyarat kepada saudaranya dengan senjata, karena dia tidak tahu boleh jadi syaitan. Dalam riwayat Muslim.

Barangsiapa memberi isyarat kepada saudaranya (untuk menakutinya) dengan sebatang besi, maka dilaknat oleh malaikat sampai ia meninggalkan perbuatan tersebut, meskipun orang yang ditakut-takuti itu adalah . 12. Dalam ajaran Islam, diharamkan bersikap khianat dan melanggar janji. Allah berfirman.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. [Al Anfal:58].

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. [An Nisa:107]

20

Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat dari Abu Said Al Khudri, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Setiap penghianat memiliki panji pengenal di hari kiamat, panjinya ditinggikan sesuai penghianatannya. Dalam Shahih Bukhari disebutkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Setiap penghianat akan mempunyai panji pengenal yang ditancapkan karena penghianatannya. Dalam hadits Buraidah dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Berperanglah ! Jangan berbuat gulul (mengambil rampasan perang sebelum dibagi). Jangan melanggar janji, dan jangan mencacati jasad musuh. Betapa besar pelanggaran janji yang dilakukan oleh orang-orang itu dan betapa parah pengkhianatan mereka. 13. Dalam ajaran Islam terdapat larangan membunuh anak kecil, perempuan, dan orang yang berusia lanjut. Di dalam hadits Buraidah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak. [Riwayat Muslim] Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang perempuan terbunuh dalam beberapa peperangan Rasulullah, maka beliau mengingkari perbuatan membunuh perempuan dan anak kecil. Disebutkan dalam Sunan Abu Dawud hadits dari Anas, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Berangkatlah (ke medan perang) dengan nama Allah, dengan Allah, dan di atas millah Rasulullah. Janganlah membunuh orang tua jompo, anak-anak, bayi, dan perempuan.

21

Sedangkan dalam perbuatan kriminal ini, tidak membedakan antara yang kecil dan yang besar, antara laki-laki dan perempuan; bahkan korban yang tewas kebanyakan ialah orang tua jompo, wanita, dan anak kecil. 14. Dalam ajaran Islam terdapat perintah menjaga kesepakatan dan perjanjian, larangan membunuh orang-orang yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin dan orang-orang yang mendapat jaminan keamanan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman.

dan penuhilah janji; sesungguhnya pertanggungjawabannya. [Al Isra:34].

janji

itu

pasti

diminta

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. [Al Maidah : 1]. Dalam Shahih Bukhari terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda.

Barangsiapa membunuh seorang muahad (non muslim yang mendapat jaminan keamanan), maka dia tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun. Dalam riwayat Nasai dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda.

Barangsiapa yang menjamin keamanan seseorang, lalu dia membunuhnya, maka aku berlepas diri dari pembunuhan itu, sekalipun yang dibunuh adalah seorang kafir. Orang kafir mana saja yang masuk ke negeri kaum muslimin dengan akad keamanan atau janji dari penguasa, maka tidak boleh melakukan tindak permusuhan kepadanya, baik kepada jiwa maupun hartanya. Orang-orang Islam itu, dzimmah (jaminan) mereka sama, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

Orang-orang beriman itu, darah (jiwa) mereka setara (kedudukan). Dan orang kafir yang di bawah jaminan mereka, bisa berusaha Sedangkan orang-orang yang melampau batas ini (para pengebom, Red.), sama sekali tidak memperdulikan dzimmah (jaminan) kaum muslimin, dan tidak

22

memelihara kesepakatan dan perjanjian. Mereka membunuh orang-orang yang telah mendapat jaminan keamanan. 15. Dalam ajaran Islam terdapat pengharaman tindakan permusuhan kepada orang lain dan penghancuran barang-barang milik mereka. Di dalam Shahih Muslim terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

Sesungguhnya darah dan harta kalian haram (diganggu) oleh kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, di bulan ini, di negeri ini. Adapun orang-orang stres yang melampau batas ini, berapa banyak gedunggedung dan rumah-rumah yang mereka hancurkan? Berapa besar kerugian harta benda dan hilangnya barang-barang milik pribadi yang ditimbulkan akibat ulah mereka? 16. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang memanah manusia pada waktu mereka sedang dalam keadaan tidur, tenang dan istirahat; bahkan Islam mengancam pelakunya. Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan sanad yang shahih, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Barangsiapa memanah kami pada malam hari, maka dia bukan dari golongan kami. Adapun para pelaku kejahatan itu justru memilih waktu malam untuk melakukan aksi jahatnya yang diingkari lagi keji itu. Berdasarkan paparan di atas, dapat kita lihat bagaimana islam memandang teroris dan terorisme. Islam agama yang indah, penuh kasih cinta dan sayang. Seperti yang diajarkan rasulullah untuk menyayangi satu dengan yang lainnya. Maka salah jika mengklaim islam sebagai agama teroris, dan salah besar juga jika menghancurkan umat beragama non muslim dengan mengedepankan islam dan menancapkan kata kata Jihad fi sabilillah di hati para orang islam. Setiap orang yang mengenal Islam dengan asas-asasnya yang mulia, kaidahkaidahnya yang kokoh, dan saran-sarannya yang penuh hikmah, dia akan memahami dengan sebenar-benarnya dan mengetahui seyakin - yakinnya pertentangan antara aksi-aksi kriminal tersebut dengan ajaran agama ini, bahwasanya aksi-aksi itu diharamkan dalam syariat Islam. Agama Islam yang lurus ini, sama sekali tidak mengakuinya. Dalam kata lain perbanyaklah untuk melakukan perbuatan baik, dan berlindung kepada Allah, bergaul dengan para ulama Al ulama waratsatul anbiya . Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. [HR. Ahmad juz 7, hal. 410, no. 20874]

23

Jihad bisa diterapkan di kehidupan masyarakat antara lain : Berbuat baik antar sesama, saling menasihati, berperasangka baik, mengikuti aturan Allah dan Rasulullah serta menjalankan printah perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Itulah tekad dan akhlak mulia yang harus kita tanamkan disanubari kita khususnya semua umat islam di belahan dunia manapun agar terhindar dari perbuatan maksiat dan kezhaliman yang saat ini tengah merajalela di kalangan umat beragama. Allah yahfaz. Maka kita sebagai umat beragama dengan kepercayaan masing masing tidak baik untuk saling menyalahkan dan menuduh satu dengan yang lainnya atas perasangkaan teroris. Dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk Allah dan praktek Rasulullah dalam menggalang ummat, serta menghindari terorisme dalam mencapai tujuan.

2.4 Kekerasan yang Mengatasnamakan Agama Tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama cenderung dilakukan oleh individu yang memiliki pemahaman agama yang dangkal. Beberapa figur yang melakukan kegiatan teror, diketahui sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan sekular, seperti Osama bin Laden, Aiman Al-Zawahry, Azhari, Noordin M. Top. Dorongan internal yang merasa nilai-nilai di masyarakat sudah tidak sesuai dengan nuraninya dan dorongan eksternal yang melihat ketidakadilan dari para pemegang kekuasaan di dunia, memicunya memiliki semangat keberagamaan yang berlebihan. Di sinilah individu itu mencari tokoh panutan yang bisa memenuhi rasa dahaga semangat keberagamaannya yang meletup-letup. Ciri-ciri tokoh seperti itu biasanya terdapat pada figur panutan yang berpandangan keras dan berhaluan radikal. Lalu, terjadilah proses pendangkalan paham keagamaan karena biasanya tokoh seperti itu tidak memberikan alternatif pemahaman, tetapi hanya memberikan sudut pandang berdasarkan pada versi pemahaman yang diyakininya. Pada titik inilah, klaim kebenaran tunggal biasanya terjadi. Isu fanatisme agama mudah tercium sebagai sebab dari lahirnya peristiwa-peristiwa itu. Dampaknya sangat terasa. Pasca meledaknya peristiwa-peristiwa itu terjadi kesenjangan relasi antarumat beragama. Relasi yang dialogis dan harmonis kian terancam. Hal ini diperparah oleh absennya negara dalam meredam aksi-aksi destruktif itu. Seakan-akan kehadirannya diperkenankan karena toh dalam banyak kasus pihak keamanan terkesan masa bodoh, meski mereka sudah mencium isu akan terjadinya peristiwa-peristiwa itu. Di tempat kejadian pun mereka lebih memilih mengevakuasi kelompok yang diserang dan bukannya menangkap pelaku penyerangan. Negara yang diharapkan mampu melindungi semua warganya, seakan-akan mengambil posisi aman, takut menindak para pelaku kekerasan. Bukankah yang seharusnya ditindak adalah pelaku. Mengamankan korban bukan solusi, tapi menunda persoalan dan itu berarti mengabadikan praktek kekerasan atas nama agama. Mengapa kekerasan bisa terjadi atas nama agama? Akar dari hal ini adalah kecenderungan sebagian kelompok untuk memaksakan apa yang diyakini sebagai kebenaran
24

kepada kelompok lain, tanpa memberi tempat pada kesadaran bahwa setiap orang atau kelompok bisa berbeda. Kekerasan dapat dibaca sebagai bentuk ketidakmampuan dalam diri pelaku kekerasan untuk menerima kenyataan pluralitas atau keberagaman. Akibatnya, muncul ketakutan atau merasa terancam, karena berbeda atau tidak sejalan dengan paham yang mereka yakini. Lantas, mereka terpacu untuk menguasai yang lain. Maksudnya untuk meminta pengakuan dari yang lain itu. Nah, jalan kekerasan bisa dihalalkan jika yang lain itu tidak mau tunduk, tetap konsisten pada pilihannya. Jelas, pelaku kekerasan atasnama agama mencerminkan logika ini. Yang terjadi adalah pemaksaan. Pengetahuan manusiawi yang pada dasarnya selalu dapat keliru dipercayai sebagai kehendak Ilahi, yang kebenarannya sudah pasti serta tak perlu diragukan lagi. Maka, yang tidak mau mengakui itu dianggap sesat, melawan Allah serta pantas untuk direpresi dan dieliminasi. Tentu saja, di hadapan aksi kekerasan, kita sepakat untuk menolak. Kekerasan apapun bentuknya tidak dapat dibenarkan. Apalagi ketika itu dilakukan atas nama pembelaan terhadap agama. Agama pada dasarnya mengajarkan nilai toleransi, kesediaan menerima pluralitas serta keutamaan-keutamaan lain. Sebuah ironi ketika sebagian orang justru menggunakan agama sebagai alasan untuk menjustifikasi adanya peristiwa kekerasan, ketika alasan-alasan suci dipakai untuk melegitimasi aksi pembasmian terhadap kelompok-kelompok tertentu yang dipersepsi sebagai yang salah, yang keliru dan yang tidak mau tunduk pada kehendak kelompok yang memiliki status quo. Kekerasan yang selalu tampil di hadapan kita adalah tragedi yang menistakan martabat manusia. Namun sayangnya fenomen ini tetap sering kita jumpai. Demokritos, filsuf Yunani kuno (yang hidup sekitar 460 SM 370 SM) mengatakan demikian: Barang siapa melakukan kejahatan, seharusnya merasa malu terhadap dirinya sendiri. Ungkapan ini menyuarakan sebuah keyakinan bahwa melakukan kekerasan atau kejahatan adalah pelecehan terhadap kemanusiaan. Karena itu, seharusnya pelaku merasa malu dengan dirinya sendiri. Mengapa? Karena saat melakukan kekerasan, sebenarnya bukan hanya martabat si korban yang terpaksa menanggung derita akibat naluri destruktif pelaku yang dirusak, tapi tindakan kekerasan itu sendiri, telah menistakan martabat si pelaku kekerasan. Bahwa ternyata, si pelaku itu takluk, tidak berdaya dihadapan kehendaknya sendiri untuk menjadi serigala bagi yang lain. Di hadapan korban kekerasan, ia sebenaranya juga sedang menghancurkan martabatnya sendiri sebagai manusia karena ia tidak bisa mengatasi nafsu yang ada dalam dirinya. Apalagi ketika orang melakukan kekerasan atas nama agama, bukan hanya martabat manusia yang dilecehkan, tetapi juga agama itu sendiri. Menggunakan agama untuk melegitimasi kekerasan adalah pereduksian dan penistaan terhadap agama. Siapapun yang mengaku beragama atau ber-Tuhan dan kemudian mengagungkan kekerasan sebagai jalan untuk membela agama dan Tuhan sebenarnya itu sudah merupakan
25

bentuk penyangkalan terhadap Tuhan. Dan, itulah ateisme yang sesungguhnya. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan mesti membuat orang berlaku seperti Tuhan, rendah hati serta tahu diri bahwa ia bukanlah pemegang kuasa, bahwa ia sebenarnya kecil dan mesti menyembah Tuhan yang diimani. Di luar negeri, kekerasan atas nama agama mengambil bentuknya dalam berbagai kejadian seperti orang-orang Yahudi yang membunuhi kaum Muslim yang tengah shalat di Masjid Hebron, orang-orang Hindu di India yang membakar Masjid Babri, orang-orang Islam di Mesir yang meneror dan membunuh para turis, atau di Bangladesh dan Iran yang menuntut hukuman mati terhadap novelis Taslima Nasreen atau Salman Rushdie, serta akar - akar konflik (etnis) agama berkepanjangan di Irlandia Utara dan bekas Yugoslavia dan sebagainya. Di Indonesia sendiri, kekerasan atas nama agama beberapa tahun terakhir ini acap kali terdengar sehingga mewarnai berbagai sisi kehidupan masyarakat. Dengan motif jihad, para pelaku menebar teror dengan garangnya. Banyak yang sudah tertangkap serta dipenjara. Akan tetapi kegiatan teror yang mengatasnamakan agama tidak hentinya hingga menodai kebhinekaan bangsa ini. Fenomena kekerasan atas nama agama tersebut melahirkan wacana agama yang paradoksal bahwa ia tidak hanya bersifatrahmatan lil alamin (rahmat bagi semua) tapi juga bencana, karena melahirkan fenomena-fenomena kekerasan. Meskipun terdapat banyak pernyataan apologetis (pembelaan diri), khususnya dari kalangan agamawan, bahwa agama secara esensial hanya mengajarkan perdamaian dan menentang kekerasan; tetapi manusia saja yang kemudian menyalahgunakan agama untuk kepentingan pribadi/kelompok sehingga menyulut kekerasan. Yang jelas fenomena aksi kekerasan atas nama agama secara riil (nyata) terjadi dalam kehidupan kita. Bentuk kekerasan inilah yang kita kenal sebagai kekerasan teologis, yaitu menggunakan dalih dan dalil agama untuk melegitimasi kepada penggunaan kekerasan dalam jihad besar danperjuangan suci melawan kelompok-kelompok lain. Relasi agama yang tidak hanya dengan perdamaian, tetapi juga kekerasan sangatlah sulit untuk kita tolak manakala kita menyaksikan bahwa agama seringkali digunakan sebagai landasan ideologis dan pembenaran simbolis bagi tindak kekerasan yang dilakukan sebagian umat beragama. Menurut Haryatmoko (2000) setidaknya ada 3 alasan mengapa agama memiliki kemungkinan untuk dijadikan landasan dan pembenaran tindak kekerasan. Pertama, adalah karena fungsi agama sebagai ideologi. Dalam fungsi ini agama kemudian menjadi perekat suatu masyarakat karena memberi kerangka penafsiran dalam pemaknaan relasi antar manusia, yakni sejauh mana tatanan sosial di anggap sebagai representasi religius, yang dikehendaki Tuhan. Lebih jauh fungsi perekat ini, disisi lain juga bisa menghasilkan banyak kontradiksi terutama menyangkut masalah ketidak adilan dan kesenjangan yang selalu menjadi topik yang panas danacapkali melahirkan tindak kekerasan. Kedua, adalah fungsi agama yang juga sebagai faktor identitas. Agama secara spesifik dapat di identikkan kepemilikannya pada manusia ataukelompok manusia tertentu.
26

Kepemilikan ini memberi stabilitas, status, pandangan hidup, caraberpikir, etos dan sebagainya. Hal ini lebih mengkristal lagi bila dikaitkan dengan identitas lainnya seperti seksual (jenis kelamin), etnis (kesukuan), bangsa dan sebagainya. Pertentangan etis,kelompok, bangsa dan sebagainya sangat mungkin melahirkan kekerasan dan di sini agama sangat mungkin untuk turut diikutsertakan juga. Ketiga, fungsi agama sebagai legitimasi etis hubungan antar manusia. Berbeda dengan agama sebagai kerangka penafsiran, mekanisme inibukan sakralisasi hubungan antar manusia, tetapi suatu hubungan antar manusia yang mendapat dukungan dan legitimasi dari agama. Padahal orang tahu, di dunia apalagi dunia ketiga, ekonomipasar sangat akomodatif terhadap rezim anti-demokrasi, yakni represif terhadap gerakan kesetaraan dan biang dari kekerasan struktural. Dengan demikian potensi agama untuk diikutsertakan dalam tindak kekerasan sebagai landasan dan legitimasi menjadi sangat memungkinkan. Akar kekerasan teologis, secara teoritis, sesungguhnya bisa kita lihat muaranya pada 2 hal utama, yakni; (1) bagaimana peran agama dan, (2) bagaimana keterikatan pemeluknya terhadapagamanya masing-masing. Mengenai peran agama, sebenarnya terdapat 2 konsep penting yang dimiliki setiap agama yang bisa mempengaruhi para pemeluknya dalam hubungannya dengan manusia lain yakni; (a) fanatisme dan, (b) toleransi. Kedua hal ini harus dipraktekkan manusia dalam pola yang seimbang. Sebab ketidakseimbangan diantara keduanya akan melahirkan problem tersendiri bagi umat beragama. Toleransi yang berlebihan dari umat agama tertentu bisa menjebak mereka ke dalam pengaburan makna ajaran agama meraka, selain bahwa eksistensi agama mereka juga akan melemah karena dalam situasi ini orang terkadang tidak lagi bangga dengan agama yang mereka peluk. Agama bisa saja akhirnya hanya menjadi sekedar ritual belaka; karena agama yang bersangkutan sama derajat dan kebenarannya dengan agama lainnya yang ada. Sebaliknya, fanatisme yang berlebihan juga akan melahirkan sikap permusuhan terhadap pemeluk agama lain. Inilah juga yang terkadang menjadi biang lahirnya konflik dan kekerasan atas nama agama. Fanatisme yang berlebihan melahirkan truth claim(klaim kebenaran) yang bersifat eksklusif. Selanjutnya, eksklusivisme akan memandang penganut agama lain sebagai musuh, sehingga melahirkan arogansi sosial, terutama ketika ia menjadi mayoritas. Dalam kondisi mayoritas ini, kelompok eksklusif cenderung melakukan cara-cara pemaksaan dan kekerasan atas nama agama kepada kelompok lainnya. Selain masalah fanatisme dan toleransi, agama juga mendorong pemeluknya untuk memiliki keterikatan dengan agama yang dianutnya. Keterikatan ini bisa diimplementasikan melalui bentuk-bentuk ritual (praktek keagamaan) secara ketat, selain dengan penghayatan tingkat tinggi kepada ajaran-ajaran agama mereka. Dalam situasi tertentu, tuntutan keterikatan ini bisa memunculkan sikap-sikap radikal, yang bahkan bisa menjurus kepada tindak kekerasan, karena hal itu berkaitan dengan upaya secara ketat menjalankan ajaran agama dan secara keras meluruskannya ketika agama mereka dianggap telah diselewengkan. Jadi kekerasan atas nama agama, bisa dikatakan tidak hanya sebagai kelanjutan dari fundamentalisme yang menguat,tetapi juga karena hadirnya tantangan dari luar yang juga
27

menguat. Dalam konteks ini, primordialisme juga muncul secara kuat sehingga kekerasan pihak luar yang dilawan kekerasan adalah salah satu manifestasi bentuk primordialisme tersebut. Selanjutnya, kekerasan atas nama agama bisa terjadi juga karena munculnya hubungan diantara keduanya yang ditandai oleh ambiguitas, yakni sifat mendua yang sangat nyata. Inilah yang kemudian melahirkan pepatah bahwa agama ibarat dua sisi mata uang yang bertolak belakang, sebagai sumber kedamaian; sekaligus sebagai sumber kekerasan dan konflik. Kalangan agamawan boleh saja mengklaim orientasi kepada kedamaian sudah intrinsik dalam tradisi danajaran agama-agama , tetapi secara intrinsik pula agama telah memancing dan melahirkan terjadinya konflik dan kekerasan. Mengenai yang terakhir ini, Ihsan Ali-Fauzi (2005) menyatakan bahwa akar kekerasan teologis juga bisa bersifat internal dan eksternal. Untuk akar teologisinternal, Ihsan menyebutnya sebagai kaum fundamentalis agama sedangkan akar teologis yang bersifat eksternal menurut Ihsan adalah kaum fundamentalis sekuler. Fenomena kekerasan agama tidak bisa dilihat secara terpisah, melainkan harus diamati sebagai hasil dari keterkaitan berbagai faktor. Dasar dari berbagai fenomena kekerasan itu adalah struktur atau tatanan yang eksploitatif, dimana over-development dan under-development hidup berdampingan. Dalam perspektif yang luas, fenomena kekerasan (agama) tidak bisa dilepaskan dari sumber global konflik dan kekerasan kontemporer. Kekerasan tidak hanya hasil dari faktor psikologis individu, gejolak biologis, atau faktor sosial-kultural, tetapi juga disebabkan oleh suatu jaringan kausal antara struktur, proses,dan prilaku level-personal dan level-global.

2.5 Sikap Umat Islam Terhadap Teroris Terorisme Islam bukan persoalan sederhana. Ia tidak menjadi difahami apalagi menjadi hilang oleh stigma, klaim, kutukan, fatwa ulama dan komentar tokoh Islam. Persoalan terorisme sangat kompleks menyangkut konteks politik global (global political context), ketidakadilan tatanan dunia (unjust world order), ideologi, kerakusan kapitalisme (greedy capitalism), kolonialisme kebudayaan (cultural colonialism), penghayatan psikoagama dan psikopolitik, latar belakang pendidikan individu, sosialisasi nilai-nilai ketika seseorang tumbuh dan dibesarkan oleh keluarga dan lingkungan dan seterusnya. Mark Kauppi mantan analis lembaga intelijen Amerika DIA (Defense Intelligence Agency), seperti dijelaskan oleh Clive Williams dalam bukunya Terrorism Explained (1994), mengungkapkan tiga kunci motivasi kelompok teroris dalam melakukan aksi perlawanannya yaitu ideologi, psikologi dan lingkungan (environment). Ideologi menyangkut perlawanan ide, isme atau pemikiran. Dalam hal ini, perseteruan Islam dan Barat (Kristen/westernisme/kapitalisme) yang sudah berlangsung berabad-abad masih merupakan pertarungan ideologi yang jauh dari titik damai. Psikologi menyangkut penghayatan, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai individu sejak kecil. Lingkungan menyangkut pengaruh-pengaruh luar-diri dalam membentuk mental perlawanan dan pemberontakan. Persoalan motivasi juga dijelaskan Arnold Toynbee dalam teorinya challenge and response. Terorisme adalah sebuah response dari sebuah challenge, sebuah reaksi dari sebuah
28

aksi, sebuah akibat dari sebuah sebab. Tantangan, sebab dan aksi inilah yang menjadi akarakar kemunculan terorisme. Seperti diyakini Imam Samudera and his gang, tantangan, sebab dan aksi itu adalah sikap dan kebijakan negara-negara Barat terhadap dunia Islam: perlakuan sewenang-wenang Amerika (Yahudi) terhadap bangsa-bangsa Muslim seperti Palestina, Afghanistan, Chechnya, Iran, Irak dan lainnya, politik double standar (demokrasi ganda) Amerika terhadap bangsa-bangsa Muslim, politik membebek berupa dukungan total Inggris dan Australia terhadap kebijakan luar negeri Amerika terhadap dunia Islam dan seterusnya. Inilah yang sangat dihayati oleh teroris-teroris Muslim sebagai dasar dan inspirasi tindakan-tindakan perlawanan mereka. Imam Samudera misalnya, dalam bukunya Melawan Terorisme, ia menceritakan selalu menangis (dan meledak rasa marahnya) setiap melihat korban-korban Muslim tak berdosa di Palestina hancur tubuhnya berserakan oleh ganasnya bom-bom pasukan Amerika dan Inggris. Dan ini sudah terjadi sejak lama. Umat Islam seluruh dunia kini marah oleh penghinaan dan pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW yang diilustrasikan dalam gambar kartun di sejumlah negara Barat yaitu Jylland-Posten Denmark yang kemudian diikuti oleh media lain yaitu Megazinet di Norwegia, France Soir di Prancis, juga di Jerman dan Selandia Baru. Penghinaan yang tidak pernah dilakukan oleh Islam terhadap agama lain ini didasarkan atas argumen demokrasi dan kebebasan. Perspektif normatif yaitu klaim benar dan salah, sumpah serapah, kutukan bahkan fatwa selain perkara yang paling mudah diucapkan juga tidak memberikan sumbangan apapun terhadap pemahaman dan penyelesaian perkara marahnya umat dan terorisme. Lucunya, demonstrasi yang muncul karena Nabinya yang sangat dihormati dilecehkan, kemudian secara simplistis dikatakan Muslim radikal, Muslim anakhis, Umat Islam kurang dewasa dsb. Memahami konteks kemunculan rasah marah, kekecewaan, demontrasi atau terorisme jauh lebih bermanfaat ketimbang melemparkan kutukan. Sesungguhnya, upaya menghilangkan terorisme mesti berangkat dari akar-akar historis, psikologis dan sosiologis kemunculannya yaitu menghilangkan imej-imej buruk terhadap Barat seperti saat ini hidup dalam hati dan fikiran orang-orang yang sangat marah terhadap sikap-sikap dan kebijakankebijakan negara-negara Barat terhadap dunia Islam. Barat sudah didefinisikan sebagai musuh. Selama imej musuh yang berfungsi sebagai akar persoalan terorisme ini masih ada, jangan harap terorisme akan hilang di muka bumi. Memang ini persoalan yang sangat rumit sebab kita tidak mungkin mengatur pikiran sebagian orang Islam yang berfikir dan menghayati persoalan seperti ini. Menyikapi terorisme tidak cukup dengan memberikan komentar normatif dan dengan kemudian simplistis mengklaim mereka sebagai tidak berani hidup (padahal fakta sejatinya, berani hidup adalah lebih mudah daripada berani mati). Benar bahwa mereka telah membunuh banyak orang tak berdosa yang mereka hayati tidak seberapa dibandingkan korban umat Islam yang dibunuh tentara dan senjata Amerika di berbagai negara Muslim tapi siapa yang bisa benar-benar memastikan mereka salah dihadapan Tuhan? Bukankan konteks persoalannnya sangat rumit dan bukankah Tuhan yang Maha Obyektif dan paling tahu dari secuil ilmu pengetahuan kita? Biarlah Tuhan yang menjadi hakim sejati dan menentukan mereka salah atau benar dihadapan-Nya kelak. Apakah mereka yang berani meledakkan kepalanya, meluluhlantakkan tubuhnya, mencerai-beraikan kaki dan tangannya, demi membela keyakinannya yang bulat tidak berhak menyikapi agamanya sejauh yang mereka tahu dan bisa? Penghayatan psikologis yang rumit seseorang terhadap gejala sosial dan kehidupan yang diinternalisasinya sejak kecil dan kemudian menjadi sikapnya setelah dewasa, tidak sesederhana atau terlalu simplistis dibandingkan dengan ungkapkan kalimat: mereka berani mati tapi tidak berani hidup, tidak sesuai dengan ajaran Islam dst. Bagaimana jika Tuhan dipengadilan-Nya yang sejati dan Maha Adil kelak membalikkan
29

pernyataan itu kepada kita yang menuduhkannya dan Tuhan berkata bahwa kita telah berlaku sombong dan angkuh dengan secuil pengetahuan dan kedudukan kita sebagai pemimpin umat? Terorisme harus dibendung, dilawan dan dihentikan dengan berbagai cara karena telah merusak kehidupan dan kemanusiaan. Gerakan teror yang ada sekarang dari kelompok manapun harus dilumpuhkan untuk menciptakan ketenangan hidup dan perdamaian umat manusia. Para pemimpin bangsa harus memprioritaskan program itu. Tugas kaum cendikiawan adalah menyuguhkan pemahaman dari perspektif yang menyegarkan, yang membebaskan, memberikan pencerahan agar umat terdewasakan dengan memahami persoalan terorisme secara obyektif, konteks kemunculannya, jalan keluarnya dan sebagainya. Kaum cendikiawan mesti menyerukan kepada masyarakat agar terus belajar, menuntut ilmu, mengembangkan wawasan dan pengetahuan, mendewasakan sikap, bertanggungjawab terhadap apa yang kita putuskan dan berani menerima resiko terhadap apa yang dilakukan dan seterusnya. Kita harus belajar rendah hati untuk menghindari pernyataan-pernyataan yang tidak perlu apalagi mengambil hak dan posisi Tuhan dalam mengklaim sesuatu. Mereka yang terbukti berani mati dan menyerahkan nyawa demi sesuatu yang diyakininya yang kita sebut sebagai teroris salah benarnya, sesat tidaknya, Islaminya tidaknya, biarlah itu menjadi urusan, hak, wewenang dan keputusan Tuhan sepenuhnya di pengadilan-Nya yang paling sejati kelak. Tugas kita, sekali lagi, adalah menemukan akar-akarnya dan memikirkan metode pemecahannya agar terorisme bisa dibendung, dihentikan dan tidak terjadi lagi demi mewujudkan sebuah kehidupan yang damai di bumi damai di hati. Selain itu, satu kunci utama bagi kaum muslim untuk menyikapi adanya terorisme, yaitu dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Quran & As-Sunnah, tanpa melakukan penyempitan dan pembelokan makna terhadap isi dari ayat - ayat tersebut. Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tak akan sesat & tak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, & Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dlm keadaan buta. (QS. Thoha : 123-124) Dan berpegang teguh kepadanya adalah tonggak keselamatan & benteng dari kehancuran, Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, & janganlah kalian bercerai berai. (QS. Ali Imran : 103) Dan segala masalah yang dihadapi oleh umat akan bisa terselesaikan dgn merujuk kepada Al-Quran & As-Sunnah, Tentang sesuatu apapun kalian berselisih maka putusannya kembali kepada Allah. (QS. Asy-Syra : 10) Al-Quran & As-Sunnah adalah kebenaran mutlak yang merupakan rahmat & kebaikan utk seluruh manusia. Segala kebaikan telah dijelaskan dlm Al-Quran & AsSunnah, demikian pula segala kejelekan diterangkan obat & penyelesaiannya dlm Al-Quran & As-Sunnah. Siapa-siapa yang berpegang dengannya, maka merekalah yang akan dijayakan
30

oleh Allah Subhanahu wa Taala, sebagaimana dlm hadits Umar bin Khaththb radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah mengangkat (derajat) suatu kaum karena kitab ini & merendahkan yang lainnya karenanya. Para shahabat Rasulullah shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam & orang-orang yang mengikuti mereka dgn baik mereka itulah yang disebut Salaf Shlih. Para shahabat adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah utk mendampingi Rasul-Nya dlm menyebarkan & memperjuangkan agama ini. Mereka adalah orang-orang yang paling memahami Al-Quran & As-Sunnah; kandungan, maksud, penafsiran, penempatan & pendalilannya. Karena itu telah datang nash-nash yang sangat banyak menjelaskan kewajiban mengikuti jalan mereka & menempuh agama di atas cahaya mereka. Allah Subhanahu wa Taala menjelaskan bahwa keridhaan & sorga hanyalah didapatkan oleh orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan baik, Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari orangorang Muhajirin & Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dgn baik, Allah ridha kepada mereka & merekapun ridha kepada Allah & Allah menyediakan bagi mereka sorgasorga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah : 100) Dan Allah menjadikan keimanan para shohabat sebagai lambang kebenaran & petunjuk, Maka jika mereka beriman seperti apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; & jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dlm permusuhan (dengan kalian). Maka Allah akan memelihara kalian dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqorah : 137) Bahkan Allah Azza Dzikruhu mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan para salaf dalam firman-Nya, Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia larut dlm kesesatan yang telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dlm Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa` : 115) Dan Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam memuji tiga generasi pertama umat ini dalam sabdanya,

Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya. Bahkan lebih dari itu, Nabi shollallahu alaihi wa alihi wa sallam menyatakan,
31

Bintang-bintang adalah kepercayaan bagi langit, bila bintang telah lenyap maka akan datang kepada langit apa yang diancamkan terhadapnya. Dan saya adalah kepercayaan bagi shahabatku, jika saya telah pergi maka akan datang kepada shahabatku apa yang diancamkan terhadapnya. Dan para shahabatku adalah kepercayaan umatku, bila para shahabatku telah pergi, maka akan datang kepada umatku apa yang diancamkan terhadapnya. Dan kita diperintah untuk merujuk kepada pemahaman mereka pada saat terjadi perselisihan atau fitnah, sebagaimana dlm hadits Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu beliau berkata,

(Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam) menasehati kami dgn suatu nasehat yang sangat mendalam sehingga membuat air mata kami berlinang & hati-hati kami bergetar. Maka seseorang berkata, Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami? Beliau bersabda, Saya mewasiatkan kepada kalian utk bertaqwa kepada Allah, & agar kalian mendengar & taat (kepada pemimpin) walaupun yang menjadi (pemimpin) atas kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian utk berpegang teguh kepada sunnahku & kepada sunnah para khalifah yang mendapat hidayah & petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya & gigitlah dgn gigi-gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah terhadap perkara yang baru dlm agama. Karena sesungguhnya semua perkara yang baru dlm agama adalah bidah, & semua bidah adalah sesat. Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah, Telah tetap kewajiban mengikuti para ulama Salaf rahmatullahi alaihim berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah & Ijma (kesepakatan di kalangan ulama).

32

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan Terorisme merupakan tindak kejahatan khusus yang sangat merugikan dan menjadi isu global serta menyedot banyak perhatian. Banyak pihak yang meneliti dan mengkaji tindak terorisme yang belakangan ini mengalami perkembangan baik itu pada aspek motivasi, cara, maupun pelakunya. Banyak sekali hal yang dapat melatarbelakangi terjadinya terorisme, mulai dari aspek sosioekonomi, kesalahafahaman pemaknaan Al-Quran, hingga motif poliitk. Dan tidak jarang, karena segelintir orang melakukan terorisme dan kekerasan seperti bom bunuh diri dan amuk massa atas nama radikalisme agama tertentu, citra agama yang bersangkutan menjadi pudar dan dipandang sebelah mata oleh dunia. Terorisme dapat menjadi pemecah-belah persatuan antarumat beragama apabila terus menerus dan intensif dilakukan. Moral, kearifan, dan pemikiran manusia yang jernih juga dibutuhkan dalam kehidupan beragama, agar tidak terjadi kesalahfahaman dalam pemaknaan dan tidak muncul doktrin doktrin baru yang bukannya menuntun manusia ke jalan yang benar, tetapi malah menjerumuskan manusia ke dalam kemaksiatan dan hawa nafsu belaka. Dalam agama mana pun, sangat tidak dibenarkan tindakan tindakan yang menjurus kepada kekerasan. Terutama pada agama Islam yang sangat indah dan mengajarkan setiap umatnya untuk saling mengsihi dan mencintai perdamaian. Bahkan sudah ditegaskan di dalam Al-Quran dan hadist bahwa Allah mengharamkan perbuatan zhalim.

3.2 Saran Sebagai seorang muslim, kami sangat menyayangkan perbuatan terorisme dan kejahatan yang mengatasnamakan agama, khususnya Islam. Terorisme dan kejahatan yang mengatasnamakan agama dapat dicegah atau paling tidak diminimalisir. Dari sisi pemerintah mungkin dengan cara memperbaiki keadaan bangsa dan mepertegas peraturan perundang undangan yang mengatur tentang terorisme dan kejahatan lainnya, serta lebih memperteguh pendidikan karakter dan keagamaan kepada masyarakat khususnya generasi muda yang sangat mudah dipengaruhi dan didoktrin oleh siapa saja yang menurut mereka benar tetapi belum tentu benar menurut orang lain. Sedangkan dari sisi masyarakat sendiri, selain membentengi diri dengan cara memperteguh iman, sebaiknya kita tidak mudah terpengaruh terhadap perkataan orang lain apalagi orang lain tersebut belum kita kenal. Kita harus mencari referensi referensi dari sumber lain untuk menyakinkan kebenaran dari fakta yang kita dengar. Masyarakat dan pemerintah harus senantiasa bekerja sama untuk memerangi, memberantas, atau paling tidak meminimalisir tindakan tindakan yang menjerumus ke arah kekerasan dan terorisme, sehingga kelak kedamaian hidup di dunia bukan menjadi hal yang mahal dan sulit untuk diwujudkan.

33

DAFTAR PUSTAKA

http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=65#more-6 http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/10/sikap-terhadap-aksi-terorisme-khawarij/5 http://yusufeff84.wordpress.com/2010/04/21/radikalisme-islam-di-indonesia/ http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120317152534AAq4eQK http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120318044358AAozrjv http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme http://econochemist.blogspot.com/2011/10/pemicu-tindakan-terorismedalam.htmlhttp://moeflich.wordpress.com/2008/02/26/belajar-arif-memandang-terorismeislam/ http://abunaweed.blogspot.com/2010/03/penyebab-terorisme-serta-obatnya.htmlteguh santosa http://teguhtimur.com/2006/06/30/apa-yang-dimaksud-dengan-islam-radikal/ http://muslimmoderat.wordpress.com/2008/05/28/ciri-ciri-islam-ekstrim-2-buruk-sangkadan-menuduh/ http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/05/teroris-dalam-pandangan-islam/ http://www.scribd.com/doc/30094897/Kekerasan-Dalam-Bingkai-Agama http://www.scribd.com/doc/38720735/AGAMA-KEKERASAN http://atturots.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2393:terorisme-dalamtimbangan-syariat-islam-audio&catid=3:manhaj&Itemid=134 http://perempuandpdri.org/content/tindakan-intoleransi-mengatasnamakan-agama-menodaikebhinekaan http://www.al-ikhwan.com/solusi-menghadapi-terorisme-berpegang-teguh-terhadap-al-qurandan-as-sunnah-173.htm http://fahmisastra.blogspot.com/2010/05/pandangan-islam-terhadapterorisme.html?zx=d96f0195a07c5b54 http://ahnaaf.wordpress.com/2010/03/18/terorisme-dalam-pandangan-islam/

34

You might also like