You are on page 1of 25

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Penuan pada Sistem Sensoris

Banyak lansia mempunyai masalah sensoris yang berhubungan dengan perubahan normal akibat penuan. Perubahan ini tidak terjadi pada kecepatan yang sama atau pada waktu yang sama untuk semua orang dan tidak selalu jelas atau dramatis. Perubahan sensoris dan permasalahan yang dihasilkan mungkin merupakan factor yang turut berperan paling kuat dalam perubahan gaya hidup yang bergerak kearah ketergantungan yang lebih besar dan persepsi negatif tentang kehidupan. Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan yang baru, berespons terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan seharihari (AKS). Isolasi dapat diakibatkan oleh perubahan penglihatan dan pendengaran. Lansia dengan masalah penglihatan atau pendengaran mungkin enggan unutuk berspekulasi ke luar rumah karena ketidak mampuan mereka untuk membedakan tanda yang mudah dibaca secara sekilas atau mengenali permukaan yang keras/kasar. Lansia dengan kerusakan pendengaran mungkin memberikan respons yang tidak sesuai selama percakapan, menimbulkan rasa malu dan menghindar dari komunikasi verbal. Perubahan penglihatan dan pendengaran mungkin juga menyebabkan kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus sensoris didalam lingkungan. Persepsi sensoris memungkinkan seseorang menghargai dan berespons terhadap lingkungan, ternasuk pemandangan yang menarik dan bergerak, music yang indah, diskusi dan debat yang menarik, hiburan didalam dan diluar rumah, makanan yang rasanya enak, berbagai keharuman yang sangat menyenangkan, dan sentuhan seseorang yang dicintai. Persepsi sensoris juga memberikan pertahanan sebagai respons terhadap lingkungan serta bertindak sebagai system keamanan seseorang terhadap sesuatu yang dapat mengakibatkan permasalahan. Indra pengecapan dan penciuman merupakan indra yang penting, tetapi perubahan dalam indra-indra ini tidak mengakibatkan perbedaan yang jelas dalam respons lansia terhadap lingkungan. Namun, persepsi sensoris dalam penciuman dan pengecapan dapat memfasilitasi respons seseorang terhadap situasi yang menyenangkan juga terhadap bahaya. Sebagai contoh,
1

seseorang lansia mungkin tidak mampu untuk mendeteksi makanan yang telah basi, sehingga dapat menyebabkan lansia tersebut memakan zat yang mengandung toksin. Semua indra manusia memainkan peranan dalam respon perseptual seseorang terhadap lingkungan. Indra-indra tersebut juga dapat memungkinkan seseorang untuk beradaptasi terhadap situasi yang kompleks dan berubah dalam aktivitas kehidupan sehari-harinya.

2.1.2 Penglihatan 2.1.2.1 Perubahan dalam penuaan Defisit sensoris (misalnya, perubahan penglihatan) dapat merupakan bagian dari penyesuaian berkesinambungan yang datang dalam kehidupan usia lanjut. Perubahan penglihatan mempengaruhi pemenuhan AKS. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata (katarak). Perubahan penglihatan pada awalnya dimulai dengan terjadinya awitan presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif. Perubahan kemampuan akomodatif ini pada

umumnya dimulai pada decade ke empat kehidupan, ketika seseorang memiliki masalah dalam membaca huruf-huruf yang kecil. Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan lebih kedur, dan lensi kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elatisitas dan kemampuan untuk memusatkan pada (penglihatan jarak dekat). Kondisi ini dapat dikoreksi dengan lensa seperti kacamata jauh dekat (bifokal). Ukuran pupil menurun (miosiss pupil) dengan penemuan karena sfinkter pupil mengalami sklerosis. Miosis pupil ini dapat mempersempit lapang pandang seseorang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu, tetapi tampaknya tidak benar-benar mengganggu kehidupan sehari-hari. Perubahan warna (misalnya : menguning) dan meningkatnya kekeruhan lensa Kristal yang terjadi dari waktu kewaktu dapat menimbulkan katarak. Katarak menimbulkan berbagai tanda dan gejala penuaan yang menggangu penglihatan dan aktivitas setiap hari. Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat sesuatu selaput diatas mata adalah suatu
2

gejala umum, yang mengakibatkan kesukaran dalam memfokoskan penglihatan dan membaca. Kesukaran ini dapat dikoreksi sementara dengan penggunaan lensa. Selain itu, lansia didorong untuk menggunakan lampu yang terang dan tidak menyilaukan. Sensitivitas terhadap cahaya sering terjadi, menyebabkan lansia sering mengedipkan mata terhadap cahaya terang atau ketika berada diluar pada siang hari yang cerah. Sensitivitas cahaya dapat mengakibatkan kecendrungan lansia untuk tetap tinggal didalam ruangan atau menggunakan kaca mata hitam. Sinar yang menyilaukan atau lingkatran cahaya (halo), yang disebabkan oleh penyebaran cahaya, mepengaruhi dalam mengemudi, terutama dalam malam hari ketika menghadapi sinar yang sangat terang dari lampu besar mobil. Keadaan ini dapat berbahaya dan memungkin menyebabkan suatu kemunduran dalam aktivitas social pada sore hari jika lansia tersebut terlalu segan untuk meminta bantuan dalam mengemudi. Berkurangnya penglihatan pada malam hari dapat mengakibatkan kesukaran dalam mengemudi dan ambulasi. Lansia memerlukan penggunaan cahaya pada malam hari didalam rumah dan waktu tambahan untuk melakukan penyesuaian penglihatan terhadap perubahan kekuatan penerangan ketika meninggalkan suatu lingkungan yang memiliki pencahayaan baik kesuatu lingkungan dengan penerangan yang redup. Katarak juga mengakibatkan gagnguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis, yang menyebabkan masalah dalam menilai ketinggian. Lansia harus diajarkan untuk menggunakan tangan mereka sebagai pemandu pada pegangan tangga dan untuk menggunakan cat bewarna terang pada bagian tepi anak tangga. Perubahan dalam persepsi warna terjadi seiring dengan pembentukan katarak dan mengakibatkan warna yang muncul tumpul dan tidak jelas, terutama warna-warna yang muda seperti biru, hijau, dan ungu. Penggunaan warna-warna terang seperti kuning, oranye dan merah direkomendasikan untuk memudahkan dalam membedakan warna. Sakit mata atau rasa tidak nyaman pada mata mungkin dialami oleh beberapa lansia karena pada saat katarak terbentuk akan dapat meningkatkan tekanan intraoukuler (TIO) untuk sementara. Hal yang penting dilakukan adalah melakuakn pemeriksaan penglihatan dan tekanan pada mata secara teratur dan untuk melakukan oprasi pengangkatan katarak ketika telah siap.

2.1.2.2 Penatalaksanaan Perubahan Penglihatan Semua orang mengalami perubahan penglihatan seiring dengan penuaan dan perubahan ini merupakan keluhan yang besar bagi lansia, sebab respon-respon perceptual terhadap lingkungan berhubungan dengan perasaan aman. Sebagian besar orang dapat beradaptasi dengan sangat baik terhadap perubahan yang terjadi dalam proses penuaan. Penggunaan warna terang dalam berpakain, menggunakan lensa kotak atau kacamata yang sesuai merupakan respon terhadap penurunan kemampuaan akomodasi, menggunakan alat-alat keselamatan seperti pegangan tangga dan warna-warna yang kontras untuk mengompensasi penurunan persepsi kedalaman, dan melakukan operasi pengangkatan lensa yang keruh ketika kekeruhan lensa telah cukup besar merupakan beberapa cara bagi lansia untuk beradaptasi terhadap perubahan penglihatan normal mereka.

2.1.2.3 Pengkajiaan, Batasan Karateristik dan Intervensi

Perawat mungkin memperoleh informasi tentang perubahan penglihatan dari sejumlah sumber. Pada awalnya, suatu pengkajian perubahan sensoris penglihatan perlu memasukkan riwayat kesehatan mata dan setiap gangguan yang terjadi. Orang yang tidak memakai lensa kontak atau kacamata harus ditanya apakah kacamata atau lensa kontak tersebut dikenakan sehari-hari. Kemampuan untuk melakukan focus pada benda yang dekat dapat diperiksa dengan cara menyuruh klien untuk membaca huruf pada jarak dekat, sekitar 16 inci (40cm) dari mata klien atau jarak membaca yang nyaman,menggunakan sebuah kartu titik dekat setelah koreksi matanya dipasang. Ukuran dan reaksi pupil dapat dikaji dengan menggunakan lampu senter dan menyinari cahaya dalam tiap-tiap mata dan mengamati reaksi pupil tersebut. Perawat perlu mengamati ptosis (jatuhnya) kelopak mata untuk menetukan apakah hal ini mengganggu arah penglihatan dan memeriksa kelembapan mata dan air mata yang berlebihan. Lansia harus ditanya tentang kekeringan pada matanya dan apakah obat tetes mata yang dapat meruplikasi mata digunakan oleh klien. Penglihatan perifer dapat diperiksa dengan menggerakkan sebuah pensil dari tiap-tiap sisi kepala (atas, bawah, kanan, kiri) kearah pusat, sementara pasien melihat lurus kedepan. Pasien diminta untuk menyatakan kapan
4

pensil tersebut pertama kali dilihat. Pergerakan ocular dapat diperiksa dengan cara meminta pasien untuk mengikuti pergerakan pensil memalui lapang pandang itu. Hal yang penting adalah memastikan apakah pasien mengalami rasa nyeri pada salah satu mata. Pengkajian pada mata juga termasuk informasi tentang pandangan kabur, kesukaran karena silau, pola pengemudi pada malam hari, oprasi mata sebelumnya, atau perubahan penlihatan yang menggangu AKS (aktivitas kehidupan sehari-hari) klien. Batasan karateristik yang menyertai mungkin terjadi secara berangsur-rangsur dan berfariasi diantara individu. Beberapa orang mungkin melaporkan bahwa mereka mempunyai kesukaran dalam melihat objek yang dekat dan jauh serta kesulitan membedakan antara objek atau huruf. Orang lain mungkin mengatakan bahwa lengan mereka menjadi terlalu pendek untuk mengakomodasi bahan bacaan. Orang yang lain mungkin mengeluh melihat suatu lingkaran cayaha (halo) di sekitar cahya atau mengalami rasa kering, gatal, atau perasaan adanya pasir di dalam mata mereka. Suatu perubahan kemamapuan untuk membedakan warna dapat sanagat menggangu bagi orang yang kadang-kadang salah mengenali warna atau mempunyai kesukaran dalam mencari pintu di suatu ruangan dengan warna kontras yang hanya sedikit.

2.1.2.4 Operasi Pengangkatan Katarak Katarak dapat di bantu dengan menggunakan lensa koreksi selama periode maturasi. Ada suatu priode dengan kondisi ketidakpastian ketika penglihatan tidak menurun cukup banyak untuk dilakukan operasi dan lensa koreksi tidak lagi menguntungkan. Periode ini sangat menimbulkan frustasi bagi lansia sebab mereka tidak dapat melihat dengan jelas. Tambahan dukungan moral mungkin sangat menolong, terutama jika klien masih bekerja. Setelah katarak cukup matur, operasi pengangkatan dan implantasi lensa intraokuler (IOL) diindikasikan. Kacamata bagi penderita afaki atau lensa kontak digunakan jika tidak ada lensa implan yang dimasukkan, tetapi hanya setelah kedua mata mengalami operasi pengangkatan katarak. Ketika seseorang telah siap untuk operasi katarak, prosedur berikut ini akan dilaksanakan ditempat praktik atau klinik : Refraksi ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi (Best-corrected visual acuity/BVA) untuk menetukan apakah pasien telah siap untuk operasi katarak (Menurut
5

petunjuk pemerintah, pasien harus mempunyai BVA 20/50 atau lebih rendah [ini mungkin bervariasi diantara Negara bagian]). Pembacaan tonometri, suatu pengukuran TIO untuk memeriksa kemungkinan glaucoma Potential acuity meter untuk memperkirakan ketajaman penglihatan setelah operasi katarak. Tes dengan cahaya yang menyilaukan untuk mengukur tingkat kepekaan terhadap cahaya terang, yang mengganggu penglihatan dan AKS. Pertanyaan medis yang penting untuk menentukan bagai mana katarak mempengaruhi AKS menurut pasien. Pembacaan Keratometri (Pembacaan-K, yang mengukur kelengkungan kornea mata) dan kultrasonografi alfa (A-Scan) untuk menetukan panjang aksi dan kalibrasi IOL untuk memperoleh ukuran yang benar dan kekuatan implant IOL (Setelah dilakukan pemeriksaan praoperasi yang biasa dilakukan seperti pemerisaan ocular, riwayat medis, social dan keluarga, test laboratorium, sinar X dada, elektrokardiogram [EKG], dan pemerisaan fisik maka pasien telah siap untuk diopersi. ) Operasi katarak merupakan suatu prosedur untuk pasien rawat jalan. Opersi katarak dapat dilakukan dibawah anestesi local atau topical. Mata akan ditutp setelah opersi. Tutup mata tersebut akan dibuka pada hari berikutnya oleh dokter selama kunjungan pasca operasi pertama. Pasien diminta untuk menahan diri dari melakukan aktivitas apapun meningkatkan TIO (tidak boleh mengangkat beban berat, tindak membungkuk kedepan, dan tidak mengejan selama kira-kira 2 sampai 3 minggu). Suatu penutup mata dan pelindung dari logam atau plastic diatas mata yang diopersi akan dikenakan pada saat tidur siang atau pada malam hari ketika mengantuk untuk menjaga jari atau tangan melukai mata yang dioperasi. Ketika pasien menggunakan penutup mata, ia harus diajarkan untuk hati-hati ketika berjalan atau meletakkan suatu objek karean persepsi kedalamnya mengalami gangguan untuk sementara. Pasien dapat memakai kacamata diatas penutup mata, hanya kacamata saja atau hanya pelindung mata saja pada saat terjaga. Pasien akan menggunakan tetes mata antibiotika/anti-inflamasi empat kali perhari (misalnya pada saat sarapan, makan siang, makan malam dan waktu tidur) pada mata yang diopersi selama 2 minggu. Pasien membutuhkan kunjungan pascaoperasi

kedua, satu minggu setelah operasi jika tidak ada komplikasi, kemudian pada interval yang teratur sampai mata sembuh. Opersi katarak kedua, jika mata telah siap, biasanya dilaksanakan 2 bulan atau lebih setelah operasi pertama. Pasien pada umumnya dapat memperoleh lensa kontak atau kacamata atau lebih setelah operasi untuk memperjelas penglihatannya, jika terdapat indikasi. Setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun pasca operasi katarak, pesien mungkin mengatakan penglihatannya kabur atau seperti dapat suatu film atau selaput diatas mata dengan lensa palsu atau mata tak berlensa. Ini pada umumnya disebabkan oleh kapsul posterior dari lensa alami menjadi berawan atau mengalami fibrosis setelah beberapa waktu. Hal ini biasanya dapat dengan mudah dikoreksi dengan suatu laser YAG (yttrium aluminum garnet crystalline) selama kunjungan kedokter. Komplikasi utama setelah melakukan koreksi dengan laser YAG dapat berupa peningkatan TIO, yang dapat dikoreksi dengan penggunaan dengan penggunaan obat tetes mata galukoma sementara.

2.1.3 Pendengaran Palumbo menyatakan bahwa pendengaran adalah suatu kecacatan yang tetap dan sering diabaikan yang dapat secara dramatis mempengaruhi kwalitas hidup seseorang. Penurunan pendengaran adalah masalah kesehatan kedua yang peling umum yang mempengaruhi lansia. Beberapa orang menyatakan bahwa hal tersebutmemiliki efek yang bergerak seperti gelombang yang dapat mempengarui area dasar tertentu dari penampilan seseorang, menurunkan kenikmatan hidup dan menurunkan interaksi dengan orang lain dan rekreasi diluar rumah. Pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun, anatara 28 dan 55% mengalami gangguan pendengaran dalam derajat yang berbeda. Diantara mereka yang berusia yang lebih dari 80 tahun, 66% mengalami gangguan pendengaran. Diperkirakan 90% orang yang berada dalam institusi mengalami masalah pendengaran.

2.1.3.1 Perubahan Dalam Penuaan Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikuis. Mhoon menggambarkan fenomena tersebut sebagai suatu penyakit simetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara progresif lambat terutama mempengaruhi nada tinggi dan
7

dihubungkan dengan penuaan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai factor yang telah diteliti adalah : nitrisi, factor genetika, suara gaduh/rebut, hipertensi, stress emosional, dan arteriosklerosis. Penurunan pendengaran terutama berupa sensorineural, tetapi juga dapat juga berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbikusis. Penurunan pendengaran sensiorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak, atau jalur kortikal pendengaran). Penyebab dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi masih mungkin berkaitan dengan perubahan pada tulanh didalam telinga tengah, dalam bagian koklear, atau didalam tulang mastoid. Dalam presbikusis, suara konsonan dengan nada tinggi merupakan yang pertama kali berpengaruh dan, perubahan dapat terjadi secara bertahan. Karena perubahan berlangsung lambat, klien mungkin tidak segera mencari bantuan yang dalam hal ini sangat penting sebab semakin cepat kehilangan pendengaran dapat diidentifikasi dan alat bantu diberikan, semakin besar kemungkinan untuk berhasi. Karena kehilangan pendengaran. Pada umumnya berlangsung secara bertahap, seseorang mungkin tidak menyadari perubahannya sampai diberi tahu oleh seseorang anggota keluarga atau teman yang mengatakan bahwa ia menjadi susah mendengar. Dua masalah fungsional pendengaran pada populasi lanjut usia adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dengan nada frekuensi yang tinggi seperti beberapa konsonan (misalnya f, s, sk, sh, dan l). Perubahan-perubahan ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua telinga. Berbagai alat tersedia saat ini dapat digunakaan untuk memeriksa adanya gangguan pendengaran seperti otoskop dengan pemeriksaan histology, mikrobiologi, dan biokimia serta pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan otologis dan audiologist yang seksama sangat penting dilakukan.

2.1.3.2 Pengkajian, Batasan karateristik, dan Intervensi Suatu sumber informasi beharga untuk diagnosis gangguan pendengaran ialah riwayat kasus tersebut. Melalui pengkajian riwayat kasus, perawat dapat mempelajari kapan klien memulai memiliki suatu masalah pendengaran juga gejala yang lain, yang berhubungan dengan itu (misalnya akumulasi serumen, nyeri pada telinga, perubahan
8

persepsi kata, respons yang tidak sesuai dalam percakapan, tinnitus atau vertigo). Informasi dapat diperoleh dari pengkajian fungsional pada lingkungan tempat tinngal juga dari pengkajian dengan menggunakan sebuah garputala, detak arloji, dan suara bisikan. Perawat harus waspada terhadap petunjuk lain yang manandai adanya penurunan pendengaran, seperti lansia yang meminta orang lain mengulangi pernyataannya, mengerakkan kepala kesebalah kanan atau kiri sebagai suatu usaha untuk memahami lebih baik apa yang telah dikatakan, menarik dari dari aktivitas social, memberi reponsrespons yang tidak sesuai, dan mengeraskan suara televisi atau radio agar dapat mendengarnya. Pengkajian termasuk informasi tenteng infeksi telinga sebelumnya (otitis media, secret dari salah satu telinga), terpajan pada lingkungan yang sangat gaduh saat ini atau masa lalu, infeksi pernapasan bagian atas yang sering, tindakan pembedahan telinga sebelumnya, perbedaan dalam mendengarkan suara yang tinggi atau rendah, sakit yang berkaitan dengan penurunan pendengaran, dan semua pemeriksaan pendengaran sebelumnya. Hal lain yang juga penting adalah menentukan apakah anggota keluarga atau klien yang pertama kali mengetahui adanya suatu perubahan dalam pendengaran klien. Hal-hal berikut ini digunakan dapat membantu dalam menetukan status pendengaran lansia : Berdiri dibelakang klien, tepukkan tangan denagn nyaring dan amati apakah klien bereaksi terhadap suara gaduh yang tiba-tiba. Berbicara beberapa kata yang mempunyai suara konsonan frekuensi tinggi dan meminta klien untuk mengulangi (misalnya: fanta, susu, ski). Observasi untuk menentukan apakah klien sedang membaca gerak bibir. Perhatikan adanya kesalahan dalam menginterprestasikan kata-kata. Dengarkan adanya kegagalan untuk berespons terhadap pertanyaan yang diajukan. Observasi perilaku menarik. Tentukan apakah klien dapat mendengar detik arloji (pada kedua telinga). Pegang arloji beberapa senti di atas kepala, di bagian belakang, dan beberapa senti dari masing-masing telinga. Catat jarak tempat klien menyatakan bahwa suara arloji dapat terdengar.

Pengkajian penurunan pendengaran pada lansia di pengaruhi oleh beberapa faktor. Respons-respons yang tidak sesuai mungkin salah diinterpretasikan sebagai kebingungan, atau klien mungkin tidak mampu memahami kalimat dan mengikuti instruksi. Berdasarkan karakteristik yang berhubungan dengan suatu perubahan dalam pendengaran sangat bervariasi di antara individu. Karakteristiknya dapat berupa perubahan dalam persepsi pendengaran, adanya suara bergending di telinga (tinitus), nyeri pada satu atau dua telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara frekuensi tinggi, menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan dan bukti-bukti klinis tentang gangguan pendengaran. Tanpa memperhatikan penyebab dari kehilangan pendengaran, lansia mempunyai reaksi yang hampir sama terhadap gangguan ini seperti: marah,frustasi, dan menarik diri. Ketidakmampuan untuk berparisipasi secara efektif karena gangguan pendengaran memengaruhi harga diri seseorang. Perasaan kehilangan mungkin sangat jelas terlihat ketika ganggua tersebut memengaruhi beberapa AKS. Implikasi dari suatu gangguan pendengaran ini penting untuk dipahami oleh perawat atau anggota keluarga. Contohcontoh pengaruh pada AKS termasuk rasa segan untuk berpatisipasi dalam aktivitas kelompok, kurangnya respons ketika diajak bicara, penurunan aktvitas

religious,peningkatan volume televise atau radio, lambatnya respons untuk menghindari bahaya seperti mobil yang mendekati, atau tidak mamatuhi program pengobatan. Identivikasi dan rehabilitasi dini dapat meningkatkan persepsi diri klien dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam keluarga dan aktivitas yang lain. Pengunaan alat bantu dengar dapat memudahkan komunikasi, mengurangi perasaan kesepian dan isolasi social, 9dan mengembalikan perasaan memilikikontrol pada klien. Bebebrapa lansia mungkin dibantu dengan suatu alat bantu dengar, dan sebagian yang lain tidak menggunakan. Orang yang menunjukan suatu peningkatan dalam membedakan suara dengan peningkatan amplifikasi/pembesaran suara pada umumnya merupakn calon yang baik untuk menggunakan alat bantu dengar. Sebagian besar lansia menerima informasi mereka tentang penggunaan dan keuntungan-keuntungan alat bantu dengar dari iklan-iklan di televisi, surat kabar, atau radio; teman-teman atau anggota keluarga yang lain. Namun, klein perlu berbicara dengan seorang ahli audiologi untuk mempelajari lebih banyak alat bantu dengar yang
10

berbeda telah tersedia peda saat ini, dan tipe yang di pilih bergantung pada kemampuan klien untuk mengoprasikan alat tersebut. Pertimbangam harus diberikan kepada keterampilan klien (untuk mengendalikan volume) dan penglihatannya untuk melihat alat pengendali. Tipe-tipe yang ada saat ini terdiri dari jenis in-the-ear (di dalam telinga), body- type (tipe tubuh), dan alat bantu postaurikular. Alat bantu di dalam telinga (in-theear) mempunyai sebuah pengatur volume berukuran kecil, dapat ditinggikan; alat bantu postuarikular dan tipe tubuh (body-type) mempunyai pengatur volume yang lebih besar sehingga lebih mudah untuk dirasakan dan disesuaikan. Hal yang penting dilakukan adalah menjelaskan berbagai pilihan dengan jelas dan berpedoman kepda kebutuhan klien yang spesifik sehingga klien dapat membuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah diberitahukan. Klien dan keluarga juga harus mempertimbangkan biaya alat bantu dengar; suatu waktu yang singkat pada umumnya diberikan bagi klien untuk melakukan penyesuaian pada instrument yang dipilih dan mempelajari bagaimana cara

menngunakannya sebelum pembeliaan. Beberapa masalah mungkin terjadi berkaitan dengan penggunaan alat bantu dengar. Instrument tersebut memiliki pengeras suara (amplifier), sehingga dapat memperkuat penghantaran suara juga memperkuat kata-kata dalam suatau percakapan; suara gaduh disekitarnya mungkin cukup keras untuk menimbulkan kesalahan dalam menginterpretasi kata-kata atau menyebabkan nyeri. Oleh karena itu, lansia mungkin membeli suatu alat bantu dengar, tetapi dia hanya sedikit menggunakannya. Menyesuaikan diri terhadap suatu deficit pendengaran setelah seumur hidup memiliki pendengaran yang normal merupakan hal yang sulit dilakukan. Keutuhan biopsikososial seseorang terancam oleh perubahan yang hebat ini. Intervensi perawat perlu memfokuskan pada tindakan untuk memfasilitasi klien untuk bergerak kearah kemampuan berfungsi secara optimal didalam masyarakat yang dinamis.

2.1.4 Perabaan Sentuhan (perabaan) digambarkan oleh Weiss sebagai semua peristiwa dari kontrak antara tubuh, dimulai dengan inisiasi oleh seseorang dan diakhiri dengan penghentian kontak oleh kedua belah pihak. Beberapa perawat mempertimbangkan sentuhan merupakan hal yang multidimensional yang melibatkan lebih dari kontrak kulit dengan kulit. Sebagian lain menggambarkan sentuhan sebagai suatu fenomena yang mengekspresikan kesenangan,
11

penentraman hati, dan rasa nyaman. Aktivitas harian perawat dalam merespons kebutuhan lansia memberikan dasar untuk sentuhan. Masyarakat telah memberikan izin pada perawat untuk menyimpang dari norma-norma masyarakat dan untuk menyentuh orang yang lain secara intim pada saat sedang melakukan tugas rutin dalam asuhan keperawatan. Perawat harus mengenali sentuhan yang melibatkan kepekaan klien terhadap sentuhan dan merupakan suatu alat komunikasi yang efektif. Jenis sentuhan yang berbeda dihubungkan dengan berbagai arti.

2.1.4.1 Kebutuhan Perabaan Kebutuhan untuk sentuhan afektif terus berlanjut sepanjang kehidupan dan meningkat dengan usia. Banyak lansia lebih tertarik dalam sentuhan dan sensasi taktil karena: 1) Mereka sudah kehilangan orang yang dicintai, 2) Penampilan mereka tidak semenarik pada waktu dulu dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain, 3) Sikap masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia. Sentuhan dapat merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris atau menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologis. Rangsangan perkutan diperkirakan dapat merangsang produksi endorphin yang dapat menyebabkan penurunan rasa nyeri. Sebagai contoh pijatan dengan mengusap bagian punggung secara lambat, suatu prosedur yang umum digunakan dalam ilmu keperawatan, tidak hanya dapat menimbulkan efek fisiologis tetapi juga efek psikologis. Pijatan dengan usapan tersebut dapat merangsang sirkulasi dan meningkatkan relaksasi, dan efek yang dinginkan dapat dicapai tanpa harus menggunakan obat penenang, sedative, atau pengobatan untuk nyeri. Beberapa pengarang menunjukkan bahwa jika seseorang secara social terisolasi, kesepian, atau memiliki harga diri rendah, maka ia memerlukan lebih banyak sentuhan. Ada suatu perbedaan dalam sentuhan oleh pria dan wanita. Dalam beberapa budaya, pria mungkin tidak mempunyai kebebasan yang cukup banyak untuk melakukan sentuhan. Wanita mungkin telah diberi lebih banyak kesempatan untuk menyentuh (dengan persetujuan sosial) ketika memberikan perawatan kesehatan. Sentuhan merupakan suatu alat efektif untuk digunakan pada klien lansia tetapi perawat harus
12

mempertimbangkan berbagai keinginan klien yang dihubungkan dengan intervensi jenis ini. Secara budaya aturan-aturan yang berhubungan sangat penting untuk diketahui, dan perawat harus menyadari siapa yang akan mengizinkan sentuhan, juga dimana, kapan, dan bagaimana. Beberapa budaya menggunakan sentuhan lebih banyak dalam interaksi dibandingkan dengan kultur atau budaya yang lain. Sebagai contoh,orang Eskimo, amerika latin, prancis, dan yahudi sering menggunakan sentuhan dalam hubungan mereka dengan orang lain. Budaya lain juga menggunakan sentuhan, tetapi mungkin dengan suatu cara yang kurang empatik. Dalam beberapa budaya, berjabatan tangan, mungkin dikenali sebagai sambutan persahabatan; dipihak lain, suatu pelukan mungkin merupakan sambutan yang sesuai. Baik berjabatan tangan maupun memeluk menggunakan sentuhan dan mengekspresikan rasa peduli atau perhatian. Perawat harus mengkaji klien untuk menentukan apakah sentuhan dirasakan sebagai intervensi terapeutik yang positif. Zona-zona keintiman atau sensualitas dalam sentuhan manusia adalah zona intim (genital),zona yang peka (wajah,leher,dan bagian depan tubuh),zona yang di setujui (mulut,pergelangan tangan,kaki),dan zona sosial (tangan,lengan,bahu,dan

punggung).perawat harus menyadari zona-zona ini ketika memasuki ruang pribadi klien untuk memberikan asuhan keperawatan.dalam suatu studi tentang kualitas sensoris dalam interaksi taktil, Weiss mengidentifikasikan kategori sentuhan pada tubuh dan kategori tindakan (misalnya mengusap, mencium, menjepit, menekan). Arti dari sentuhan bervariasi diantara pasien-pasien, dan mungkin tidak selalu positif. Ha lini mungkin dipengaruhi oleh konteks situasi dan orang-orang yang terlibat dalam interaksi. pengalaman hidup masa lalu perawat dan nilai-nilai juga mempengaruhi perawat dalam mengunakan sentuhan terapeutik. Sebagai contoh, beberapa orang perawat mungkin mempunyai pengalaman tidak baik dengan sentuhan yang melibatkan pelecehan atau mungkin tumbuh dewasa didalam suatu keluarga yang sedikit sekali melakukan sentuhan. Gaya sentuhan dari perawat dipelajari didalam keluarga dan budayanya, disekolah keperawatan, dan didalam lingkungan praktik. Oleh karena itu, dalam mempertimbangkan klien dan perawat, peraturan keharusan untuk menyentuh hanya jika hal tersebut menimbulkan rasa nyaman bagi keduanya. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan sentuhan adalah tingkat intensitas kontak, maksud dari derajat tinggkat penekanan yang diterapkan pada
13

permukaan tubuh: dalam, kuat, sedang, atau ringan. Sebagai contoh, tekanan yang dalam mungkin diterapkan situasi kerisis untuk menghentikan pendarahan. Tekanan yang kuat atau sedang mungkin digunakan untuk menggunakan restrein pada lengan seseorang, dan tekanan yang ringan mungkin digunakan ketika perawat meletakkan tangannya pada bahu klien untuk mendapatkan perhatiannya. Semua tingkat intensitas ini mempunyai maksud bagi pemberi dan penerima. Intensitas tersebut dapat juga berbeda-beda karena sensasi sentuhan pada lansia telah menurun, dan suatau sentuhan yang lebih kuat mungkin diperlukan untuk menimbulkan suatu respons. Ketika indra yang lain telah terganggu, rangsangan taktil menjadi lebih penting bagi lansia sebagai alat komunukasi. Perwat harus mengenali perubahan ini dan memasukkannya sebagai bagian dari rencana asuhan perawatan klien. Pertanayaan penting yang harus diajukan oleh perawat sebagai bagian dari pengkajian adalah apakah lansia tersebut telah mengalami sentuhan. Sentuhan merupakan system sensoris pertama yang menjadi fungsiona. Kulit itu seperti suatu pakaian pelindung yang pas dan menutupi seseorang ketika ia bertambah usianya; kemudian ketika seseorang berusia 70 tahun atau 80 tahun, kulit juga akan tidak sesuai atau pas dengan tubuh orang tersebut. Kulit tersebut mungkin akan menjadi kendur dan terlihat lebih longgar pada berbagai bagian tubuh. Namun, selama kehidupan, sentuhan memberikan pengertahuan emosional dan sensual tentang orang lain.

2.1.4.2 Pengkajian, Batasan Karakteristik dan Intervensi Pengkajian keperawatan perlu memasukkan suatu pengamatan terhadap perubahan kulit seperti warna, tekstur, kekeringan, bersisik, keratosis, turgor, responsrespons terhadap dingin dan panas, respons-respons terhadap ketajaman dan ketumpulan, dan kemampuan untuk memegang objek-objek yang dikenal (misalnya benda atau koin). Turgor dapat diperiksa dengan cara mencubit kulit pada bagian posterior tangan dan amati waktu kembalinya ke kondisi semula ketika dilepaskan. Respons taktil dikaji dengan menggunakan sebuah bola kapas dan sentuhkan pada berbagai titik pada lengan, tungkai dan tangan. Respons terterhadap benda tumpul dan tajam dapat diperiksa dengan menyentuh kulit pada pada bagian anterior lengan bawah dengan bagian pangkal jarum itu. Pererawat perlu menentukan apakah klien telah kehilangan teman-teman dan orang
14

yang dekat dengan klien karena hal ini mungkin mengakibatkan suatu penurunan sentuhan yang diterima oleh klien. Sekali lagi, latar belakang budaya merupakan hal yang penting. Batasan karateristik yang berhubungan dengan perubahan dan rangsangan taktil termasuk penurunan sensitivitas terhadap sentuhan, dengan menghasilkan suatu perubahan dalam merespons hal tersebut. Klien mungkin mengubah perilakunya bahkan mungkin mencari sentuhan. Jika mengalami kekurangan sentuhan, lansia mungkin mencari cara lain. Dalam penelitian awalnya tentang kulit manusia, Montague mencatat bahwa menggoyanggoyangkan tubuh merupakan suatu cara untuk marangsang kulit dan bahwa seseorang dapat menerima rasa nyaman dari gerakan ini. Perawat perlu mendorong penggunaan kursi goyang didalam fasilitas perawatan jangka panjang juga dilingkungan lain tempat klien mungkin menggunakan aktivitas sederhana untuk menerima rasa nyaman. Untuk lansia yang mempunyai gangguan sensoris yang lain (misalnya pendengaran dan penglihatan), sentuhan terutama sekali penting. Sentuhan merupakan suatu cara untuk mempertahankan kontak dengan lingkungan. Sebagai contoh menyentuh pegangan tangga atau sebuah mebeler mungkin membantu klien agar tetap mengenali lingkungannya dan dapat mandiri. Dalam penelitian Graves, bayi binatang meringkuk kedinginan dan memeluk tubuh induknya atau saudaranya, atau binatang lainnya yang diperkenalkan, yang menyatakan bahwa sentuhan sanagt penting untuk perkembangan fisik dan tingkah laku. Hal ini mendukung temuan Montague tentang pentingnya sentuhan dan kulit manusia. Kurangya kontak fisik dapat menimbulkan suatu kelaparan kulit atau kebutuhan untuk melakukan kontak dengan orang lain. Perawat harus menyadari isyarat-isyarat yang diberikan oleh klien sebagai respons terhadap sentuhan. Sebagai contoh, klien mungkin menjauh dari sentuhan atau pindah dari satu situasi lyang menimbulkan hubungan yang dekat atau mungkin mengerutkan dahi sebagai respons terhadap seseorang yang memasuki ruang pribadinya. Ketegangan pada tubuh klien mungkin juga merupakan suatu tanda bahwa ia tidak ingin disentuh. Isyarat-isyarat positif merupakan bukti ketika klien mencari sentuhan memalui cara tersebut seperti memeluk atau baerjabat tangan.
15

2.1.5 Pengecapan Makanan jelas penting sepanjang kehidupan didalam masyarakat. Makanan diperlukan tidak hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, tetapi juga untuk interaksi dengan orang lain yang menyenangkan dan merangsang. Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat seseorang seperti pada saat seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah satu kenikmatan terbesar didalam kehidupannya.

2.1.5.1 Perubahan dalam Penuaan Ketika seseorang bertambah tua, jumlah totak kuncup-kuncup perasa pada lidah mengalami penurunan dan kuncup perasa pada lidah itu juga mengalami kerusakan, yang menurunkan sensitivitas terhadap rasa. Merokok, defisiensi vitamin D, penurunan produksi saliva, gigi palsu dan pengobatan tertentu juga dapat menumpulkan sensasi terhadap rasa. Kuncup-kuncup perasa mengalami regenerasi sepanjang kehidupan manusia, tetapi lansia mempunyai penurunan sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin dan pahit. Perubahan tersebut lebih dapat disadari oleh beberapa orang disbanding yang lain.

2.1.5.2 Pengkajian, Batasan karateristik, dan Intervensi Diagnosis keperawatan untuk kerusakan respons sensoris terhadap rasa adalah perubahan sensoris terhadap rasa adalah perubahan sensoris rasa. Dalam pengkajian pada perubahan rasa, perawat harus melakukan inspeksi pada mulut dan menetukan warna dan kelembapan bibir, warna lidah, lidah kotor, dan pecah-pecah adanya gigi dan kondisinya atau apakah gigi palsu dalam keadaan baik. Kondisi gusi (warna, retraksi, perdarahan). Jumlah saliva kondisi membran mukosa (warna, kelembapan, lesi) atau adanya bau yang kurang enak. Sensitivitas terhadap rasa dapat dikaji dengan menyuruh klien mencicipi berbagai jenis caiaran yang mempunyai bermacam-macam konsentrasi dari rasa manis, asin, asam dan pahit. Cairan ini dapat juga berupa air gula, air jeruk-sitrun, air garam, air dan kina. Sebuah kapas apusan dicelupkan kedalam masing-masing larutan, kemudian pada saat bersamaan ujung kapas yang telah dicelupkan pada salah satu cairan dioleskan

16

pada bagian lateral, anterior, posterior lidah klien. Klien perlu membilas mulutnya dengan air setelah setelah tes dari setiap rasa dan tunggu 2 sampai 3 menit diantara setiap tes. Studi menyatakan bahwa kenikmatan dari dan kesukaan terhadap suatu konsentrasi dari stimulus yang berbeda mengalami perubahan sepanjang rentang kehidupan. Hal ini juga dapat terlihat jelas dalam kesukaan lansia untuk mendapatkan konsentrasi gula, garam atau keduanya yang lebih tinggi dalam berbagai makanan. Ketika usia seseorang bertambah tua, mereka cenderung untuk mempertahankan keinginan terhadap makanan-makanan yang mereka rasakan sangat menyenangkan ketika mereka masih muda, walaupun ketajaman rasanya telah mengalami perubahan. Banyak lansia mempertahankan rasa mereka untuk makan yang manis, dan mereka mereka makan karbohidrat dalam jumlah besar kerena makanan-makanan ini memiliki rasa yang enak menurut mereka dan mudah untuk dikunyah, dan mungkin tidak terlalu mahal, suatu faktor yang mungkin memengaruhi jumlah sereal manis, kentang, dan roti yang dikonsumsi oleh lansia. Perawat perlu juga menanyakan pada klien tenteng semua obat yang digunakannya karena obat-obatan tersebut mungkin mempengaruhi napsu makan. Nama obat, dosisi obat, jadwal pemberian dan lamanya klien menggunakan obat0obat tersebut sangat penting dikaji dalam riwayat penyakit klien. Batasan karateristik perubahan sensoris dalam sensasi rasa mungkin terjadi secara bertahap. Keluarga klien mungkin mengamati bahwa ia senang menggunakan banyak gula, garam, dan rempah-rempah. Klien mungkin mengeluh tentang bagaimana rasa makanan dan kurang nafsu makan dengan suatu penurunan dalam keinginan untuk makan. Perawat perlu mendorong keluarga untuk menggunakan makanan-makanan dengan tekstur dan warna yang berbeda dalam upaya untuk membuat makanan lebih memikat bagi klien. Sebagai contoh, jika wartel, kacang hijau, brokoli, dan daging digunakan untuk memberikan warna dasar yang menyenangkan pada makanan, klien mungkin berespon lebih positif. Berbagai bumbu juga dapat digunakan untuk meningkatkan rasa dan aroma makanan. Kuncup-kuncup peraba pada lidah terletak terutama didalam papila lidah, dan orang yang mempunyai lidah yang kotor atau kebersihan mulut yang rendah berkaiatan dengan berkaitan dengan masalah gigi mungkin memiliki bau mulut yang kurang sedap
17

yang mungkin mempengaruhi rasa. Bau mulut tersebut dapat menjadi penyebab nafsu makan yang rendah karena adanya hubungan yang erat antara sensasi penciuman dan sensasi rasa. Dalam suatau penelitian pada universitas Duke, peneliti-peneliti mendukung adanya hubungan antara penurunan ketajaman rasa dan penciuman dengan anoreksia pada lansia, bahkan dalam keadaan tidak adanya penyakit-penyakit yang turut berperan juga faktor-faktor lingkungan. Ketika rasa makanan dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang

membahagiakan seperti liburan, rasa mengalami peningkatan. Pengamatan pada lansia diruang makan suatu institusi/panti juga disuatu lingkungan rumah menunjukkan bahwa orang memiliki perilaku makan yang lebih baik jika makan dilakukan dalam suatu kesempatan yang menyenangkan. Selain itu, sebagian besar lansia senang memiliki suatu tempat tetap yang diberikan bagi dirinya unduk duduk selama waktu makan. Kesenangan sensoris dari makanan, lingkungan yang terpelihara, dan suatu perasaan bahwa seseorang memiliki makanan yang cukup merupakan faktor penting dalam membantu lansia merasa aman. Lagipula, jika lansia memiliki kenangan yang baik tenteng waktu makan sebagai saat untuk berkomunikasi dan beramah tamah yang menyenangkan dan bukan untuk bertengkar, makanan akan diingat selalu terasaenak. Aspek lain dari suatu makanan tak kalah pentingnya dengan rasa makanan itu sendiri. Dengan demikian perawat perlu memberikan tidak hanya makanan yang dihancurkan, hambar, dan lunak untuk lansia. Perawat perlu mengajarkan anggota keluarga lansia bahwa lansia juga menyukai berbagai makanan yang cukup rasa dan masih perlu dikunyah agar saat makan menjadi lebih menyenangkan. Lansia harus didukung unruk mengunyah makanan mereka secara menyeluruh dan bergantian dari satu makanan ke makanan yang lain ketika makan. Senagai contoh, seorang klien yang menu makanannya terdiri dari daging, brokoli dan jagung, harus dianjurkan untuk memakan sepotong daging, sepotong brokoli, kemudian jagung dan untuk merotasi makanan yang dimakan sehingga ia tidak akan sempat beradaptasi dengan rasa dari setiap makanan, dengan penurunan pada sensasi rasanya. Fakta penting lainya yang harus dipertimbangkan oleh perawat ketika mengkaji persepsi rasa klien adalah pengobatan yang ia gunakan. Kehilangan rasa yang paling umum adalah terapi obat dan polifarmasi merupakan hal yang umum terjadi diantara lansia. Beberapa obat (misalnya obat-obatan antirematik dan antihipertensi) dapat
18

menekan nafsu makan. Perawat perlu bekerja sama dengan dokter untuk berbagai informasi dalam menetukan apakah dosis atau jenis suatu obat dapat berubah. Selain itu, perawat bersama keluarga klien perlu meninjau ulang jadwal pemberian obat dan membuat perubahan yang diperlukan. Jika suatu obat harus diberikan dengan makanan, perawat perlu menentukan apakah ada suatu cara untuk menyembunyikan rasa dari obat jika klien mengeluh bahwa obat tersebut meninggalkan rasa tidak enak didalam mulutnya. Klien dapat membilas mulutnya dengan air untuk menghilangkan rasa yang tidak enak tersebut. Ambang batas sensitivitas rasa mengalami penurunan seiring bertambahnya usia, tetapi dengan pertimbangan yang diberikan pada beberapa hal tertentu seperti lingkungan dan tekstur, warna, variasi dan bumbu makanan yang menyenangkan, lansia dapat tetap menikmati makanannya.

2.1.6 Penciuman Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia yang sudah menguap. Suatu bau memasuki rongga hidung dan berjalan keatas sampai kesilia dari berjuta-juta sel nervus olfaktorius yang mikroskopis, dan dari sel ini, stimulus ditransmisikan kekorteks olfaktorius didalam otak. Sensasi penciuman mempunyai suatu efek dalam persepsi rasa. Kehilangan kemampuan dalam penciuman dikenal sebagai anosmia.

2.1.6.1 Perubahan dalam Penuaan Penurunan yang paling tajam sensasi penciuman terjadi selama usia pertengahan dan untuk sebagian orang, hal terebut akan terus berkurang. Kecepatan penurunan tersebut bervariasi. Orang beraksi terhadap bau dengan cara yang berbeda , dan respons seseorang mungkin dipengaruhi oleh usia , jenis kelamin dan etnik, dan pengalaman sebelumnya tentang bau tersebut. Nervus olfaktorius sanagt kompleks, tidak sepenuhnya dipahami, dan diperkirakan mampu untuk melakukan regenari. Sensasi penciuman tidak secara serius dipengaruhi oleh penuaan secara serius dipengaruhi oleh penuaan saja tetapi mungkin oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia. Penyebab lain juga dianggap sebagai
19

orang pendukung untuk terjadinya kehilangan kemampuan sensasi penciuman secara termasuk pilek, influenza, merokok, obstuksi hidung, secret dari hidung, sinusitis kronis, kebiasaan tertentu dengan bau atau aroma, epistaksis, alergi, penurunan dan faktor lingkungan.

2.1.6.2 Penatalaksanaan pada Perubahan Sensoris pada Penciuman Dalam pengkajian klien, klien perawat perlu melakukan inspeksi pada hidung secara hati-hati untuk mengetahui kelainan septum atau atau obstuksi hidung, sebuah otoskop digunakan untuk memeriksa rongga hidung. Membrane mukosa diperiksa untuk menetukan apakah cukup lembap atau jika terdapat bukti-bukti yang menunjukkan terjadinya iritasi. Klien diminta untuk menutup lubang hidung satu demi satu, menutup mulutnya, dan bernafas melalui lubang hidung yang tidak tertutup untuk menentukan potensi lubang hidung yang tersebut. Untuk mengkaji ketajaman penciuman, klien diminta untuk untuk menitup matanya dan mengidentifikasinya bau dari berbagai unsur (misalnya kayu manis, cuka, kopi). Lansia mempunyai lebih banyak kesulitan dalam mengidentifikasi bau dibangdingkan dengan orang yang lebih muda. Sinus harus dipalpasi untuk menentukan apakah ada rasa nyeri atau pembekakan. Perawat perlu mengajukan pertanyaan tentang riwayat infeksi saluran pernapasan bagian atas (termasuk sinus) alergi, kebiasaan merokok pengobatan saat ini dan yang lalu, epistaksis, dan kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala. Batasan karateristik mungkin terjadi secara bertahap jika perubahan dihubungkan dengan penurunan tetapi akan terjadi secara mendadak jika duhubungkan dengan cedera kepala. Klien mungkin mengeluh adanya ketidakmampuan untuk mencium aroma yang harum, seperti makanan-makanan faforit yang dimasak (misalnya kue tar yang berisi apel, kue kering kayu manis, daging panggang). Selain itu anosmia mungkin menimbulkan suatu efek negative pada nafsu makan klien, dan ia mungkin hanya menunjukkan sedikit ketertarikan pada makanan. Klien mungkin memiliki bau badan yang tidak sedap, yang dapat mengakibatkan isolasi sosial. Anggota keluarga harus didorang untuk selalu meningkatkan klien tentang pentingnya kebersihan diri. Klien mungkin menyadari penurunan respons terhadap bau seperti makanan basiatau gas. Deficit ini mempunyai bahaya yang tidak bisa dipisahkan,
20

dan pengaturan harus dibuat untuk menghindari konsekuensi yang mungkin terjadi. Keluarga atau teman-teman harus diminta memeriksa tempat tinggal klien dari kebocoran gas secara teratur. Makanan harus diberi tanggal sedemikian rupa sehingga klien akan mengetahui kapan makanan tersebut harus dibuang. Perubahan sensasi penciuman dapat menimbulkan suatu efek pada persepsi dari beberapa kegemberiaan dalam hidup. Gangguan persepsi bau dapat dapat memengaruhi kualitas kehidupan dengan berkurangnya kemampuan penciuman terhadap suatu tanda peringatan bahaya dan berkurangnya kenikmatan pada hal-hal yang positif seperti aroma makanan yang sedang dimasak, mawar yang sedang mekar, parfum yang wangi atau jerami yang baru dipotong.

21

2.2 Metode Komunikasi pada Lansia

2.2.1 Komunikasi Dengan Lansia Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.

2.2.1.1 Ketrampilan komunikasi a.Listening/Pendengaran yang baik. : b. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita. c. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih. d. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.

2.2.1.2 Tekhnik komunikasi dengan lansia a) Tekhnik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik. Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan kebutuhan lansia,berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan.tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan. Pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau tidak. Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk mendominasi ,pembicara sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif. Merubah topik pembicaaraan dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk topik pembicaraan bila lansia tidak interest lagi

b) Teknik nonverbal komunikasi 1. Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh. 2. Kontak mata : jaga tetap kontak mata. 3. Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya. 4. Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi tepat. 5. Sentuhan : memegang tangan, menjabat tangan.

22

c) Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia. 1. Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan. 2. Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-pesan verbal dan merupak metode primer yang non verbal. 3. Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang akan diberikan. 4. Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam. 5. Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif. 6. Secara periodic mengklarifikasi pesan. 7. Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus pada informasi. 8. Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati. 9. Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan mengakiri interview. 10. Minta ijin bila ingin bertanya secara formal. d) Lingkungan wawancara. 1. Posisi duduk berhadapan 2. Jaga privasi. 3. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam 4. Kurangi keramaian dan berisik 5.Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita mengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal balik seperti cermin. e) Mood dan Privasi 1. Dapat mempengaruhi kualitas komunikasi : berikan perhatian pada mood masingmasing. 2. Buat pertimbangan dan kurangi emosi 3. Aspek lingkungan : 4. Gangguan : akan mempengaruhi konsentrasi. 5. Mengurangi bising dan gangguan lingkungan 6. Berikan lingkungan yang nyaman.
23

7. Khususnya penting ketika topik personal rahasia di bicarakan. 8. Pertahankan privacy untuk memberikan keamanan. 9. Waktu yang adekuat dapat memfasilitasi untuk menjelaskan dalam berkomunikasi, jadi waktu yang disediakan sesuai

f) Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia 1.Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain. 2.Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang. 3.Perawat sering memanggil dengan nenek, sayang, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya. 4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian. 5.Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya. 6.Gangguan sensoris dalam pendengarannya. 7.Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal. 8. Overload dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang. 9.Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain. 10.Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita. 11. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes. 12. Hambatan pada orang yang mewawancarai : tidak sensitive, tidak mampu menjadi pendengar yang baik, menggunakan symbol-simbol yang menggangu. 13. Berperilaku yang menghakimi (prejudice) misal orang sudah tua tidak bisa mikir lagi, jadi tidak perlu diberi informasi.
24

g) Aspek-aspek yang harus diperhatikan 1. Membina hubungan saling percaya 2. Menjadi pendengar yangbaik dan penuh perhatian. 3. Selalu menciptakan iklim dan sikap berkomunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang. 4. Menatap mata selama berkomunikasi. 5. Tidak tergesa-gesa dan memaksakan kehendak kepada mereka.

25

You might also like