You are on page 1of 15

BAB 9 METODE PELATIHAN

A. PENDAHULUAN

Pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau dalam suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik. Pengetahuan tentang jenis pelatihan dan bagaimana merancang suatu pelatihan ini sangat penting, agar pelatihan yang dilaksanakan dapat efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada beberapa penulis yang telah menjelaskan metode pelatihan dari sudut pandang, penekanan dan kepentingan mereka, antara lain: Morgan, et al. (1976), Lunandi (1982), Malon (1984). Bab ini akan membahas pelatihan kepekaan, pelatihan kepemimpinan, pelatihan kerja, pelatihan partisipasif, dan rancangan pelatihan, khususnya mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelatihan, prosedur perancangan pelatihan, dan pengaturan ruangan pelatihan.

B. PEMBHASAN PELATIHAN KEPEKAAN Setelah perang dunia ll, Dr. Lee Bradford dan kawan-kawan mengorganisasikan Laboratorium Pelatihan Nasional di Bethel, Maine, USA. Dr. Bradford dkk. percaya bahwa ada suatu metode yang dapat membantu peserta lebih memahami diri mereka sendiri, dan melalui pelatihan kelompok peserta sehingga mempunyai perasaan peka terhadap teman sekerja mereka. Hal itu memerlukan perjuangan yang besar dari Dr. Bradford dkk. untuk dapat memperoleh penerimaan dari banyak kelompok. Tujuan Laboratorium Pelatihan Nasional bukanlah merupakan hal yang menyimpang dari yang biasa terdapat di pelatihan pada umumnya, kecuali tujuan khususnya, yaitu membuat orang memahami diri sendiri, dengan bergaul dengan baik dengan rekan kerja, dan mampu membuat keputusan sendiri.

1. KELOMPOK-T

Jantung pelatihan adalah kelompok-T, suatu istilah yang sama artinya dengan kelompok training (kelompok pelatihan). Pengalaman kelompok-T dianggap sebagai aspek yang terpenting, sebab dalam kelompok-T seseorang memperoleh pengaruh emosional yang kuat. Diharapkan bahwa kelompok-T dapat berperan sebagai wadah peleburan interksi personal yang dapat menghasilkan suasana belajar yang kondusif. Suasana yang kondusif adalah salah satu unsur utama dari pengalaman-pengalaman kelompok-T mungkin tidak saling mengenal satu sama lain, karena dari latar belakang kehidupan yang sangat berbeda, atau mungkin mereka datang dari pekerjaan tertentu, seperti pekerjaan mengajar dan lain lain. Introspeksi, evaluasi diri atau kegiatan kecil kelompok sekitar di sini dan sekarang yang intensif merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh kelompok-T. Maksud dari istilah di sini dan sekarang adalah percakapan dan tanggapan dalam kelompok-T tidak boleh

dibawa keluar dari kelompok-T. pernyataan yang terus terang dan kadang kala kasar, tidak boleh dibawa keluar kelompok-T, cukup terjadi dalam kelompok-T saja. Pada titik ini, yakni menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan. Setiap kelompok-T harus mempunyai seorang pelatih ahli. Sementara ia bicara atau bergerak di antara 10-12 orang anggota kelompok , ia berada di situ untuk mengamati kelompok dari waktu ke waktu. Fungsi yang sangat penting ini memerlukan keahlian. Pelatih yang kompoten harus hadir untuk mengamati reaksi anggota kelompok ketika mereka menghadapi situasi yang membingungkan. Tanpa adanya agenda atau arahan yang jelas, situasi yang membingungkan cenderung menyebabkan sifat manusia yang kasar timbul; disaat inilah diperlukan seorang ahli untuk menganalisis siapa yng berbicara kepada siapa, suasana belajar yang bagaimana yang terjadi, siapa pimpinan kelompok, apakah ada agenda yang tersembunyi, dan lainlain. Pelatih mengandalkan pengamatannya dan mengananlisis situasi kritis untuk membantu peserta dalam menumbuhkan kelompok, sementara pelatihan tetap berlangsung.

2. PERSIAPAN PELATIHAN

Mengamati situasi di perusahaan atau di rumah merupakan hal yang penting, yaitu menentukan masalah yang perlu pemecahan.. identifikasi masalah biasanya merupakan langkah pertama menuju pemecahan masalah. Individu perlu bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah ia sedang tergelincir? Apakah ia tidak pernah memperoleh posisi puncak di kantornya? Apakah ia merasa hubungan dengan teman-temannya kurang serasi? Perlu dipertanyakan juga apakah kegiatan awal dalam laboratorium pelatihan kepekaan dapat diungkapkan kepada calon peserta, sehingga peserta yang masuk ke laboratorium mempunyai konsep harapan tentang manfaat apayang dapat diberikan laboratorium kepadanya. Pengenalan laboratirium pelatihan mungkin menyebabkan shock sehingga ia menyebabkan calon peserta mengurungkan niat untuk mengikuti pelaithan. Semestinya, pengenalan tersebut tidak perlu terlalu dirisaukan. Ia seharusnya tidak berharap bahwa kegiatan

pelatihan tersebut dapat memecahkan semua masalah pribadi maupun organisasinya. Introspeksi dapat membantunya untuk bergerak secara kreatif menuju tujuan yang diinginkan. Tujuan yang jelas perlu dipikirkan seblelum pelatihan,agar pengalaman pelatihan dapat membantu peserta membuat perubahan yang dikehendaki tanpa mengalami frustasi yang berat.
3. MANFAAT PELATIHAN

Proses penerapan pengalaman laboratorium ke dalam realitas sekembalinya ke rumah menunjukkan hasil atau manfaat pelatihan bagi individu. Tidak ada bisnis atau industry yang mengizinkan semua pimpinan menyerahkan semua kegiatan pada keputusan kelompok . Demikian juga, tidak ada bisnis atau industry yang dapat berjalan dengan kediktatoran secara penuh dari atas ke bawah. Diharapkan bahwa pelatihan kepekaan akan membantu kelompok dalam mengenal bagaimana melakukan kompromi yang menyenangkan di antara kedua ekstrem tresebut. Pe;atihan kepekaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap bisnis dan industry serta organisasi keagamaan dan profesi. Sebagai contoh, dalam profesi mengajar terjadi ketegangan antara guru dan administrator. Untuk mengatasinya perlu mengembangkan empati dan tujuan yang dapat dipenuhi dengan cara pelatihan kepekaan tersebut.

4. PERINGATAN

Terdapat beberapa peringatan yang perlu dicatat merencanakan pelatihan kepekaan, yaitu sebagai berikut:
a. Pelatihan

jika

ingin

kepekaan perubahan peserta.

harus

cukup

waktunya

untuk

membawa

b. Hasil yang terbaik cenderung berasal dari pengalaman pulau

budaya yang terisolasi, di mana pesertanya jauh dari dunia yang secara konstan selalu bersama-sama.
c. Kurang

bijaksana untuk mencoba mengambil peserta dari perusahaan atau system yang sama untuk dilatih. Kedekatan dan kontak yang terus menerus sepanjang tahun cenderung

menghasilkan pengalaman pelatihan kepekaan bawaan yang tidak dikehendaki. Sebagai contoh, jika peserta dari system atau perusahaan yang sama bersama-sama dalam satu kelompok-T, mereka mungkin belum lupa terhadap serangan brutal dan terangterangan dari teman mereka ketika bekerja. Jika diputuskan untuk melatih dalam kantor asal mereka, maka pendekatan yang lebih halus dan kurang menimbulkan konfrontasi harus diterapkan.
d. Kadang kala sulit untuk memisahkan pengalaman kelompok-T

dengan terapinya. Beberapa lawan gerakan telah mencap pelatihan kepekaan sebagai pencucian otak. Psikiater yang professional harus dipersiapkan untuk melaksanakan terapi.
e. Personel

yang kurang terlatih, yang membantu pelatihan kepekaan harus dilatih terlebih dahulu.

pelaksanaan

f.

Banyak pelatih baru, disadari semangat ingin memperoleh pengalaman, tergesa-gesa dan ingin mulai melatih tanpa pengalaman professional yang cukup. karena pengalaman dan pelatihan mereka yang sudah lama, mungkin gagal menerapkan teknik yang tepat dalam membantu kelompok suka rela di tingkat lokal. pada porsi tanpa arahan dan di luar pengendalian. Pelatih harus dipersiapkan untuk mengatasi setiap situasi.

g. Mereka yang ahli dalam pelatihan kepekaan,

h. Pelatihan yang intensif sangat berpotensi menyebabkan frustasi

i.

Tidak semua jenis pelatihan berfungsi sama bagi seluruh personel. Setiap persekolahan atau perusahaan bisnis mungkin akan membuang-buang uang dengan mengadakan pelatihan semacam ini jika tidak tepat tujuan dan kondisinya. Apa tujuan pelatihannya? Kondisi yang bagaimana yang perlu diperbaiki? Semangat yang rendah pada system persekolahan dan perusahaan mungkin disebabkan administrator yang otoriter atau gaji yang rendah atau dewan direktur yang dictator. Oleh karena itu, perlu diperhatikan jenis pelatihan yang tepat.

PELATIHAN KEPEMIMPINAN Pelatihan kepemimpinan mungkin bebeda dengan pelatihan kepekaan. Hal itu tergantung pada apa yang ingin dikerjakan dalam pelatihan kepemimpinan. Sebagai contoh, apakan seseorang melatih pimpinanpimpinan dalam konsep dan kenyataan tentang organisasi mereka dan bagaimana cara berperilaku yang tepat sebagai pimpinan organisasi? Apakah pmpinan dilatih agar dapat bekerja secara efektif dalam proses kepemimpian kelompok? Apakah pimpinan dilatih agar mampu bersikap empati terhadap anggota organisasi, mempunyai kesadaran penuh akan kehadiran orang lain.? Atau agar memahami diri sendiri ketika berhubungan dengan kelompok? Jelas ada perbedaan tujuan dalam proses pelatihan kepemimpinan. Sebagai contoh, dalam pelatihan kontak tani atau ketua kelompok tani , yang ditujukan agar ketua kelompok tani dapat membantu penyuluhan, maka materinya dapat terdiri atas tugas pemimpin, tata laksana organisasi, prinsip dan keterampilan subject matter, sumber bahan demonstrasi, merode mengajar dan pembuatan catatan dan penyusunan laporan. PELATIHAN KERJA
1. Definisi Pelatihan Kerja

Menurut Dejnozka & Kapel (1982), pelatihan kerja dapat didefenisikan sebagai program terencana dari latihan yang sistematis tentang performansi kemampuan tertentu. Pada umumnya, pelatihan kerja adalah program yang didesain untuk meningkatkan kompotensi penyuluh, sementara mereka melaksanakan pekerjaan meraka. Oleh Karena itu, pelatihan tersebut seyogyanya:
a. Terfokus pada masalah, b. Berorientasi pada pelajar atau peserta, c. Tersusun dari serangkaian kegiatan terjadwal. 2. Asumsi dan Rasional Dasar

Pimpinan penyuluhan yang merencanakn program pelatihan kerja seyogyanya mempunyai asumsi dan rasional dasar pikirannya sebelum kegiatan dilaksanakan. Asumsi ini seyogyanya termasuk fakta di mana pria atau wanita secara individu maupun berkelompok dapat belajar tentang pekerjaannya, dan belajar sebaik mungkin ketika terlibat secara aktif dalam proses belajar. Asumsi ini, dengan rasionalitas yang jelas, seharusnya memberikan kerangka kerja bagi desain program pelatihan kerja. Rasionalitas tersebut beradasarkan dua pertanyaan. Seberapa jauh program diusulkan:
a. Sesuai dengan tujuan umum, tujuan khusus dan misi organisasi, b. Menggunakan hasil penelitian yang ada sehubungan dengan praktik

yang diterima berdasarkan pengalaman pengguna system yang berhasil.


3. Pedoman Bagi Perencana Program Pelatihan Kerja

Proses perencanaan program sebaiknya digunakan untuk mendesain program pelatihan kerja yang efektif. Berikut ini adalah pedoman perencanaan yang terdiri atas komponen dan pertanyaan yang perlu dijawab oleh perencana pelatihan kerja:

a. Identifikasi masalah

Peristiwa apa saja yang menunjukkan bahwa masalah ada atau terantisispasi? Apakah masalah tersebut termasuk masalah yang dapat dan sebaiknya dipecahkan dengan program pelatihan kerja? Bagaimana masalah dapat di ubah menjadi kebutuhan (dengan penilaian kebutuhan)? Apakah sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber financial tersedia untuk memecahkan masalah?
b. Identifikasi pelajar/peserta

Siapa yang menjadi sasaran kelompok pelajar/peserta? Kompotensi apa yang mereka miliki saat ini sehubungan dengan masalah yang teridentifikasi? Gap apa yang terdapat pada tingkat komptensi yang ada dengan tingkat kompotensi yang diperlukan? Seberapa jauh persepsi pelajar terhadap masalah?
c. Identifikasi tujuan umum dan tujuan khusus

Apa tujuan umum program? Apakah keluaran (output) pelajar yang dikehendaki realistis? Peformansi kerja apa yang ditingkatkan?
d. Strategi kesempatan belajar dan pemilihan pengajaran

Seberapa jauh strategi pengajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan dan sesuai dengan karakter siswa? Seberapa jauh suasana belajar yang memadai dapat diciptakan dengan keterbatasan organisasi yang ada? Apa yang menjadi pokok bahasan dalam setiap sesi, dan seberapa jauh kesempatan yang cukup dapat disediakan bagi setiap pokok bahasan?
e. Format dan penjadwalan kegiatan belajar

Apa yang menjadi lingkup dan urutan keseluruhan program dan sesi individual? Seberapa jauh urutan kegiatan berhubungan dengan kompotensi yang dimasukkan ke dalam rencana program?
f.

Evaluasi dan penilaian Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan evaluasi adalah seberapa jauh kegiatan evaluasi dapat menilai manfaat kesempatan belajar bagi perencana, administrator, pelajar dan pihak-pihak terkait yang direncanakan? Rencana apa yang ada untuk memonitor program yang sedang berjalan sehingga penyesuaian dapat dilakukan?

PELATIHAN PARTISIPASIF Pelatihan untuk orang dewasa memerlukan strategi dan teknik yang berbeda dengan pelatihan bagi anak-anak (pedagogis). Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda, yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan, dan pengaturan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Untuk menerapkan pelatihan partisipasif, dengan menggunakan berbagai metode dan teknik yang tidak menggurui dan menceramahi, maka peranan fasilitator bukanlah hanya sekedar memindahkan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta, sebagaimana hal yang sering terjadi dalam pelatihan pedagogis. Akan tetapi fasilitator mendorong keterlibatan peserta dalam proses belajar secara mandiri.

Agar pelatihan partisipasif dapat berjalan dengan lancar, maka pemandu (facilitator), pelatih (trainer) dengan menggunakan metode dan teknik yang banyak melibatkankan peran serta peserta harus dapat berperan dengan baik untuk dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif. Dalam pelatihan partisipasif biasanya digunakan apa yang disebut siklus belajar dari pengalaman (experiental learning cycle). Metode ini mempunyai tahapan tertentu, yakni:

gambar 1.1 Siklus belajar dari pengalaman

1. Mengalami.

Pengalaman merupakan inti proses belajar. Hal ini mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan kita, pengamatan kita, dan apa saja yang kita alami.

2. Mengungkapkan.

Tahap ini merupakan tahap di mana peserta mengungkapkan berbagai pengalamannya. Apa yang terjadi; apa yang saya rasakan dan dikatakan oleh orang lain; bagaimana pengalaman tersebut memiliki arti. Kita ingin berbagi pengalaman, perasaan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai isu dan konteks di mana isu dan konteks tersebut mempunyai hubungan dan arti dalam kehidupan peserta.
3. Menganalisis.

Tahap ini merupakan suatu proses pemahaman, yaitu proses untuk mencoba memahami berbagai ungkapan pengalaman dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses belajar atau proses pelatihan secara

kritis. Dalam tahap ini, banyak hal yang perlu diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan peranan dan pengaruh dari berbagai factor dan berbagai pihak.
4. Generalisasi.

Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam proses belajar dan pelatihan. Berbagai ungkapan pengalaman dan analisis yang terjadi, perlu ditarik suatu generalisasi atau suatu kesimpulan sebagai bahan untuk menyusun tindak lanjut.
5. Menerapkan.

Tahap ini merupakan tahap di mana kita melakukan dan melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau hasil pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan termasuk di dalamnya uji coba, penelitian, implementasi dan pengamabilan risiko atau dapat juga merupakan kegiatan menungggu, mendengarkan dan mengamati.

Mempersiapkan Pelatihan Partisipasif Menurut pengalaman yang dilakukan oleh Program Deliveri (2000an) ada beberapa langkah penting dalam mempersiapkan suatu pelatihan yang ditempuh oleh seorang fasilitator. Langkah-langkah tersebut mencakup sebagai berikut:
1. Merumuskan materi dan muatan dalam urutan yang logis. 2. Merencanakan dan memperkirakan kebutuhan waktu yang sesuai. 3. Pikirkan dan susunlah langkah-langkah yang tepat. 4. Memilih, menetapkan, dan menggunakan beragam metode. 5. Mempunyai awal dan akhir, artinya ada jangka waktu tertentu dalam

pelaksanaan pelatihan.
6. Hindari adanya kevakuman dalam proses interaksi antara fasitator dan

peserta dalam proses pelatihan. Di samping mempersiapkan keenam hal tersebut, fasilitator hendaknya juga mempersiapkan sarana atau media belajar seperti handout, meta plan, OHP, peta-singkap, pengaturan tempat, ruangan pelatihan serta

menyediakan konsumsi dan akomodasinya (bagi yang memang diadakan untuk itu). HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MERANCANG PELATIHAN Pada setiap perencanan selalu ada unsur-unsur:
1. Siapa, 2. Apa, 3. Di mana, 4. Bagaimana, 5. Kapan,

Sejalan dengan itu, dalam perencanaan pelatihan pun terdapat unsurunsur perencanaan pelatihan antara lain sebagai berikut:
1. Siapa yang akan dilatih? 2. Apa yang akan mereka pelajari? 3. Siapa yang akan menyampaikan pelajaran? 4. Dengan cara bagaimana mereka akan dilatih? 5. Bagaimana hasil pelatihan akan dievaluasi?

PROSEDUR PERANCANGAN PELATIHAN Ada beberapa pengarang yang menulis prosedur perancangan pelatihan, antara lain Sutomo, Hikmat & Tumpal (2003), Proyek Deliveri (2000an) dan Lunandi (1982). Di bawah ini akan diuraikan prosedur merancang pelatihan:
1. Identifikasi kebutuhan.

Kebutuhan akan pendidikan orang dewasa dari berbagai pihak (peserta, organisasi penyelenggara, masyarakat maupun pemerintah) perlu diidentifikasi secara cermat. Kebutuhan masing-masing pihak mungkin berbeda satu sama lain.
2. Identifikasi sasaran.

Maksud sasaran di sini adalah perilaku peserta yang diharapkan setelah mengikuti pelatihan. Sasaran pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan yang telah teridentifikasi.
3. Identifikasi sumber.

Perlu dianalisis sumber-sumber yang diperlukan (dana, penceramah,, fasilitator, alat, perlengkapan, dan lain-lain) baik yang sudah tersedia maupun yang masih diusahakan.
4. Identifikasi hambatan.

Hambatan yang ada dan yang mungkin timbul perlu diidentifikasi dan dicermati. Atasi hambatan yang ada: jika tidak dapat diatasi, pelaksanaan bisa ditunda atau dibatalkan sama sekali.
5. Pengembangan alternative.

Alternative lain perlu dikembangkan untuk mencari cara mencapai tujuan/sasaran yang terbaik. Alternative sebaiknya logis dan terjangkau.
6. Seleksi.

Seleksi terhadap semua alternative dapat dilakukan dengan mempertimbangkan sumber daya, hambatan, kelebihan dan kelemahan masing-masing alternative serta sasaran yang ingin dicapai. Pilihlah alternative yang terbaik!

CONTOH RANCANGAN KEGIATAN PELATIHAN Menurut Lunandi (1982), rancangan kegiatan dilakukan dengan menjawab lima pertanyaan yaitu:
1. Siapa yang akan dilatih? 2. Apa yang akan mereka pelajari? 3. Siapa yang akan menyampaikan pelajaran? 4. Dengan cara bagaimana meraka akan dilatih? 5. Bagaimana hasil pelatihan akan dievaluasi?

pelatihan

dapat

Sebagai gambaran tentang rancangan pelatihan, berikut ini diberikan contoh rancangan pelatihan pengelolaan perkoperasian yang berupa hasil tanya jawab dari lima pertanyaan tersebut. No. 1 Pertanyaan Jawaban Siapa yang akan Orang-orang dewasa yang berminat dan dilatih? belum mempunyai pengetahuan perkoperasian dengan pendidikan formal, profesi, usia, jenis kelamin yang beragam Apa yang akan a. Falsafah kerja sama dalam mereka pelajari? kelompok.
b. Keterampilan

hubungan manusia (human relation)

antara

c. Teknis pengololaan perkoperasian.

Siapa yang akan Tiga orang staf pendidikan Biro Konsultasi menyampaikan Koperasi Kredit (yang telah mendapat pelajaran? pelatihan khusus perkoperasian, dan POD). Dengan cara a. Metode pendidikan orang dewasa. bagaimana b. Metode laboratorium digunakan mereka akan untuk mengajarkan falsafah kerja dilatih? sama dalam kelompok dan keterampilan hubungan antara manusia.
c. Ceramah d. Studi

digunakan untuk memberikan pengetahuan dasar. kasus memberikan kepengurusan koperasi. manusiawi. dipakai dan untuk pelajaran peraturan

e. Permainan peran untuk pendekatan f.

Pemutaran slide menumbuhkan motivasi. administrative perkoperasian

untuk

g. Latihan eksperimensial untuk teknis

Apa yang akan mereka pelajari?

a. Falsafah

kerja

sama

dalam

kelompok.

b. Keterampilan

hubungan manusia (human relation)

antar

c. Teknis pengelolaan perkoperasian

Bagaimana pelatihan dievaluasi?

hasil Hasil latihan akan dievaluasi dalam dua akan tahap: a. Segera setelah selesai kegiatan pelatihan, dengan menggunakan formulir evaluasi yang diisi oleh para peserta.
b. Segera

setelah peserta merintis pembentukan koperasi kredit, peserta diminta mengirim surat ke Biro Konsultasi Koperasi Kredit

PENGATURAN RUANGAN

Dalam kegiatan pendidikan, walaupun materi, bahan dan pendidik yang bermutu sudah tersedia, tetapi jika pengaturan ruangan kurang diperhatikan, hasilnya bisa kurang memuaskan. Dalam menata ruangan pelatihan, perlu diperhatikan beberapa hal penting berikut ini:
1. Ruangan yang cukup luas untuk menampung semua peserta yang

akan hadir.
2. Ruangan khusus, baik untuk diskusi kelompok kecil maupun untuk

sidang paripurna.
3. Penerangan yang cukup terang dan tidak menyilaukan, dan stop

kontak untuk berbagai alat bantu audio visual.


4. Peredaran udara yang cukup baik dengan jendela-jendela yang cukup. 5. Ruangan yang cukup bersih. 6. Ruangan yang cukup tenang. 7. Toilet yang cukup dekat dengan peserta.

8. Kursi yang cukup jumlahnya baik kondisinya untuk sejumlah peserta

yang direncanakan. Dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri perlu dipikirkan pengaturan tempat duduk yang paling sesuai denag metode pendidikan yang hendak digunakan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengaturan tempat duduk bagi pendidikan orang dewasa adalah sebagai berikut:
1. Agar peserta dapat melihat pendidik dengan jelas. 2. Agar peserta dapat saling memandang satu sama lain. Bisanya diatur

melingkar, bentuk U, atau setengah lingkaran.


3. Agar peserta dapat meninggalkan tempat dudukya dengan mudah, jika

ia harus maju ke depan untuk menjelaskan sesuatu atau harus pindah ke kelompok kecil.
4. Agar setiap peserta dapat melihat dengan jelas alat-alat peraga yang

diguanakan.
5. Agar tidak ada peserta yang duduknya menghadap cahaya yang

menyilaukan.
6. Agar pembimbing bebas bergerak untuk berbagai keperluan, seperti

menggunakan alat peraga menyampaikan materi.

membuat

variasi

gerakan

dalam

7. Agar tersedia sebuah meja di sudut untuk meletakkan bahan ajar yang

tidak segera digunakan atau yang akan dibagikan kemudian.

C. SIMPULAN

You might also like