You are on page 1of 57

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual dihubungkan dengan penyakit jantung organik yang memungkinkan terjadinya kematian mendadak. Namun demikian, kasus kematian mendadak yang berhubungan dengan aktifitas seksual tidak diketahui secara pasti. Pada penelitian yang telah dilakukan Kyungpook National University, Korea Selatan pada bulan Agustus 2001 sampai November 2005 sampel diambil pada seluruh autopsi dengan jumlah 1.379, menunjukkan adanya kemajuan dalam pencarian hubungan antara kematian mendadak dengan aktifitas seksual. Dari 14 kasus, laki-laki dengan usia 46 11 tahun ditemukan hubungan antara kematian mendadak dengan aktifitas seksual. Meskipun perbedaan jenis kelamin dalam kejadian death in saddle secara statistik tidak berbeda, namun laki-laki lebih mendominasi dengan penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner. Kesemuanya memiliki hubungan heteroseksual. Pada studi keracunan hasilnya semuanya negatif.1 Hasil kesaksian yang didapat dari 10 kasus di Korea Selatan, kematian mendadak ditemukan pada saat berlangsungnya aktifitas seksual terdapat 4 kasus, setelah melakukan aktifitas seksual terdapat 4 kasus, 2 dan 5 jam setelah beraktifitas seksual terdapat 1 kasus. Dalam 4 kesaksian kasus, korban ditemukan mati dibawah 12 jam dari berakhirnya aktifitas seksual. Terdapat aktifitas seksual dengan pasangan tetap yang bukan istrinya (n=8), prostitusi (n=2), dengan istri (n=1) dan yang tidak diketahui (n=3). Pada kasus kematian mendadak ditemukan penyakit yang menyertai berupa, penyakit arteri koronaria pada 6 kasus,
1

perdarahan subarachnoid dengan ruptur berry aneurisma sebanyak 4 kasus, fibromuskular displasia dari atrioventrikular nodus arteri terdapat 2 kasus, dan yang tidak diketahui sebanyak 2 kasus. 1 Mengenai maraknya jamu obat kuat yang mengandung bahan kimia sildenafil sitrat atau tadalafil beredar saat ini, Prof. Wimpie mengemukakan bahwa setelah tahun 1999 di Indonesia banyak beredar produk jamu yang digunakan untuk obat kuat, pada tahun 1999 obat erektogenik yang mengandung sildenafil sitrat beredar secara resmi di Indonesia. Saat ini semakin banyaknya peredaran obat-obat kuat yang dijual secara bebas, sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan obat tersebut.2 Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009, pada bagian kelima belas berisi tentang pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan.3 Dalam beberapa studi menunjukkan, resiko relatif pada sindrom koronaria akut selama melakukan aktifitas seksual adalah tidak terlalu tinggi. Beberapa studi meneliti kematian mendadak akibat efek dari sildenafil sudah dipublikasikan sepanjang beberapa tahun ini. Sebagian besar dari studi menemukan bahwa sildenafil bukanlah merupakan faktor resiko utama pada sindrom koronaria akut atau kematian jantung mendadak. 4 Pada tahun 1997, jumlah infark miokard pada laki-laki usia 55-64 tahun yaitu dengan jumlah 1.542 per 1.000.000 penduduk di Amerika Serikat. Menurut data tersebut, didapatkan angka kematian akibat infark miokard pada pasien usia 55-64 tahun akibat penggunaan sildenafil, dan terjadi dalam waktu 24 jam setelah penggunaan, dari hasil penelitian akhir Maret 1997 sampai pertengahan November 1998, didapatkan 52 kasus. Walaupun, jumlah angka kematian yang dilaporkan hanya 15 kasus. Satu hal optimistik yang ditemukan bahwa sildenafil tidak hanya meningkatkan kematian, tetapi dalam kenyataannya prekondisi jantung

dan memiliki efek kardioprotektif. Disamping, banyak studi yang menyatakan bahwa sildenafil tidaklah mengurangi toleransi kerja jantung pada pria dengan penyakit jantung koroner.4 Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, persentase kematian mendadak akibat penyakit sirkulasi darah meningkat dari 11,02 % pada tahun 2007, menjadi 11,06% pada tahun 2008. Namun angka kejadian death in saddle di Indonesia, belum ada studi yang menyatakan presentase secara pasti. 5 Diantara yang mengalami serangan jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian. Hal yang mengejutkan adalah 80% dari yang meninggal saat hubungan seks terjadi bagi mereka yang melakukannya bukan dengan pasangan resmi (istri).6 Dari latar belakang di atas, maka kelompok kami menganggap penting sehingga kami mengambil judul Death in Saddle.

1.2 Permasalahan 1. Bagaimana pengertian death in saddle ? 2. Bagaimana etiologi death in saddle ? 3. Bagaimana patofisiologi death in saddle saat berhubungan seksual ? 4. Bagaimana hubungan antara obat kuat dengan death in saddle ? 5. Bagaimana pemeriksaan kasus death in saddle berdasarkan Ilmu Kedokteran Forensik? 6. Bagaimana aspek legal dari obat-obat yang dijual bebas ?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan mengenai Death in Saddle dan mekanisme penyebab terjadinya, serta hubungannya dari segi forensik.

1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian death in saddle ? 2. Mengetahui etiologi death in saddle ? 3. Mengetahui patofisiologi death in saddle saat berhubungan seksual ? 4. Mengetahui hubungan antara obat kuat dengan death in saddle? 5. Mengetahui pemeriksaan kasus death in Saddle berdasarkan Ilmu Kedokteran Forensik? 6. Mengetahui aspek legal dari obat-obat yang dijual bebas ?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Death in Saddle 2.1.1 Definisi Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak diduga, dan kemtian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus. 7 Mati mendadak adalah keadaan di mana tanpa diduga, secara mendadak jantung serta pernapasan terhenti dan pasien tidak sadarkan diri (cardiac arrest). Penyebabnya adalah kekacauan arus listrik jantung yang memacu bilik jantung berdenyut sangat cepat dan tidak teratur (ventricular fibrillation - VF). Akibatnya, dinding bilik jantung hanya bergetar dan tidak mampu memompa darah, sehingga terjadi kegagalan organ-organ vital. 8

Sedangkan death in saddle merupakan suatu kematian yang terjadi saat atau setelah melakukan hubungan seksual. Kematian ini dianggap sebagai kematian mendadak (sudden death). Kematian ini terjadi karena adanya penyakit yang dialami oleh korban yang kemudian kematiannya sendiri dipicu oleh kegiatan seksual. 9 Kematian mendadak berasal dari kata sudden unexpected natural death yang didalamnya tegantung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi. Menurut Camps, batasan kurang dari empat puluh delapan jam sejak timbul gejala pertama.7 Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi biasanya tidak akan menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila kejadian tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi penyidik. 7 Diagnosis atau kesimpulan mengenai sebab kematian dari kematian medadak ini dapat dibagi dalam tiga kelompok : 1. Ditemukan kelainan organik yang derajat dan lokasinya dapat menyebabkan kematian. Misalnya infark miokard dan apopleksi serebri. 2. Ditemukan kelainan organik yang dapat menerangkan kematian namun tidak dapat ditunjukan secara langsung sebagai penyebab kematian. Misalnya aterosklerosis berat, sirosis hepatik, kanker, dan keadaan hipertoni.

3. Tidak ditemukan penyebab kematian, meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang lengkap. Keadaan ini di kenal dengan istilah undertermined cause.

2.1.2 Etiologi Banyak kematian dari kasus yang wajar terjadinya tak dapat diramalkan. Sering terjadi dan didapatkan pada orang yang sebelumnya tampak dalam keadaan sehat. Berdasarkan hasil otopsi di New York didapatkan 2030 kasus kematian mendadak karena sebab wajar antara lain: 9 Sistem Kardiovaskular : 44,9% Sistem pernapasan : 23,1% Sistem saraf : 17,9% Pencernaan & Urogenital: 9,7% Sebab lain : 4,4% 2.1.2.1 Sistem kardiovaskular Sebanyak 44,9 %, terdiri dari : Oklusi arteri koroner (seperti Arteriosklerosis koroner, Trombosis arteri koroner, Emboli arteri koroner, dan Stenosis ostium arteri koroner) Lesi miokard, katup jantung, endokardium dan pericardium (seperti Miokarditis, Infark miokard, Ruptur spontan dari infark miokard/aneurisma, Hipertropi ventrikel kiri, Endokarditis, dan Perikarditis) Lesi pd Aorta (seperti Ruptur spontan aorta, Coaretation aorta, Aneurisma aorta, dan Trombosis oklusi aorta). 8 2.1.2.2 Sistem Pernapasan

Sebanyak 23,1 % , terdiri dari : Asma Bronchial, Laringitis Difteri, Neoplasma, Lobar pneumoni, Tuberkulosis, dan Abses paru. 2.1.2.3 Sistem saraf pusat Sebanyak 17,9 %, terdiri dari atas, perdarahan serebral spontan daerah basal ganglia, perdarahan spontan pons dan serebelum akibat pecahnya aneurisma serebelar, perdarahan Subaraknoid spontan akibat pecahnya aneurisma cabang sirkulasi willisi 2.1.2.4 Sistem Pencernaan dan urogenital Sebanyak 9,7 % , terdiri dari Karsinoma, Ulkus peptikum, Varises esophagus, Ruptur pada kehamilan ektopik, Pankreatitis akut, Kista ovarium, dan Hernia inkarserata dengan ruptur intestinal. Pada sistem urogenitalia kasus yang terjadi antara lain, kehamilan ekstra uterin, miofibroma subserosa, abortus, toksemia gravidarum, nefritis, nefrolitiasis, peritonitis 2.1.2.5 Sebab lain Sebab lain yang dapat mengakibatkan kematian mendadak sebesar 4,4 % diantaranya adalah, penyakit Adisons, kelainan darah, hemophilia, kelainan metabolik,diabetes melitus, status limphatikus. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Daegu-Kyungpook, Korea Selatan pada populasi 4,8 juta menurut sensus dari tahun 2005, menunjukkan bahwa CAD ( Coronary Artery Disease) dan SAH (Subarachnoid Hemorrhage) dengan ruptur berry aneurisma adalah penting penyebab SD (Sudden Death) terkait dengan aktivitas seksual di wilayah ini. Pada kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner diperkirakan terjadi
8

iskemia miokard atau aritmia ventrikel mungkin menjadi penyebab SD terkait dengan aktivitas seksual pada pasien dengan CAD. Sedangkan perubahan hemodinamik yang terjadi pada aktivitas seksual diperkirakan menjadi patofisiologi yang penting pada terjadinya perdarahan subarachnoid. 1

2.1.3 Anatomi Penis terdiri dari 3 bagian yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck. 10

Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid. Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina. Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel. 10 Selanjutnya sinusoid berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh. 10 Penis dipersyarafi oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis dan simpatis) dan syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf-syaraf simpatis dan parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis (sumsum tulang belakang). Khusus syaraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya syaraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Syaraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot otot polos. 10 Syaraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan syarafsyaraf lain yang membentuk nervus pudendus.10 Syaraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri atau bersamasama melalui syaraf-syaraf di atas akan menghasilkan ereksi penis.10

10

Perdarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteria penis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi. 10 Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari korpora kavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke jantung.10 2.1.4 Fisiologi Ereksi (Tumescensi) Meskipun ereksi penis tampaknya terjadi dengan cepat, hal itu merupakan proses yang rumit dan membutuhkan kerja sama banyak sistem di dalam tubuh. Proses itu mulai dan otak, sistem syaraf, pembuluh darah sampai hormon turut dilibatkan dalam fungsi tubuh yang spesifik ini. 10

11

Pada saat istirahat (tanpa aktivitas seksual), pembuluh-pembuluh darah arteri di daerah korpora kavernosa, serta otot-otot polos di trabekel yakni sekitar sinusoid akan mengalami kontraksi (penciutan) sehingga darah yang masuk ke penis sangat sedikit. Rongga-rongga sinusoid di korpora kavernosa hanya terisi sedikit darah sehingga penis dalam keadaan lembek.10 Ketika tubuh menerima rangsangan seksual baik melalui penglihatan, perabaan, penciuman, fantasi (khayalan) dan sebagainya, maka penerima stimulasi seksual akan segera bereaksi dan mengirim pesan kepada sistem syaraf yang dilanjutkan ke hipotalamus kemudian turun ke bawah melalui medulla spinalis atau sumsum tulang belakang. 10 Selanjutnya melewati nucleus atau inti-inti syaraf otonom di S2-4 (vertebra sacralis) diteruskan ke jaringan-jaringan erektil di korpora kavernosa. Di dalam jaringan erektil ini, dihasilkan bermacam-macam neurotransmiter (penghantar impuls syaraf). 10 Salah satu yang amat berperan untuk membuat penis ereksi ialah NO (nitrogen oksida). NO dihasilkan dari oksigen dan L-Arginin di bawah kontrol sintase nitrik oksida. Sesudah terbentuk, NO dilepaskan dari neuron dan endotel sinusoid di korpora kavernosa. NO menembus sel otot polos yang mengaktifkan enzim yang disebut guanilyl cyclase. Guanilyl cyclase selanjutnya mengubah guanosin triphosphat (GTP) menjadi ciclic guanosin Monophosphat (cGMP). Melalui beberapa proses kimiawi, cGMP membuat otototot polos dalam korpora kavernosa di dalam trabekel-trabekel dan di dalam arteriolarteriol mengalami relaksasi sehingga seluruh pembuluh darah di korpora kavernosa serta sinusoid akan mengalami pelebaran atau pembesaran. 10

12

Selanjutnya rongga-rongga (sinusoid) penuh dengan darah sehingga penis mulai membesar. Rongga-rongga yang terisi itu kemudian menekan pembuluh darah balik (vena) di dekatnya sehingga darah tidak bisa ke luar dari korpora kavernosa dan darah terperangkap di korpora kavernosa dan penis tambah besar sampai keras. Selama proses itu terjadi, impuls seksual terus timbul di dalam otak dan terjadi relaksasi otot-otot polos di dinding pembuluh darah dan trabekel-trabekel sehingga terjadi dilatasi (pelebaran) pembuluh darah serta pembesaran sinusoid maka penis akan terus mengeras. 10

Detumescensi (Menurunkan Ereksi)

13

Untuk menjaga supaya ereksi tidak terjadi terus-menerus, maka cGMP harus dikurangi sehingga tidak terjadi relaksasi otot-otot polos terus menerus. Di dalam sel otot polos di dalam korpora kavernosa ada mekanisme tersendiri, yakni adanya 5 yang mengubah cGMP menjadi 5 guanosine monophospbat (SGMP), sehingga jumlah cGMP berkurang. 10 Bila cGMP tinggal sedikit maka relaksasi otot polos akan hilang kemudian mengkerut (kontraksi) sehingga penis menjadi kecil atau kembali ke fase istirahat. Kemudian bila ada stimulasi seks, NO akan dibentuk lagi dan akhirnya cGMP akan meningkat dan otot polos akan mengalami relaksasi dan penis ereksi lagi. 10 Selama tidak ada stimulasi seks, penis akan tetap istirahat. NO tidak diproduksi sehingga cGMP tidak terbentuk dan penis akan tetap lembek. Demikian mekanisme ereksi, istirahat, ereksi dan istirahat dari penis manusia.10 Koitus Pada manusia, berbagai aktifitas termasuk "menggoda" dan "foreplay" menentukan secara fisiologis merangsang dan mempersiapkan tubuh pasangan untuk koitus, dan secara umum, sebagian besar wanita membutuhkan rangsangan waktu yang lebih lama dari banyak orang, untuk fisiologis mempersiapkan tubuh mereka untuk melakukan hubungan seksual. 11 Rata-rata durasi dari hubungan seksual pada orang sehat muda dalam kondisi normal bervariasi dari 2-5 menit sampai 10 menit saat pemulihan hubungan seksual pertama mereka. Selama hubungan seksual, tekanan darah meningkat dan denyut jantung

14

pada fase orgasme kadang-kadang mencapai 120-180 denyut per menit, tingkat respirasi 40 per menit. 12 Fisiologi koitus meliputi empat tahap dalam siklus respon seksual : 11 1. Fase Rangsangan; mempersiapkan vagina dan penis untuk senggama atau hubungan seksual. Vasokonstriksi, pengisian jaringan ereksi dengan darah terjadi karena peningkatan aliran arteri dan penyempitan pembuluh darah, terutama pada penis dan klitoris, tetapi juga di testis, ovarium, labia minora perempuan, dan payudara perempuan. Myotonia, meningkatkan ketegangan otot, menyebabkan ereksi dari puting susu, ketegangan di lengan, kaki, dan otot tulang lainnya; dan berkelanjutan atau kontraksi ritmis dari halus (dan rangka) otot. 2. Fase plateau. Pada wanita, yang ketiga luar vagina menjadi vasokonstriksi, sedangkan dua pertiga bagian dalam menjadi sedikit diperluas, dan rahim menjadi tinggi, semua persiapan untuk menerima sperma. Pernapasan dan detak jantung meningkat, bukan karena aktivitas fisik, tetapi karena stimulasi dari sistem syaraf otonom (simpatik). 3. Fase Orgasme adalah ritmis, kontraksi paksa dari struktur reproduksi / organ dalam kedua jenis kelamin. Pada pria, ini terjadi dalam dua tahap: emisi, di mana sperma dimasukkan ke dalam uretra dan ejakulasi, di mana sperma didorong ke dalam vagina wanita. Seorang laki-laki biasanya hanya memiliki satu orgasme (dan beberapa orang mungkin jatuh tertidur selama / setelah fase resolusi yang mengikuti). Pada wanita, orgasme melibatkan rahim dan vagina luar tetapi tidak dua pertiga bagian atas vagina. Biasanya lebih sulit untuk merangsang seorang wanita untuk mencapai orgasme. Pada wanita, bagaimanapun, dapat memiliki beberapa orgasme, dan sekali terangsang, sering
15

tidak siap untuk "keluar", ketika fisiologis tubuh laki-laki maju ke fase resolusi. Banyak wanita menghargai lanjutan, stimulasi lembut setelah koitus. 4. Fase resolusi melibatkan kembali normal. Selama fase resolusi, vasokonstriksi kembali normal, otot-otot rileks, dll Sedangkan perubahan yang terjadi dalam struktur yang paling terjadi dalam 5 menit pertama. setelah orgasme, hilangnya ereksi laki-laki sering terjadi sedikit lebih lama.

2.1.5 Patofisiologi Penyakit Arteri Koronaria Arteri koroner adalah pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jantung, sehingga kerusakan pada arteri koroner akan sangat mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup jantung. Stenosis dari koroner oleh ateroma sangat sering terjadi, konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot jantung yang dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara. 7,14 Setiap orang yang pernah melakukan hubungan seksual baik pria maupun wanita pasti merasakan apa yang terjadi pra (sebelum), durante (selama) dan pasca (sesudah) hubungan seksual. Yang pasti denyut jantung dan tekanan darah akan meningkat akibat rangsangan saraf simpatis, jantung akan berdegup makin keras mulai saat pemanasan perangsangan terus meningkat sampai titik kulminasinya saat orgasme, untuk kemudian secara perlahan akan kembali normal pasca hubungan intim tersebut. Untuk melakukan hubungan seksual, denyut jantung dan tekanan darah naik, rata-rata selama 5-15 menit dan

16

tahanan hemodinamik keseluruhan untuk jantung hanya memerlukan 3-5 ml/ menit dari total kardiak output untuk ereksi pada laki-laki. 13 Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akibat rangsangan saraf otonom yaitu saraf simpatis yang mengakibatkan kekurangan katekolamin masuk ke sirkulasi sehingga denyut jantung meningkat. Peningkatan denyut jantung akan membawa konsekuensi meningkatnya kebutuhan oksigen otot jantung (miokard), agar miokard dapat bekerja secara optimal untuk memompakan darah keseluruh tubuh. 13 Dalam keadaan normal dimana pembuluh darah koroner yang berfungsi untuk memasok darah dengan segala zat yang terkandung didalamnya termasuk oksigen ke miokard agar dapat bekerja dengan baik. Peningkatan denyut jantung tidak menjadi masalah karena pembuluh darah koroner pada orang sehat belum ada penyempitan. Setiap peningkatan kebutuhan oksigen akan selalu dapat dikompensasikan dengan peningkatan denyut jantung. 13 Berbeda halnya pada penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK), pada jantung yang terjadi insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama yang mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot jantung di bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami hipoksia mudah menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel, terutama pada adanya beban stress seperti olahraga, emosi, ataupun aktifitas seksual. 7,13 Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner dan kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma ulseratif dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau seluruh pembuluh darah dengan kolesterol, lemak dan debris fibrosa. Pecahan ini akan terbaca ke arah distal pembuluh darah dan pada percabangan pembuluh
17

darah menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan multipel mini-infark. Bagian endotel dari plak yang hancur dapat bertindak seperti katup dan menutup total pembuluh darah. Komplikasi lain adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada plak, membesarkannya secara tiba-tiba dan menutup lumen pembuluh darah. 7 Infark miokard, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi oklusi total dari pembuluh darah, bila pembuluh darah kolateral di tempat bersangkutan tidak cukup memberi darah pada daerah yang bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70%.7 Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar adalah mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan otot yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan mata secara makroskopik tidak terjadi saat kematian mendadak, karena perlu beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas. Tapi efek fatal dari infark dapat terjadi pada setiap saat setelah otot menjadi iskemik. 7 Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian mendadak karena hemoperkardium dan tamponade jantung. Keadaan ini umumnya terjadi pada wanita tua, yang mempunyai miokardium yang rapuh, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua orang. Keadaan ini cenderung terjadi dua atau tiga hari setelah onset infark dan bagian otot yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang terjadi pada septum interventrikuler, menyebabkan left-right shunt pada jantung. 7 Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh karena miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah fibrosis yang besar di ventrikel kiri dapat
18

kemudian membengkak karena tekanan yang tinggi selama sistole membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi jantung. 7 Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis. Keadaan ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps dengan gejala insufisiensi mitral dan bahkan kematian. 7 Dari penelitian dilaporkan bahwa denyut jantung dan tekanan darah tidak dipengaruhi secara bermakna oleh posisi dalam hubungan seksual, apakah pria atau wanita yang diatas. 13 Ruptur Aneurisma Berry Sebab kematian mendadak pada orang dewasa muda sampai paruh baya adalah perdarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri basal otak. Keadaan ini dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, umumnya sebelum umur dimana seseorang sering terserang penyakit jantung koroner. Aneurisma Berry patut dicurigai sebagai sebab kematian terutama pada perempuan sebelum menopause yang secara statistik sangat jarang mengalami iskemia jantung yang fatal. Bahkan bila seorang perempuan yang masih dalam usia produktif (antara usia 15 50 tahun) meninggal mendadak, diagnosa difrensial yang harusnya muncul di kepala kita adalah : 7,14 1.Komplikasi kehamilan, seperti aborsi atau kehamilan ektopik terganggu 2.Emboli pulmoner dari trombosis pembuluh darah tungkai. 3.Pecahnya aneurisma cerebral.

19

Aneurisma Berry sering salah digolongkan ke dalam penyakit kongenital, namun aneurisma ini tidak ditemukan ketika lahir atau pada anak-anak. Aneurisma Berry terbentuk pada daerah yang lemah pada dinding pembuluh darah, biasanya pada percabangannya dan ini terbentuk pada saat orang itu bertambah dewasa. 7,14 Aneurisma ini dapat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, dapat tunggal ataupun multipel. Peningkatan darah yang tiba-tiba atau perubahan emosi atau kombinasi keduanya, seperti saat berhubungan seks menyebabkan pecahnya aneurisma. Pecahnya aneurisma membuat darah dapat mengalir ke seluruh dasar otak dan kadang ke dalam ventrikel, bahkan ke dalam jaringan otak itu sendiri. 7,14 Bocornya aneurisma dapat menimbulkan manifestasi beragam, dari sekedar sakit kepala atau kekakuan tengkuk, sampai pada kematian. Prosesnya kadang berjalan sangat cepat dan mekanismenya kadang tidak dapat ditentukan. Diasumsikan bahwa perdarahan dalam rongga intrakranial yang tiba-tiba membentuk tekanan dalam rongga intrakranial dan mempengaruhi pusat pernafasan. 7,14

2.2 Hubungan antara Obat Kuat dengan Death in Saddle Seperti yang telah dikatakan pada bab sebelumnya salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kematian mendadak saat berhubungan seksual adalah penggunaan obat kuat, dalam hal ini yaitu obat yang memilki sifat erektogenik. Umumnya obat-obat kuat yang beredar secara diklaim seratus persen alami. Namun, tidak sedikit yang terbukti klaim obat tradisional itu hanya usaha menipu konsumen, sehingga para konsumen sering tidak mengerti apa dampak obat tersebut terhadap tubuh, efek samping dan kontraindikasi yang
20

seharusnya dihindari, hal inilah yangg akhirnya dapat mengakibatkan kerugian bahkan kematian bagi si konsumen. Tahun lalu Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menemukan 15 merek dagang obat kuat yang terbukti dicampur dengan sildenafil sitrat. Nama yang dipakai pun Busur Perkasa, Vi-Gra, X-Mas, Scorpion, Pegasus Kuda, Pastigra, Kuda Mas, SpontanOn, dan lain-lain. Sebenarnya Sildenafil sitrat sendiri termasuk golongan obat keras yang hanya bisa didapat dengan resep dokter, dan tidak dijual bebas.15 Untuk memahami hubungan penggunaan obat kuat dengan death in saddle ada baiknya diketahui mengenai obat erektogenik itu sendiri, mulai dari penggolongan obat, mekanisme kerja baik

farmakodinamik maupun farmakokinetik, kontraindikasi dan efek samping obat tersebut.16 Sejak dikenalkannya dari PDE-5 inhibitor seperti Viagra , Levitra dan Cialis dengan sukses obat ini meningkatkan kinerja seksual dan mempertahankan kehidupan seks yang aktif, banyak laporan yang menggambarkan tindakan yang mengancam jiwa potensi obat ini pada pasien dengan masalah jantung. Dengan memeriksa laporan FDA dan publikasi secara rinci, itu menjadi jelas bahwa kontraindikasi mutlak untuk semua PDE-5 inhibitor adalah penggunaan bersamaan dengan menyumbangkan NO agen seperti nitrat. Nitrat digunakan sebagai tablet oral, tablet sublingual atau spray atau kapsul atau suntikan transkutan untuk mengobati nyeri dada / angina pektoris. Jika nitrat dan PDE-5 inhibitor digunakan bersamaan, kombinasi dari kedua dapat menyebabkan penurunan kumulatif dalam tekanan darah yang dapat menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Pasien dengan penyakit arteri koroner dikenal, yang berada dalam kondisi stabil dan tidak menggunakan nitrat, dapat menggunakan PDE-5 inhibitor.17

21

Obat-obat yang sering dipakai untuk terapi disfungsi ereksi antara lain Phosphodiesterase Inhibitor (PDE), Alprostadil dan Phentolamine. Contoh obat disfungsi ereksi tersebut antara lain Viagra (sildenafil) dan Cialis (tadalafil).17 2.2.1 SIldenafil Sildenafil termasuk dalam golongan obat phosphodiesterase inhibitor. Saat ada stimulasi seksual, nitric oxide dilepaskan oleh neuron2 atau sel-sel endotelial penis. Ini meningkatkan aktivitas guanilat siklase. Gaunilat siklase merupakan enzim yang responsibel mengkonversi gunilat trifosfat menjadi cGMP. cGMP adalah neurotransmiter vasodilator dalam tubuh. Pada keadaan normal, keseimbangan ini adalah baik yaitu darah dapat mengalir ke dalam penis tetapi tidak bisa keluar lagi. Baru selesai orgasme, phosphodiesterase melaksanakan daya kerjanya dan ereksinya berlalu.16 Selektif inhibitor fosfodieterase isoenzyme tipe 5 yang dijumpai pada jaringan genital mengurangi katabolisme cGMP. Sehingga dapat dikatakan sildenafil tidak menstimulasi pembentukan cGMP, hanya memperkuat dan memperpanjang daya kerjanya. Sildenafil tidak efektif jika belum terdapat stimulasi atau eksitasi seksual Artinya, sildenafil tidak untuk menimbulkan hasrat seksual.16

22

23

2.2.1.1 Farmakokinetik Absorpsi dan distribusi Viagra diabsorpsi secara cepat. Tmax tercapai antara 30 sampai 120 menit (median 60 menit) pada kondisi puasa. Pada kondisi dimana pasien mengkonsumsi makanan berlemak tinggi kecepatan absorpsi menurun dengan rata-rata penundaan Tmax 60 menit Oleh sebab itu, dianjurkan untuk menggunakan sildenafil 1 jam sebelum aktivitas seksual. Plasma T
1/2

nya 3-5 jam.Volume distribusi 105 L yang menunjukkan distribusi

sampai ke jaringan. Fraksi sildenafil dan metabolit N-desmetil sildenafil yang terikat protein plasma sekitar 96%. Ikatan protein tidak tergantung konsentrasi obat. Hasil pengukuran pada cairan semen menunjukkan kurang dari 0,001% dari dosis yang diberikan yang masuk ke semen pasien.16 Metabolisme dan ekskresi Sildenafil diketahui mengalami metabolisme oleh isoenzym mikrosomal hati yaitu CYP 3A4 (jalur utama) and CYP 2C9 (jalur minor). Metabolit utama berasal dari proses Ndesmetilasi sildenafil dan juga hasil metabolisme lebih lanjut senyawa tersebut. Metabolit ini memiliki selektivitas terhadap fosfodiesterase yang mirip dengan sildenafil dan uji in vitro menunjukkan bahwa potensi terhadap PDE5 berkisar 50% dibandingkan sildenafil.. Konsentrasi metabolit dalam plasma mencapai 40% dari yang terukur sehingga metabolit menyumbang sekitar 20% dari efek farmakologi total sildenafil. Metabolisme obat di hati dapat dihambat oleh simetidin, eritromisin, clarithromycin,ketoconazole, itraconazole,

24

ritonavir, dan saquinavir.Sesudah diberikan secara oral maupun intravena sildenafil sebagian besar diekskresi melalui feses (80%) dan sejumlah kecil ke dalam urine (13%).16 Farmakokinetik Pada Populasi Khusus 15 Geriatri Pada orang percobaan yang lebih tua (di atas 65 tahun) klirens sildenafil mengalami penurunan dengan konsentrasi obat bebas dalam plasma 40% lebih besar dibandingkan yang terukur pada orang percobaan sehat yang lebih muda (18-45 tahun).15 Gagal Ginjal Pada orang percobaan dengan gagal ginjal ringan (CLcr = 50-80 mL/min) dan gagal ginjal sedang (CLcr = 30-49 mL/min) farmakokinetik sildenafil 50 mg pada pemberian dosis oral tunggal ternyata tidak berubah. Hasil perbandingan menggunakan AUC maupun Cmax antara pasien yang mengalami gagal ginjal berat (CLcr = <30 mL/min) terhadap pasien yang tidak mengalami gagal ginjal dengan usia sebanding menunjukkan penurunan klirens sildenafil.15 Kerusakan Hati Pada orang percobaan dengan sirosis hati (Child-Pugh A and B), klirens sildenafil menurun yang ditunjukkan peningkatan AUC (84%) dan Cmax (47%) yang dibandingkan dengan orang percobaan sehat berusia sama. Pada usia lebih dari 65 tahun dimana terjadi komplikasi kerusakan hati dan gagal ginjal berat, kadar sildenafil plasma meningkat. Dosis oral awal 25 mg (terkecil) harus diberikan untuk golongan pasien ini.akokinetik15

25

2.2.1.2 Farmakodinamik Efek terhadap respon ereksi Pada uji menggunakan 8 orang yang dikontrol dengan plasebo melalui rancangan Double-Blind terhadap pasien yang mengalami impotensi organik maupun psikogenik, respon ereksi terhadap rangsangan seksual yang diberikan diukur dengan RigiScan yang mengukur kekerasan dan durasi ereksi . Efek Sildenafil mulai terlihat 60 menit setelah pemberian. Respon ereksi secara umum meningkat dengan kenaikan diosis sildenafil dan konsentrasi plasma sildenafil. Pada suatu studi diketahui bahwa efek ini dapat mencapai lebih dari 4 jam.16

26

Efek Terhadap Tekanan Darah Dosis oral tunggal sildenafil 100 mg pada orang percobaan sehat menunjukkan penurunan tekanan darah rata-rata yang berkisar 8,4/5,5 mmHg. Penurunan tekanan darah tercatat 1-2 jam setelah pemberian dan tidak berbeda dengan plasebo setelah 8 jam. Efek ini tidak tergantung pada dosis Sildenafil.15 Efek Pada Sistem Kardiovaskular : Pemberian Sildenafil dosis oral tunggal sampai dengan 100 mg tidak memberikan perubahan klinis yang bermakna pada EKG probandus pria sehat. Dosis tersebut memberikan penurunan rata-rata sekitar 10 mmHg dari normal yang mendekati dengan kondisi pasien dengan iskemia yang diberikan 40 mg sildenafil secara intra vena. Pemberian bersama dengan nitrat memberikan efek lebih besar namun relatif tidak menetap.15

Efek Pada Penglihatan Pada pemberian dosis oral 100 dan 200 mg terjadi gangguan yang bersifat sementara sistem warna biru/hijau pada penglihatan. Efek ini sejalan dengan penghambatan PDE6 yang bekerja pada proses fototransduksi di retina.16 2.2.1.3 Efek Samping

27

Phosphodiesterase isoenzyme tipe 5 juga terdapat dijaringan lain seperti di jaringan perifer, otot halus trakea, dan platelets. Inhibisi posphodiestrase isoenzyme tipe 5 pada jaringan non-genital tersebut menyebabkan terjadinya efek yang tidak diinginkan. Efek samping yang paling sering timbul adalah sakit kepala (10%), muka merah (flushing), dan mual. Selain itu, sildenafil dapat menurunkan 8-10 mm sistolik dan 5s6mm diastolic sejam setelah pemakaian hingga 4 jam. Meskipun banyak pasien yang tidak mengalami gejala akibat perubahan tekanan darah, pasien yang menggunakan antihipertensi atau nitrat, atau antihipotensi, ini akan meingkatkan adverse effect sebagai konsekuensi efek pembuluh darah perifer.16 Pada awal digunakannya sidenafil dilaporkan potensial menyebabkan

abnormalitas penglihatan yang meliputi penglihatan kabur, bayangan warna yang berbeda dari sebelumnya, sensitif terhadap cahaya, nyeri pada organ saluran kemih, urine yang keruh atau berdarah,pusing, peningkatan frekuensi berkemih, nyeri pada saat kencing Efek samping yang lebih serius dilaporkan terjadi dari hasil post marketing survailance yang meliputi, gangguan kardiovaskular serius, meliputi infark miokardial, gagal jantung secara mendadak, aritmia ventrikular, pendarahan cerebrovascular, terjadinya iskemia sementara dan hipertensi dilaporkan terjadi pada penggunaan Sildenafil.16 Kebanyakan meski tidak semua pasien telah mempunyai gangguan kardiovaskular sebelumnya. Kebanyakan kasus ini dilaporkan terjadi tidak lama setelah hubungan seksual berlangsung. Beberapa laporan menyebutkan bahwa efek tersebut terjadi beberapa saat setelah penggunaan sildenafil yang tidak diikuti dengan akitivitas seksual.Kasus yang lain dilaporkan terjadi bebarapa jam sampai beberapa hari setelah
28

penggunaan sildenafil yang diikuti dengan aktivitas seksual. Sistem Syaraf , Terjadinya kecemasan dan gangguan syaraf mendadak. Terhadap sistem urogenital, terjadinya ereksi berkepanjangan, priapisme (ereksi lebih dari 6 jam disertai rasa nyeri) dan hematuria.16 Sistem Penglihatan, Sildenafil meningkatkan sensitivitas terhadap cahaya, penglihatan kabur, buta warna (hijau-biru) pada 3-10%pasien. Ini akibat inhibisi Phosphodiestrase isoenzyme tipe6 di sel2 fotoreseptor retina, pada pemakaian lebih dari 100mg. Meskipun efek ini ringan dan reversible, ini menjadi perhaian bagi pilot pesawat yang harus dapat membedakan warna biru atau hijau saat berencana mendarat, terjadi diplopia, kehilangan penglihatan secara temporer atau penurunan daya penglihatan, mata kemerahan atau berbercak darah, mata seperti terbakar, mata seperti penuh, peningkatan tekanan intraokular, gangguan pembuluh retinal atau pendarahan, vitreus detachment dan edema macular. 16 Sildenafil menginhibisi Phosphodiestrase isoenzyme tipe5 di platelets, secara teori berarti menginhibisi agregasi platelet. Meskipun sildenafil tidak menyebabkan perdarahan pada pasien sehat, ini harus menjadi perhatian bagi pasien yang menggunakan aspirin atau antiplatelet lain dan pada pasien yang rentan mengalami perdarahan.16

2.2.1.4 Kontra Indikasi Pasien yang hipersensitif terhadap salah-satu atau beberapa komponen tablet, pasien yang sedang menggunakan organik nitrat (obat jantung), pasien yang mengalami kerusakan hati misalnya karena sirosis, pasien yang mengalami gagal ginjal, pasien yang
29

sedang menggunakan inhibitor P450 3A4 (misalnya eritromisin, simetidin, ketokonazol, itrakonazol, mikonazol, ekonazol) Pasien penderita jantung (infark myocardial, stroke, aritmia, atau penyakit jantung lainnya), hipotensi, hipertensi, dan retinitis pigmentosa.16

2.2.1.5 Dosis dan Sediaan Obat Dosis lazim adalah 50 mg jika diperlukan dan digunakan 1 jam sebelum berhubungan seksual. Meski demikian sildenafil dapat digunakan dengan rentang waktu antara 4 sampai 0,5 jam sebelum aktivitas seksual. Berdasarkan tingkat efektivitas dan toleransi pasien dosis dapat ditingkatkan menjadi 100mg atau diturunkan menjadi 25 mg. Frekuensi penggunaan yang disarankan adalah maksimal 1 kali sehari. Untuk Pasien yang berusia di atas 65 tahun, penderita sirosis, gagal ginjal dan yang sedang menggunakan penghambat sitokrom P-450 3A4 (eritromisisn, ketokonazol, itrakonazol) disarankan menggunakan dosis terendah (25 mg) .16

2.2.2 Tadalafil

30

Tadalafil adalah inhibitor selektif terhadap enzim fosfodiesterase (PDE), terutama enzim fosfodiesterase tipe 5 (PDE5). Fosfodiesterase memiliki beberapa isoenzim. Isoenzim fosfodiesterase tersebut berperan dalam proses metabolisme siklik guanosine monophosphate (cGMP) menjadi GMP di korpus kavernosum penis.17 2.2.2.1 Farmakokinetik Absorpsi Tadalafil cepat diabsorbsi dengan pemberian oral. Setelah pemberian oral dosis tunggal, konsentrasi plasma maksimal dari tadalafil tercapai antara 30 menit sampai 6 jam (rata-rata 2 jam).10 Absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan, oleh karena itu tadalafil dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan walaupun makanan tinggi lemak dapat memperlama timbulnya respon.11 Distribusi Pada konsentrasi terapeutik, tadalafil berikatan kuat dengan protein plasma sebesar 94%. Kurang dari 0,0005% dosis yang diberikan terdapat dalam semen pada subjek yang sehat.17 Metabolisme Tadalafil dimetabolisme di hepar terutama oleh enzym cytochrome P450 3A4 (CYP3A4). Tadalafil dimetabolisme menjadi metabolit catechol. Metabolit catechol mengalami metilasi dan glukoronidasi menjadi methylcathecol dan konjugat glukoronik methylcatechol. Metabolit utama yang terdapat di sirkulasi adalah methylcatechol glucoronic. Sedangkan konsentrasi methylcatechol kurang dari 10% dari konsentrasi
31

glukoronid. Metabolit tersebut tidak memiliki sifat aktif untuk menimbulkan efek farmakologi.17 Ekskresi Rata-rata oral clearance dari tadalafil adalah sebesar 2,5 L/jam dan rata-rata waktu paruh tadalafil adalah selama 17,5 jam. Tadalafil diekskresikan terutama dalam bentuk metabolit, paling banyak di feses (61% dari dosis) dan lebih sedikit di urin (36% dari dosis).17 Farmakokinetik pada Populasi Khusus Pada populasi khusus misalnya geriatrik, pediatrik, pasien dengan gangguan hati, gangguan ginjal dan diabetes melitus terdapat perbedaan farmakokinetik dari tadalafil yang perlu diperhatikan, terutama dalam menentukan dosis tadalafil yang dapat diberikan pada populasi tersebut. Geriatrik Laki-laki dengan usia lebih dari 65 tahun memiliki oral clearance tadalafil yang lebih rendah, sehingga paparan terhadap tadalafil meningkat 2 %. Tidak diperlukan penyesuaian dosis. Meskipun demikian perlu diperhatikan karena ada sebagian orang yang lebih sensitif .17 Gangguan Hati Paparan tadalafil pada pasien dengan gangguan hati yang ringan sampai sedang (kelas A dan B) sama dengan paparan tadalafil pada orang yang sehat pada pemberian dosis 10 mg per hari.17
32

Gangguan Ginjal Dengan pemberian dosis 5-10 mg, paparan tadalafil meningkat dua kali lipat pada pasien dengan gangguan ginjal yang ringan (creatinin clearance 51-80 mL/menit) atau sedang (creatinin clearance 31-50 mL/menit). Pada pasien dengan gangguan ginjal yang berat (creatinin clearance kurang dari 30 mL/menit) Cmax meningkat 2 kali lipat dan paparan tadalafil meningkat 2,7-4,1 kali lipat dengan pemberian dosis tadalafil 10-20 mg. Paparan total methylcathecol meningkat 2-4 kali lipat pada pasien dengan gangguan ginjal.17 Diabetes Mellitus Paparan tadalafil menurun sekitar 19% dan Cmax menurun sekitar 5% pada pasien dengan diabetes mellitus. Tidak diperlukan penyesuaian dosis.16 Walaupun farmakologinya tidak jauh berbeda dengan PDE 5 inhibitor lainnya (sildenafil dan vardenafil), tadalafil memiliki struktur yang berbeda sehingga memiliki waktu paruh dan duration of action yang lebih lama.7 Seperti terlihat pada tabel 2.1, duration of action dari sildenafil dan vardenafil adalah sekitar 4 jam sedangkan tadalafil masih bertahan efeknya dalam 24 sampai 36 jam.17 2.2.2.2 Farmakodinamik Ereksi penis sewaktu terjadi rangsangan seksual adalah akibat meningkatnya aliran darah penis karena terjadinya relaksasi arteri penis dan otot polos korpus
33

kavernosum. Respon ini diperantarai oleh nitric oxide (NO) dari ujung saraf dan sel endotel, yang merangsang sintesis cGMP di sel otot polos. Cyclic GMP menyebabkan relaksasi otot polos dan meningkatkan aliran darah menuju korpus kavernosum. Inhibisi PDE5 akan meningkatkan jumlah cGMP sehingga memaksimalkan fungsi ereksi. Tadalafil bekerja dengan menginhibisi phosphodiesterase tipe 5 (PDE5) tersebut. Namun, karena pelepasan nitric oxide di daerah penis membutuhkan adanya rangsangan seksual, i nhibisi PDE5 oleh tadalafil tidak akan memberikan efek apabila tidak ada rangsangan s eksual.17 Tadalafil adalah selektif inhibitor dari phosphodiesterase tipe 5 (PDE5). PDE5 dapat ditemukan di otot polos korpus kavernoum, pembuluh darah dan otot polos visceral, otot skeletal, trombosit, ginjal, paru, otak kecil dan pankreas. 17 Berikut adalah beberapa efek tadalalafil pada tubuh, yaitu: Efek terhadap tekanan darah. Dosis 20 mg tadalafil pada pria yang sehat menurunkan tekanan darah s sistolik/diastolik saat berbaring sebesar 1,6/0,8 mmHg. Dan menurukan tekanan darah sistolik/diastolik saat berdiri sebesar 0,2/4,6 mmHg. Efek pada penglihatan. Pemberian dosis tunggal phosphodiesterase inhibitor dapat menyebabkan gangguan penglihatan yaitu gangguan untuk membedakan wara biru dan hijau. Hal ini berhubungan dengan inhibisi dari PDE6 yang melibatkan proses phototransduksi di retina. Tadalafil bersifat selektif pada PDE5 sehingga efeknya pada perubahan penglihatan minimal dan jarang terjadi. (<0,1% dari pasien). Pada studi dilakukan
34

pemberian dosis tunggal tadalafil 40mg, tidak terjadi efek pada aktivitas visual, tekanan intraokular atau pupillometri. 2.2.2.3 Kontraindikasi 17 Serangan jantung, gagal jantung atau stroke kurang dari 6 bulan terakhir. Unstable angina atau angina pada saat melakukan hubungan seksual Retinitis pigmentosa Gangguan fungsi renal dan hepar

Kelainan darah (leukemia, multiple myeloma, sickle cell anemia) karena dapat menigkatkan resiko terjadinya priapismus. Riwayat reaksi alergi terhadap tadalafil atau PDE5 inhibitor lainnya

Sedang mendapatkan pengobatan dengan preparat nitrat atau nitric oxide misalnya

glseril trinitrat karena dapat meningkatkan efek hipotensinya. Pada pasien yang mendapatkan nitrat Contoh: nitrogliserin, isosorbide dinitrate (Isordil), isosorbide mononitrate (Imdur, Ismo, Monoket), nitroglycerin (Nitro-Dur, Transderm-Nitro) yang biasa digunakan untuk mengobati angina, tadalafil dapat mengakibatkan nyeri dada atau bahkan serangan jantung karena memicu peningkatan pacu jantung dan penurunan tekanan darah.
Sedang mendapatkan pengobatan dengan preparat alfa bloker karena dapat

mengakibatkan hipotensi. Penggunaan tadalafil dan alfa bloker secara bersamaan

35

dapat menimbulkan hipotensi. Contoh: tamsulosin, doxazosin, alfuzosin. Dan obat anti hipertensi lainnya seperti amlodipine, metoprolol, bendrofluzide, enalapril dan angiotensin II reseptor bloker juga dapat meningkatkan efek hipotensinya apabila digunakan bersamaan dengan tadalafil. Riwayat non arteritic anterior ischemic optic neuropathy (NAION). Kondisi ini dapat mengurangi penglihatan atau kebutaan akibat pengrusakan saraf optik. Tidak digunakan untuk wanita, dan anak-anak dibawah 18 tahun.

2.2.2.4 Efek Samping Efek samping yang dapat terjadi dengan penggunaan tadalafil adalah sebagai berikut:17 Kardiovaskular: angina pektoris, hipotensi, hipertensi, infark miocard, hipotensi postural, palpitasi, sinkop, takikardia. Digestif : Tes fungsi hepar yang abnormal, diare, mulut kering, disfagia,

esofagitis, gastroesophageal reflux, gastritis, mual,muntah dan nyeri abdomen bawah Muskuloskeletal: arthralgia

36

Sistem syaraf: pusing, hipestesia, insomnia, parestesia, somnolen, vertigo, migrain

Respirasi : dispnea, epistaksis, faringitis Kulit : pruritus, rash, reaksi hipersensitifitas termasuk urtikaria, Sindrom Stevens-Johnson, dan dermatitis eksfoliative

Oftalmologik: Penglihatan tidak jelas, perubahan warna pada penglihatan, konjungtivitis, peningkatan jumlah lakimal, defek lapang pandang, oklusi arteri retina dan oklusi vena retina Urogenital: Peningkatan ereksi, ereksi penis spontan, prolong ereksi

2.2.2.5 Dosis dan sediaan Dosis awal tadalafil adalah 10 mg per hari. Dikonsumsi secara oral 30 menit sampai 1 jam sebelum melakukan aktivitas seksual. Efektifitasnya tercapai dalam 15 sampai 30 menit dan dapat bertahan sampai 36 jam. Tidak diperlukan konsumsi lagi

37

sealama 24 jam setelah pemberian satu tablet.

11

Tergantung pada respon tehadap efek

sampingnya, dosis tadalafil dapat ditingkatkan menjadi 20 mg atau dikurangi menjadi 5 mg per hari.17 Tadalafil dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan.1 Untuk mendapatkan

efek yang diinginkan dan aman dikonsumsi, maka pada pasien dengan keadaan tertentu perlu dilakukan penyesuaian dosis yaitu: Pasien dengan gangguan hati. Dosis maksimal tadalafl pada pasien dengan gangguan hati yang ringan sampai sedang (kelas A dan B) adalah 10 mg per hari. Sedangkan pada pasien dengan gangguan hati yang berat (kelas C) penggunaan tadalafil tidak direkomendasikan. Pasien dengan gangguan ginjal, Tidak ada penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal yang ringan (creatinin clearance 51-80 mL/menit). Pada pasien dengan gangguan ginjal yang sedang(creatinin clearance 31-50 mL/menit) dosisnya 5 mg dalam 1 hari dan maksimal 10 mg diberikan setelah 48 jam. Pada pasien dengan gangguan ginjal yang berat (creatinin clearance kurang dari 30 mL/menit) dosis maksimal tadalafil hanya 5 mg per hari. Pasien yang mendapatkan pengobatan CYP3A4 inhibitor. Dosis tadalafil yang diberikan hanya sekali sebesar 10 mg dalam periode 72 jam. Dosis awal tersebut dikurangi menjadi 5 mg.Pasien yang mendapatkan pengobatan Alpha Blocker.Dosis tadalafil yang diberikan lebih rendah misalnya 5 mg karena kedua obat tersebut merupakan vasodilator. Apabila dosis normal diberikan akan terjadi penurunan tekanan darah. Nama dagang dari Tadalafil adalah Cialis. Bentuk sediannya tablet salut film, berwarna kuning dan berbentuk seperti almond. Terdiri atas sediaan 5 mg, 10 mg dan 20 mg.17

38

Distribusi sistemik dari isoenzim phosphodiesterase tersebut dapat dilihat pada tabel.
Viagra (sildenafil) 50 milligrams (mg) a day 100 mg a day 20 mg, 25 mg, 50 mg and 100 mg tablets Without food 30 to 60 minutes before sexual activity Up to four hours Up to once a day Headache, flushing, indigestion, stuffy or runny nose, upset Warnings stomach, diarrhea Do not take with nitrates (Nitro-Dur, others), or if you have certain heart valve problems. Should be used with caution or not used at all with alpha blockers. Should not be used with some antibiotic, antiviral or antifungal medications Levitra (vardenafil) 10 mg a day 20 mg a day 2.5 mg, 5 mg, 10 mg and 20 mg tablets Without food 30 to 60 minutes before sexual activity Up to four hours Up to once a day Headache, flushing, indigestion, stuffy or runny nose, upset stomach, dizziness Do not take with nitrates (Nitro-Dur, others) or alpha blockers (Hytrin, Cardura, others), or if you have certain heart valve problems. Should be used with caution or not used at all with alpha blockers. Should not be used with some antibiotic, antiviral or antifungal medications.

Usual dose Maximum doses Available as How to take When to take Duration of effects How often to use Side effects

2.3 Pemeriksaan Terhadap Kasus Death in Saddle berdasarkan Ilmu Kedokteran Forensik
39

Peran forensik dalam kasus Death in Saddle atau kematian mendadak akibat aktifitas seksual adalah dengan pemeriksaan luar, pemeriksaan autopsi medikolegal secara lengkap, meliputi pemeriksaan otak, dapat dilakukan pada setiap kasus. Hal tersebut sebaiknya diikuti oleh pemeriksaan mikroskopik seluruh organ khususnya jantung. Dengan penambahan, semua autopsi agar disertakan pemeriksaan toksikologi secara lengkap untuk kasus yang dihubungkan dengan kematian mendadak. 1,7 2.3.1 Pemeriksaan Luar Jenazah Penyelidikan lengkap terhadap keadaan dan lingkungan sekitar yang mengarahkan pada kematian sebaiknya dilakukan. Ahli forensik sebaiknya mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari sumber-sumber yang mengetahui kejadian tersebut. Rekam medis yang berhubungan dengan kasus tersebut sebaiknya diperoleh dan ditinjau kembali. Pada kasus death in saddle pada pemeriksaan luar jenazah dapat diakukan pemeriksaan mulai dari kepala sampai kaki bisa ditemukan lesi berupa tanda kekerasan seksual tersebar diseluruh tubuh, biasanya pada daerah sensitif korban, hal ini semakin mengindikasikan adanya aktifitas seksual yang intim sesaat sebelum kematian korban, akan tetapi luka-luka ini tidak menyebabkan kematian, luka-luka ini hanya mengindikasikan adanya suatu aktifitas seksual saat korban meninggal. Kasus sadomasokism, dapat ditemukan luka-luka berkaitan dengan cara korban melakukan aktifitas seksualnya, bisa ditemukan barang-barang berupa tali, ban pinggang atau mungkin cambuk, mengingat pada kasus sadokisme pelaku aktifitas seksual akan mendapatkan gairah yang meningkat apabila diperlakukan kekerasan atas dirinya maupun pasangannya. Luka-luka yang tersebar pada tubuh korban juga dapat menjadi petunjuk

40

mengenai bagaimana cara korban melakukan aktivitas seksualnya, dan perlu dipastikan apakah luka-luka yang ditemuka adalah penyebab kematian atau bukan. 18

41

Departments of Forensic Medicine and Internal Medicine*, Kyungpook National University, Daegu, Korea

Temuan Pemeriksaan Luar 14 1. Terdapatnya tanda-tanda asfiksia dan usaha si pelaku untuk menghindari terjadinya asfiksia tersebut. Kematian karena asfiksia seksual terjadi karena kegagalan pelaku untuk mengatasi keadaan hipoksia yang terjadi pada dirinya. Tanda-tanda asfiksia antara lain : a) Sianosis pada bibir, ujung jari dan kuku. b) Lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat c) Busa halus pada hidung dan mulut d) Perbendungan pada mata (pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra) e) Bintik-bintik perdarahan pada kulit (Tardieu Spot) 2. Tanda-tanda terjadinya aktivitas seksual seperti ditemukannya jenazah dalam keadaan telanjang, setengah telanjang atau hanya genitalnya yang terbuka dengan tangan memegang genital yang menandakan si pelaku melakukan masturbasi dalam beberapa kasus dijumpai bahwa pelaku ditemukan mengenakan pakaian wanita. 3. Tanda-tanda bahwa si pelaku sedang berfantasi seksual, tanda ini antara lain dengan dijumpainya beberapa bentuk media pornografi (buku porno, video porno) sering juga

42

dijumpai terdapatnya kaca yang diletakkan di dekat pelaku agar pelaku dapat melihat dirinya sendiri saat melakukan ritual tersebut atau terdapat kamera yang digunakan pelaku untuk memfoto dirinya sendiri.

2.3.2 Pemeriksaan Dalam atau Otopsi Kematian sering terjadi tanpa diduga, terjadi tiba-tiba dan dengan cara yang terkadang tampak tidak wajar, sehingga penyidik maupun keluarga membawa jenazah untuk diperiksa secara kedokteran forensik. Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum yang diusung oleh penyidik dan kepentingan keluarga terkait dengan rasa keadilan, perubahan status almarhum dan keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari meninggalnya orang tersebut. Autopsi sebagai suatu jalan penentuan sebab kematian merupakan pilihan solusi saat berhadapan dengan suatu kematian mendadak termasuk dalam kasus death in saddle ini. Sebuah penelitian mengatakan hasil otopsi yang sering ditemukan adalah penyakit arteri koronaria dan ruptur aneurisma berry. 1,7 Secara umum ada 2 teknik pemotongan jantung yaitu dengan membuka sepanjang aliran darah dan memotong melalui kedua ventrikel secara paralel (Ventricular Slicing) untuk mencari iskemia dan kecurigaan adanya Infark Miokard. Adapun hal yang ditemukan pada kasus death in saddle, adanya sumbatan pada arteri koronia anterior yan disebabkan oleh thrombus, selain itu ditemukannya pembekuan darah akibat ruptur plak di arteri koronaria, namun bisa ditemukan juga lesi arterosklerosis tanpa thrombosis yang disertai penyempitan lumen. 20
43

Kematian infark miokard dapat terjadi melalui mekanisme fibrilasi ventrikel asistol, ruptur jantung dan emboli pulmonal masif. Infark ini tampak sebagai daerah yang berwarna merah gelap atau hemoragik, sedangkan infark lama tampak berwarna kuning padat. Analisa yang dilakukan oleh Repson dan Helper, menemukan bahwa 56% jantung yang ditemukan memiliki berat lebih dari 400 gram dan lebih dari setengahnya memiliki berat diatas 500 gram.1 Pada pemeriksaan otak terutama di daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirculus willisi dimana pada kasus aneurisma biasanya adanya penipisan dinding. Pada kasus death in saddle, ditemukannya perdarahan subarachnoid yang disertai adanya ruptur aneurisma di arteri serebri.21
Studi Otopsi pada kematian mendadak yang berhubungan dengan aktivitas seksual 1,19

Sudden death due to subarachnoid hemorrhage in case No. 7. An aneurysm in the left middle cerebral artery (arrow) ruptured. Another unruptured aneurysm in the right middle cerebral artery (arrowhead) was observed.

44

Fig. 2. The left anterior descending artery (arrow) was completely occluded by a thrombus in case No. 11.

Fig.3 Shown below are multiple slices of the LAD. The proximal LAD is located to the left. Plaque rupture with thrombus. formation begins in the second slice of the LAD.

45

Fig.4 Shown below is a magnified view of the second slice from the left. In yellow is atherosclerotic plaque, in red is clot that has formed inside the ruptured plaque and in the lumen of the coronary artery.

Fig. 6 Coronary artery: Atherosclerotic Plaque with Fig. 5 Coronary artery: Atherosclerotic Plaque with Hemorrhage Hemorrhage and Thrombosis: Gross, natural color, cross and Thrombosis: Gross, natural color, cross section, close-up, an sections; there is excellent example of hemorrhagic plaque and thrombus at and just below the origin of first diagonal excellent example of right coronary artery in 71yo female. artery. Another one (a more acute one) was in the right coronary artery.

Fig. 7 Coronary artery: Atherosclerosis: Gross, cross sections of artery showing plaques (an excellent example)

Fig. 8 Coronary artery: Atherosclerosis: Gross natural color in situ cross section with large fibrocalcific plaque with hemorrhage (an excellent example)

46

2.3.3 Pemeriksaan Penunjang 2.3.3.1 Mikroskopik Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan dengan amat teliti, pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ yang tampak secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian. Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita curigai secara mikroskopik terjadi proses patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga dokter ahli patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal.
7,18

47

Fig. 3. Fibromuscular dysplasia of the atrioventricular nodal artery in case No. 4. Masson trichrome stain (100).

Coronary artery: Atherosclerosis: Micro H&E med mag; Right coronary artery: Ruptured Plaque: Micro low A good example of plaque rupture with thrombosis. mag H&E; Ruptured plaque with foam cell lesion (near rupture site).

Right coronary artery: Atherosclerosis Plaque Ruptured: Micro low mag H&E; large plaque with hemorrhage; (an excellent example of hemorrhage).

Coronary artery: Atherosclerosis: Micro H&E low mag injected artery fairly typical uncomplicated atheromatous plaque

Coronary artery: Atherosclerosis: Micro H&E low mag, Coronary artery: Atherosclerosis: Micro H&E low mag, injected injected artery is a very good example of marked lumen artery has typical fibrous plaque with small hemorrhage in atheroma. stenosis due to typical fibrous plaque with calcification

Images courtesy of Professor Peter Anderson DVM PhD and published with permission PEIR, University of Alabama at Birmingham, Department of Pathology

Pada pemeriksaan mikroskopik pada kasus infark miokard ditemukan jaringan iskemik dengan gambaran serat otot yang nekrotik bergelombang (wavy), eosinofilik,
48

granulasi sitoplasma, membran sel mengabur, pola serat lintang menghilang, perubahan inti fragmentasi, dan infiltrasi leukosit. 2.3.3.2 Pemeriksaan Laboratorium Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi kurang tajam. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan kecurigaan jenis racun pada kasus secara individual, namun secara umum sampel untuk analisa toksikologi yang dianggap rutin antara lain :7,19 Darah Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena femoral atau iliaca, atau dari vena axilaris. Untuk analisa secara umum, sekitar 15 ml darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar pembekuan darah dapat terjadi, bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan ke dalam tabung berisi antikoagulan seperti EDTA atau potassium oxalat atau heparin. Untuk pemeriksaan alkohol dari darah diperlukan 5 ml darah yang dimasukkan dalam tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat destruksi alkohol oleh mikro organisme. Urine 20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan sodium azide. Muntahan atau isi lambung Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama dengan membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium tertentu juga akan meminta sampel
49

dinding lambung karena bubuk atau debris tablet dapat melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang tinggi. Liver dan organ lain Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya sebagian hati yang diambil sebagai sampel (100 gr) maka berat total hati harus dicantumkan dalam lembar permintaan pemeriksaan. Pada penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan kimia peracun umumnya dapat ditemukan dalam darah, namun bagi laboratorium dapat membantu bila kita dapat memberikan sampel paru secara utuh agar gas yang terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru dimasukkan ke wadah kedap udara seperti kantung nilon atau kantung polyvinyl klorida. Potongan rambut dan kuku Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau dicabut beserta akarnya, bersama dengan potongan kuku karena logam berat ini mengendap pada kuku dan dapat dianalisa dengan analisa aktivasi neutron untuk melihat hubungan pertumbuhan rambut dan paparan racun. Paparan racun yang paling baru akan terlihat paling dengan dengan akar atau pangkal kuku.

2.3

Aspek Legal dari Obat-obat yang Dijual Bebas Maraknya penjualan obat-obat kuat yang di jual secara bebas, membuat semakin mudahnya konsumen untuk mendapatkan obat tersebut. Salah satu kandungan yang terkandung dalam obat kuat yang saat ini marak beredar ialah Sildenafil Sitrat. Menurut BPOM Sildenafil Sitrat ini termasuk kedalam golongan obat keras yang hanya biasa
50

didapatkan berdasarkan resep dokter. Pada Tahun 2005 BPOM telah melakukan pengujian terhadap obat-obat kuat yang beredar, dan diperoleh 15 produk ilegal yang dicampur bahan kimia obat keras Sildenafil Sitrat.22 Kini penjualan obat kuat tersebut dapat dilakukan oleh siapapun tanpa orang tersebut memahami tentang obat yang dijualnya, hal ini tidak sesuai dengan Undang undang kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 98 ayat 2 yang berbunyi23 : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Selain itu penjual obat tersebut harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang dituangkan pada undang-undang kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 98 ayat 3 yang berbunyi23 : Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dari dua pasal diatas telah dijelaskan mengenai kewenangan dan standar mutu pelayanan farmasi, apabila tidak sesuai maka dapat diancam dengan Undang-undang kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 196 yang berbunyi23 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Saat ini juga banyak para penjual obat yang menjual barang dagangannya tanpa adanya izin edar resmi dari pemerintah. Mereka seolah olah dengan mudahnya menjajakan barang dagangannya disetiap sudut kota tanpa memegang surat izin peredaran, hal ini
51

bertentangan dengan Undang undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 106 ayat 1, yang berbunyi23 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Dan tidak sesuai pula pada Peraturan pemerintah No.72 Tahun 1998 Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi24 : Sedian farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari menteri. Bagi pedagang obat yang tidak memiliki izin edar dapat dijerat pasal 197 Undangundang kesehatan No.36 tahun 2009 yang berisikan22 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Bagi pedagang obat yang telah memiliki izin edar namun kemudian terbukti barang dagangannya tidak memenuhi standar pelayanan mutu dan dan obat tersebut tidak aman, seperti yang dilakukan BPOM terhadap produk-produk ilegal yang dicampur bahan Sildenafil Sitrat, maka dalam hal ini pemerintah mempunyai kewenangan untuk menarik obat tersebut dari peredaran dan juga mencabut izin edar obat tersebut, hal ini tertuang dalam Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 pasal 106 ayat 3 yang berbunyi22 : Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

52

Undang undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 butir c yang berisikan25 : Hak konsumen adalah : hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Pedagang ataupun pengedar obat harus memberikan penjelasan yang benar dan jujur mengenai kondisi obat yang dijual serta cara penggunaan dan pemeliharaan obat tersebut, hal ini diatur dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 butir b, yang berbunyi25 : Kewajiban pelaku usaha adalah : Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Dari sanksi-sanksi yang terdapat dalam undang-undang tersebut diatas dapat kita nilai sendiri bahwa sanksi yang dikenakan kepada para pemalsu dan pengedar obat palsu masih sangat ringan dan sangat kecil nilainya jika dibandingkan dengan jumlah keuntungan yang diperoleh sebelumnya oleh para pemalsu dan pengedar obat-obatan. Masyarakat diharapkan agar lebih berhati hati dalam memilih obat agar tidak terjadi halhal yang buruk akibat dampak obat palsu yang kini marak beredar.

53

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Death in saddle merupakan suatu kematian yang terjadi saat atau setelah melakukan hubungan seksual. Kematian ini dianggap sebagai kematian mendadak (sudden death). Kematian ini terjadi karena adanya penyakit yang dialami oleh korban yang kemudian kematiannya sendiri dipicu oleh kegiatan seksual. 2. Untuk melakukan hubungan seksual, denyut jantung dan tekanan darah naik, rata-rata selama 5-15 menit dan tahanan hemodinamik keseluruhan untuk jantung hanya memerlukan 3-5 ml/ menit dari total kardiak output untuk ereksi pada laki-laki. 3. Penyakit arteri koronia dan perdarahan subarachnoid dengan ruptur berry aneurisma merupakan kasus yang memiliki pengaruh penting pada kasus hubungan kematian mendadak dengan aktifitas seksual. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kematian mendadak saat berhubungan seksual adalah penggunaan obat kuat, dalam hal ini yaitu obat yang memilki sifat erektogenik.

54

4. Peran forensik dalam kasus Death in Saddle atau kematian mendadak akibat aktifitas seksual adalah dengan cara pemeriksaan luar, pemeriksaan autopsi medikolegal secara lengkap, meliputi pemeriksaan otak, dapat dilakukan pada setiap kasus. Hal tersebut sebaiknya diikuti oleh pemeriksaan mikroskopik seluruh organ khususnya jantung. Dengan penambahan, semua autopsi agar disertakan pemeriksaan toksikologi secara lengkap untuk kasus yang dihubungkan dengan kematian mendadak. 5. Maraknya penjualan obat-obat kuat yang di jual secara bebas, membuat semakin mudahnya konsumen untuk mendapatkan obat tersebut. Sebagian besar para pedagang tersebut tidak mengetahui hukum hukum yang berlaku di indonesia serta banyaknya penjual yang tidak memiliki izin edar, seperti yang telah dituangkan dalam undangundang kesehatan no. 36 tahun 2009, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998, dan Undang undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan maupun tentang penggunaan obat tersebut.

3.1 Saran 3.1.1 Pemerintah 3.1.2 Memperketat peraturan maupun izin pengedaran obat

Penegak Hukum Menindak tegas para produsen maupun pengedar obat ilegal.

3.1.3

Masyarakat

55

3.1.4

Lebih teliti lagi dalam mengkonsumsi obat-obat yang dijual secara bebas

Petugas Medis - Perlunya mengenali tanda-tanda yang terjadi pada jenazah akibat death in saddle melalui pemeriksaan luar dan dalam dan pemeriksaan patologi anatomi. - Perlu melakukan penelitian tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan death in saddle. - Dalam mengkonsumsi obat, hendaknya sesuai dengan saran dan pengawasan dokter

56

You might also like