You are on page 1of 3

LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000 PEDOMAN

TEKNIS PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIR BAWAH TANAH I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air bawah tanah saat ini sudah tidak lagi merupakan komoditi bebas tetapi telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting bahkan di beberapa tempat menjadi strategis. Pemanfaatan air bawah tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap air bawah tanah itu sendiri, maupun lingkungan di sekitarnya, diantaranya berkurangnya jumlah dan mutu air bawah tanah, penyusupan air laut dan amblesan tanah. Agar pemanfaatannya dapat optimal tanpa menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan pedoman perencanaan pendayagunaan air bawah tanah. B. Maksud dan Tujuan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pendayagunaan air bawah tanah yang berwawasan lingkungan. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan kesatuan tindak perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sehingga pemanfaatan air bawah tanah dapat dilakukan secara bijaksana sesuai dengan rencana peruntukan, prioritas pemanfaatan dan potensi ketersediaannya. II. PENGERTIAN 1. 2. 3. 4. Pendayagunaan air bawah tanah adalah pemanfaatan air bawah tanah secara optimal dan berkelanjutan. Daerah imbuh air bawah tanah adalah suatu wilayah di mana proses pengimbuhan air tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan muka preatik lebih tinggi dari pada muka pisometrik. Daerah lepasan air bawah tanah adalah suatu wilayah di mana proses pelepasan air tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan muka preatik lebih rendah dari pada muka pisometrik; Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan pengambilan air bawah tanah yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan serta penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari usaha dan/atau kegiatan pengambilan air bawah tanah. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari usaha dan/atau kegiatan pengambilan air bawah tanah.

5. 6.

III.

TAHAPAN PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIR BAWAH TANAH Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah yang berwawasan lingkungan didasarkan pada tahapan yang mencakup : inventarisasi potensi air bawah tanah, perencanaan pemanfaatan, perizinan, pengawasan dan pengendalian, serta konservasi air bawah tanah. A. Inventarisasi Potensi Air Bawah Tanah Inventarisasi potensi air bawah tanah merupakan fungsi paling menentukan dalam pendayagunaan air bawah tanah yang berwawasan lingkungan karena ketersediaan dan potensi air bawah tanah suatu daerah ditentukan oleh faktor alami, merupakan sesuatu yang diterima apa adanya sebesar kemampuan alam itu sendiri. Langkah awal dari inventarisasi potensi air bawah tanah adalah inventarisasi seluruh aspek air bawah tanah yang ada untuk mengetahui potensinya, melalui kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi dan evaluasi, mengumpulkan dan mengelola data air bawah tanah. Kegiatan inventarisasi di atas dilakukan melalui pengumpulan, evaluasi, dan analisis data untuk memperoleh : 1. Informasi batas cekungan air bawah tanah;

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Informasi dimensi, geometri dan parameter akuifer; Informasi mengenai daerah imbuh dan daerah lepasan air bawah tanah; Informasi jumlah air bawah tanah; Informasi mutu air bawah tanah; Informasi jumlah pengambilan air bawah tanah; Informasi lainnya yang diperlukan.

Mengingat sifat dari air bawah tanah yang dinamis maka diperlukan pemutakhiran informasi-informasi tersebut di atas sesuai dengan perkembangan pengambilan air bawah tanah. Dari hasil kegiatan inventarisasi tersebut maka akan diperoleh informasi potensi sumberdaya air bawah tanah. B. Perencanaan Pemanfaatan Air Bawah Tanah Penyusunan perencanaan pemanfaatan air bawah tanah untuk memenuhi suatu permintaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: 1. 2. 3. 4. 5. Kebutuhan air bawah tanah untuk jangka panjang berdasarkan perkembangan pemanfaatan air bawah tanah yang telah ada dan rencana pengembangan air bawah tanah selanjutnya; Rekaan (model simulasi matematis) kondisi hidrogeologi mirip keadaan alami; Perencanaan pemanfaatan air bawah tanah dalam kurun waktu tertentu sesuai kuota pengambilan air bawah tanah yang aman sehingga pemanfaatannya tidak sampai menimbulkan dampak negatif; Pemanfaatan air bawah tanah untuk memenuhi permintaan harus lebih kecil atau maksimum sama dengan daya dukung ketersediaannya secara alami; Lokasi-lokasi yang kondisi lingkungan air bawah tanahnya telah rawan atau kritis dilakukan pengaturan pengambilan serta peruntukannya lebih lanjut sesuai kemampuan ketersediaannya serta bagi yang telah ada wajib dilakukan pengurangan debit pengambilan;

C.

Perizinan Kegiatan pengeboran atau penurapan mataair dan pengambilan air bawah tanah dapat dilakukan setelah memperoleh izin pengeboran atau penurapan mataair (SIP) dan izin pengambilan air bawah tanah atau izin pengambilan mata air (SIPA) dengan ketentuan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum dan rumah tangga adalah merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain; Pemanfaatan air bawah tanah pada akuifer bebas, diprioritaskan untuk keperluan air minum dan rumah tangga; Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan lain tidak mengganggu keperluan untuk rumah tangga; Dalam pengaturan pemanfaatan didasarkan atas urutan prioritas peruntukan serta memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat.

Izin-izin tersebut selain sebagai perwujudan aspek legalitas juga dimaksudkan untuk membatasi pengambilan air bawah tanah melalui ketentuan-ketentuan teknis yang harus dipatuhi oleh pemegang izin, agar pengambilan air bawah tanah sesuai dengan daya dukung ketersediaannya secara alami. D. Pengawasan dan Pengendali Keberhasilan pendayagunaan air bawah tanah yang berwawasan lingkungan sangat tergantung pada fungsi pengawasan dan pengendalian sehingga keberlanjutan pemanfaatan air bawah tanah dapat terwujud. 1. Pengawasan Kegiatan pengawasan meliputi : a. b. c. Pengawasan pelaksanaan persyaratan teknik yang tercantum dalam SIP dan SIPA; Pengawasan terhadap pelaksanaan UKL dan UPL atau AMDAL; Pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan air bawah tanah.

2.

Pengendalian Kegiatan pengendalian meliputi : a. Kegiatan pemantauan 1) Pemantauan jumlah dan mutu air bawah tanah; 2) Pemantauan dampak lingkungan akibat pendayagunaan air bawah tanah; 3) Pemantauan perubahan penggunaan dan fungsi lahan. Pembuatan peta pengendalian pengambilan air bawah tanah yang mencakup penentuan : 1) Zonasi air bawah tanah (aman, rawan, kritis, dan rusak); 2) Kedalaman akuifer yang aman untuk disadap; 3) Kuota debit pengambilan air bawah tanah berdasarkan potensi ketersediaannya; 4) Debit pengambilan air bawah tanah berdasarkan peruntukannya. Melakukan pengenaan sanksi administratif dan sanksi hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku terhadap pelaksana pengeboran dan / atau pengguna air bawah tanah apabila terjadi kerusakan lingkungan akibat pengambilan air bawah tanah.

b.

c.

E.

Konservasi Air Bawah Tanah Konservasi air bawah tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin ketersediaannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan mutunya. Pada dasarnya merupakan tindakan yang perlu dilakukan dalam pendayagunaan sumber daya air bawah tanah agar pemanfaatannya dapat optimum dan berkesinambungan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan sumber daya air bawah tanah tersebut. Upaya teknik yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan konservasi air bawah tanah meliputi : 1. 2. 3. Memaksimalkan pengimbuhan air bawah tanah; Pengaturan pengambilan air bawah tanah; Perlindungan air bawah tanah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ttd Purnomo Yusgiantoro

You might also like