You are on page 1of 8

instrumen pemerintah BAB V INSTRUMEN PEMERINTAHAN Pemerintahan dalam menjalankan tugas, fungsi, kewajiban dan tanggung jawabnya diperlengkapi

dengan berbagai macam instrumen antara lain adalah, Insrumen Yuridis Pemerintah yang meliputi Peraturan Perundang-undangan, Ketetapan Tata Usaha Negara (K TUN), Peraturan Kebijaksanaan, Rencana, Perizinan, dan Instrumen Hukum Keperdataan. Adapun sifat norma hukum administrasi adalah norma umum-abstrak, misalnya Undang-Undang, norma individual konkret, misalnya K TUN, norma umum konkret, dan norma individual abstrak, misalnya izin gangguan. Peraturan Perundang-undangan bercirikan sebagai berikut, bersifat umum dan komprehensif, bersifat universal untuk peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya, memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri seperti pencantuman klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali jika terdapat kekeliruan. Pengertian Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dinyatakan bahwa peraturan perundang -undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Demikian pula menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Kewenangan Pemerintah dalam bidang legislasi merupakan langkah mundur pembuat Undang-Undang (terugtred van de wetgever), dalam rangka aplikasi norma Hukum administrasi umum-abstrak terhadap peristiwa konkret dan individual. Sifatnya adalah mandiri berupa keputusan yang merupakan peraturan perundang-undangan dan tidak mandiri (Kolegial). Ketetapan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dinyatakan bahwa ketetapan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Unsur-unsur dalam K TUN sendiri adalah meliputi, penetapan tertulis, dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, menimbulkan akibat hukum, seseorang/badan Hukum perdata. Syarat-syarat pembuatan K TUN adalah memenuhi syarat-syarat materiil dan syarat-syarat

formal. Memenuhi syarat maksudnya adalah apa bila syarat materiil dan syarat formal telah terpenuhi maka ketetapan itu sah menurut Hukum, apa bila satu/beberapa persyaratan tidak terpenuhi, ketetapan itu mengandung kekurangan dan menjadi tidak sah. Adapun memenuhi syarat-syarat material maksudnya adalah organ pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang, ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan atau suap, dan kesesatan, Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan/situasi tertentu, ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain, serta isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Sedangkan memenuhi syarat-syarat formal maksudnya adalah syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi, ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam perat perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu, dan syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi. Akibat ketetapan yang tidak sah (menurut A.M. Donner) maka harus dipandang sebagai: Tap harus dianggap batal sama sekali, Berlakunya Tap dapat digugat baik dalam banding, dalam pembatalan oleh jabatan, dan dalam penarikan kembali, serta apa bila memerlukan persetujuan/peneguhan, badan yang lebih tinggi dapat tidak memberikan persetujuan/peneguhan, dan Tap diberi tujuan lain daripada tujuan semula. Berlakunya ketetapan dapat saja terjadi jika berdasarkan peraturan dasarnya terhadap tap itu tidak memberi kemungkinan banding bagi yang dikenai tap, ketetapan mulai berlaku sejak saat diterbitkan, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat kemungkinan banding terhadap tap, keberlakuan ketetapan tergantung dari proses banding atau sejak saat berakhirnya batas waktu banding, dan jika tap memerlukan pengesahan organ yang lebih tinggi, ketetapan mulai berlaku setelah mendapat pengesahan. Ketetapan yang Sah dan sudah dinyatakan berlaku adalah dianggap mempunyai kekuatan Hukum formal, mempunyai kekuatan Hukum material, dan melahirkan prinsip praduga rechtmatig (het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa). Ketetapan yang telah memiliki kekuatan Hukum formal tidak dapat dibantah baik oleh pihak yang berkepentingan, hakim, organ pemerintah yang lebih tinggi, maupun organ yang membuat tap. Ketetapan mempunyai kekuatan Hukum material bila tap itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat negara yang membuatnya, kecuali peraturan perundang-undangan memberikan kemungkinan kepada administrasi negara untuk meniadakan ketetapan itu. Presumtio Justea Causa artinya setiap tap yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap sah menurut hukum. Dengan konsekuensi sebagai berikut: setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, kecuali setelah ada pembatalan dari pengadilan, setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya, meskipun terdapat keberatan, banding, perlawanan atau gugatan terhadap tap oleh pihak yang dikenai tap tersebut. Asas praduga rechtmatig berkaitan dengan asas kepastian Hukum (salah satu AAUPL). Praktik administrasi di Indonesia bertentangan dengan kedua asas tersebut di atas: Dalam surat ketetapan

terdapat klausula pengaman, yang berbunyi apa bila dikemudian hari terdapat kekeliruan atau kekurangan, maka surat keputusan ini akan ditinjau kembali Dalam Freies Ermessen/Discretion, menurut Sjachran Basah dinyatakan bahwa Freies Ermessen adalah keleluasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan menurut S.F Marbun Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba, di mana hukum tidak mengaturnya. Unsur-unsur dari Freies Ermessen dalam Negara Hukum adalah meliputi ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri; sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tibatiba; dan sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum. Harus dapat dipertanggungjawabkan secara Moral dan Hukum maksudnya jika secara moral maka tanggung jawab didasarkan atas Pancasila dan Sumpah/Janji, namun jika secara hukum maka tanggung jawab akan melingkupi batas atas dan batas bawah di mana dalam batas atas ia wajib taat asas terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum dan dalam batas bawah maka ia tidak boleh melanggar hak asasi warga negara. Menurut Peraturan Kebijaksanaan, kewenangan diskresioner administrasi negara yang diwujudkan dalam instrumen yuridis tertulis melahirkan peraturan kebijaksanaan. Peraturan kebijaksanaan hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan. Disebut psudeowetgeving (Perundang-undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan). Kekuatan mengikat Peraturan Kebijaksanaan adalah sebagai berikut, Peraturan kebijaksanaan pada dasarnya ditujukan kpada administrasi negara sendiri. Artinya peraturan kebijaksanaan hanya mengikat administrasi Negara. Dan Peraturan kebijaksanaan bagi masyarakat menimbulkan keterikatan secara tidak langsung. Pembuatan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkan itu. Tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat. Dipersiapkan dengan cermat. Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai hak-hak dan kewajibankewajiban dari warga yang terkena peraturan tersebut. Tujuan dan dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan yang akan ditempuh harus jelas. Harus memenuhi syarat kepastian hukum material. Penggunaan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal berikut, Harus sesuai dan serasi dengan tujuan Undang-Undang yang memberikan ruang kebebasan bertindak. Serasi dengan asasasas Hukum umum yang berlaku misalnya asas perlakuan yang sama menurut Hukum, asas kepatutan dan kewajaran, asas keseimbangan, asas pemenuhan kebutuhan dan harapan, dan asas kelayakan mempertimbangkan kepentingan publik dan warga masyarakat. Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.

Di dalam rencana-rencana, konsep perencanaan pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusan-keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan cara pelaksanaannya. Demikian pula dalam Perizinan, Sjachran Basah menyatakan bahwa izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penerapannya kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas. Fungsi Perizinan, menurut Sjachran Basah adalah izin berfungsi selaku ujung tombak instru men hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prayudi Atmosudirdjo, berken aan dengan fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat Dalam instrumen Hukum Keperdataan, dipaparkan bahwa penggunaan instrumen hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan penggunaan hukum privat merupakan konsekuensi paham negara kesejahteraan. Kedudukan pemerintah dalam menggunakan Instrumen Hukum Perdata adalah pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan Hukum keperdataan dengan kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata. Pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan tanpa menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata. Bentuk Instrumen Hukum Perdata adalah Perjanjian Perdata Biasa: kedudukan Hukum pemerintah sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian Perdata dengan Syarat Standar: kedudukan Hukum pemerintah tidak sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian mengenai Kewenangan Publik, obyek: cara badan/pejabat Tata Usaha Negara menggunakan wewenang pemerintahan. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintah, obek: kebijakan publik, dalam hal ini hak kebendaan pemerintah sebagai sarana untuk capai tujuan.

PENDAHULUAN Jika berbicara tentang Instrumem Pemerintahan tidak lepas dari alat dan sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya, intrumen yuridis yang dipergunakan untuk mengatur indan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan seperti perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrument hukum keperdataan dsb. Instrument Hukum ini akan menjadi dasar yang digunakan pemerintah dalam menjakalankan tugas dan kewenangannya. Indonesia tidak menganut sistem kekuasaan yang distribution of power atau pembagian kekuasaan, dengan sentral berada pada pemerintah Indonesia, dimana sebagian kekuasaan yudikatif dan kekuasaan legislatif oleh eksekutif. Kekuasaan yang dimiliki eksekutif dalam bidang yudikatif oleh presiden, namun harus dengan persetujuan DPR. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam bidang legislatif meliputi menetapkanPerpu dan Peraturan Pemerintah. Menurut indroharto suasana hukum tata usaha Negara menghadapi tingkatan-tingkatan tetapi dalam kombinasi yang satu dengan yang lain saling berkaitan. 1. Keseluruhan hukum tata usaha Negara dalam masyrakat itu memiliki struktur tingkat dari yang sangat umum samapi pada norma yang paling individual dan konkret yang terkandung dalm penetapan(beschikking) Kualifikasi sifat keumuman (aglemeenheid) dan kekkonkretan (concreetheid) norma hokum adminstrasi diperhatikan mengenai objek yand dikenai norma hokum (adressa) normanya. 2. Pembentukan norma hokum tata Negara dalam masyarakat itu iydak hanya dilakukan oleh pembuat undang-undang dan badan peradilan tetapi juga aparat pemerintah Macam macam sifat norma Hukum menurut H.D van Wijk/Willem konijinenbelt Norma umum-abstrak (algemeen-abstrack) mis: perundang-undang Norma individual-konkret (Individueel-concreet)mis: keputusan tata usaha Negara Norma umum-konkret (algemeen-concreet)mis: Peraturan lalulintas dan rambu Norma individual-abstrak (Individueel-abstrack) mis: izin gangguan Kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif adalah hak diberikan kekuasaan dari peraturan tertinggi yaitu UUD 1945, untuk menyeragamkan pembagian kekuasaan pemerintahan dan memberikan wewenang tertentu kepada yang menjalankan tugas pemerintahan. Pemberian wewenang tersebut tidak diikuti dengan batasan-batasan terhadap penggunaannya merupakan suatu kesulitan yang harus ditangani. Salah satu organ Negara diberikan tugas untuk mengurus kehidupan masyarakat adalah pemerintah. Hal inilah yang mendorong mereka diberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan administrasi negara Tata Usaha Negara melalui instrumen hukum yang ada. Perbuatan administrasi Negara (TUN) ada 3 antara lain: a. mengeluarkan peraturan perundang-undangan (regeling); b. mengeluarkan keputusan (beschikking); dan bentuk

c. melakukan perbuatan material (materielle daad). Tiga macam perbuatan di atas masing-masing dapat dilakukan pengujian atau penilaian apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan. Tidak banyak pasal dalam UUD 1945 yang telah diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangundangan di bawahnya dan pasal-pasal yang mengatur mengenai wewenang organ pemerintahan. Dalam sejarahnya kekuasaan-kekuasaan lembaga eksekutif, ydikatif dan legislatif telah banyak menimbulkan berbagai masalah yang sampai saat itu masih diwarnai pendapat pro-kontra seputar penggunaannya. Besarnya kekuasaan tersebut tidak diikuti dengan mekanisme dan pertanggungjawaban yang jelas, fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah demikian besar menimbulkan sensitivitas dalam masyarakat terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya berkaitan erat tumbuhnya kesadaran masyarakat dengan sangat cepat dengan dipicu oleh reformasi yang terus berjalan sampai saat ini. Diskusi dan kajian tentang negara di Indonesia pada umumnya didominasi oleh pendapat kuat yang beranggapan bahwa negara merupakan sebuah lembaga netral, tidak berpihak, berdiri di atas semua golongan masyarakat, dan mengabdi pada kepentingan umum. Kekuasaan negara butuh pengontrolan sebagai akibat dari terpusatnya kekuasaan itu pada satu orang dan segala implikasi negatifnya, tampaknya mengharuskan bangsa ini untuk mengkaji konsep kekuasaan yang sangat besar untuk menjawab kenyataan-kenyataan yang terjadi di negara ini. Seluruh hal tersebut, ditambah dengan adanya tuntutan demokratisasi di segala bidang yang sudah tidak mungkin ditahan lagi. PEMBAHASAN Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif menjadikan adanya sebuah instrumen pemerintahan dengan maksud mendapatkan hak, mencapai tujuan dan kewajiban Negara. Instrumen pemerintahan adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya. Instrumen pemerintahan merupakan bagian dari instrumen penyelenggaraan negara secara umum,pemerintahan dalam arti luas. Pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di Negara Indonesia paling tidak dilakukan oleh 3 lembaga yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif, dan yudikatif. Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara, masing-masing organ negara tersebut diberikan kewenangan untuk mengeluarkan instrumen hukumnya. Pemerintah sebagai salah satu organ Negara diberikan tugas untuk mengurus berbagai segi kehidupan masyarakat. Untuk itu pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan administrasi Negara melalui instrumen hukum. Perbuatan administrasi Negara (TUN) ini dapat dikategorikan ke dalam 3 macam perbuatan, yaitu : a. mengeluarkan peraturan perundang-undangan (regeling); b. mengeluarkan keputusan (beschikking); c. melakukan perbuatan material (materielle daad). Untuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, yang berwenang melakukan pengujian atau penilaian adalah peradilan TUN. Sedangkan untuk peraturan perundang-undangan

yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, pengujian atau penilaiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Untuk perbuatan materiel, penilaian atau pengujian apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan diserahkan kepada peradilan umum (perdata), yang didasarkan pada penafsiran yang luas dari KUH Perdata. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (REGELING) Dalam UU No. 10 Tahun 2004 dipaparkan secara tegas antara istilah peraturan dan keputusan. Berdasarkan UU tersebut yang bersifat pengaturan, maka sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang bersifat penetapan adalah keputusan. Dengan demikian, yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan sebutannya adalah peraturan. Setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur seharusnya menggunakan istilah peraturan, tidak lagi menggunakan keputusan. Keputusan hanya digunakan untuk hal yang sifatnya menetapkan saja, misalnya pengangkatan seseorang dalam jabatan, kenaikan pangkat, penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya. Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Berdasarkan pengertian tersebut. Peraturan perundang-undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan unsur-unsur antara lain: a. waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja, b. tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja, c. orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, dan d. fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu saja, tetapi untuk berbagai fakta hukum (perbuatan) yang dapat berulang-ulang. UU No.10 Tahun 2004 menentukan bahwa sumber hukum dari segala sumber hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UUD. Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan harus bersumber pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 2. Undang-Undang /PERPU; 3. Peraturan Pemerintah (PP); 4. Peraturan Presiden (PERPRES); 5. Peraturan Daerah (PERDA), yang meliputi: a. Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi

b. Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten/Kota c. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkatnya Apabila antara peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, konsekuensinya dapat dijadikan alasan untuk melakukan pengujian secara materiil (judicial review). Penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi menjadi dasar peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Jadi kedudukan hukum peraturan perundang-undangan lain yang telah ada dan diundangkan sebelum UU No.10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Seperti peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Jadi, jelas sejak adanya UU No.10 Tahun 2004 tidak lagi dikenal peraturan perundang-undangan dengan sebutan keputusan, misalnya : keputusan presiden yang bersifat mengatur dan keputusan menteri yang bersifat mengatur, karena semua yang sifatnya mengatur (regeling) sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang sifatnya penetapan (beschikking) sebutannya adalah keputusan. Semua keputusan yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum UU No.10 Tahun 2004 berlaku, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau keputusan pejabat lainnya, harus dibaca peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan UU No.10 Tahun 2004. Bersamaan dengan kewenangan untuk campur tangan tersebut, pemerintah juga diberikan kewenangan untuk membuat dan menggunakan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki kewenangan dalam bidang legislasi. Tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh lembaga legislative. Pemerintah dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial dengan diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum. Konsep pemisahan kekuasaan, khusus yang berkaitan dengan fungsi eksekutif hanya sebagai pelaksana UU tanpa kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, seiring dengan perkembangan tugas negara dan pemerintahan, bukan saja kehilangan relevansinya, tetapi dalam praktik juga menemui banyak kendala. Hal ini dikarenakan badan legislatif sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 tidak membentuk segala jenis peraturan perundang-undangan, melainkan terbatas pada UU dan Perda. Jenis peraturan perundang-undangan lain dibuat oleh administrasi negara. Selain itu, melalui persetujuan parlemen. yang berjalan selama ini kewenangan legislasi bagi pemerintah pada dasarnya berasal dari undang-undang, yang berarti

You might also like