You are on page 1of 13

SOSIALISASI BERDASARKAN SEKS DAN GENDER Dorongan seksual adalah kecenderungan biologis untuk mencari tanggapan seksual dan

tanggapan yang berbau seksual dari seorang lain atau lebih, biasanya dari jenis berlawanan. Dorongan tersebut muncul pada awal masa remaja dan tetap bertahan kuat sepanjang hidup. Hassett and Haulihan 1979, bukti kekuatan seksualitas nampak di mana-mana. Hanya sedikit novel atau film yang dapat berhasil tanpa bumbu cinta. Daya tarik seksual, dan kadang-kadang erotisme, sangat menonjol dalam kesenian, musik dan kesusastraan sebagaian besar kebudayaan yang majemuk. Kerajaan, kekayaan, karier, dan nama baik telah di abaikan demi pemuasan cinta, sahabat, keluarga, dan kehormatan telah dikorbankan pertengkaran antara atau tentang kekasih tidak jarang menyebabkan pembunuhan. Ada perbedaan pendapat apakah dorongan seks ini dibawa dari lahir atau dipelajari. Beberapa sarjana (Mis. Simon dan Gagnon, 1977) yang mempertanyakan apakah ada suatu dorongan seks bawaan, menegaskan bahwa impuls kita untuk mencari pasangan seks dan menggunakan organ seks merupakan hasil dari belajar sosial. Akan tetapi, karena dorongan seks bersifat universal dan terdapat pada hampir semua anggota masyarakat manusia, kebanyakan ahli menggangap bahwa dorongan seks manusia adalah warisan biologis. Dorongan seks manusia penting karena : 1. Seksualitas kontinu, yang menjamin asosiasi yang berkesinambungan dari kedua jenis. 2. Keinginan terhadap kontinuitas, yang memungkinkan persekutuan seksual yang lestari. 3. Keinginan akan variasi, yang bertentangan dengan keinginan akan kontinuitas. 4. Kelunturan yang luar biasa, dengan intere seks yang disalurkan melalui suatu pola yang di bentuk masyarakat sebagai pola yang normal. Arti Peran Seks Diartikan secara umum, istilah peran seks berarti pola prilaku bagi anggota dua jenis kelamin yang disetujui dan diterima kelompok sosial, tempat individu itu mengidentifikasikan diri. Block telah mendefinisikan peranseks dengan lebih spesifik sebagai

gabungan sejumlah sifat yang oleh seorang diterima sebagai karakteristik pria dan wanita dalam budayanya. Ward telah memperkuat definisi ini dengan mengatakan, peran seks yang ditentukan secara budaya mencerminkan prilaku dan sikaf yang umumnya disetujui sebagai maskulin atau feminin dalam suatu budaya tertentu. Lama kelamaan, stereotif mengenai peran seks berkembang. Yang termasuk didalam stereotif peran pria dan wanita ini adalah konsep spesifik mengenai penampilan yang disetujui-termasuk tubuh, ciri wajah, dan pakaian-pola prilaku, cara berbicara, cara menyatakan perasaan, dan emosi, cara mencari nafkah yang disetujui, dan banyak ciri lain. Stereotip peran seks mempunyai tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif. 1. Aspek Kognitif Aspek kognitif mencakup persepsi, anggapan, dan harapan orang dari kelompok jenis kelamin pria dan wanita. Anggapan perspsi dan harapan ini sederhana, seringkali kurang berdasar, dan kadang-kadang sebagian tidak akurat tetapi tetap dipertahankan kuat-kuat oleh banyak orang. 2. Aspek Afektif Aspek afektif mencakup sikap ramah mau pun tidak ramah umum terhadap objek sikap dan berbagai perasaan sikap dan berbagai perasaan spesifik yang memberi warna emosional pada sikap tersebut. Perasaan ini mungkin berupa kekaguman dan simpati atau rasa superior, iri hati, dan rasa takut. 3. Aspek Konatif Aspek konatif dari semua stereotip mencakup anggapan mengenai apa yang harus dilakukan berkenaan dengan kelompok yang bersangkutan dan dengan anggota tertentu kelompok tersebut. Dalam kasus stereotip peran seks, terdapat anggapan bahwa anggota kelompok seks pria harus betanggung jawab atas tugas-tugas yang menuntut kekuatan fisik, dan bahwa anggota jenis kelamin wanita harus dilindungi terhadap setiap tanggung jawab yang mungkin membahayakan kondisi fisik mereka yang lebih lemah.

Beberapa Fakta yang Mendasari Stereotip Peran Seks 1. Perbedaan Fisik Pria mempunyai tubuh yang lebih besar, otot yang lebih kuat dan kekuatan otot yang lebih besar. Wanita mempunyai tubuh yang lebih kecil, otot yang lebih kecil, dan

kurang bertenaga. Oleh sebabitu pria mampu melakukan hal-hal yang menuntut tenaga lebih besar, dan wanita melakukan hal-hal yang lebih membutuhkan keterampilan hasil koordinasi otot yang lebih baik. 2. Perbedaan Fisiologis Wanita harus melahirkan anak dan harus mengalami ketidak nyamanan periodik pada waktu menstruasi. Bila menopause terjadi, wanita kehilangan salah satu fungsi fisiologisnya yang utama, disertai penurunan pendorongan seks. Sebaliknya, pria tidak mempunyai ketidak nyamanan periodik tersebut, mereka tidak mengalami penurunan pendorongan seks, kemampuan membuahi tetap ada, dan satu-satunya peran dalam pembuahan tidak mengggangu pola kehidupan normal mereka. 3. Perbedaan Naluri Ketika seseorang percaya bahwa kehidupan sesorang dikendalikan naluri atau dorongan-dorongan bawaan, naluri keibuan dianggap mendorong wanita untuk ingin menjadi seorang ibu dan mengisi waktunya dengan mengasuh anak. Naluri ayah hanya berfungsi sebagai dorongan untuk melindungi anaknya selama mereka tidak mampu melindungi dirinya. 4. Perbedaan Kecerdasan Sampai pergantian abad ini, ada anggapan bahwa ukuran otak dan intelegensi sangat erat hubungannya. Karena pria pada semua usia mempunyai otak yang lebih besar dari pada wanita, mereka di anggap mempunyai intelegensi yang lebih tinggi. 5. Perbedaan Prestasi Sepanjang sejarah, prestasi terbesar dalam seni, musik, sastra, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lain adalah prestasi kaum pria. Orang berasumsi bahwa kekuatan dan kemampuan intelektual yang superior lah yang memungkinkan prestasi yanng lebih tinggi ini. 6. Perbedaan Emosional Karena wanita mengalami gangguan periodik pada waktu menstruasi, ada anggapan bahwa gangguan fisiologis ini akan mengarah ke gangguan emosional, yang menyebabkan wanita secara enosional tidak stabil. Sebaliknya pria dianggap emosional stabil, seperti halnya mereka secara fisiologis stabil. 7. Perbedaan Kesehatan Sebutan jenis yang lebih lemah di berikan kepada wanita karena kepercayaan bahwa mereka lebih banyak mengalami gangguan fisik dan penyakit di bandingkan

pria. Kondisi fisik yang lebih lemah dihubungkan dengan tubuh yang lebih kecil dan lemah, menstruasi, dan kehamilan.

Ketetapan Stereotip Peran Seks Sekai stereotip peran seks yag disetujui berkembang, stereotip ini akan cenderung menetap. Ketetapan ini berlangsung selama perilaku anggota kedua jenis kelamin memenuhi kebutuhan anggota kelompok sosial dan selama para anggota kelompok merasa puas

memainkan peran yang di berikan pada mereka. Ketepan stereotip peran seks dicapai dengan cara mengajar anak, sejak masa awal kanak-kanak untuk memainkan peran yang dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya dan dengan meniadakan kesempatan untuk belajar peran yang dianggap tidak sesuai. Karena pendidikan anak di mulai sejak awal, sering sudah pada masa bayi, anak cenderung menerima peran yang ditetapkan baginya tanpa bertanya. Baru dengan bertambahnya usia dan kesadaran bahwa peran yang diberikan pada mereka tidak selalu memberikan kepuasan yang diharapkan dari peran tersebut. Mereka melawan dan menuntut kesempatan memainkan peran yang akan lebih memenuhi kebutuhan mereka. Inilah sebagian yang menjadi sebab perubahan peran seks yang sedang terjadi dalam banyak budaya sekarang. Beberapa Penyebab Perubahan Dalam Stereotip Peran Seks 1. Perubahan dalam Gaya Hidup Bila mana suatu budaya berubah dari budaya pedesaan menjadi budaya kota, tenaga fisik kurang berarti dibandingkan kecakapan. Perbedaan antara kecakapn pria dan wanita jauh lebih kecil dari perbedaan tenaga fisik pria dan wanita. 2. Gerakan Tes Inteligensi Dimulai dengan pekerjaan binet pada pergantian abad ini, tes inteligensi telah sangat meluas bagi semua tingkat usia sehingga tidak terdapat keraguan sedikit pun sekarang bahwa keyakinan akan superioritas kecerdasan pria telah di ganti dengan bukti kesamaan kecerdasaan. 3. Kontroversi Keturunan Lawan Lingkungan Walaupun kontroversi ini sama sekali belum mereda, banyak bukti menunjukan bahwa pengaruh lingkungan jauh lebih besar dari yang semula dikira. Dari telaah lintas budaya terhadap pengaruh lingkungan yang berbeda-beda, diperoleh bukti

bahwa perbedaan antara jenis kelamin lebih disebabkan pendidikan dari pada keturunan. 4. Pendidikan yang Sama Sejak pendidikan yang sama telah menggantikan pendidikan anak laki -laki dan pendidikan anak perempuan sejak taman kanak-kanak sampai universitas, tampak bahwa bila mana anak perempuan diberikan kesempatan pendidikna yang sama, mereka dapat mencapai hasil akademik yang sama dengan anak laki-laki. 5. Mobilitas Bila mobilitas geografis untuk mencapai kemajuan dalam pekerjaan mengakibatkan suatu keluarga harus berpisah dari sanak saudara, para ibu tidak dapat lagi bergantung pada sanak saudara wanita untuk bantuan dalam keadaan darurat. Keadaan ini memaksa banyak pria melakukan tugas-tugas yang sebelumnya dianggap tugas wanita. Ini telah membantu terhapusnya stereotip pekerjaan yang berkaitan dengan jenis kelamin. 6. Kecenderungan Berkeluarga Kecil Kecenderungan akan perkawinan yanng lebih dini. Keluarga yang lebih kecil dan kehidupan yang lebih panjang anggota kedua jenis kelamin tealah mendorong wanita untuk beralih dari peran tradisional sebagai istri dan ibu keperan dalam dunia kerja pada saat anak-anak tidak lagi membutuhkan pengasuhan. 7. Pentingnya Lambang Status Untuk mencapai mobilitas sosial yang meningkat-suatu aspirasi yang tersebar luas dalam budaya kini-uang untuk lambang status dan pendidikan yang lebih tinggi untuk anak menjadi masalah yang tidak selalu dapat diatasi sendiri oleh kaum pria pencari nafkah. 8. Pendidikan yang Lebih Tinggi bagi Wanita Dengan terbukanya kesempatan untuk pendidikan yang lebih tinggi bagi wanita di segal bidang, bahkan juga dibidang yang sebelmunya tertutup bagi mereka, wanita tidak lagi ingin menghabiskan waktu mereka dengan pekerjaan yang sesuia dengan peran tradisonalnya. Sebaliknya mereka memasuki dunia kerja dan mencapai keberhasilan, yang pada masa lampau tidak mungkin karena rintangan-rintangan yang ada. 9. Kesempatan Kerja yang Sama

Perubahan dalam hukum dan tekanan dari pemerintahan untuk membuka kesempatan kerja bagi wanita telah memungkinkan wanita memegang peran dalam dunia usaha, terutama pada tingkat atas dalam dunia bisnis, industri, dan profesi.

Unsur-unsur Penting Stereotip Peran Seks a. Stereotip peran seks tradisional 1. Stereotip peran seks pria Mendominan segala situasi seperti terlihat dari prilaku agresif dan asertif Kepuasan diri hanya lewat prestasi sendiri Pengendalian emosi pada setiap saat untuk menunjukan kekuatan Sebagai pencari nafkah, mengambil semua keputusan yang penting Kecenderungan meremehkan semua wanita dan prestasi wanita

2. Stereotip peran seks wanita Patuh dalam segala situasi Mengekspresikan emosi, jadi memberi kehangatan dalam hubungan sosial di rumah atau di luar Membiarkan pria mengambil semua keputusan penting Menyerahkan pengaturan uang, baik penghasilan mau pun warisan kepada pria Bekerja di luar rumah hanya bila perlu dan hanya mencari pkerjaan yang di anggap pekerjaan wanita b. Stereotip peran seks yang sederajat 1. Stereotip peran seks pria Lebih berorientasi keorang lain dari pda ke diri sendiri Bekerja atas dasar kemitraan dengan wanita dan tidak merasa canggung bila bekerja dibawah wanita Bangga akan prestasi anggota keluarga wanita, juga bila melebihi prestasinya sendiri 2. Stereotip peran seks wanita Lebih mengharapkan kerjasam dengan ornag lain dari pada puas berprilaku sebagai pembantu

Tidak merasa bersalah jika memakai kemampuannya untuk keputusan dirinya Menuntut kesempatan yang sama, perlakuan sama, dan gaji yang sama

Pola Belajar Arti Peran Seks Secara umur, pola belajar arti stereotip peran seks mengandung lima tahapan, yaitu: 1. Anak belajar bahwa pria dan wanita berbeda penampilan, memakai pakean yang berbeda dan gaya rambut yang berbeda. 2. Mereka menemukan bahwa anak laki-laki dan wanita melakukan hal-hal yang berbeda. 3. Anak belajar bahwa pria dan wanita mempunyi kemampuan yang berbeda dan menunjukan kemampuan ini dengan prestasi yang berbeda. 4. Dalam tahap ini mereka menemukan bahwa kelompok sosial menilai beberapa pola penampilan, berbicara dan perilaku tertentu sebagai sesuai dengan jenis kelamin dan pola lain sebagai tidak sesuai. 5. Anak belajar bahwa berbagai tingkat prestasi dikaitkan dengan berbagai karakteristik dan pola prilaku.

Beberapa Sumebr Arti Peran Seks yang Umum 1. Pengamatan Prilaku Bagaimana orang kedua jenis bersikap dalam keadaan yang sama memberi anak petunjuk mengenai apa yang dianggap sesuai baginya. Sementara ayah duduk di meja sedangkan ibi menghidangkan makanan, anak itu secara logis menarik kesimpulan bahwa wanita diharuskan melayani pria. 2. Pakaian yang Dipakai Kdeua Jenis Jenis pakaian yang dipakai memberi petunjuk mengenai gengsi dan kesulitan bermain dan bekerja kedua jenis orang itu. Pakaian anak laki-laki yang lebih kuat menunjukan permainan yang lebih kasar di bandingkan pakaian anak perempuan. 3. Alat Bermain Anak laki-laki dan perempuan bukan hanya belajar bahwa mereka harus bermain berbeda tetapi juga belajar bahwa permainan anak laki-laki lebih menarik, lebih

mewarkan pengalaman baru dan lebih menyenangkan dibanding permainan anak perempuan. 4. Perlakuan Oleh Orang Lain Perlakuan orang tua, guru, dan teman sebaya dari jenis lain menyampaikan arti penting pada anak mengenai apa yang sesuai dengan jenisnya. 5. Kesempatan Untuk Belajar Di rumah, sekolah, dan tempat bermain anak laki-laki didorong untuk belajar hal-hal yang di anggap sesuai untuk mereka, dan anak perempuan tidak memperoleh kesempatan belajar tersebut. Mereka diharapkan belajar hal-hal yang dianggap sesuai dengan mereka. 6. Disiplin Walaupu peraturan rumah dan sekolah biaanya sama bagi anak laki-laki dan perempuan, tuntutan untuk melaksanakan peraturan ini kurang ketat bagi nak laki-laki daripada untuk anak perempuan. Dan hukuman atas pelanggaran lebih longgar bagi anak laki-laki dari pada anak perempuan. 7. Pendidikan Seks Baik jika informasi tetang seks diberikan dirumah mau pun disekolah, informasi ini menekankan bahwa peran kedua jenis sangat berbeda dalam berpacaran, berpakaian, reproduksi, dan pengasuhan anak.

Orang-orang yang Bertanggung Jawab Atas Penentuan Peran Seks Selama Masa Kanak-kanak Terdapat tiga jenis orang yang pertama-tama bertanggung jawab atas penentuan peran seks anak, yaitu: 1. Orang Tua Walau pun kedua orang tua memegang peranan penting dalam penentuan peran seks pada anak, peran mereka beragam bergantung dari jenis kalamin dan usia anak. 2. Guru Terdapat dua cara para guru melaksanakan penetuan peran seks. (a) dengan mendorong anak untuk belajar apa yang di anggap sesuai dengan jenisnya, dengan menggunakan kriteria stereotip peran seks tradisional atau sederajat. (b) dengan meniadakan kesmpatan untuk belajar tetanng apa yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.

3. Teman Sebaya Anggota kelompok teman sebaya, belum mulai mempunyai pengaruh dalam penetuan peran seks samapi dapat berinteraksi anatar anak dan teman sebayanya. Pada awal hubungan dengan teman sebaya hanya terjadi sedikit interaksi. Menjelang akhir masa kanak-kanak, interaksi bermain muncul dan komunikasi antar teman bermain mulai ada. Bila hal ini terjadi teman sebaya mulai mempengaruhi penetuan peran seks anak. Pengaruh ini mungkin berupa peniruan perilaku salah satu teman sebaya atau mungkin berupa identifikasi dengan teman sebaya.

Metode Umum Penetuan Peran Seks 1. Meniru Bila anak belajar memerankan peran seks dengan meniru, mereka malakuaknnya dengan meniru cara bicara, perilaku dan ciri-ciri pribadi mau pun minat dan nilai orang yang ditiru. 2. Identifikasi Anak bukanya meniru orang-orang dalam lingkungannya, melainkan memilih dari anatar mereka seorang yang sangat dikaguminya atau yang sangat disayanginya sebagai modelnya. 3. Pelatihan Anak Dalam penentuan peran seks lewat pelatihan anak belajar bertindak, berfikir, dan merasa seperti yang diharapkan orang yang berwewenang. Mereka mungkin diberi tahu mengapa mereka haruas berbuat demikian, atau mungkin juga mereka diharuskan patuh secara buta. Kadang-kadang penghargaan diberikan jika harapan orang yang berwewenang terpenuhi sedangkan kadang-kadang dianggap sudah seharusnya mereka memenuhi harapan ini. Hukuman berbentuk ketidak setujuan banyak di gunakan untuk ketidak patuhan. Pelatihan anak terutama menentukan aspek negatif peran seks daripada aspek yang positif.

Perbedaan Seks dan Gender


Pembedaan seks (jenis kelamin) dan gender begitu penting, bila seks menggambarkan perbedaan biologis, sedangkan gender menggmbarkan atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang ditanamkan secara kultural, yang diyakini para feminis, bisa bervariasi

sepanjang sejarah dan terbuka bagi perubahan. Para teoretisi memberikan perhatian pada proses sosialisasi yang dengannya identitas gender ditanamkan atau dipertahankan, dan mereka pun hierarki gender dalam pelbagai domain seperti bahasa, pendidikan, agama, media massa, dan sebagainya. Namun demikian, sejumlah feminis juga merasa bahwa teori sosialisasi tak dapay memberi penjelasan memadai tentang begitu kuatnya perbedaan gender, yang tampaknya berurat-akar dalam struktur psikis individu dan seringkali sulit mengalami perubahan. Menurut Chodorow, karena biasanya kaum perempuan juga merupakan ibu, maka anak-anak perempuan mendapatkan rasa diri sebagai perempuan melalui identifikasinya pada pengasuhnya yang utama yang bergender sama, sedangkan terciptanya identitas laki-laki menuntut anak laki-laki untuk memisahkan diri dan menolak ibunya. Anak-anak perempuan dengan memiliki rasa keterikatan dan hubungan yang lebih erat dengan orang lain, yang selanjutnya hal itu mendorong mereka menjadi ibu, sementara identitas laki-laki ditandai oleh penekanan pada pemisahan diri, otonomi, serta batas-batas ego yang terdefinisi secara jelas.

Gender dan Kancah Pemikiran


Sebuah penelitian mengenai sejarah filsafat Barat mengungkapkan adanya penyejajaran sistematis antara rasionalitas manusia dengan maskulinitas, yang ditetapkan dengan cara menyingkirkan feminitas yang disejajarkan dengan kodart alam dan yang irasional. Sandra Harding mengajukan penggolongan yang cukup membantu mengenai sejumlah perbedaan teori feminis tentang pengetahuan atau epistemologu. Empirisme feminis bertujuan mengidentifikasi dan menyingkirkan berbagai bias sistematis tentang perempuan dalam bangunan pengetahuan yang ada sebagai jalan untuk memahami realitas secara lebih objektif dan akurat. Teori-teori sikap feminis mempersoalkan tujuan pengetahuan objektif dan bebas nilai tersebut, dan menekankan bahwa pwngalaman-pengalaman sosial dan psikologis perempuan yang khas bisa menjadi basis potensial untuk memahami hakikat relasi sosial secara lebih baik. Feminis postmodernis sebaliknya bersikap skeptis terhadap segala klaim kebenaran dan pelbagai upaya untuk memberikan status khusus pada pengalamanpengalaman perempuan. Perdebatan serupa juga terjadi dalam bidang etika. Gilligan mengemukakan adanya bias lakilaki dalam model-model psikologis tentang perkembangan moral yang ada, dan menunjukan

bahwa perempuan lebih memilih pendekatan pada problem-problem moral yang menekankan tanggung jawab terhadap orang lain daripada hak-hak abstrak. Pandangan Sara Riddick tentang cara berpikir maternal juga memperlihatkan usaha untuk mendasarkan teori etika pada relasi saling melindungi yang umumnya, meskipun tidak secara khusus, dialami oleh perempuan.

Gender dalam Lapangan Kerja


Analisis feminis tentang pekerjaan berupah memusatkan perhatian pada sejumlah isu : mengapa perempuan menangani pekerjaan yang berupah lebih rendah daripada laki-laki, mengapa perempuan menerima uang lebih sedikit dan mengapa perempuan menangani tugas kerja yang berbeda ?? Keterikatan perempuan dengan wilayah reproduksi merupakan penyebab posisinya yang subordinat dalam angkatan kerja berupah. Pembedaan gender dalam dunia kerja pun bergaung sampai ke rumah tangga, yang mana perempuan sering harus menangani tugas seputar memasak, bersih-bersih, mengasuh anak, memberikan dukungan emosional, dan semacamnya.

Seksualitas dan Dominasi


Hubungan antara seksualitas dan kekuasaan masih merupakan tema utama feminisme gelombang-kedua, di mana para feminis radikal memusatkan perhatiannya pada objektifikasi seksual atas perempuan sebagai mekanisme utama dalam penindasan patriarkal : Soal seksualitas bagi feminisme sama pentingnya seperti berharga namun juga yang paling terenggut darinya. Jika seksualitas laki-laki diungkapkan dalam kaitannya dengan penguasaan dan kontrol atas perempuan, sedangkan feminisme secara kultural didefinisikan dalam kaitannya sebagai umpan dan kepasrahan terhadap nafsu laki-laki. Feminisme telah mengangkat berbagai bentuk krjahatan seksual atau kekerasan terhadap perempuan yang secara tradisional telah diabaikan atau dianggap enteng: perkosaan, kekerasan dalam rumahtangaa, pelecehan seksual. Seksualitas adalah salah satu kancah perdebatan paling seru dalam feminisme, di mana sejumlah teoritis feminis sebaliknya juga bersikap kritis terhadap apa yang mereka sebut moralisme yang tersirat dalam kutukan para feminis radikal terhadap pornografi serta pengingkaran mereka atas perilaku dan hasrat seksual perempuan sendiri.

Perbedaan Seks Penentuan peran dalam masyarakat sederhana sangat di pengaruhi oleh perbedaan seks secara fisik. Kekuatan otot rata-rata pria jauh lebih unggul dari kekuatan wanita. Meskipun dalam beberapa masyarakat kaum wanita banyak mengerjakan tugas-tugas fisik yang lumayan berat, tugas-tugas yang menuntut tenaga fisik yang besar atau kecepatan seperti berburu, berkelahi, menebang pohon, atau mengangkat barang yang berat ahampir semuanya dikerjakan oleh pria. Tugas melahirkan dan mengurus anak yang hampir terus menerus dalam beberapa masyarakat umumnya telah membatasi pekerjaan wanita pada tugas-tugas yang dapat dihubungkan dengan memelihara bayi tugas-tugas yang bersifat berulang-ulang. Hal inilah umumnya yang mempengaruhi jiwa petualangan kaum pria dan sifat fisik kaum wanita. Dalam masyakat modern tenaga fisik dan fungsi-fungsi repreduktif merupakan faktor yang kurang penting dalam program kerja yang ditentukan. Dalam berbagai lapangan kompetisi atletis prestasi wanita hampir menyusul prestasi pria. Kesenjangan antara rekor pria dan wanita dalam pertandingan yang mereka ikuti menyempit menjadi rata-rata sepertiga antara tahun 1934 dan tahun 1973 dan wanita diharapkan akan segera melampaui pria dalam berbagai pertandingan. Dalam seluruh masyarakat manusia pria tampknya lebih daripada wanita dalam hal: 1. Bersaing kuat dengan rekan sejenisnya untuk mendapatkan pasangan seksnya. 2. Menginginkan lebih dari satu pasangan (poligami) 3. Merasa cemburu dalam masalah seks. 4. Terangsang secara seksual oleh rangsangan-rangsangan seks. 5. Tertarik secara seksual oleh yang muda dan yang cantik. 6. Menginginkan variasi seksual. 7. Memandang seks sebagai suatu pelayanan yng diberikan oleh lawan jenisnya. Kebanyakan bentuk diskriminasi seks di Amerika Serikat trelah dianggap sah tetapi tidak lenyap. Berbagai program tindakan afirmatif berusaha menerapkan peundang-undangan yang ada, sementara dorongan terhadap Equal Rights Amandement berusaha melengkapi penghalang legal terhadap diskriminasi seks. Kaum feminis juga mengorganisasi diri untuk melawan sosialisasi peran seks dan praktek-praktek seksis yang melembaga.

Marxis memandang faham seksisme sebagai suatu bentuk eksploitasi kelas dengan persamaan seks yang tidak mungkin tercapai tanpa persamaan ekonomi. Bukti untuk teori ini kurang meyakinkan, meskipun masyarakat Marxis secara mendasar telah mengurangi diskrimanasi seks.

You might also like