You are on page 1of 20

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT.

BUMI SARIMAS INDONESIA MENUJU AIR LAYAK MINUM DENGAN METODA MSL (Multi Soil Layering) YANG DICAMPURKAN SEKAM PADI

Artikel

Oleh:

ADEWIRLI PUTRA

0921207048

PROGRAM STUDI KIMIA PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

WASTEWATER TREATMENT PT. BUMI SARIMAS INDONESIA USING MSL METHOD (Multi Soil Layering) COMBINED WITH RICE HUSKS

By: Adewirli Putra (0921207048) Supervised by Prof. Dr, hermansyah Aziz Prof.Rahmiana Zein,Ph.D

ABSTRACT Research to treat the wastewater of PT. Bumi Sarimas Indonesia (BSI) using MSL (Multi Soil Layering) method which is mixed with rice husks has been done. The wastewater can be a decent drinking water, this research have been carried out in April 2011 to October 2011. The aim of this study to determine the wastewater before threatment is contaminated or based on the parameters measured to observe the effectiveness work of MSL system and observe the effect of flow rate to changes in parameters. Based on the results of research that has been done, it is known that based on drinking water quality standards according to Decree No. Kepmenkes. 492/MENKES/PER/IV/2010, wastewater of PT. Bumi Sarimas Indonesia categorized polluted by a margin rates below the quality standard of 1 for parameters of pH; turbidity of 159 NTU; Chloride 67.9 mg / L; Mn 1.74 mg / L; Fe 1.74 mg / L; E.coli 2400 x 103 / 100 ml; parameter value concentration is still within the threshold limits as Sulfate 347 mg / L and Nitrite 0.144 mg / L, while the parameters of unknown quality standard, ie BOD 46.95 mg / L; COD 416 mg / L; phosphate 481 mg / L. MSL system which is mixed with rice husk efficient and effective in the treatment of wastewater PT. Bumi Sarimas Indonesia, where the efficiency for the process of aeration on the parameters of turbidity reached 99.79%, 35.68% BOD: COD 86.64%, phosphate 99.8%; Nitrite 76.39%; Sulfate 97.48%; Chloride 85 , 51%, Mn 94.39%; Fe 97.50%, 99.79%, while E.coli in non-aeration process turbidity reached 98.66%, 33.01% BOD: COD 84.62%; phosphate 99 , 87%; Nitrite 74.31%; Sulfate 97.30%; Chloride 88.66%, 80.61% Mn; Fe 98.82%, 99.92% E.coli; but can not be used as drinking water, well after treatment in the aeration and non aeration. Overall, the optimum flow rate to decrease the level of pollution in wastewater is 5 ml / min, the treatment of non-aeration or aeration. Keyword : MSL, wastewater, rice husks

PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi makhluk hidup. Ketersediaan air bersih yang layak di konsumsi menjadi permasalahan utama pada

saat ini. Permasalahan kulitas air tanah maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa tempat tidak layak untuk diminum. Air yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk diminum. Perkembangan industri yang semakin pesat pada era globaisasi ini merupakan salah satu faktor penyebab permasalah kualitas air tersebut karena limbah hasil produksi yang dilepasakan ke lingkungan dapat mencemari sumursumur penduduk di sekitar aliran sungai yang menjadi sarana pembuangan limbah pabrik. PT. Bumi Sarimas Indonesia (PT.BSI) merupakan salah satu industri di Sumatera Barat yang menghasilkan beberapa produk dengan bahan baku kelapa dan melepaskan sebanyak lebih kurang 20 kubik/jam atau sekitar 300 kubik/hari. Pada saat ini penangan limbah cair PT. BSI tersebut menggunakan sistem IPAL dengan memaksimalkan kerja bakteri belum efisien dalam mendegradasi senyawa organk limbah cair yang mengandung minyak dan lemak. Sistem MSL (Multi Soil Layering) merupakan salah satu teknik penjernihan air yang dapat dijadikan sebagai metoda alternative dalam mengatasi permasalah limbah PT. BSI. Penambahan sekam padi yang merupakan bahan penyerap logam berat, sumber silika, dan sumber karbon pada kompenen menyususn MSL diharapkan mampu menormalkan pH, Kekeruhan, COD, BOD, Nitirit, Phospat, Sulfat, Klorida, Mn, Fe dan E. coli, pada limbah cair PT. Bumi Sarimas Indonesia dapat digunakan sebagai air layak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

492/MENKES /PER/IV/2010. Diharapkan dengan memvariasikan laju alir secara aerasi maupun non aerasi, dapat diketahui tingkat efektifitas sistem MSL yang dicampurkan sekam padi dalam menormalkan pH, Kekeruhan, COD, BOD, Nitirit, Phospat, Sulfat, Klorida, Mn, Fe dan E. coli.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2011 hingga Oktober 2011. Pengambilan sampel dilakukan di PT. Bumi Sarimas Indonesia di Kecamatan Kasang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat pada inlet, yaitu yaitu pada pintu pembuangan limbah cair pencucian kelapa (white maet), dengan jumlah sampel 200 L. Penelitian dilanjutkan di Laboratorium Kimia Analisis Lingkungan Jurusan Kimia, Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang. Penelitian diawali dengan perakitan sitem Peralatan MSL berupa bak akrilik dengan ukuran dimensi dalam (50 cm x 15 cm x 50 cm). Sebelum dirakit terlebih dahulu dibersihkan. Dasar bak dengan ketinggian 4 cm diisi dengan batu kerikil (berdiameter 4 cm), lalu seluruh permukaan batu kerikil ditutup dengan plastik net. Lapisan kedua berikutnya dengan ketinggian 4 cm diisi dengan perlit (berdiameter 2-3 mm). Pada lapisan ketiga dibuat empat buah balok yang di bungkus dengan plastik net dengan komposisi tanah andosol, serbuk besi, arang, dan sekam padi (7:1:1:1) masing-masing dengan dimensi dalam (4 cm x 9 cm x 15 cm) dipasang sejajar pada jarak masing-masingnya 3 cm. Kemudian lapisan selanjutnya diisi dengan perlit setinggi 4 cm. Lapisan-lapisan lain diisikan dengan cara yang sama sampai membentuk lima lapisan blok-blok campuran tanah, lalu lapisan paling atas ditutup dengan perlit setinggi 4 cm. Antara lapisan

ketiga dan keempat dipasang pipa aerasi (diameter 1,5 cm) dengan jarak antar lubang aerasi 5 cm, ukuran lubang aerasi 0,5 cm ( Pattnaik , et. al., 2007).

Gambar 1. Sistem Peralatan MSL

Limbah cair PT.Bumi Sarimas Indonesia yang telah diambil dari proses penyamplingan dilakukan terlebih dahulu penganalisaan kualitas airnya dengan parameter biologi seperti E. coli, parameter Fisika seperti kekeruhan, dan beberapa parameter Kimia seperti pH, BOD, COD, Posfat, Nitrit, Sulfat , Klorida, Mn dan Fe dalam air tersebut. Setelah itu Limbah cair diperlakukan pada bejana pertama yang berisi batu-batuan dan ijuk untuk proses pengendapan. Kemudian dialirkan ke bejana kedua, yaitu sistem MSL melalui pipa. Setelah beberapa saat pada bejana ketiga dikumpulkan air hasil olahan dengan MSL dari bejana kedua (Gambar 2).

A B

Gambar 2. Susunan peralatan MSL. A. Bejana tempat sampel (Limbah Cair PT.Bumi Sarimas Indonesia). B. Box akrilik (50x15x50)cm sebagai sistem MSL. C. Bejana tempat hasil air olahan dari sistem MSL.

Pengaturan kecepatan aliran diatur melalui kran bak pertama. Laju pengaliran sampel divariasikan, yaitu 5 mL/menit ,10 mL/menit , 20 mL/menit, 40 mL/menit. Sistem MSL dilakukan pada 2 kondisi : 1) Aerasi, dengan pompa selama 24 jam, kecepatan aerasi 2 L/min, 2) Non Aerasi Tingkat efisiensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Tingkat efisiensi = { (A) (B) / (A) } x 100% Keterangan: (A) konsentrasi sebelum perlakuan (B) konsentrasi setelah perlakuan Selanjutnya juga dilakukan pengukuran parameter seperti pH, Kekeruhan, COD, BOD, Nitirit, Phospat, Sulfat, Klorida, Mn, Fe dan E. Coli pada sampel sebelum dan setelah diolah dengan sistem MSL dan kemudian dianalisia untuk melihat efisiensi kerja sitem MSL yang ditambahkan sekam padi dalam menguraikan senyawa organik limbah cair berdasarkan parameter yang diamati.

HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah Cair PT. Bumi Sarimas Indonesia sebelum dilakukan pengolahan Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan terhadap parameter yang diukur, limbah cair PT. BSI dikategorikan tercemar berdasarkan standar baku mutu air minum Kepmenkes No.492/MENKES/PER/IV/2010. Dari hasil pengukuran, sebagian besar parameter berada dibawah standar baku mutu, dengan selisih angka sebesar 1 untuk parameter pH; Kekeruhan serbesar 159 NTU; Sulfat 347 mg/L; Klorida 67,9 mg/L; Mn 1,74 mg/L; Fe 1,74 mg/L; E.coli 2400 x 103 /100ml. Parameter yang nilai konstentrasinya masih di dalam ambang batas, yaitu Nitrit 0,144 mg/L, sedangkan parameter yang belum diketahui baku mutunya, yaitu BOD 46,95 mg/L; COD 416 mg/L; Phospat 481 mg/L. Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa pH limbah cair sebelum dilewatkan ke sistem MSL bersifat asam dengan nilai pH 5,5. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan asam lemak yang terlarut dalam limbah cair tersebut, karena limbah cair ini merupakan limbah cair dari industri pengolahan kelapa, sehingga bersifat asam. Selain itu, hal ini juga disebabkan tingginya kandungan zat organik didalamnya, dimana zat organik ini, banyak terdapat anion-anion terlarut yang bereaksi dengan ion H+ yang terdapat di dalam air, sehingga hal ini yang menyebabkan limbah cair bersifat asam (Ginting,2007). Tabel 1. Hasil Analisa Sebelum Masuk MSL Parameter pH Kekeruhan BOD COD Phospat Satuan Limbah Cair 5.50 164 46.95 416.00 481 BM Air Minum Kepmenkes No. 492/Menkes/2010 6,5-8,5 5 * * *

NTU mg/L mg/L mg/L

Nitrit Sulfat Klorida Mn Fe E.coli

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml

0.14 347 317.90 2.14 2.04 2.400 x 103

3 250 250 0,4 0,3 0

*) tidak ada nilai baku mutu kepmenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010

Kekeruhan pada limbah cair sangat tinggi, dimana tingginya kekeruhan tersebut dikarenakan banyaknya partikel-partikel kasar, minyak dan lemak yang terkandung di dalam limbah cair yang dihasilkan, dimana air yang digunakan oleh PT. BSI sebagai bahan baku dalam proses pencucian kelapa. Kandungan BOD, COD dalam limbah cair sebelum dilewatkan kedalam sistem MSL 46.95, 416 mg/L. Hal ini diakibatkan karena tingginya bahan organik didalam limbah cair, tingginya nilai BOD menunjukan banyaknya oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua senyawa organik menjadi senyawa organik yang lebih sederhana. Kandungan nitrit pada limbah cair sebelum pengolahan adalah sebesar 0,14 mg/L. Kandungan nitrit ini lebih rendah dibandingkan dengan standar baku mutu untuk air minum, yaitu 3 mg/L, artinya nitrit pada limbah cair telah memenuhi standar baku mutu air minum. Hal ini disebabkan oleh banyaknya mikroorganisme didalam limbah cair tersebut sehingga menyebabkan terjadinya proses denitifikasi senyawa organik yang ada didalamnya. Denitrifikasi merupakan proses yang paling penting untuk menurunkan kadar nitrat dan nitrit dalam limbah cair.

Efisiensi Sistem MSL yang Dicampurkan Sekam Padi Dalam Menurunkan Kandungan Senyawa Organik pada Limbah Cair PT. Bumi Sarimas Indonesia. Sistem MSL yang dicampurkan dengan sekam padi efisien dan efektif dalam pengolahan limbah cair PT. Bumi Sarimas Indonesia, dimana efisiensi untuk proses aerasi pada parameter kekeruhan mencapai 99,79%; BOD 35,68%; COD 86,64% ; Phospat 99,8%; Nitrit 76,39%; Sulfat 97,48%; Klorida 85,51%; Mn 94,39%; Fe 97,50%; E.coli 99,79% sedangkan pada proses non-aerasi kekeruhan mencapai 98,66%; BOD 33,01%; COD 84,62% ; Phospat 99,87%; Nitrit 74,31%; Sulfat 97,30%; Klorida 88,66%; Mn 80,61%; Fe 98,82%; E.coli 99,92%. Tabel 2. Efisiensi Sistem MSL yang Dicampurkan Sekam Padi Berdasarkan Variasi Laju Alir Terhadap Parameter Pada Proses Aerasi
Limbah Cair sebelum perlakuan 5,50 164 46,95 416 481 0,14 347 317,9 2,14 2,04 2400x10
3

Parameter

Satuan

Limbah cair setelah perlakuan dengan variasi laju alir 5 ml/mnt 7,18 3,3 30,2 56 0,95 0,046 8,75 46,05 0,44 0,051 2x10
3

pH Kekeruhan BOD COD Phospat Nitrit Sulfat Klorida Mn Fe E.coli

NTU mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml

10 ml/mnt 6,86 3,4 31,45 64 1,93 0,041 8,87 72,08 0,12 0,07 5x10
3

20 ml/mnt 6,96 6,8 35,6 64 2,02 0,046 8,73 74,08 0,27 0,094 13x10
3

40 ml/mnt 7,24 25 37,5 128 3,46 0,034 10,5 78,09 0,2 0,161 18x10
3

Kepmenkes RI No. 492/Menkes/ Per/IV/2010 6,5-8,5 5 * * * 3 250 250 0,4 0,3 0

*) Tidak ada standar baku mutunya berdasar Kepmenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010

Tabel 3. Efisiensi Sistem MSL yang Dicampurkan Sekam Padi Berdasarkan Variasi Laju Alir Terhadap Parameter Pada Proses Non-Aerasi
Limbah Cair sebelum perlakuan 5,50 NTU mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml 164 46,95 416 481 0,14 347 317,9 2,14 2,04 2400x10
3

Limbah cair setelah perlakuan dengan variasi laju alir 5 ml/mnt 7,28 2,2 31,45 64 0,62 0,037 9,38 36,04 0,415 0,024 2x10
3

Parameter

Satuan

10 ml/mnt 7,06 8,3 35,6 64 0,66 0,046 19 43,05 0,87 0,054 2x10
3

20 ml/mnt 7,24 8,5 37,5 96 0,76 0,047 37,38 46,04 0,885 0,11 2x10
3

40 ml/mnt 7,47 19,1 40,6 128 0,88 0,039 46,63 54,06 1,075 0,141 1800x10
3

Kepmenkes No. 492/menkes/ Per/IV/2010 6,5-8,5 5 * * * 3 250 250 0,4 0,3 0

pH Kekeruhan BOD COD Phospat Nitrit Sulfat Klorida Mn Fe E.coli

*) Tidak ada standar baku mutunya berdasar Kepmenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010

a. pH pH limbah cair PT.BSI belum dapat dikategorikan air layak minum, karena bersifat asam. Hal ini disebabkan karena

banyaknya lemak

kandungan asam terlarut dan

yang

tingginya kandungan senyawa organik didalam limbah cair, dimana senyawa organik tersebut banyak mengandung anion-anion terlarut yang bereaksi dengan ion H+ yang terdapat di dalam air limbah, sehingga menyebabkan limbah cair tersebut bersifat asam, (Ginting, 2007). Setelah diperlakukan dengan sistem MSL pada proses aerasi dan non-aerasi, pH mengalami peningkatan menjadi netral dengan nilai berkisar 6,86

antara 7,47. Hal ini diperkirakan asam lemak dan senyawa organik yang terlarut dalam limbah cair tersebut mengalami penguraian oleh mikroorganisme yang terdapat di dalam sistem MSL, (Ginting, 2007). b. Kekeruhan (Turbidity) Kekeruhan pada limbah cair setelah dilewatkan pada sistem MSL pada laju alir 5 ml/mnt baik pada proses aerasi maupun non-aerasi, penurunan signifikan. yang Namun, mengalami sangat untuk

proses non-aerasi dari data yang didapatkan, hasilnya lebih bagus bila dibandingkan dengan proses aerasi. Sekam padi juga dapat menjadi absorbent yang efektif yang terdiri dari selulosa dengan konsentrasi yang tinggi, yang mana mampu menyerap substansi warna melalui interaksi muatan dan pertukaran ion, selain itu dapat berfungsi sebagai sumber karbon yang berperan dalam dekomposisi biologi melalui akumulasi organisme yang bervariasi, Chen et.al.,(2007). c. BOD (Biologycal Oxygen Demand) Dari kurva disamping terlihat bahwa untuk parameter BOD, penurunan kadar BOD pada proses aerasi lebih bagus bila dibandingkan dengan proses

non-aerasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aziz et. al. (2010), yang melaporkan bahwa efisiensi penurunan nilai DO, BOD, COD lebih besar pada perlakuan aerasi dibandingkan dengan non aerasi . Hal ini dikarenakan proses aerasi mengakibatkan sistem MSL menjadi lebih aerob, sehingga bakteri aerob dapat berkembang dengan baik, dengan terpenuhinya kebutuhan oksigen dapat meningkatkan aktifitas bakteri aerob untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah cair. d. Chemical Oxygen Demand (COD) Dari kurva diatas terlihat

bahwa penurunan COD tidak mengalami cukup perbedaan signifikan antara yang bila proses

dibandingkan aerasi Tetapi,

dengan pada

non-aerasi. proses aerasi

efisiensinya lebih bagus bila dibandingkan dengan proses non-aerasi. Dimana, aerasi dapat meningkatkan kadar oksigen di dalam sistem MSL, sehingga kondisi menjadi lebih aerobik. Dengan demikian, proses penguraian senyawa organik oleh bakteri aerob menjadi lebih efektif, dapat meningkatkan efisiensi penurunan COD dengan meningkatkan aktifitas mikroba, proses fisika dan kimia dalam mendekomposisi senyawa organik (Chen, et.al., 2007). Sedangkan Aziz et,al. (2010) melaporkan bahwa perlakuan aerasi pada sistem MSL lebih efisien dalam mereduksi COD, karena adanya penambahan oksigen terhadap sistem MSL

sehingga bakteri aerob akan hidup. Menurut Luanmanne,et.al.,(2002), pemberian aerasi dapat meningkatkan efisiensi dari COD. e. Phospat Dari kurva tersebut terlihat bahwa penurunan phospat pada proses aerasi lebih rendah bila dibandingkan dengan proses non-aerasi. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dikukan oleh Sato et. al. (2005) yang melaporkan bahwa konsentrasi Phospat dari limbah cair yang diperlakukan dengan sistem MSL pada proses aerasi, lebih rendah dibandingkan dengan sistem MSL pada proses non-aerasi. Didalam sistem MSL, terjadi mekanisme penghilangan phospat yang terdiri dari proses adsobsi fisikakimia dan kontak antara limbah cair dengan lapisan tanah yang menjadi faktor utama dalam penurunan phospat (Wakatsuki et.al., 1993 dan Sato et.al., 2005).

f. Nitrit
Dari kurva terlihat bahwa pada proses aerasi diperoleh efisiensi dari masing-masing variasi laju alir sebesar 68,06 % untuk 5 ml/mnt, 71,53% pada 10

ml/mnt, 68,06 % pada 20

ml/mnt, dan 76,39 % pada laju alir 40 ml/mnt. Sedangkan pada non-aerasi efisiensi nitrit pada laju alir 5 ml/mnt senilai 74,31% , 68,06 % pada laju alir 10 ml/ mnt, 77,36 % pada laju alir 20 ml/mnt dan 72,92 % untuk laju alir 40 ml/mnt. Penurunan kadar nitrit ini secara keseluruhan diperkirakan, karena proses nitrifikasi berlangsung dalam kondisi aerobik, di sini nitrit dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat, dan kemudian nitrit dalam kondisi anaerob dapat direduksi menjadi nitrogen oleh bakteri anaerobik fakultatif (seperti

Achromobacter, Denitrobacillus, Nitrosococcus, atau Spirillum) g. Sulfat Keadaan aerasi dan non-aerasi yang seimbang sangat

mempengaruhi kualitas kerja MSL dalam menurunkan kadar sulfat dalam limbah Penurunan cair.

kandungan sulfat

dalam keadaan aerasi tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada setiap material organik. Jika dilihat dari data keseluruhan bahwa kadar sulfat dalam perlakuan dengan proses aerasi dan non-aerasi berkurang hingga 97,48 % dan 90,30 %. Jadi dapat dikatakan bahwa sistem MSL bekerja dengan baik dalam mengurangi kadar sulfat dalam limbah cair. h. Klorida Dalam proses pengolahan limbah cair menggunakan metoda MSL terlihat bahwa motoda ini efisein dalam menurunkan kadar klorida didalam limbah cair tersebut, seperti yang terlihat pada kurva dibawah. Efisiensi penurunan klorida pada proses

aerasi dan non-aerasi dengan variasi laju alir, nilai tertinggi ditemukan pada laju alir 5 ml/mnt, yaitu mencapai 85.51 % pada proses aerasi dan 88.66 % pada non-aerasi.

i. Mangan Dari tingkat mangan sangat kurva terlihat bahwa

efisiensi pada baik

penurunan aerasi bila

proses 90.65 dengan %

dibandingkan

proses

non-aerasi. Hal ini dikarenakan pada proses aerasi,

penyupalaian oksigen kedalam sistem MSL mengakibatkan keberadaan ion mangan yang terlarut dalam limbah cair mengalami oksidasi membentuk ion mangan yang memiliki valensi yang lebih tinggi sehingga keberadaan ion mangan yang terlarut dalam limbah cair menjadi berkurang. j. Besi (Fe) Di lihat dari variasi laju alir 5, 10, 20, 40 ml/mnt, baik untuk proses aerasi maupun non-aerasi, semakin tingginya laju alir mengakibatkan semakin berkurangnya efisiensi penurunan konsentrsi Fe. Hal ini dikarenakan jika laju alir semakin cepat maka waktu kontak sampel dengan material MSL akan berkurang sehingga proses

adsobsi

Fe

dan

sidementasi

dengan materil MSL semakin berkurang, tingkat memungkinkan dari sistem

efisiensi

MSL menurun (Syafnil, 2008). Dari ke 2 proses perlakuan terlihat pola penurunan kadar Fe pada proses non-aerasi lebih bagus bila dibandingkan dengan proses aerasi. Dan dilihat dari hasil setelah pengolahan untuk parameter Fe, dapat di kategorikan kedalam air layak minum sesuai standar baku mutu. k. E. coli Dari kurva yang di peroleh pada gambar 3, penurunan efisiensi optimal perlakuan E.coli terjadi aerasi, paling pada dengan

efisiensi diatas 90%. E.coli merupakan bakteri anaerob fakultatif, dimana bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen secara mutlak atau dapat hidup tanpa adanya oksigen, didalam kondisi ini bakteri tersebut aktif, yang memanfaatkan senyawa organik sebagai media tumbuhnya, dengan adanya penambahan oksigen kedalam sistem MSL dari proses aerasi maka senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut akan teroksidasi menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga E.coli tidak dapat lagi memanfaatkannya,

mengakibatkan aktifitas dan pertumbuhan dari E.coli tersebut akan menurun (Yusuf, 2008 ). Namun, hasil pengolahan limbah cair tersebut belum bisa dijadikan air layak minum, baik setelah pengolahan secara aerasi maupun non aerasi. Hal ini disebabkan air sampel masih mengandung E. coli dan Mn yang tinggi, dimana sesuai dengan Kepmenkes RI No. 492/MENKES /PER/IV/2010, kandungan E. coli yang diperbolehkan 0 jumlah/100 ml dan Mn yang diperbolehkan 0,4 mg/L dalam air, sedangkan setelah pengolahan dengan proses aerasi dan non-aerasi Mn berkisar antara 0,2 - 1, 075 mg/L . Pengaruh Variasi Laju Alir Terhadap Efisiensi Kerja Sistem MSL yang Dicampurkan Sekam Padi. Variasi laju alir turut mempengaruhi efisiensi kerja sistem MSL dalam menormalkan pH, Kekeruhan, COD, BOD, Nitirit, Phospat, Sulfat, Klorida, Mn, Fe dan E. Coli. Berdasarkan variasi kecepatan aliran yang dilakukan, ternyata tingkat efisiensi MSL semakin berkurang dengan bertambahnya kecepatan aliran. Secara keseluruhan, laju alir yang optimum untuk penurunan tingkat pencemaran pada limbah cair ini adalah 5 ml/mnt, pada perlakuan aerasi maupun non-aerasi . Menurut Syafnil (2008), jika laju aliran dipercepat maka waktu kontak sampel dengan material MSL akan berkurang, sehingga proses adsorbsi dan sedimentasi juga semakin berkurang, akibatnya tingkat efisiensi sistem MSL akan menurun. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan baku mutu air minum menurut Kepmenkes RI No.

492/MENKES/PER/IV/2010, limbah cair PT. Bumi Sarimas Indonesia dikategorikan tercemar dengan selisih angka masing-masing, untuk pH di

bawah standar baku mutu sebesar 1, Kekeruhan diatas baku mutu serbesar 159 NTU, Sulfat 347 mg/L ,Klorida 67,9 mg/L, Mn 1,74 mg/L, Fe 1,74 mg/L, E.coli 2400 x 103 /100ml, Parameter yang nilai konstentrasinya dibawah ambang batas baku mutu seperti Nitrit 0,144 mg/L, sedangkan parameter yang belum diketahui baku mutunya adalah BOD, COD dan Phospat, sedangkan dari hasil analisa yang dilakukan nilai dari BOD 46,95 mg/L, COD 416 mg/L, Phospat 481 mg/L. 2. Sistem MSL yang dicampurkan dengan sekam padi efisien dalam pengolahan limbah cair, efisiensi untuk proses aerasi pada parameter Kekeruhan mencapai 99,79%, BOD 35,68%, COD 86,64%, Phospat 99,8%, Nitrit 76,39%, Sulfat 97,48%, Klorida 85,51%, Mn 94,39%, Fe 97,50%, E.coli 99,79%

sedangkan pada proses non-aerasi efisiensi penurunan kekeruhan mencapai 98,66%, BOD 33,01%, COD 84,62%, Phospat 99,87%, Nitrit 74,31%,

Sulfat 97,30%, Klorida 88,66%, Mn 80,61%, Fe 98,82%, E.coli 99,92%, namun belum bisa dijadikan air layak minum, baik setelah pengolahan secara aerasi maupun non aerasi. 3. Secara keseluruhan ditinjau dari parameter yang dianalisa, laju alir yang optimum untuk penurunan tingkat pencemaran pada limbah cair ini terlihat pada laju alir 5 ml/mnt, pada perlakuan aerasi maupun non-aerasi . B. Saran 1. Setelah pengolahan limbah cair dengan sistem MSL yang dicampurkan sekam padi, untuk menghilangkan kandungan E.coli dalam limbah cair tersebut menjadi air layak minum sesuai dengan baku mutu, maka sistem MSL perlu disambungkan dengan sistem UV atau filter mikro.

2. Perlu dilakukan identifikasi jenis mikroorganisme yang terdapat dalam limbah cair sebelum di lewatkan kedalam sistem MSL dan mikroorganisme yang terdapat dalam sistem MSL. 3. Perlu dilakukan karakterisasi tanah vulkanik yang digunakan pada sistem MSL yang dicampurkan sekam padi. 4. Khusus untuk logam Mn, penanganan lebih lanjut dapat dilakukan dengan penambahan Saccaromises sp, karena dapat menyerap logam Mn sebesar 6.05 mg/g sampel, (Veni unpublish, 2011). DAFTAR PUSTAKA Aziz, H., Yefrida, Rika F.D. 2010. MSL ( Multi Soil Layering) untuk penjernihan air gambut. Seminar BKS-PTN Wilayah Barat, Pekan Baru,10-11 Mei 2010. Chen, Xin , K. Sato, T . Wakatsuki, T. Masunaga. 2007. Efect of aeration and material compositionin soil mixture block on the removal of colored substances and chemical oxygen demand in livestock wasteawater using MSL system.Soil Science and Plant Nutrition (2007) 53, 509516. Ginting, P. 2007. Sistem Pengolahan lingkungan dan Limbah Industri.Yrama Widya. Bandung. hal 49-50 dan 119-120. Luanmanee, S., T. Attanandana, T. Masunaga, T. wakatsuki. 2001. The Eficinency Of Multy Soil Layering System On Domestic Wastewater Treatment During The Ninth and Tenth Years Of Operation. Ecology Eng. 18,2 : 185-199. Luanmanee, S., T. Attanandana, T. Masunaga and T. Wakatsuki. Treatment Of Dometic Wastewater With Multy Soil Layering (MSL) System In Temperate and a Tropical Climate. Food & Fertilizer Technology Center.www.agnet.org/Library. Luanmanee, S., T. Attanandana. 2000. Efficiency Of The Multi Soil Layering System With Various Organic Material Components On Domestic Wastewater Treatment. Paper submitted on managing water and waste in the new millennium. Johanes burg. 23-26 may 2000.

Pattnaik, R.S. Yost, G. Porter , T. Masunaga, T. Attanandana. 2007. Improving multi-soil-layer (MSL) system remediation of dairy effluent ecological engineering. 32 : 110. Sato, Kuniaki, T. Masunaga, and T. Wakatsuki. 2005. Characterization of Treatment Processes and Machanism of COD, Phosphorus and Nitrogen Removal in a Multi-Soil-Layering System. Soil Sci. Plant Nutr., 51 (2), 213-221, 2005. Syafnil. 2007. Penggunaan Sistem Multi Soil Layering (MSL) Untuk Mereduksi Nilai BOD, COD, Kekeruhan, dan Kadar Fe dari Air Gambut. Tesis Program Pascasarjana Universitas Andalas. Wakatsuki, T., H. Esumi, S. Omura. 1993. High Performance and N & P Removable On-site Domestic Wastwater Treatment System by Multy Soil Layering method. Water Science Technology. 27,1 : 31-40. Yusuf, Guntur. 2008. Bioremediasi limbah rumah tangga dengan sistem simulasi tanaman air. Jurnal Bumi Lestari, volume 8 No.2 Agustus 2008. 136144.

You might also like