You are on page 1of 63

Disusun oleh : - Afghan Ganjar Sauma - Melani Devi Trianawati - Muhammad Rizal Nugraha - Nindi Astari Putri - Novi

Setiawatri

NIM 1104693 NIM 1100589 NIM 1102113 NIM 1100666 NIM 1104950

Pendidikan Ilmu Komputer | 2012 | Universitas Pendidikan Indonesia

Kenapa kita membutuhkan model untuk konseling di sekolah ?


Apa itu model ? Apa itu Konseling ? Fungsi model untuk konseling ?
Kebutuhan konseling untuk anak-anak

Model yang cocok untuk konseling di sekolah


Dapat mencegah, membangun, dan menengahi permasalahan Agar anak dapat menyesuaikan dengan tingkat perkembangannya Guru dapat mengimplementasikan konseling minimal dengan pelatihan Dapat digunakan sebagai pemberi bantuan dalam sesuatu yang tidak ideal. Sesuai dengan strategi bimbingan, individu dan pendidikan sosial dan kemampuannya mendekati pastoral yang mana ditemukan disekolah Mudah dimengerti dan diterima oleh orang tua.

Humanistic framework
Hubungan konseling hanyalah sarana untuk menekan sumber daya pribadi dan mengembangkan potensi manusia. (Thompson and Rudolp) Dari perspektif humanistik orang yang sehat secara psikologis adalah salah satu yang berfungsi penuh dalam proses aktualisasi diri.

Asumsi utama dari perspektif ini adalah bahwa anak-anak pada dasarnya baik dan memiliki kecenderungan bawaan ke arah pertumbuhan dan pemenuhan potensi mereka, yaitu menuju aktualisasi diri. Jika kondisi ini tidak ada maka pertumbuhan mereka terhadap aktualisasi diri akan terhambat, harga diri mereka akan terancam dan mereka cenderung untuk mengembangkan masalah psikologis.

Komponen utama orang sehat secara psikologis (Cole, 1982)


Harga diri yang tinggi, merasa aman, kesadaran diri, rasa memiliki, memiliki tujuan dan perasaan kompetensi pribadi Internal locus of control, yaitu keyakinan bahwa tindakan sendiri lebih berpengaruh daripada kekuatan-kekuatan luar dalam mencapai tujuan seseorang Self-manajemen, mampu merencanakan, mempertimbangkan pilihan dan beradaptasi sesuai dengan situasi yang berbeda Nilai-nilai intrinsik, memiliki keyakinan religius atau spiritual untuk memandu perilaku seseorang Tanggung jawab sosial, merasa perlu untuk berkontribusi pada kehidupan orang lain Kompetensi dalam keterampilan hidup, yang meliputi kecakapan personal dan sosial

Developmental model
Konselor mendengarkan situasi masalah klien mereka dalam hal perkembangan, tugas tahapan perkembangan, dalam hal interaksi dengan pengaturan sosial kehidupan, dan dalam hal kekuatan dan kekurangan. (Egan)

Model ini memiliki gagasan bahwa ada tahap perkembangan di mana anak-anak harus maju jika mereka ingin menjalani kehidupan yang baik sebagai orang dewasa. Perkembangan yang memuaskan melalui tahap tergantung pada pencapaian keberhasilan tugas perkembangan(Havinghurst, 1972) Pemenuhan tugas-tugas perkembangan tergantung pada penguasaan keterampilan hidup yang sesuai untuk setiap tahap dan tugas.

Tujuan keseluruhan dari konseling perkembangan yang memfasilitasi anak-anak aktualisasi diri dengan membantu mereka mengatasi berbagai tugas yang terkait dengan setiap tahap perkembangan. Penyelesaian situasi masalah mendesak adalah tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah untuk membekali anak dengan keterampilan baru sehingga mereka dapat memecahkan masalah mereka sendiri dan dengan demikian hidup mereka lebih efektif.

Psycho-educational approach
Dari perspektif psiko-pendidikan, masalah anak-anak dipandang sebagai kurangnya keterampilan bukan kelainan atau penyakit. Dari perspektif ini, konseling merupakan suatu proses dimana konselor berbagi keahlian mereka dengan anak-anak dengan cara memfasilitasi atau langsung mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan. Dengan cara ini, anak-anak belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi atau mencapai ambisi yang mereka inginkan. Selain itu, anak-anak dapat diajarkan keterampilan lain yang mereka butuhkan untuk hidup mereka lebih efektif.

Three stage counselling model


Model yang diusulkan untuk konseling di sekolah adalah pengembangan model konseling berdasarkan prinsip humanistik, ditetapkan dalam kerangka psiko-pendidikan. Model ini telah dipengaruhi oleh model-model konseling sebelumnya seperti yang diusulkan oleh Egan (1982, 1986) dan Hornby (1990) tetapi telah diadaptasi untuk membuatnya cocok untuk konseling di lingkungan sekolah.

Three stage counselling model for schools


Exploration Tiga Aspek Membangun hubungan terapeutik Menjelajahi keprihatinan Menilai situasi Intervention Contoh Pemecahan masalah Empowering Tiga Aspek Mendukung program aksi

Cognitive Therapy Terapi bermain solusi-fokus terapi menulis terapi

Konsolidasi perubahan
Mengaktifkan aktualisasi diri

Exploration
Ada tiga aspek dari tahap pertama dari model: membangun hubungan terapeutik, kekhawatiran mengeksplorasi, dan menilai situasi masalah.

Membangung hubungan terapeutik


Guru harus terlebih dahulu mengembangkan hubungan yang cukup dengan siswa agar mereka bersedia membuka. Hal ini sering disebut sebagai aliansi terapi yang sebagian besar didasarkan pada kemampuan guru untuk berkomunikasi empati, keaslian dan penghormatan kepada siswa..

Menjelajahi keprihatinan
Keterampilan mendengarkan juga penting untuk memfasilitasi eksplorasi keprihatinan siswa. Dengan mendapatkan siswa untuk berbicara tentang masalah mereka atau ambisi dan mengungkapkan perasaan guru dapat membantu mereka untuk mengklarifikasi keluhan atau keinginan.

Menilai situasi
Membantu siswa untuk mengklarifikasi keprihatinan mereka juga memungkinkan guru untuk mengakses situasi masalah serta tugas perkembangan yang belum terselesaikan dan defisit dalam keterampilan hidup yang telah menyebabkan situasi. Serta mahasiswa mempertimbangkan sebagai guru individual perlu fokus pada interaksi mereka dengan lainnya dan aspek yang lebih luas dari sekolah, keluarga dan masyarakat yang berdampak pada kehidupan mereka. Penilaian ini membantu guru untuk memutuskan jenis intervensi yang paling tepat.

Intervensi
Pada tahap kedua model strategi intervensi berbagai hal digunakan untuk mengajar siswa keterampilan hidup yang mereka butuhkan untuk menangani situasi masalah mereka saat ini atau ambisi. Ada dua aspek dari tahap kedua ini: jenis strategi intervensi yang tersedia, dan metode yang digunakan untuk menerapkannya.

Intervensi
Strategi intervensi berkisar dari penggunaan teknik 'kosong-kursi' untuk membantu siswa mengekspresikan emosi yang belum terselesaikan, melalui restrukturisasi kognitif dalam rangka untuk mengembangkan diripernyataan positif dan membangun rasa percaya diri, dengan penggunaan teknik pemecahan masalah untuk membantu siswa memutuskan mereka terbaik tindakan.

Pelaksanaan metode
Ada empat cara di mana strategi intervensi yang diimplementasikan. Pertama, guru bertindak sebagai model yang menunjukkan keterampilan seperti mendengarkan secara aktif dan keterampilan pernyataan dalam interaksi mereka dengan siswa. Kedua guru bertindak siswa secara langsung membimbing melalui kegiatan atau latihan. Model ini biasanya efektif untuk digunakan sebagai metoode dalam merubah sikap klien, meningkatkan kesadaran diri, pemecahan konflik, maupun sebagai metode untuk mengubah prilaku.

Pelaksanaan metode
Ketiga, guru merealisasikan dari asumsi bahwa masalah-masalah siswa adalah hasil pikiran, sikap, dan kepercayaankepercayaannya yang begatif, tidak realistik. Teknik ini dapat digunakan kepada siswa yang secara konstan merenungkan sesuatu pada masa lalu, saan ini, atau masa depan

Pelaksanaan metode
Keempat, strategi manajemen diri. Strategi ini ini bertujuan untu merubah diri sendiri oleh dirinya sendiri. Dalam strategi ini siswa diarahkan pada usaha-usaha langsung untuk mengubah dirinya sendiri dengan bantuan yang minimal dari guru. Tekniknya melalui mentoring diri, penghargaan diri, dan kontrak dengan diri sendiri.

Empowering
Mendukung program aksi Seorang guru mendukung yang akan dan sedang dilakukan oleh siswa. Apabila siswa sedang dalam proses menyelesaikan masalah, maka guru sebagai konselor hendaknya memberikan dukungan untuk terlaksananya aksi yang dilakukan untuk menuju perubahan dirinya yang lebih baik. Konsolidasi change Guru hendaknya membantu mengarahkan, memberikan bimbingan, dan dukungan terhadap perubahan yang hendak dicapai oleh siswanya. Guru bisa memfasilitasi dan mendorong siswa hingga mencapai perubahan yang diharapkan sesuai dengan tingkat pertumbuhannya.

Mengaktifkan aktualisasi diri Dalam hal ini, guru sebagai konselor hendaknya membantu siswa dalam mengaktualisasikan didi menuju perubahannya

Attitudes, Knowledge and Skills Needed to Implement the Model in Schools


Skills Attitudes Knowledges

Sikap yang harus dimiliki Rasa hormat jangan meremehkan siswa menganggap siswa berkompeten, mampu, dan bertanggung jawab Empati turut merasakan masalah siswa Ketulusan menerima kehadiran siswa dengan tulus membantu masalah siswa dengan tulus

Empati Penerimaan dan Penghargaan Kehangatan dan Perhatian Keterbukaan dan Ketulusan Ekspresi Emosi yang Positif

Communication Listening Discussed Stress management skills Counselling skills

Komunikasi

Non Verbal Verbal


Mendengarkan Posisi badan Kontak mata Keterampilan mengamati klien

listening is the basis of a counselors effectiveness

Diskusi suatu proses yg teratur dengan melibatkan sekelompok orang dalam tatap muka interaksi kooperatif yang optimal dengan tujuan berbagi informasi atau pengalaman, mengambil keputusan atau memecahkan suatu masalah

Mengapa harus diskusi? 1. Kelompok mempunyai buah pikiran yang lebih kaya dibanding dengan yang dimiliki perorangan 2. Anggota sering dimotivasi oleh kehadiran anggota kelompok yang lain 3. Anggota yang pemalu akan bebas mengemukakan pikirannya dalam kelompok yang kecil.

Distress (-)

stress
Eustress (+) 3 cara manjemen stres 1. Menghilangkan sumber stres 2. Memperkuat kekebalan terhadap stres 3. Mengatasi stres secara tepat dan sementara

Pengetahuan yang dibutuhkan guru agar dapat menasihati secara efektif itu luas tetapi sebagian besar sudah dimiliki oleh sebagian besar guru. Pengetahuan itu meliputi : 1. 2. 3. 4. Good knowlegde of the child development (chapter1) Understanding typical emotional and behavioural problem which children experience (chapter1) Understanding of the childrens reaction to loss and trauma, and other sensitive issues (chapter 10 and 11) Good knowledge of the school pastoral care system and of the outside agencies which can also provide guidance and counselling.

5. Know about their students background, particularly those from different cultural groups(discussed in chapter 9). 6. Thorough knowledge of the school's personal and social education curriculum (discussed in chapter 1 and 6). 7. Know about the variety of intervention strategies (discussed in chapter 4). 8. Understanding of the ethical and profesional issues raised by counselling in school such as confidentiality, and supervision. (discussed in chapter 15).

Practical Consideration for Counselling In School


Konselor dan guru perlu menyesuaikan pendekatan dan keterampilan mereka agar dapat secara efektif menasihati anak-anak dan remaja (Thompson and Rudolph, 2000). pertama-tama, tempat yang tepat untuk anak-anak konseling perlu ditemukan.
Idealnya, ruangan yang nyaman, bebas dari gangguan dan dengan tempat duduk yang cocok untuk anak-anak harus digunakan. anak-anak harus diperbolehkan untuk memilih di mana mereka akan duduk. guru kemudian harus duduk sendiri di tingkat mata dengan anak.

Practical Consideration for Counselling In School


Konselor dan guru perlu menyesuaikan pendekatan dan keterampilan mereka agar dapat secara efektif menasihati anak-anak dan remaja (Thompson and Rudolph, 2000). pertama-tama, tempat yang tepat untuk anak-anak konseling perlu ditemukan.
Idealnya, ruangan yang nyaman, bebas dari gangguan dan dengan tempat duduk yang cocok untuk anak-anak harus digunakan. anak-anak harus diperbolehkan untuk memilih di mana mereka akan duduk. guru kemudian harus duduk di level mata dengan anak.

Practical Consideration for Counselling In School


membangun kepercayaan dalam hubungan mungkin memakan waktu lebih lama dengan anakanak daripada orang dewasa sehingga guru perlu bersabar. keterampilan mendengarkan sangat penting juga pertanyaan yang tidak mengancam
pertanyaan seperti tentang usia anak dan anggota keluarga dapat membantu untuk memulai diskusi
meminta anak untuk membantu sering memungkinkan guru dilihat sebagai figur yang tidak otoriter, misalnya tell me how i can help you with this problem"

Practical Consideration for Counselling In School


mempertahankan sikap fasilitatif sangat penting
hindari komunikasi seperti menasihati, menghibur atau bercanda, yang sering tanpa disadari digunakan oleh guru menggunakan pertanyaan tepat sebagai juga penting. pertanyaan terbuka dan pertanyaan klarifikasi dapat berguna tetapi penggunaan terlalu banyak pertanyaan, pertanyaan tertutup, atau 'mengapa' pertanyaan harus dihindar penggunaan pertanyaan dan strategi intervensi lainnya dibahas dalam bab 4.

TAMBAHAN

Model-Model Konsultasi
Model mediasi (mediation model)

Pada model ini guru bertindak sebagai koordinator yang berfungsi membantu menggabungkan berbagai layanan yang disediakan oleh sekolah bagi siswa untuk memecahkan masalahnya. Guru dan siswa bersama-sama melakukan koordinasi layanan yang telah ada yang relevan dengan pemecahan masalah yang dialami mahasiswa, misalnya melakukan referal kepada Unit Layanan Bimbingan Konseling atau Lembaga Psikologi yang tersedia di sekolah lalu mendisain rencana alternatif berbagai layanan yang dibutuhkan siswa.

Model proses konsultasi atau kolaborasi (process consultation or collaboration model) Pada model ini guru bertindak sebagai fasilitator dalam proses penyelesaian masalah. Peran utamanya adalah membuat siswa secara aktif terlibat dalam pencarian solusi dan pemecahan masalah. Guru dan siswa bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah secara jelas dan mendalam, mendisain alternatif solusi yang dapat dilakukan, mengimplementasikan dan mengevaluasi rencana pemecahan masalah yang telah dilakukan.

Dengan model ini, guru berperan dalam membantu siswa memecahkan masalahnya sendiri dan membantu mahasiswa untuk dapat mengembangkan sikap mandiri baik di bidang akademik, personal dan sosial. Guru mengajarkan strategi-strategi pemecahan masalah yang dapat dilakukan sendiri dalam kehidupan kesehariannya. Misalnya mengajarkan relaksasi untuk menenangkannya menghadapi masa ujian.

Tiga Tahap Dalam konseling di Sekolah


Tahap 1: Menjelajahi dan Memfokuskan Mengajukan pertanyaan terbuka dan menunggu balasan Mendengarkan dan mengamati Bekerja dengan bagaimana orang merasa Menyepakati definisi besar bantuan yang Anda berikan Tahap 2: Memahami Mengembangkan Meringkas dan menghubungkan apa yang telah dikatakan Pengujian perasaan Menyarankan tindakan alternatif Menantang dan Menghadapi (ini mungkin harus dilakukan dengan Kejujuran)

Tiga Tahan Dalam konseling di Sekolah


Tahap 3: Bertindak untuk Perubahan Membantu dan mendukung orang untuk melakukan hal yang berbeda Pengambilan keputusan dan Pemecahan masalah Tujuan pengaturan Mengevaluasi Kemajuan

PROSES KONSULTASI
Proses konsultasi dilakukan dalam beberapa langkah dan berurutan untuk memastikan tidak ada yang terlupa dan pengalaman konsultasi bermanfaat untuk semua yang terlibat. Proses konsultasi disajikan dalam tujuh langkah : 1. Diawali dengan kontak ( hubungan) dan persetujuan. 2. Menegaskan hubungan dan mengumpulakan data. 3. Diagnosis dan pengembangan tujuan/sasaran-sasaran 4. Membangkitkan dan seleksi strategi intervensi 5. Implementasi pertemuan dalam rangka membentuk tentang hal yang terjadi dalam konsultasi 6. Memberikan dukungan dan evaluasi terhadap usaha penanggulangan 7. Pengakhiran dan tindak lanjut

PROSES KONSULTASI
Proses konsultasi dimulai apabila konsultan diminta konsulti untuk membantu memecahkan masalah, yaitu : Langkah (1) Konselor membuat penilaian awal permasalahan dan menetapkan, jika konselor memiliki kemampuan, hasrat, waktu dan kecakapan peran untuk terlibat dalam penaggulangan masalah. Konselor juga membuat evaluasi awal keampuan konsulti untuk memudahkan perubahan dan mencapai persetujuan awal mengenai peran yang diharapkan dan dasar hubungan konsultasi. Jika persoalan ini tidak memuaskan konselor, konsultasi tidak akan diteruskan dan alih tangan adalah alternative yang terbaik dan dapat diterima.

PROSES KONSULTASI
Langkah (2) Konselor mengumpulkan data dari konsulti dengan memperhatikan masalah dasar dan parameter untuk ditanggulangi. Kemudian megumpulkan data dan informasi lain dari sumbersumber yang relevan (guru, saudara kandung, orang tua, sahabat, dan lain-lain), untuk mengembangkan diagnosa ditetapkan masalah dan tujuan secara baik. Dengan penetapan masalah yang jelas data yang dikumpulkan relevan, konsultan dan konsulti mengembangkan penetapan tujuan peilaku khusus. Tujuan digunakan untuk membantu menetukan perubahan hasrat khusus serta membuat keiteria evaluasi. Tujuan yang lengkap termasuk siapa yang akan mengerjakaan apa, kapan,dalam keadaan bagaimana, sebagai evaluasi apa kreterianya. Jadi, kreteria evaluasi mnentukan dan prosedur ditetapkan pada langkah ini.

PROSES KONSULTASI
Langkah (3) Konsultan dan konsulti menghasilkan daftar yang memungkinkan buntuk strategi intervensi,menaksir kegunaan relative tentang keterangan siapa akan melakukan intervensi dan memilih rencana yang akan dilaksanakan. Sebagai rencana konsulti dan konsultan saling membantu berdasarkan model serta rencana persetujuan. Evaluasi akan selalu menjadi proses bersama bila memungkinkan. Garis pedoman untuk pengakhiran, perlengkapan selama langkah awal,lebih sering ditentukan oleh susunan waktu atau pencapaian hasil tujuan sebagai pendekatan akhir konsultan mempersiapkan konsulti untuk memindahkan pertanggung jawaban atau memlihara, mengubah konsulti jadi penurunan keterlibatan aktif konsultan. Konsultan harus menindaklanjuti kemajuan konsulti untuk evaluasi perubahan jangka panjang dan prestasi umum tujuan konsultasi.

PROSEDUR UMUM LAYANAN BIMBINGAN KONSELING


Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu: (A) Identifikasi kasus; (B) Identifikasi masalah; (C) Diagnosis; (D) Prognosis; (E) Treatment; (F) Evaluasi dan Tindak Lanjut.

A. Identifikasi kasus Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :

Call them approach : melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling. Maintain good relationship : menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasisituasi informal lainnya.

Developing a desire for counseling : menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.

B. Identifikasi Masalah Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial material; (2) struktural fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality. Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (hubungan muda-mudi); (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.

C. Diagnosis Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun output belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

D. Prognosis Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya. Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta bekerja sama guna membantu menangani kasus kasus yang dihadapi.

Treatment Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Evaluasi dan Follow Up Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.

Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu: Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas; Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yang terbagi ke dalam kriteria yaitu kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria jangka panjang. Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila: Peserta didik (klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi. Peserta didik (klien) telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi. Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).

Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release). Peserta didik (klien) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami dan menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif. Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional. Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila: Peserta didik (klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya. Peserta didik (klien) telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan. Peserta didik (klien) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif.

(other source)

1.

Turut merasakan masalah siswa

2. Melihat masalah dari sudut pandang siswa 3. Menunjukan kebersamaan dengan siswa 4. Membantu memahami masalah dengan tulus

(other source)

1.
2.

Siswa diterima secara bermartabat

Guru melihat siswa sebagai manusia yang berguna 3. Menerima kehadiran siswa dengan tulus

4.

Tidak menganggap remeh terhadap siswa

(other source)

1. Memperlakukan siswa secara bersahabat


2. Menunjukkan kepedulian terhadap siswa 3. Memfokuskan pikiran pada masalah siswa

4. Membantu pengungkapan masalah

(other source)

1.

Memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengemukakan pikiran, perasaan, dan masalahnya

2. 3.

Berupaya untuk saling percaya dengan siswa Menanggapi hal yang positif dan negatif pada diri siswa secara konstruktif

(other source)

1.
2. 3.

Menggembirakan, memfasilitasi siswa


Dengan mudah dapat dipahami siswa Memusatkan hubungan pada pembicaraan, perasaan, pikiran

dan pengalaman siswa


4. Memberi kemudahan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya

Referensi
http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/Tri%20Anj ar.pdf http://afhny.wordpress.com/peran-guru-dalambimbingan-konseling/ http://muhammadananggadipa.wordpress.com/2 012/01/13/komunikasi-terapeutik-pada-anakusia-sekolah/ http://massofa.wordpress.com/2008/10/30/lang kah-langkah-dalam-memberikan-bimbingankonseling-di-sekolah/

You might also like