You are on page 1of 69

Rabu, 02 Mei 2012

Cerpen Jepang

Pertemuan

TAK ada yang kebetulan di dunia. Setiap kejadian sesungguhnya telah direncanakan. Itu yang selalu kuyakini. Maka ketika memasuki Solaria dan memilih salah satu meja di dekat jendela, duduk di kursi sebelah kiri yang membuat kami persis berhadapan, tanpa penghalang, aku sesungguhnya tak begitu terkejut. Dia datang lebih dulu ke kafe ini. Lima atau sepuluh menit yang lalu. Seorang pelayan perempuan baru saja menghidangkan apa yang dipesannya. Aku terus menatapnya. Dia sama sekali tak menatapku. Barangkali lidahnya sedang terlalu sibuk mencecapi makanan itu. Barangkali dia berpura-pura tak menyadari kedatanganku ke kafe ini. Barangkali dia tak ingin melihatku. Entah kenapa.

Namanya Sayaka. Aku bertemu dengannya pertama kali di sebuah bis menuju Kochi University, kampus tempat aku melanjutkan studi saat itu. Dia ternyata juga mahasiswa di kampus tersebut. Kami duduk di dua kursi berdekatan dan nyaris tak saling sapa kecuali ucapan konnichiwa yang sudah terlalu sering kuucapkan dan kudengar selama beberapa hari di sana. Dia seringkali melihat keluar, mengamati apa yang terjadi di balik jendela. Aku kadang menoleh untuk beberapa lama mengamatinya, dan cepat-cepat mengarahkan mata ke kursi-kursi di arah jam dua ketika dia balik menoleh. Seperti perempuan-perempuan Jepang pada umumnya, dia memiliki mata dengan ujungujung yang meruncing, menyipit. Kulitnya putih. Nyaris pucat. Tapi seperti ada warna merah yang segar di balik warna putih itu. Dari tubuhnya tercium bau parfum yang bagiku asing, tapi sangat menenangkan. Aku bahkan tanpa sadar beberapa kali memejamkan mata saat menghirup bau itu dalam-dalam. Entahlah saat itu dia menyadari apa yang kulakukan atau tidak.

Ketika bis berhenti dan aku berdiri, perempuan itu juga berdiri. Aku belum menyimpulkan apa-apa. Bisa jadi tempat perhentian kami sama namun tujuan kami berbeda, pikirku. Tapi rupanya kami berjalan ke arah yang sama, menuju tempat yang juga sama. Ia beberapa langkah di depanku. Aku di belakangnya seolah-olah menguntitnya. Bau parfum yang tak kutahu namanya itu masih sesekali tercium.

Beberapa kali setelah itu kami bertemu tanpa kesengajaan. Di lorong menuju toilet, di konbini dekat apartemen, di trotoar yang lebar, di sebuah taman. Tak ada ucapan yang keluar dari mulutku selain konnichiwa yang tampaknya lebih merupakan refleks atau kebiasaan. Dia paling-paling hanya tersenyum dan sedikit mengangguk. Baru di pertemuan kami yang ke-11 aku menanyakan namanya, tentunya setelah mengenalkan diri lebih dulu.

Sayaka rupanya seorang periang dan suka bicara. Oshaberi. Pada pertemuan-pertemuan kami selanjutnyayang lebih sering disengajadia sudah menceritakan separuh kisah hidupnya. Ueda, mantan pacarnya, memutuskannya tepat di hari ulang tahunnya. Beberapa hari kemudian lelaki itu ditemukan tewas dalam sebuah kecelakaan. Tabrakan. Mobil dengan mobil. Ibunya meninggalkan rumah tiga hari sebelum Natal. Ayahnya selalu tiba di rumah lewat jam sembilan dan sering langsung tidur setelah ofuro. Jatah makan malam yang sengaja ia sediakan ia berikan kepada Kaya, kucing hitam kesayangannya. Ia punya dua saudara kandung. Satu adik satu kakak. Dua-duanya laki-laki. Sejak Ibunya pergi penghuni rumahnya hanya tiga orang. Kakaknya tak pernah kembali setelah bertengkar hebat dengan ayahnya tentang masa depannya. Ayahnya ingin anak-anak lelakinya jadi pebisnis. Kakaknya lebih suka jadi jurnalis.

Jitsu wa atashi mo dokoka ni ikitai naa... Tooi tokoro.. Ia sesungguhnya ingin pergi ke suatu tempat. Tempat yang jauh. Uchi ni wa modoranai.. Dan tak kembali lagi ke rumah. Saat itu ia sedang berada di kamar apartemenku. Aku memintanya membantuku menghapal kanji. Kami sedang sama-sama mengguntingi kertas karton menjadi seukuran KTP ketika ia mengatakannya. Kenapa? tanyaku. Mou tsukareta yo.. atashi, jawabnya. Ia sudah lelah. Ia bilang padaku seharusnya saat ini ia sedang tertawa-tawa mendengar lelucon temannya di salah satu kafe di Tokyo, mengobrol ini-itu, bernyanyi berjam-jam di sebuah klub karoke, terkagum-kagum menyaksikan atraksi para skateboarder di salah satu trotoar menjelang tengah malam. Ii yo ne.. sono seikatsu.. Aku ingin mengatakan sesuatu, semacam penyemangat, tapi gagal menyusun kata-kata. Selesai mengguntingi kertas karton itu ia langsung menuliskan rangkaian huruf kanji di satu sisi dan artinya dalam hiragana di sisi satunya lagi. Tiap-tiap potongan karton seperti itu. Kore.. seikatsu to yomunda.. katanya menunjukkan salah satu potongan karton. Ada dua huruf kanji berdempetan yang bentuknya mirip. Saat ia membalik potongan karton itu, ada huruf hiragana yang bagiku familiar. Seikatsu. Kehidupan. Life.

Setahun sebelumnya Sayaka memang berada di Tokyo. Setidaknya itu yang ia ceritakan padaku. Ia mahasiswa sebuah universitas besar di kota itu, tinggal di sebuah apartemen dengan biaya sewa mencapai 40.000 Yen per bulan, baito di sebuah famii resutoran hingga larut malam. Ia sedang menikmati masa-masa mobile-nya sebagai mahasiswa dan anak muda Jepang ketika Yuuji, adiknya, meneleponnya, memintanya pulang. Ia tak punya firasat kalau kepulangannya ke Kochi saat itu tidak diikuti keberangkatan kembali ke Tokyo. Situasi di rumah sangat tidak kondusif. Ayah dan Ibunya bertengkar setiap malam. Ibunya mulai memberontak setelah bertahun-tahun hanya mengalah dan menuruti apa kata suami. Ia tak mau lagi dipukuli. Ia tak mau lagi dijadikan pelampiasan setiap kali si

suami dikesalkan urusan kantor. Ia mengancam akan pergi ke rumah orangtuanya. Dan itu ternyata terjadi. Tiga hari sebelum Natal. Setahun yang lalu.

Kadang aku heran, bagaimana Sayaka bisa begitu terbuka menceritakan kisah hidupnya padaku. Kukira orang Jepang itu tertutup terhadap orang asing. Tapi manusia rupanya sama saja. Meski memang sedikit-banyak dipengaruhi kultur dan kebiasaan setempat, pada dasarnya manusia tetap manusia. Mereka butuh seseorang untuk menampung apa yang berkecamuk di kepalanya, di hatinya. Dalam kasus Sayaka ini, kebutuhan itu diperkuat dengan kondisi kejiwaannya yang sedang labil. Di hari aku resmi berkenalan dengannya, di hari itu juga ia mendengar kabar kematian Ueda.

MAKANAN yang kupesan baru saja tiba. Makanan di mejanya tinggal separuh. Tapi nafsu makannya sepertinya sudah habis. Sesuatu pasti mengganggunya selama beberapa menit ini. Aku tahu itu. Aku bisa memastikannya. Sayaka biasanya akan menghabiskan makanan di hadapannya betapapun makanan itu tidak cocok bagi lidahnya. Ia orang yang sangat menghargai apa yang dihidangkan padanya. Para koki pasti memberinya penghargaan sebagai pelanggan terbaik seandainya mereka tahu hal itu, dan seandainya penghargaan semacam itu ada. Hanya beberapa kali aku melihat Sayaka tak menghabiskan makanan di hadapannya, yaitu saat mood-nya tiba-tiba buruk. Kadang ia mengartikannya sebagai firasat, tanda akan terjadi sesuatu. Kadang murni karena tingkah laku seseorang di sekitarnya. Kali ini entah yang mana. Ia berdiri, menutup rasleting jaketnya, berjalan menuju pintu. Aku masih duduk.

Kutatap makanan di hadapanku. Baru saja aku membayarnya. Kini aku harus memakannya. Tapi aku pun seperti kehilangan nafsu makan. Tertular? Mungkin. Kucoba mengunyah sendok pertama. Pelan. Sendok kedua. Agak cepat. Sendok ketiga. Cepat. Sendok keempat. Begitu cepat. Sencok kelima. Terlalu cepat. Akhirnya kuputuskan berdiri dan berjalan menuju pintu. Kutinggalkan begitu saja makanan itu. Baru seperempatnya kumakan.

Kucari-cari sosok Sayaka di antara orang-orang yang berlalu-lalang. Kursi-kursi kayu berwarna coklat diduduki beberapa orang. Meja-meja kosong di beberapa kafe. Sebuah taman kecil di sebuah lingkaran di depan XXI tampak ramai dipenuhi obrolan. Para petugas keamanan berjaga di pintu masuk ke bioskop. Wajah-wajah bermunculan dari eskalator. Tak ada Sayaka. Aku tak menemukannya. Tiba-tiba aku bingung, antara mencari perempuan itu atau kembali ke Solaria, menghabiskan makanan. Kulihat jam di tangan. Sebentar lagi maghrib.

Jika ada yang bertanya padaku mengapa aku melupakan perempuan itu, aku mungkin akan kebingungan mencari jawabannya. Sesungguhnya, sejauh yang kuingat, di antara aku dan perempuan itu hampir tak ada konflik. Bahkan, bisa dikatakan, hubungan kami datar. Dua-tiga kali

seminggu Sayaka main ke apartemenku. Biasanya ia menelepon dulu. Baru setelah kukatakan bahwa penghuni kamar yang lain sedang di luar, ia berkata akan datang. Selain aku, kamar apartemenku saat itu dihuni seorang lagi. Seseorang dari Malaysia. Mahasiswa internasional juga, seperti aku.

Sayaka sepertinya tak suka dengan teman Malaysiaku itu. Mungkin karena tidak seperti aku yang lumayan memahami nihongo, orang itu nyaris buta tentang bahasa tersebut. Selama di sana, aku tak pernah melihatnya secara serius mempelajari nihongo. Mungkin ia sudah merasa cukup dengan bisa berbahasa Inggris. Padahal, dia sedang berada di Jepang. Dan di Jepang, Bahasa Inggris kurang familiar.

Suatu sore Sayaka tiba-tiba meneleponku. Ia ingin bertemu. Ada apa? tanyaku. Ii kara kite yo.. Pokoknya aku harus datang. Baiklah. Ia tampak bersemangat. Waktu itu musim dingin. Aku keluar sekitar jam lima dengan mengenakan mantel, syal, dan sarung tangan. Dia menungguku di taman.

Osoi yo.. Aku lama sekali, katanya. Aku meminta maaf dan langsung menanyakan apa yang membuatnya tampak bersemangat. Dia tersenyum. Gigi putihnya yang tak rapi itu tampak. Kore mite.. Dia menunjukkan sesuatu: selembar takarakuji. Semacam kupon berhadiah. Selembar takarakuji dihargai 300 Yen. Murah. Dan hadiah bagi pemenang cukup luar biasa: ratusan ribu Yen. Entah satu berbanding berapa peluang seseorang membeli selembar takarakuji seharga 300 Yen lalu memenangkan uang ratusan ribu Yen. Yang pasti kecil sekali. Jika menang tentunya lebih karena beruntung. Dan Sayaka, sore itu, mengatakan padaku bahwa dia memenangkan ratusan ribu Yen itu. Serius? tanyaku. Dia mengangguk. Senyum di wajahnya tak hilang-hilang, seperti ada benang-benang yang menarik pipinya kiri-kanan. Dia loncat-loncat kegirangan, seperti anak kecil. Aku hanya tersenyum. Sore itu aku menemaninya ke tempat dia membeli takarakuji itu. Ratusan ribu Yen. Lumayan juga. Dengan uang itu dia bisa mengajakku jalan-jalan keliling Jepang, pikirku.

Tapi sayang, si penjual takarakuji, seorang oba-san gemuk berkacamata, mengatakan pada Sayaka bahwa nomor di takarakuji itu tidak tembus. Sayaka protes. Dia mulai terus bicara dengan cepat nyaris tanpa jeda. Dikeluarkannya selembar potongan koran dari saku mantelnya. Dia tunjukkan pada si oba-san. Si oba-san mengamatinya sejenak lalu tersenyum. Dia lalu menjelaskan kepada Sayaka bahwa pengumuman pemenang takarakuji di potongan koran itu untuk jenis yang lain, bukan jenis yang ia bawa sore itu. Uso.. kata Sayaka, seakan tak percaya. Dia memeriksa potongan koran itu, memeriksa takarakuji itu, dan ternyata benar. Dia salah. Dia tak jadi memenangkan ratusan ribu Yen. Dengan langkah lemah dia meninggalkan tempat penjualan takarakuji itu. Aku di sampingnya hanya tersenyum. Sudahlah, tak perlu sampai sesedih itu, kataku. Tapi ia malah menangis. Air matanya menetes dan jatuh ke sepatunya. Rupanya, jika uang ratusan ribu Yen itu dia dapatkan, akan dia gunakan untuk pergi ke suatu tempat yang jauh dan bertahan hidup di sana. Dia mengaku sudah lelah menjadi seorang istri sekaligus kakak bagi ayah dan adiknya. Dia ingin pergi meninggalkan mereka.

Tangis Sayaka berubah hebat. Merasa prihatin, aku merangkulnya. Awalnya ia balas merangkulku. Setelah beberapa saat, ia tiba-tiba memisahkan tubuhku dari tubuhnya. Tangisnya mendadak terhenti. Atashi wa anta no kanojo ja nai.. katanya, kecut. Ah, memang. Ia memang bukan pacarku. Kami tak pernah sekalipun membahas perasaan kami masing-masing. Barangkali saat itu aku terbawa suasana. Maaf, kataku. Ia diam, memandangku. Aku diam, memandangnya. Di belakang kami orang-orang lewat. Suara klakson terdengar. Deru mesin. Seorang tukang sayur berseru memanggil-manggil pelanggan, menawarkan sayurannya. Ia masih diam, memandangku. Aku masih diam, memandangnya. Tiba-tiba saja ia menciumku, tepat di bibirku. Aku sempat beberapa detik memejamkan mata. Setelah itu, tanpa tersenyum, tanpa kata-kata, ia pergi setengah berlari. Aku masih diam. Bingung.

Pernah aku bertamu ke rumahnya suatu malam. Ayahnya belum pulang saat itu. Yuuji adiknya sedang mengerjakan shukudai di kamarnya. Adiknya itu ternyata rajin. Sayaka menawariku untuk mandi. Awalnya aku enggan, tapi tawaran itu berkembang jadi paksaan. Ia menyeretku ke kamar mandi seperti menyeret kucing kesayangannya, Kaya. Kucing hitam itu kulihat sedang makan di dapur.

Berendam di air hangat, ofuro hairu koto, memang sangat membantu untuk melepaskan kotorankotoran di tubuh yang seharian melekat, juga kotoran-kotoran di dalam kepala yang seharian mengendap. Suhu air cukup tinggi untuk manusia tropis sepertiku. Agak panas. Tapi efeknya terasa. Nyaman. Rileks. Keluar dari ofuro aku seperti prajurit yang tiba di negeri tanah airnya setelah berperang di negeri yang jauh. Sayaka sedang menyiapkan makan malam. Ato sukoshi dakara ne..Chotto matte.. Baiklah. Aku pasti menunggu sampai ia selesai menyiapkan makan malam.

Malam itu, saat aku pamit pulang, ayahnya tiba. Dari mulutnya tercium bau sake yang kuat. Sebisa mungkin aku menahan diri agar tidak menunjukkan ekspresi yang mengganggu. Aku memberinya salam, tapi ia tak membalas. Begitu saja lelaki beruban itu melewatiku seperti melewati tiang. Sayaka ngomel-ngomel memarahinya. Itu adalah kunjungan pertama dan terakhirku ke rumahnya. Memasuki musim semi aku pulang ke Indonesia. Masa studiku yang memang hanya setahun sudah usai. Sayaka tak mengantarku ke bandara karena suatu urusan. Sejak saat itu aku tak pernah bertemu dengannya lagi.

AKU sudah turun hingga lantai satu, tapi belum juga menemukan sosoknya. Jaket warna kuning, jeans warna hitam, sepatu putih, rambut hitam lurus sebahu. Aku mencoba lebih teliti mengamati orang-orang di sekitarku. Kadang dari jauh ada seseorang yang mirip, tapi ketika kudekati kemiripan itu hilang. Aku berkeliling di lantai satu, melewati kafe demi kafe, memasuki Gramedia, menghampiri

mesin ATM, menunggu di depan toilet, keluar-masuk lift, naik-turun eskalator. Tapi sosok Sayaka tak juga kutemukan. Kemana anak itu? Dia tak mungkin begitu cepat menghilang dalam beberapa saat, gumamku. Di lantai dua, di sebuah bangku kayu berwarna coklat, di samping seorang perempuan yang sedang memakan eskrim, aku duduk. Tiba-tiba aku seperti diserang sakit kepala yang hebat. Aku coba mengingat-ingat apa yang terjadi di antara aku dan Sayaka, dalam beberapa bulan terakhir.

Setelah kembali ke Indonesia, aku dan Sayaka masih berhubungan, lewat e-mail. Setiap kali ada hal yang bisa kuceritakan, kuceritakan padanya. Beberapa teman seangkatanku menikah, adikku yang perempuan meninggal karena hemofili, aku diwisuda, ayahku meninggal karena serangan jantung, aku diterima kerja di sebuah bank sebagai costumer service, kakakku menikah, ibuku mulai cerewet menanyakan calon istriku, aku kecapean, ibuku menangis karena aku membentaknya, perempuan demi perempuan dikenalkan padaku, beberapa kerabat minta dijemput di bandara, ibuku menangis lagi, aku menolak dijodohkan, ibuku menangis lagi, menangis lagi, menangis lagi.

Beberapa minggu lagi Natal. Aku jadi teringat malam Natal yang kurayakan bersama Sayaka, berdua saja. Kami di pantai, duduk di tepian. Ombak bergemuruh. Pasir yang masih hangat. Kami berkejaran seperti dua ekor kepiting. Yang satu ingin mencapit, yang satu ingin menghindar. Bulan yang hampir penuh membuat malam tak begitu gelap. Sayaka ingin berenang. Ia mengajakku. Aku menggeleng. Berenang di laut malam hari bukan ide bagus, kataku. Tapi ia tetap melakukannya. Aku hanya menyaksikan. Entah kenapa, aku sama sekali tak tergerak untuk mengikutinya. Aku menunggu. Menunggu. Menunggu. Ia tak juga kembali. Ia... tak juga kembali.

Nggak apa-apa, Bang? tanya perempuan yang duduk di sampingku. Eskrim di tangannya hampir habis. Abang nggak apa-apa? Barusan Abang kayak kesakitan gitu. Abang menyeracau, katanya. Aku menatapnya. Lama. Ia menatapku. Tiba-tiba dari matanya aku seperti memahami semua ini. Sayaka tak mengantarku ke bandara hari itu, sebab beberapa hari sebelumnya ia mati. Bunuh diri dengan mengiris nadi. Di kamarnya. Pesan terakhirnya yang sampai ke ponselku masih kuingat: ima made arigatou.. Kenapa ia sampai bunuh diri? Ah ya.. aku ingat. Ayahnya kembali memperkosanya. Adiknya tak lagi peduli padanya. Abang nggak apa-apa? tanya perempuan itu lagi. (*)

My Destiny (Part 1)
Oka-san (ibu), Oto-san (ayah) Aku berangkat, ya! kataku seraya menyalimi tangan Oka-san dan Oto-san bergantian. Hati-hati, Otoha. Jangan tersesat, ya! Kamu kan belum terlalu hafal jalan disini, kata Okasan menasihatiku. Ya, memang betul. Aku baru beberapa minggu lalu ke Indonesia. Asalku dari Jepang. Dulu, waktu SD aku sekolah di Jepang. Setelah kelulusan SD, aku pindah ke Indonesia bersama keluargaku. Kami ke Indonesia karena pekerjaan Oto-sanku. Namaku Otoha yamada, kelas 1 SMP. Dan masuk kelas 7-1. *** Sekolah Pagi, Melan! sapaku pada Melan, teman baik dan sebangkuku. Melan anak pintar dan baik. Rambutnya panjang terurus dan selalu dijepit. Pagi juga, Otoha! Kau sudah mengerjakan PR Matematika? tanyanya. Sudah, dong! Kamu? tanyaku balik. Tentu saja, sudah! jawabnya. Iya, tentu saja, kamu kan jago MTK, pujiku. Dia hanya tersenyum. Tet.. tet tet Huuft Bel saatnya masuk, Otoha, ajak Melan sambil menjulurkan tangannya padaku. Oke, jawabku dan menerima uluran tangannya. Kamipun pergi keluar kelas untuk baris. *** Masuk kelas Selamat pagi, sapa Bu Selvia memasuki kelas. Bu Selvia adalah wali kelasku, 7-1! Selamat pagi juga, Bu! jawab semua anak dikelasku serempak. Hari ini kita kedatangan murid baru, kata Bu Selvia. Lalu seorang anak perempuan berkuncit dua memasuki kelas.

Silakan memperkenalkan diri, kata bu Selvia. Anak baru itu maju kedepan. Nama saya Imm Joong Hee. Saya dari Seoul, Korea Selatan, jelasnya. Waah Negara Korea selatan kan dekat dengan Jepang, negaraku dulu! Imm, kamu duduk di bangku keempat yang ujung itu, ya, kata Bu Selvia ramah. Imm mengangguk. Tau, gak? Bangku yang ditunjuk Bu Selvia adalah bangku yang berada di belakang bangkuku! Jadi, aku bisa berbicara dengannya! Hai! Namaku Otoha Yamada! Aku berasal dari Jepang. diSD dulu aku di Jepang, setelah SMP aku ke Indonesia! sapaku padanya dengan ramah. Senang berkenalan denganmu, Otoha! jawabnya ramah. Wah Kamu hebat langsung bisa mengerti bahasa Indonesia dengan cepat! pujiku padanya. Aku di Korea les tentang bahasa-bahasa didunia termasuk bahasa Indonesia, jawabnya. Waaah Hebat! puji Melan. Imm tersenyum. Terima kasih jawabnya. Hei! Istirahat kita bertiga bareng, yuk, ajak Melan. Tanpa ia sadari dibelakangnya Bu Selvia memperhatikannya. Kebetulan saat itu Melan melihatku ketawa. Ada apa, sih? Melan berbalik, dilihatnya Bu Selvia didepannya! Eh Melan terlihat kebingungan dan salting. Untunglah, Bu Selvia langsung berbalik tak memperdulikan si Melan. Fyuuuh Melan bernafas lega. Lalu dia melotot padaku. Kamu ini! Kalau kayak tadi kasih tau aku, dong! katanya marah setengah berbisik padaku. Iya, iya kataku masih saja tertawa. Dia berbalik menghadap papan tulis sambil memasang wajah kesal. Sepertinya dia ngambek sama aku Hihihi *** Tet tet tet

HORE! teriak anak-anak kegirangan karena sekarang waktunya istirahat! Aku, Melan dan tentunya, Imm, keluar kelas. Imm, Otoha! Kita kekantin, yuk? ajak Melan pada kami berdua. Ya, ayo! jawabku. aku menggemgam tangan Imm untuk mengajaknya kekantin. Kamipun kekantin bersama-sama. Imm, ini kantin sekolah kami! kata Melan memperkenalkan kantin sekolah kami pada Imm. Imm hanya tersenyum. Apakah disini ada teokbokki (kue beras khas Korea)? tanya Imm. Teokbokki? tanyaku dan Melan heran. Eh Itu jajanan khas Korea. Aku dulu sering membelinya di Korea, jawab Imm. Oh, begitu! Di Jepang juga ada, namanya Taiyaki (kue bentuk ikan khas Jepang)! Enak banget kue itu, isinya coklat, kacang hijau dan lain-lain. Aku suka kue itu! kataku. Aku sih, sukanya onde-onde, makanan khas Indonesia itu! kata Melan. Ternyata dari Negara yang berbeda-beda, makanan kesukaannya juga berbeda ya! kataku. Iya, Otoha. Kamu betul, jawab Imm. Kita pesan makanan dulu, yuk! ajak Melan pada aku dan Imm. Oke! sahutku dan Imm serempak. *** Rumahku, setelah pulang sekolah Tadaima (aku pulang)! kataku sambil memasuki rumah. Otoha! Kamu sudah pulang rupannya, kata Oka-san. Oka-san, disekolah aku ada teman baru, loh! kataku mengabari Oka-san.

Oh ya? Dia dari mana? tanya Oka-san penasaran. Dia dari Korea Selatan, Oka-san! Namanya Imm Joong Hee! seruku. Oh, lalu, kamu mau jadi temannya? tanya Oka-san. Iya, dong Oka-san, jawabku. Baguslah, kata Oka-san, Oka-san kembali kedapur, sementara aku kekamarku untuk berganti baju dan meletakkan tas. Huuft aku menghela nafas, tak ada kerjaan dirumah. Paing-paling cuma nonton TV. Kulirik jam, sudah jam 5 sore. Otoha, kamu mau makan taiyaki, tidak? Tadi Oto-san membawa taiyaki, kata Oka-san tibatiba. Benar, Oka-san? Aku mau, dong! jawabku. Ayo, kita kedapur! ajak Oka-san. Asyik! kataku girang. Aku mengikuti Oka-san kedapur rumahku. Didapur, aku melihat Oto-san. Ia memegang satu dus besar berisi kue taiyaki! Otaha, kita dapat paket satu dus taiyaki dari Oba-san (nenek) di Jepang, dia yang membuat, loh! kata Oto-san. Dari Oba-san?! Oba-san baik sekali! tanpa basa-basi, aku membuka dus itu. Isinya kue taiyaki yang kusuka! Aku langsung saja mengambil sebuah kue taiyaki, alu memakannya. Enak! seruku. Iyalah. Kan buatannya Oba-san, jawab Oto-san. Enak sekali. Aku suka rasa coklat. Oto-san, Oka-san, bolehkah aku membawanya kesekolah besok? pintaku. Ya, jawab Oto-san singkat. Aku membawa taiyaki dari Oba-san kemarin dalam kotak bekalku. Aku akan membagikannya pada Imm agar ia tahu makanan khas Jepang. Melan juga dibagi, kok.

*** Pagi, Melan! sapaku pada Melan yang sedang memaca buku. Pagi juga, Otoha. Apa sih yang kamu bawa? tanyanya saat melihatku membawa kotak bekal berisi taiyaki. Taiyaki! jawabku cepat. Taiyaki? Oh, makanan khas jepang yang kamu ceritakan kemarin, ya? tanya Melan. Iya, jawabku. Pagi tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku. Imm! seruku bersamaan dengan Melan. Pagi Melan, Otoha. Ngomong-ngomong, apa yang kamu bawa, Otoha? tanya Imm penasaran. Ini taiyaki, Imm! makanan khas Jepang yang kuceritakan kemarin, jawabku. Oh! Taiyaki? Bolehkah aku meminta satu buah? pinta Imm. Aku mengangguk dan membuka kotak bekalku. Ia langsung mengambil sebuah kue taiyaki. Aku juga, dong Boleh, gak? pinta Melan. Aku mengangguk. Dia mengambil sebuah. Makanlah! Dalamnya isi coklat, kataku. Aku juga langsung mengambil sebuah dan memakannya. Wah Aku sangat suka coklat, kata Melan dan ia langsung menghabisakannya. Aku juga, kata Imm. Oba-san yang membuatnya. Eh, Oba-san itu nenek. Itu bahasa Jepangnya, kataku. Oh, begitu, Imm melanjutkan makannya. Kamipun makan bersama. Aku melihat Imm memakan taiyaki dengan lahap. Dia sudah mengambil 3 buah taiyaki. Sementara Melan baru 2 buah. Enak sekali, kata Imm kagum.

Itu bikinan Oba-sanku. Enakkan? kataku senang. Sangat, Otoha! jawab Imm. Aku juga, sangat enak taiyaki buatan Oba-sanmu, puji Melan. Kalau begitu, kalian boleh ambil 1 lagi, kataku, mereka tersenyum senang. Terima kasih, Otoha! kata mereka senang. *** Tet tet tet Bel masuk kelas berbunyi menandakan anak-anak harus segera kekelas masing-masing untuk belajar. Selamat pagi, Bu Selvia memasuki kelas. Selamat pagi, Bu! jawab kami serempak. Anak-anak, hari ini kita akan mengadakan lomba, kata Bu Selvia. Lomba apa, bu? tanya anak-anak penasaran. Yah, macam-macam, lah jawab Bu Selvia singkat, Ada lomba menyanyi, baca dan tulis puisi, cerdas cermat, mewarnai, seni budaya, menari bla bla bla jelas Bu Selvia panjang lebar. Bu, saya ikut lomba baca dan tulis puisi! , Bu saya ikut lomba mewarnai! , Bu saya ikut lomba menyanyi! kata beberapa anak. Begini anak-anak, kalau mau mendaftar, kalian ngomong saja sama Syifa, kata Bu Selvia. Syifa itu ketua kelas dikelasku. Dengan serentak anak-anak segera berlari menuju ke Syifa untuk mendaftar. Kamu ingin ikut lomba apa, Otoha? tanya Melan setelah menepuk pundakku. Hm Aku tak tahu. Tapi Sepertinya aku ingin mengikuti lomba cerdas cermat, jawabku agak ragu.

Kalau gitu, aku ingin ikut lomba cerdas cermat juga, deh, jawab Melan. Ngomong-ngomong mana si Imm? tanyaku. Dia lagi mendaftar, jawab Melan. Memang dia mau ikut lamba apa? tanyaku. Katanya sih lomba cerdas cermat, jawab melan. Wah, sama, dong! Kita daftar juga, yuk, ajakku. Oke! jawab Melan cepat. *** Wah Kamu mau mengikuti lomba cerdas cermat, ya Imm? tanyaku pada Imm. Iya. Aku di Korea juga sangat suka lomba ini. Jadi, aku mengikuti lomba ini! jawab Imm. Kalau aku sih juga ikut lomba cerdas cermat juga. Kalau Melan sih ikut lomba sama juga, kata Melan. Benar nih, Otoha, Melan kalau kalian ikut lomba cedas cermat? Imm memastikan. Iya, jawabku dan Melan bersamaan. Wah, kita sama-sama, dong. Aku ingin kita semua memenangkan lomba itu, Aku sih, juga pingin, jawabku. Imm tersenyum simpul. Yah semoga saja dapat memenangkannya. Ini agar sekolah kita dapat memenang kan lomba ini antar SD, maka akan jadi kebanggaan, jelas Imm. Betul, kata Melan. Aku mau beli juice dulu, ya kalian tunggu disini, kata Imm. lalu ia segera menuju kekantin meninggalkan aku dan Melan berdua. Kamu pernah dapet juara 1, gak? tanya Melan memastikan. Eh Pernah, sekali jawabku.

Oh, berarti kamu pintar, dong! Pasti kamu yang menang dalam lomba cerdas cermat! pujinya. Tidak, kok. Masih anyak orang yang lebih pintar dariku, kataku. Gimana, ya caranya memenangkan lomba itu? tanyanya penasaran. Begini saja, harus belajar lebih giat lagi agar dapat juara 1. Hm apa benar, akan berlomba antar sekolah kalau memenangkan lomba antar kelas? tanyaku. Katanya sih, iya jawab Melan. Hai, semua aku sudah kembali, tiba-tiba datang Imm. Kamu sudah beli jusnya? tanya Melan singkat. Ya, jawab Imm. Tet tet tet Bel masuk berbunyi. Yuk, masuk kelas! ajakku pada Melan dan Imm. Kamipun bersama-sama menuju kelas kami. *** Selamat siang! kata Bu Selvia memasuki kelas. Selamat siang juga, Bu! jawab para murid kelas 7-1 serempak. Bagaimana? Banyak yang ikut lomba, Syifa? tanya Bu Selvia pada Syifa. Iya, bu. Ada 15 anak dari 30 anak, jawab Syifa. Oh, cuma setengahnya, ya, kata Bu Selvia, Yang ikut tunjuk tangan, suruh Bu Selvia. Setelah dilihatnya, ada 15 orang yang menunjuk. Ya, pas. Siapa-siapa saja yang ikut lomba baca dan tulis puisi? tanya Bu Selvia. 7 orang mengangkat tangan.

7 anak. Yang mengikuti lomba menyanyi? tanya Bu Selvia. 5 orang mengangkat tangan. 5 orang. Lalu, yang 3 orang ikut apa? tanya Bu Selvia. Lomba cerdas cermat, bu, jawab aku, Melan dan Imm serempak. Ya. Bagusah. Apa ada yang mau mengikuti lomba lagi? tanya Bu Selvia. Tidak, Bu ! jawab anak-anak serempak. Baiklah, kita lanjutkan pelajaran kita saat ini, kata Bu Selvia sambil membuka buku matematika. Ah ! pelajaran ini. Aku benci pelajaran ini! *** Pulang sekolah Dah kataku sambil melambaikan tangan pada Melan. Aku dan Melan rumahnya searah. Tapi lebih dekat rumahnya daripada rumahku. Dirumahku Oto-san, Oka-san kataku sambil memasuki rumah. Ah, Otoha. Sudah pulang kata Oka-san. Aku yang bingung dengan Oka-san ini adalah, wajah dan matanya merah seperti habis menangis. Rambutnya juga berantakan. Oka-san sakit, ya? tanyaku sedikit penasaran. Karena pertanyaanku tadi, Oka-san sedikit kaget. Seperti kebingungan harus jawab apa. Oka-san tak papa, Otoha. Lebih baik kamu salin baju dulu, sana suruh Oka-san. Yang paling aneh, Oka-san menjawabnya dengan nada kebingungan. Oka-san yakin tak papa? Barangkali sakit, kataku yang membuatnya tambah gugup. Aneh. Sudah Oka-san bilang, Oka-san tak papa. Kamu salinlah dulu, suruh Oka-san. Baiklah! kataku. Aku masuk dan langsung pergi kekamar. PRANG !! Suara piring pecah! Aku kaget sekali. Dengan cepat-cepat aku pakai bajuku dan segera kesumber suara.

Setelah tahu sumber suara, aku kaget sekali. Aku lihat Oka-san menangis terduduk disebelahnya ada piring pecah! Yang lebih terkejut lagi, didepan Oka-san ada Oto-san yang menendang dan memaki-maki Oka-san! Jahat sekali! Oto-san, jangan!! teriakku lalu memeluk Oka-san yang tadi ditendang-tendang. Oto-san yang melihat itu langsung marah besar. Oto-san segera saja pergi meninggalkan aku dan Oka-san berdua. Kulihat Oka-san yang menangis terisak-isak. Akupun juga begitu Kenapa Oto-san jahat sekali? *** Pagi harinya Aku tak sanggup bertatap muka lagi pada Oto-san dan Oka-san. Hari ini mereka bertengkar, dan aku tak tahu apa yang menyebabkan mereka bertengkar. Gara-gara pertengkaran itu Oka-san sampai tidur berdua denganku. Sementara Oto-san tidur dikamar mereka. Aku bangun pagi sebelum Oka-san. Padahal sudah jam 6 pagi, Oka-san belum juga bangun. Karena itu, selesai aku mandi, aku makan sarapan sendiri tanpa mereka. Aku berangkat kesekolah tanpa diantar Oto-san. Sampai disekolah Pagi, Otoha! Kok hari ini lemes? sapa Melan. Aku rasanya aku ingin menangis mengingat kejadian kemarin. Otoha Melan sepertinya terkejut denganku. Oka-san Oto-san kataku setengah menangis. Melan terlihat bingung. Kemarin kuceritakan semua yang terjadi padaku kemarin. Melan merasa kasihan padaku. Dia duduk mendekat denganku dan berkata; Sabar, Otoha. Aku yakin pasti orang tuamu takkan sampai bercerai hibur Melan.

Bukan itu yang aku takuti, tapi jika bercerai nanti akan mereka akan pisah dan aku harus ikut siapa ?! kataku menyeka air mata. Pagi Melan, Otoha! sapa seseorang yang membuat kami terkejut. Imm! seru kami berdua saat melihat Imm didepan kami. Cerita apa, sih? tanyanya. Tet tet tet Tak sempat aku menjawab, bell sudah berbunyi. Nanti saja, ya. Istirahat nanti, kataku. Jangan lupa, loh! peringat Imm. Iya, tenang saja! Cepetan! Bu Selvia sudah masuk, tuh, sahutku. Anak-anak segera duduk dibangku masing-masing. *** Kantin sekolah Hm begitu, ya, kata Imm menganggu-aguk setelah mendengar semua yang kuceritankan padanya. Aku ingin masalah diantara mereka cepat selesai aku takut Oka-san dan Oto-san akan bercerai, kataku pasrah. Mana mungkin ayah dan ibumu akan bercerai. Lagi pula, mungkin itu masalah mereka masalah kecil, celetuk Melan. Kalau masalah kecil, tak mungkin Oka-san sampai menangis dan Oto-san menendangnendang dan memaki-maki Oka-san, kataku. hening sepertinya kataku tadi membuat mereka terdiam. Hm kamu tak perlu sedih, Otoha aku yakin, Oka-san dan Oto-sanmu takkan bercerai! hibur Imm. Ya, aku juga mendukung! timpal Melan.

Terima kasih Melan, Imm, kataku tersenyum. Aku punya ide, kata Imm tiba-tiba. Ia tersenyum senang sekali. Apa? tanyaku dan Melan penasaran. Karena hari ini Otoha sedang sedih, aku akan membuatnya ceria lagi dengan 1 hal, katanya Imm dengan tersenyum, Kita buat geng, yuk! ajaknya dengan senang. Seketika aku langsung gembira. Wah ide bagus! Kita ber-3 akan bikin geng, kataku semangat. Tuhkan, bener kalau Otoha akan gembira. Ngomong-ngomong apa nama geng kita, nih? tanya Imm. Hm singkatan nama kita saja, usul Melan semangat. Campuran nama-nama dari Melan, Imm dan Otoha, ya kataku berfikir-fikir. Apa, ya? Ah ! seru Imm bersemangat. Aku dan Melan bingung dengan tingkah Imm. Aku tau ! Bagaimana kalau Mio geng? Setuju, gak? tanya Imm dengan bersemangat. Mio? tanyaku dan Melan penasaran. M=Melan, I=Imm, dan O=Otoha! jelas Imm. Wah ide yang bagus! Aku sangat setuju, kata Melan gembira. Aku juga sangat setuju dengan usulmu, Imm! timpalku. Baiklah, sudah ditetapkan bahwa geng kita bernama Mio! kata Imm. Ya! kataku dan Melan serempak. Tet tet tet Ayo, Mio! Kita kekelas lets go! kata Imm. Kamipun bersama menuju kelas. *** Pulang sekolah

Dah, Mel kataku melambaikan tanganku pada Melan. Seperti biasa, kami pulang berdua. Ya, Otoha. Sampai jumpa besok, kata Melan sambil membalas lambaianku. Akhirnya aku jalan sendiri menyusuri rumah-rumah. Sampai dirumah, aku tak mengetuk pintu. Aku langsung masuk saja. Tadaima, kataku dengan suara pelan dan lesu. Aku tahu pasti Oka-san Oto-san sedang bertengkar. Dengan segera saja aku kekamarku. Mengunci pintunya agar siapapun tak masuk kamarku. Hm Oka-san, Oto-san kalian lagi tak bertengkar, kan? gumamku menerawang menatap pintu. Setelah beberapa saat, akhrinya aku tertidur dikasur kamarku *** Tok tok tok Suara ketukan pintu membuatku harus bangun dari tidurku. Dengan malas, aku buka pintu yang tadi aku kunci. Oka-san Hai, Otoha. Kok kamu tadi pagi langsung pergi tanpa pamit? tanya Oka-san. Tidak apa-apa, Oka-san, jawabku agak gugup. Oh, begitu. Kita ber-3 makan malam, yuk? ajak Oka-san ramah. Iya jawabku agak ragu. Pasti bersama Oto-san. Apa mereka tak bertengkar, ya? *** Dapur Duduklah, Otoha, kata Oka-san. Aku menurutinya. Aku duduk tepat didepan Oka-san sementara Oto-san ada disebelahku. Kami makan ber-3 dengan keadaan hening tak ada yang berbicara sedikitpun.

Bagaimana sekolahmu, Otoha? tanya Oto-san yang membuatku kaget. Eh baik-baik saja, Oto-san! jawabku agak linglung. Oh, begitu, jawab Oto-san sambil tetap melanjutkan makannya. Aku sudah selesai makannya bolehkah aku kekamar untuk mengerjakan PR? izinku pada Oto-san dan Oka-san. Ya, jawab mereka serempak. Aku berlari kekamar. Sebenarnya aku berbohong, aku bukannya mau mengerjakan PR, tapi Tahu sendiri, kan? *** Paginya Seperti kemarin malam, Oka-san tetap tidur berdua denganku. Setelah selesai mandi dan memakai baju, kubangunkan Oka-san. Oka-san aku berangkat, ya? izinku sambil tetap membangunkan Oka-san. Kamu mau berangkat, Otoha? Tidak sarapan dulu? tanyanya Oka-san, Oka-san masih seperti mengantuk. Tidak, Oka-san. Aku sarapan disekolah saja, tolakku pelan. Baiklah, Otoha. Hati-hati, ya kata Oka-san. Aku salami tangannya. Dah kulambaikan tanganku. Akupun berangkat kesekolah Sekolah Selamat pagi, Melan! sapaku pada Melan. Pagi juga, Otoha! sapanya kembali. Bagaimana ? ucapan Melan terasa berat. Aku tahu apa maksudnya. Tidak, mereka tidak bertengkar, hanya belum baikan jawabku. Nanti lombanya, kan? kata Melan.

Benarkah? Wah, asyik! kataku gembira. Hm nanti hanya 1 anak mewakili kelas, ya ? kata Melan agak bingung. Sepertinya jawabku singkat. Lalu, Imm muncul Pagi, Imm! sapa Melan yang kebetulan melihatnya kekelas. Aku berbalik, kulihat Imm dengan wajah cerianya. Oh, Imm! Selamat pagi, sapaku. Pagi juga, Mio katanya agak cengengesan. Iya, ya hehehe kataku tertawa kecil. Oya, hari ini lombanya, kan! Semoga saja kita semua menang, harap Imm. Bukannya hanya satu orang yang memenangkannya? tanya Melan. Tet tet tet Masuk, deh kata Imm lesu. Tak apa-apa. Nanti kan lomba! Pasti seru! seru Melan. Iya, ya! kataku dan Imm bersemangat. Bu Selvia memasuki kelas! Kamipun segera kembali ketempat duduk masing-masing. Selamat pagi, kata Bu Selvia memasuki kelas. Selamat pagi, Bu! jawab anak-anak serempak. Hari ini, lomba akan diadakan! Semua yang ikut sudah siap? tanya Bu Selvia. Siap, Bu jawab anak-anak. Bu Selvia mengetes semua anak-anak yang mengikuti lomba. Diambil satu orang anak pemenang disetiap lomba untuk mengikuti lomba antar kelas. Selesai sudah pemilihan wakil dari kelasku. Bu Selvia mengumumkannya.

Lomba baca dan tulis puisi dimenangkan oleh Syifa! kata Bu Selvia. Semua anak bertepuk tangan. Lomba menyanyi dimenangkan oleh Aldis! seru Bu Selvia. Semua anak kembali betepuk tangan. Lomba cerdas cermat Otoha! seru Bu Sevia. Aku terkejut. Benarkah aku yang memenangkan lomba ini? Harap maju kedepan pinta Bu Selvia. Aku, Syifa dan Aldis maju kedepan kelas. Aku tak percaya, apakah ini benar kenyataan? Kalian bertiga akan mewakili kelas kita. Jadi, ikuti lomba itu sebaiknya! nasihat Bu Selvia. Ya jawab kami bertiga. Asyik Aku akan mengikuti lomba semoga saja aku menang! Oh, ya. Jangan lupa, ya. Kalian harus belajar, nasihat Bu Selvia, Jika tidak, maka kalian tak akan menang dalam lomba antar kelas nanti, pesan Bu Selvia, kami mengangguk dengan mantap. ~ Bersambung ~ Cerpen Karangan: Nisrina Delia Rosa Facebook: Nisrina Delia Rosa Maaffin aku, yah! Bukannya ngelanjutin With or Without Mother? malah ngirim novel ini Ini novel lamaku yang aku buat asal-asalan, hasilnya novel tulisan time words office ukuran 12 dengan 60 halaman kertas hvs ukuran A4. Karena panjang, aku bagi jadi 4 chapter. Waktu penyelesaiannya 1 tahun, loh! Dan sudah jadi saat tahun 2011. Karena g ada yg baca, tpi aku susah2 buatny, setelah mengetahui blok ini novel ini kukirim aja. Percuma kan buat kalau gak ada yg baca! Aku janji bakal ngelanjutin With or Without Mother?, tpi entah kapan. -_-

My Destiny (Part 2)
Kamu hebat, Otoha! Selamat, ya, kata Imm ramah. Selamat, yakamu bisa memenangkan lomba cerdas cermat, dan menjadi wakil dari kelas kita, puji Melan. Terima kasih Um Apa kalian tidak marah karena aku kalahkan? tanyaku pelan.

Otoha, Otoha! Tentu tidak, justru, kami sangat bersyukur! jawab Imm. Iya, betul Tidak apa-apa, kok Lagian kamu kan lebih pintar dari kami! kata Melan. Ah, tidak, kok, jawabku ramah. Semoga kamu menang dalam lomba besok, kata Melan. Iya, semoga kamu menang besok! kata Imm. Terima kasih atas dukungan kalian! kataku pada mereka. Ya, jawab mereka. Kalian gak marah, kan karena aku yang menang bukan kalian? Maaf, ya, tanytaku. Tidak, kok! Untuk apa kami marah? kata Imm. Untuk apa kamu minta maaf? Kamu gak ada salah, kok! kata Melan. Terima kasih, ya, kataku. Mereka mengangguk senang. *** Pulang sekolah Bye, Otoha. Sampai jumpa besok, kata Melan mel;ambaikan tangannya. Bye juga. Sampai besok, kataku sambil melambaikan tangan padanya. Kamipun pulang kerumah masing-masing. Sampai dirumah, aku tidak ketuk pintu dulu, langsung saja masuk. Saat aku tiba dipintu kamarku, dan hendak membukanya, tiba-tiba Otoha! seseorang memanggilku dari belakang. Aku menoleh Oto-san, kataku. Kulihat Oto-san yang tersenyum ramah padaku. Hai, Otoha! sapa Oto-san. Hai, Oto-san. Selamat siang, kataku tersenyum padanya. Selamat siang juga, Oto-san membalasnya.

Ngomong-ngomong, O hampir saja! Untung aku langsung membukam mulutku. Kalau tidak, pasti aku berkata Oka-san kemana?. Aku hampir lupa bahwa Oto-san dan Oka-san sedang bertengkar. Kenapa? Oto-san terlihat bingung. Oto-san kok pulang cepat? kataku menyambung. Oh, itu kan karena ingin bertemu Otoha. Kenapa? Tidak boleh? Oto-san tersenyum. Tidak, kok! Boleh. Siapa bilang tidak boleh? kataku. Oh, begitu. Oto-san kekamar dulu, ya? pamit Oto-san. Aku mengagguk. Huuuft, aku helakan nafasku setelah Oto-san pergi. Gawat! Untung saja tadi aku tidak bilang Oka-san kemana?. Bisa-bisa Oto-san marah! Aku langsung masuk kekamar. Mengunci pintu, dan tidur. *** Esoknya Seperti biasa, Oka-san tidur bersamaku. Yang beda adalah, Oka-san bangun lebih dulu dariku. Oka-sanaku berangkat, ya. Sarapannya disekolah, kok, pamitku pada Oka-san. Ya, Otoha. Hati-hati, ya, kata Oka-san. Aku menyalimi tangannya, lalu keluar dari kamarku. Aku kaget, ada Oto-san menonton TV diruang tamu! EhOtoOto-san! Aku berangkat, ya, kataku linglung padanya. Oh, Otoha. Kamu tidak sarapan dulu? tannyanya. Disekolah saja, Oto-san, jawabku. Oh, ya sudah. Hati-hati, kata Oto-san. Au menyalimi tangannya dan akhirnya berangkat kesekolah.

*** Disekolah Yei Akhirnya hari dimana lomba dimulai tiba juga! kataku kegirangan pada Imm dan Melan. Semoga kamu menang dalam lomba antar kelas ini, Otoha. Aku mendukungmu! dukung Melan dengan ramah. Iya, aku juga mendukungmu, timpal melan. Terima kasih. Dan semoga saja, ya, aku menang! seruku. Harap para pengikut lomba cerdas cermat berkumpul dilapangan, kata Pak kepsek (kepala sekolah) memakai mikrofon. Kamu disuruh kumpul, tuh. Semoga sukses, ya! dukung Melan. Selamat berjuang, kata Imm. Terima kasih! kataku dan segera saja menuju lapangan. Aku sampai dilapangan. Kulihat ada beberapa sainganku dari kelas lain; 7-2, 7-3. sementara kelas yang tingkat lebih tinggi bersaing dengan sesamanya. Harap duduk dikursi masing-masing, suruh Pak kepsek. Aku menuruti, aku duduk disebuah meja paling ujung. Karena memang diurutkan sesuai abjad. Lomba akan dimulai! seru pak kepsek. Aku merasa deg-degan. Apakah aku akan menang? Pertanyaan 1 pelajaran bahasa Indonesia, kata Pak kepsek, Sebutkan huruf-huruf vocal! seru pak kepsek. Anak kelas 7-2 mengangkat tangan, A, I, U, E, dan O! jawabnya. Benar! kata pak kepsek, 100 untuk kelas 7-2, . Oh, tidak! Aku terbalap selangkah.

Pertanyaan 2, pelajaran bahasa, seru Pak kepsek, Sehari sehelai benang, setahun? aku tahu jawabannya, akupun mengangkat tangan, Sehelai kain! jawabku cepat. Betul, 100 untuk kelas 7-1, kata Pak kepsek. Kami berlomba sangat lama dan sengit. Menyenagngkan sekali! Akhir dari cerdas cermat adalah, aku mendapat skor 1000, juara ke 1. Sementara yang juara 2 adalah kelas 7-2, dengan skor 700. Juara ke 3 adalah kelas 7-3, dengan skor 300. Selamat! Kelas 7-1 memenangkan lomba antar kelas! ucap Pak kepsek dan menyerahkanku sebuah bingkisan yang entah apa isinya. Terima kasih! jawabku. Karena pemenang hari ini adalah Otoha yamada, wakil dari kelas 7-1, dia akan mewakili sekolah kita untuk ketingkat antar sekolah! Selamat! kata Pak kepsek kepadaku. Semua orang bertepuk tangan padaku. Pak kepsek juga menyerahkanku sebuah mendali. Oh senangnya! Terima kasih, semuanya! *** Aku pulang kerumah dengan perasaan gembira. Aku akan menceritakan pengalamanku pada Oka-san dan Oto-san. Dan semoga saja, ini membuaat mereka baikan lagi. Oka-san, Oto-san! kataku gembira dan memasuki rumah. Ada apa? mereka berdua langsung menghampiriku. Merek kaget karena aku membawa sebuah mendali. Dapat darimana kamu mendali itu? tanya Oka-san. Aku memenangkan lomba cerdas cermat, Oka-san, Oto-san! Aku mendapat sebuah mendali dan bingkisan! Lihatlah! kataku menunjukkan mendali dan bingkisan itu. Wah, kamu hebat sekali, nak! puji Oto-san. Aku tersenyum. ***

Esoknya, disekolah Selamat, ya Otoha! puji Melan. Hebat, kamu memenangkan lomba itu! puji Imm. Tidak, kok. Yang hebat bukan aku, tetapi Mio! balasku pada mereka. O-nya aja! sergah Melan. M dan I-nya sedang-sedang, timpal Imm. Semuanya pintar! celetukku. Ohya, semoga kamu menang, ya Otoha. Aku doakan kamu menang! ucap Imm. Iya, semoga saja kamu menang, timpal Melan sambil tersenyum. Makasih, deh kalau kalian mau menyemangatiku, balasku sambil tersenyum. Tentu kami akan menyemangatimu, kata Imm. Kami pasti menyemangatimu. Karena kamu adalah sahabat kami! kata Melan. Wah, terima kasih banyak, ya! kataku tersenyum. Tettettet Masuk, deh, kata Imm. Bu Selvia memasuki kelas, Selamat pagi, sapa Bu Selvia. Selamat pagi! jawab anak-anak serempak. Selamat buat Otoha. Kamu telah memenangkan lomba antar kelas, puji Bu Selvia. Terima kasih, Bu, jawabku malu-malu. Nanti setelah istirahat, kamu keruang guru sebentar, ya? pinta Bu Selvia. Ya, bu! jawabku cepat.

Oh, ya. Ibu beritahu kamu, ya. Nanti saat istirahat tolong keruang guru, ya Otoha. Karena kita akan memulai lomba antar sekolah disini, jelas Bu Selvia. Ya, Bu! jawabku mantap. *** Istirahat Aku mau keruang guru. Temenin, ya? pintaku pada Melan dan Imm. Oke, deh. Demi Mio, kata Imm narsis. Iya, iya! seruku. kami bertiga akhirnya pergi menuju ruang guru bersama-sama. *** Sesampainya diruang guru Oh, kamu, toh Otoha. Kami sudah menunggumu, kata bu Sevia dan mempersilahkan Mio masuk. Selamat siang, kata kami bertiga memasuki ruang guru. Duduklah, suruh Pak kepsek. Begini, karena Otoha telah memenangkan lomba cerdas cermat, maka kamu hari ini akan bertanding dengan anak wakil dari sekolah lain, jelas Pak kepsek. Ya, jawabku singkat. Mari, kita adakan lombanya! seru Pak kepsek. Pak kepsek mengajakku Melan, Imm dan Bu Selvia kelapangan, disana aku bertemu beerapa orang yang ternyata lawanku berlomba nanti. Siapapun pemenang lomba ini akan mendapat sebuah piala, dan mendapat sejumlah uang, ujar Pak kepsek. Lomba dimulai! katanya.

Perlombaan berlangsung sengit. Hingga skor akhirnya, aku mendapat juara 3, dengan skor 1000. Juara 1-nya mendapat skor 1700. Padahal sedikit lagi aku mengalahkannya. Aku hanya mendapat sejumlah uang sebesar Rp. 300.000 dan sebuah piala yang paling kecil dari lainnya. Selamat, ya Otoha! Kamu berhasil meraih juara 3! puji Bu Selvia. Itu masih kecil. Yang paling besar adalah juara 1, jelasku. Tak apa-apa, Otoha! Kamu kan sudah berusaha, kan? kata Bu Selvia. Iya, sih Tapi maaf, ya aku mengecewakan sekolah kita, kataku. Tidak apa-apa. Masih ada kesempatan lain, kok! ujar Bu Selvia. Iya, jawabku singkat. *** Istirahat Kamu hebat, ya! Bisa meraih peringkat ke 3! Selamat! puji Melan. Terima kasih, jawabku. Walau juara 3, kamu dapat piala, kan? kata Imm. Iya! Oh, ya. Kalian punya HP, gak? tanyaku. Aku punya. Mau nomornya? kata Imm. Aku juga punya. Mau nomornya, gak? tanya Melan. Iya, aku mau nomor HP kalian. Aku juga punya HP. Nih, nomornya, kataku menuliskan sederet nomor disecarik kertas. Ini. Nomor HP kalian? pintaku. Ini nomorku, kata Imm. Dan ini, nomor HP-ku, kata Melan.

Baguslah, kita bisa telpon-telponan, ujarku. Betul! jawab mereka serempak. *** Aku sampai didepan gerbang rumah. Saat hendak membuka gerbang, kulihat Oto-san yang berjalan setengah berlari dengan perasaan marah. Aku tertegun. Ada apa ini? Lalu, Oto-san mendekatiku, masih dengan perasaan marah. Ah! sontak aku berteriak, Oto-san menarik tanganku paksa! Aku dibawa Oto-san naik mobil entah mau kemana. Aku terheran-heran dengan sikap Otosan. Padahal aku belum sempat masuk rumah dan berganti pakaian. OtoOto-san? kataku gugup. Tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. OtohaOto-san akan mengajakmu kembali ke Jepang, jawab Oto-san, masih berkonsentrasi menyetir mobil. Ke Jepang? tanyaku ragu. Ya, jawab Oto-san singkat. Ke Jepang? Lalu, bagaimana dengan sekolahku? Temantemanku? Danbagaimana dengan Oka-san?! Kenapa dia tidak ikut?! Oto-sanOka-san tidak ikut? tanyaku. Oto-san tertegun dengan pertanyaanku Oto-san diam saja. Oka-san bilang tak mau ikut, jawab Oto-san setelah beberapa saat hening. Kenapa Oka-san tak ikut? tanyaku penasaran. Oto-san tambah bingung menjawabnya. Kita ke Jepang cuma beberapa hari, Otohananti pulang lagi, jawab Oto-san sedikit ragu. Oh, kataku singkat namun aku bingung *** Bandara

Oto-san, panggilku. Ya? jawab Oto-san. Oto-san yakin kita akan pergi? tanyaku. Tentu saja. Oh, yakamu ganti baju dulu sana. Kamu masih pakai baju sekolah, ujar Otosan sambil menunjuk bajuku. Bajunya? tanyaku polos. Dimobil. Pesawat akan berangkat 30 menit lagi, masih lama. Cepat ya, ganti bajunya! Kamu ganti baju ditoilet itu, kata Oto-san sambil menunjuk sebuah toilet umum. Ya, jawabku. aku langsung berlari menuju mobil mengambil baju dan berganti pakaian ditoilet tersebut. *** Selesai aku ganti baju, aku segera menghampiri Oto-san yang berada direstoran Jepang dekat bandara. Oto-san! panggilku melambaikan pada Oto-san. Otoha! Kesini! kata Oto-san menyuruhku ketempatnya. Aku menghampirinya tepatnya didepan restoran Jepang dekat bandara. Otoha, apa kamu lapar? tanya Oto-san ramah. Hm, sedikit, tapi, iya! jawabku cepat. Baiklah, kamu mau pesan apa? tawar Oto-san. Bento, taiyaki dan teh, jawabku cepat. Pelayan! panggil Oto-san pada sipelayan. Tak beberapa lama, sang pelayan muncul. Aku pesan bento, teh, taiyaki, sake dan sushi, kata Oto-san. Baik, jawab sipelayan. Setelah 5 menit, pesanan kami muncul. Kami berdua makan bersama dengan suasana agak hening.

Setelah kami makan, pesawat menuju Jepang sudah tiba. Dan kami harus segera menaiki pesawatnya, kalau tidak akan ditinggal. Ayo naik pesawat, Otoha, kata Oto-san hendak keluar restoran menuju kasir untuk membayar. Selesai membayar, dengan segera saja aku dan Oto-san naik kepesawat. Pesawat pun segera terbang dan aku akan pergi ke Jepang bersama Oto-san, tanpa Okasan. Oka-san kenapa Oka-san tidak ikut ke Jepang? Kenapa? *** Aku sampai di Jepang. Sebenarnya baru dibandaranya saja, sih Oto-san, kita akan naik apa setelah ini? tanyaku. Naik mobil kita, Otoha, jawab Oto-san singkat. Memang kita mau kemana, Oto-san? tanyaku lagi, Oto-san terlihat agak canggung karena aku menanyakan sederet pertanyaan dari tadi. Begini, Otoha, kata Oto-san berat, Dari pada kamu selalu menanyakan Oto-san, kamu harus tau hal ini, Oto-san menelah ludah gugup. Kenapa, Oto-san? tanyaku melihat tingkah Oto-san yang agak aneh. Oto-san yakin, kamu tak akan percaya, dengan gugup, Oto-san bilang, Oka-san dan Oto-sansudah bercerai, kata Oto-san berat. Apa? Oka-san dan Oto-sanbercerai?! Oto-san? Yayakin? kataku. aku menatap Oto-san pilu. Rasanyaaku ingin menangis! Ya, Otoha. Percaya tidak percaya, ini kenyataan! kata Oto-san pilu. Oto-santidak! Itu tidak benar! teriakku ingin sekali menangis. Karena itu, Oto-san mengajakmu kesini. Dan kita tidak akan kembali ke Indonesia, jawab Oto-san tegas.

Kenapa? Kenapa?! Jahat sekali!! teriakku dan langsung berlari pergi entah kemana. Sebenarnya aku tak tahu denah bandara. Tapiaku sudah sangat sedih! Aku ingin Oto-san dan Oka-san tidak bercerai. Tapi takdir berkata lain Otoha!! teriak Oto-san khawatir, dia mengejarku. Aku tak memperdulikan semua yang Oto-san ucapkan, terus saja berlari. Yaaku tak peduli! Aku berlari sekencang-kencangnya menuju entah kemana Otoha! Oto-san masih saja mengejarkuhingga akhirnya dia mendapatiku Pergi, Oto-san! Aku benci! Oto-san jahat! Masa Oto-san bercerai?! Pergi! Aku gak mau lihat wajah Oto-san lagi, kataku sedih. Aku memukul-mukul Oto-san. Otoha, Oto-san tak dapat berbuat apa-apa. *** Kubuka matakuaku mengangkat tubuhku untuk duduk. Dimana ini? Toktoktok Ketukan pintu membuatku kaget. Otoha, kamu sudah bangun? suara ini suara yang kukenal! OOba-san? kataku ragu. Orang itupun masuk. Ternyata benar, itu Oba-san! Oba-san! Kaukah itu?! Berarti, sekarang aku di Tokyo! kataku. Aku langsung memeluknya. Aku sudah sangat kangen padanya. Aku kangen sama Oba-san! kataku tersenyum ramah padanya. OtohaOto-san dan Oka-sanmubercerai? tanya Oba-san hati-hati. Seketika wajahku tak lagi tersenyum. Aku ingatOto-san dan Oka-san sudah bercerai Begitulah, jawabku ingin menangis, Ngomong-ngomong kok, aku bisa berada disini?! kataku. aku benar-benar tak sadar bahwa sudah berpindah tempat! Oto-san yang membawamu kesini, jawab Oba-san singkat. Bagaimana bisa?! Aku kan saat itu belaridandanaku tidak ingat lagi, kataku bingung.

Oba-san sama sekali tidak tahu, Otoha. Kau tanya saja pada Oto-sanmu, jawab Oba-san. Oh, baiklah, jawabku singkat. Toktoktok Sebuah ketukan pintu mengagetkan kami. Siapa? tanyaku. Ini Oto-san! jawab suara dari luar pintu. Baiklah! Aku keluar! jawabku. aku dan Oba-san keluar kamar. Ada apa, Oto-san? suaraku terhenti, karena seseorang disebelah Oto-san ada seorang anak perempuan sebayaku yang sangat kukenal Saori Nakamura?! kataku kaget. Oto-san terkejut. Kamu kenal dengannya? tanya Oto-san heran, aku lantas mengangguk. Saori Nakamura, temanku yang menyebalkan sejak SD di Jepang dulu! seruku. Memang, Saori temanku yang sangat menyebalkan diSD dulu. Dan kami bertemu lagi! OMGpadahal aku ingin melupakan wajahnya yang menyebalkan! Enak saja! sergah Saori kesal. Baguslah kalau kalian saling kenal! kata Oto-san lega. Tidak! jawabku dan Saori ketus. Pada saat yang bersamaan, aku melihat seorang wanita yang jelas-jelas berada dibelakang Oto-san! Yang aku tidak percaya adalah, wanita itu adalah Oka-sannya Saori! Parasnya Oka-san Saori memang cantik, sih Mari, Oto-san perkenalkan, kata Oto-san, dia menyuruh Oka-sannya Saori maju kedepan memperkenalkan diri, Mulai hari ini, Oka-san Saori akan tinggal disini, dan akan jadi bagian dari keluarga kita! Termasuk Saori! jawab Oto-san bersemangat. Aku tertegun, berati akuakan mempunyai ibu tiri?! Tunggu! Jadi, maksud Oto-san menikah dengan Oka-sannya Saori dan aku akan mempunyai Oka-san tiri dan saudara tiri?! tanyaku canggung, aku tak percaya semua ini! Memang, jawab Oto-san santai.

Lalu, Oka-san?! sergahku memegang tangan Oto-san. Oto-san dan Oka-san sudah bercerai, Otoha, kata Oto-san sedikit pilu, Jadi, Okasannya Saori sebagai penggantinya, jawab Oto-san. Aku tak percaya semua ini Bagaikan mimpi Mau tak mau aku harus menyambut Okasan Saori dan juga Saori ramah dengan terpaksa Seandainya ini mimpi Oka-san, selamat tinggal Juga Juga Mio Selamat tinggal semua *** Jadi, Oto-san dan Oka-sanmu Bercerai? tanya Imm melalui HP. Saat ini aku sedang menelpon Imm dikamarku. Aku juga menangis karena gara-gara kejadian tadi, saat Oto-san memperkenalkan Oka-sannya Saori. Sekarang jam 10 malam. Aku belum tidur juga. Aku menangis memikirkan Oka-san Iya, Immsekarang aku di Jepangsetelah pulang sekolah kemarin aku langsung dibawa ke Jepang, kataku masih saja menangis. Itu artinya kita gak akan ketemu lagi, dong? kata Imm pilu. Ya, Imm. tapi, aku pasti akan kembali lagi ke Indonesia, jawabku. Iya, dong. Itu pasti! jawab Imm. Imm, tolong sampaikan pada Melan dan yang lain bahwa aku pindah ke Jepang, yabesok aku telepon lagi, pamitku. Baiklah, bye! jawab Imm. Bye, balasku. Tuttuttut Aku tutup pembicaraanku. Aku segera berbaring, dan Tidur *** Esoknya Aku bangun dari tidurkukulirik jam, sudah jam 8 pagi, kebetulan hari ini aku belum bisa sekolah karena memang belum didaftarkan sebagai murid baru.

Aku segera bangun dan melangkah keluar kamar, pergi kedapur. Siapa tahu disitu ada makanan yang bisa kumakan. Aku sampai didapur, kudapati Oba-san yang sedang duduk dimeja makan tanpa melakukan apa-apa. Kudekati dia. Dia terlihat terkejut dengan kedatanganku. Pagi, Otoha! sapa Oba-san ramah. Aku balas tersenyum. Oba-san, mana Saori, Oto-san dan, aku tak sanggup mengatakan ini, Oka-san? tanyaku agak linglung. Aku sebenarnya tak mau memanggil Oka-sannya Saori dengan sebutan Oka-san. Tapi, mau bagaimana lagi? Saori sedang sekolah, Oto-san sedang mencari pekerjaan, sementara Oka-san sedang mencuci piring, jawab Oba-san ramah. Oh, begitu, kataku enteng, Oba-san, apakah tak ada sarapan untukku hari ini? tanyaku lantas membuka lemari es. Didalamnya tak ada apa-apa. Tidak. Tapi, kamu bisa menggoreng mie, usul Oba-san. Aku langsung menyetujuinya. Tadaima! kata Saori dari luar rumah. Sontak, aku kaget mendengarnya. Kamu sudah pulang, Saori? kataku menghampirinya. Kok kamu sih, yang muncul, Otohamana Oka-san? tanyanya melepas sepatu yang ia kenakan. Kata Oba-san, dia sedang mencuci piring, jawabku singkat. Kenapa kamu menyebut calon Oka-sanmu dengan sebutan dia? padahal aku memanggil Oto-sanmu Oto-san! tegur Saori tegas. Kamu tahu, kan? Oto-san dan Oka-sanku sudah bercerai! Dan sekarang, Oto-sanku malah mau menikah dengan Oka-san-mu! kataku ketus. Kalau aku sudah biasa! Oto-sanku sudah meninggal sejak aku kelas 5 SD. Aku yatim (tak punya ayah) sejak 2 tahun lalu. Dan sekarang, aku akan mempunyai Oto-san tiri, katanya sedikit sedih. Ya, Saori. Aku tahu perasaanmu yang kehilangan Oto-san, kataku, Aku masuk, ya! kataku memasuki rumah menuju kekamarku.

*** Otoha, mulai besok kamu akan bersekolah diSMP Interijento, sekolahnya Saori! kata Otosan saat kami sedang makan malam. Hah?! aku dan Saori tersentak, masa aku 1 sekolah dengan Saori yang menyebalkan itu?! Mengapa kalian kaget? Bukannya sekarang kalian akan menjadi saudara? kata Oto-san, ia tek mengerti perasaanku! Baiklah, Oto-san, kataku berat. Besok kalian berangkat sama-sama, ya! seru Oto-san senang, Ya, kan, Oka-san? tanya Oto-san melirik kearah Oka-san (tiri bagiku). Oka-san hanya mengangguk sambil tersenyum. Ngomong-ngomong, aku tak pernah mendengar Oka-san berbicara. Kamu setuju, kan Saori? Oto-san melirk Saori. Dengan berat, Saori mengangguk. Oh, ya. Karena Otoha lebih dulu lahirnya dari pada kamu, Saori. Kamu panggil Otoha dengan panggilan One-chan (kakak), ya? tanya Oto-san. Hah?! Gak, ah! Aku gak mau memanggil Otoha dengan sebutan One-chan! tolak Saori dengan terkejut. Dia kan lebih tua dari kamu, Saori. Kamu panggil saja dia One-chan, kata Oto-san menatap Saori tajam. Pokoknya tidak mau! teriaknya pasrah. Hamper mau menangis. Saori Oka-san (tiriku) menatap Saori dengan penuh harapan. Hmsuara Oka-san (tiriku) ternyata lembut sekali. Gak! kata Saori ketus. Saori ternyata keras kepala sekali! Hahsebenarnya aku tidak mau disebut One-chan oleh si menyebalkan Saori. Tapi, sudah disuruh Oto-san aku mah senang-senang saja dipanggil One-chan, hehehehe Saori! Harus sopan! bentak Oka-san keras. Aku tak menyangka, orang selembutnya bisa marah-marah. Saori menangis. Dia langsung pergi menuju kamarnya. Huh! Dasar keras kepala. Oka-san, Oba-san dan Oto-san yang mengetahui itu geleng-geleng kepala.

Hmsudah jam 9 malam, kalian tidurlah! kata Oto-san. Sepertinya dia kelihatan pusing. Aku menurutinya. Sebelum itu aku pamit dulu. Aku tidur, dulu, ya! pamitku sambil membungkuk. Ya, kata Oto-san cuek. Baiklah, Oto-sanaku akan tidur, kataku sedikit menunduk. Dan pergi menuju kamarku Sedih rasanya, dicuekin sama Oto-san sendiri ~Bersambung~ Cerpen Karangan: Nisrina Delia Rosa Facebook: Nisrina Delia Rosa

My Destiny (Part 3)
Esoknya, aku bangun dari tidurku yang panjang. Kulihat jam, jam 6 pagi! Untung aku bangun jam segini, soalnya hari ini aku akan mulai sekolah! Aku langkahkan kakiku keluar kamar. Dan aku tengok sebelah kamarku tempat Saori tidur. Kubuka pintu kamar tersebut. Tak ada siapa-siapa. Dari pada aku disangka maling, kututup lagi pintu kamar Saori. Lalu segera kekamar mandi. Tahu kan ngapain kekamar mandi? Ya mandi, lah! Selesai mandi, aku segera kekamarku memakai baju. Setelah itu, segera menuju dapur. Aku kaget saat didapur, tak ada siapa-siapa! Mereka memang kemana, ya? Hoi! sontak, aku langsung kaget mendengar suara itu. Kutengok belakang, itu Saori! Huh! Menyebalkan! kataku kesal, Kenapa kamu ngaget-ngagetin orang! . Biarin! katanya sewot. Huuuh! Dasar menyebalkan!! keluhku kesal, Mana sih, Oto-san, Oba-san dan Oka-san? Dari tadi aku cariin mereka! tanyaku. Kalau Oto-san sudah dari tadi pagi pergi. Oba-san masih tidur. Oka-san sedang mandi, jawab Saori. Oh, ya. Aku lupa bahwa kamar mandi dirumah ini ada 2.

Sarapannya sudah disiapin, belum sih? tanyaku. Saori mengangkat bahu, bertanda tidak tahu. Periksa saja, usulnya. Aku segera memeriksa kulkas. Kudapati sekotak susu. Langsung kuambil dari kulkas. Kuperiksa lagi meja lemari makanan, hanya ada cornflakes. Sempurna! kataku senang. Saori terheran-heran dengan tingkahku. Sempurna apanya? tanyanya heran. Kita bisa sarapan sereal! Kan tinggal campur susu dengan cornflakes. Jadi deh sarapannya! jawabku dengan senang. Periksa dulu tanggal kadaluarsanya. Siapa tahu kamu terambil yang sudah basi, nasihat Saori. Tumben dia perhatian. Tanpa basa-basi, aku lihat tanggal kadaluarsa makanan yang akan kumakan. Masih lama, jawabku. Oh, begitu. Kamu saja yang makan, katanya. Loh? Kok dia gak mau sarapan? Lantas, kenapa kamu tidak sarapan juga? tanyaku heran. Kamu tidak tahu, Otoha? Padahal kawan-kawan kita yang lain sudah tahu, kata Saori menjelaskan, Aku alergi dengan jagung. Jika memakannya, aku akan gatal-gatal, jawabnya. Oh, iya! Aku lupa kamu alergi jagung. Cornflakes kan juga dari jagung, kataku manggut manggut. Aku minum susu saja! Sana kamu makan sereal, suruhnya agak sedikit kesal. Entah garagara apa. Yahaku tiruti saja. *** Selesai sarapan, aku segera pergi keteras rumah. Dan, segera saja aku pakai sepatuku. Sebentar lagi aku dan Saori akan berangkat sekolah. Tunggu! panggil Saori dari belakang, aku menoleh. Ada apa lagi, sih? tanyaku padanya sedikit kesal.

Aku belum makai sepatu, rengeknya, Tunggu, sih? pintannya yang memohon, aku menghela nafas. Ya, ya! jawaku ketus. Dia tersenyum senang, dan segera saja dia memakai sepatunya. Selesai dia memakai sepatu, bukannya dia berterima kasih karena telah aku tunggu, dia melewatiku dan menyenggolku tanpa ada suatu dosa. Hei! Kalo jalan lihat-lihat, dong! sindirku. Dia tak peduli, dan segera saja meninggalkanku pergi kesekolah. Kalo kamu gak cepetan, aku tinggal! katanya sewot. Menyebalkan! Masih untung ditungguin, bukannya bales nungguin malah ninggalin, dasar! Saori! Tunggu! teriakku, dan segera berlari menyusulnya. Dasar Saori! *** Di SMP Interijento Aku langkahkan kakiku malu-malu, hari ini pertama kalinya aku sekolah SMP di Jepang Setelah beberapa bulan di Indonesia.sebenarnya aku pernah sekolah di Jepang, tapi itu saat SD. Aku akan memperkenalkan diriku pada kelas baruku. Watashi wa Otoha yamada dessu! (namaku Otoha yamada!) salamku ramah pada kelas baruku. Para teman baruku serta wali kelas baruku menjawabnya juga dengan ramah. Salam kenal, Otoha. Namaku Kirishawa, panggil aku Kirishawa-sensei. Kamu duduk dibangku ke-3 itu, ya! kata Sensei (guru) dengan ramah. Aku menurutinya. Oya, Kirishawasensei itu perempuan. Jadi bisa kupanggil dia ala Indonesia, yaitu Bu Kirishawa. Aku segera menuju bangku yang ditunjuk Kirishawa-sensei. Tau, tidak? Bangku itu tepat dibelakang bangku Saori! Ih, menyebalkan banget! Aku duduk dengan raut kesal. Apalagi, disebelahku bangkunya kosong, jadinya seperti tak ada teman, deh Apa jadinya hidupku disekolah ini? Yang pasti menyebalkan! *** Seminggu berlalu sejak aku bersekolah diSMP Interijento. Hari ini adalah hari pernikahan Oto-san dan Oka-sannya Saori. Hatiku sedih. Bisa-bisanya Oto-san melupakan Oka-san

(yang asli) dengan cepat dan langsung menikah lagi. Rasanya aku ingin menangis saja dengan semua takdir yang telah menimpaku. Aku kangen Oka-san, Melan dan Imm. aku ingin kembali ke Indonesia dan bertemu mereka lagi. Ingin sekali Hoi! seseorang mengagetkanku. Saori, kataku terkejut setelah mengetahui Saori berada dibelakangku. Kenapa kamu melamun? tanyanya heran, Kamu mau gak foto bareng Oto-san dan Okasan? . Hm Baiklah, jawabku lesu. Kok hari ini lesu amat, sih? Padahal hari ini pernikahan Oto-san dan Oka-san yang sangat meriah! Jika kamu gak mau foto bareng, makan es krim aja, yuk! ajak Saori. Aku heran. Akhir-akhir ini Saori lebih ramah padaku dan tidak menyebalkan seperti dulu. Baiklah! jawabku. Aku memang suka es krim. Jika ditawari langsung jawab Ya. Hehehe *** Setelah acara pernikahan Oto-san, aku bukannya mengucapkan selamat dan berpesta bersama keluarga, aku menuju kamarku. Sesampai dikamar, aku raih HP-ku dan mengetik sederet nomor. Halo? sapa orang yang ada disebrang sana. Ini Otoha. Imm, aku mau bertanya padamu. Oka-sanku belum pindah rumahkan? tanyaku pada Imm yang berada di Indonesia. Tidak. Beliau tak pindah kemanapun, jawab Imm singkat, Lantas, kenapa kamu betanya? Imm sepertinya agak heran. Imm kataku sudah menangis. Imm kaget dengan tingkahku. Kenapa, Otoha?! Kok kamu nangis?! tanyanya terkejut. Imm Oto-san kataku tak mampu melanjutkan kata-kataku. Otoha ada sedikit nada sedih dari ucapan Imm.

Oto-san sudah menikah dengan wanita lain, Imm! Aku sedih sekali karena mempunyai saudara dan ibu tiri! Apa yang harus aku lakukan?! kataku sesak. Sabar, Otohaaku yak suara Imm terputus! Imm?! kataku kaget. Kenapa sambungan HP ini terputus? Kenapa? *** Otoha, panggil Oka-san (tiri). Aku segera menghampirinya. Ya? Mana Saori? tanyanya lembut. Aku tidak tahu, jawabku singkat. Otoha, Oka-san minta tolong. Hari ini Oto-san dan Oka-san akan pergi ke Yokohama selama 2 hari. Jadi, kamu, Saori dan Oba-san akan tinggal dirumah, jelas Oka-san. Baiklah, Oka-san. Jadi, Oka-san ingin aku membeitahu mereka? tanyaku. Iya, jawab Oka-san. Aku mengangguk. *** Esoknya, Oto-san dan Oka-san akan berangkat ke Yokohama. Hati-hati, nasihatku pada mereka berdua. Oto-san, Oka-san, jangan lupa oleh-olehnya, ya! kata Saori. Tentu! jawab Oto-san ramah. Merekapun berangkat memakai mobil. Mereka sudah pergi. Yuk, kita masuk, ajak Oba-san. Ya, jawabku dan Saori serempak. ***

Sore ini aku dan Saori menonton televisi dengan asyik. Filmnya bagus banget! Sampaisampai kami tak mendengar telefon rumah berbunyi. Otoha, telefonnya bunyi, tuh. Kamu angkat, dong! tegur Saori. Dasar. Bisanya nyuruh doang, kataku kesal. Dengan kesal aku angkat telefon. Halo? sapaku pada orang sebrang telefon. Apakah ini keluarga Yamada? tanya orang itu. Iya, benar. Ini siapa, ya? tanyaku sopan. Saya dari pihak rumah sakit. Tuan Takuya yamada sedang dirawat dirumah sakit di Yokohama karena mengalami kecelakaan, papar pak pihak rumah sakit. Apa?! tanyaku gugup. Takuya yamada itu adalah Oto-san! Diharapkan pada pihak keluarga segera menuju rumah sakit Yokohama, pesan orang itu. Tunggu! Lebih baik anda bicarakan dengan Oba-sanku saja! kataku. Segera saja aku panggil Oba-san. Oba-san! Oba-san! teriakku. Dengan cepat, Oba-san menghampiriku. Segera kuserahkan telefonnya. Dan Oba-san menerimannya *** Karena panggilan dari pihak rumah sakit melalui telefon, aku, Oba-san dan Saori segera pergi menuju rumah sakit di Yokohama tempat Oto-san dan Oka-san dirawat. Dari cerita Oba-san, Oto-san dan Oka-san mengalami luka parah akibat kecelakaan. Mendengar itu wajahku memucat. Oba-sanbenar begitu? tanyaku pilu. Ya jawab Oba-san sedih. Rasanya aku ingin menangis. Tapi, aku tahan tangisku. *** Sesampai dirumah sakit Yokohama Mana Oto-san?! tanyaku segera saja bertanya pada pegawai rumah sakit.

Hei Otoha! tegur Saori. Karena teguran Saori, aku segera mundur dan mendekatinya. Oba-san mendekati pegawai rumah sakit tersebut dan bertanya; Dimana kamar pasien yang bernama Takuya yamada? tanya Oba-san dengan bijak. Pegawai tersebut mengantarkan kami kekamar Oto-san. Oto-san! kataku segera mendekatinya dengan perasaan sedih. Tapi, ada yang menahan tanganku. Dia sedang beristirahat. Jangan diganggu. 1 jam lagi baru kalian bisa mendekatinya, nasihat pegawai rumah sakit tersebut. Oto-san kataku sedih. Aku menatap Oto-san dengan perasaan sedih. Dengan berat, aku meninggalkan Oto-san bersama Saori dan Oba-san. Daripada kita menunggu, kita tengok Oka-san, yuk, ajak Saori. Ya, jawabku singkat, Ngomong-ngomong kamarnya dimana? tanyaku. Disebelah, jawab Oba-san. Segera saja kami ber-3 pergi keruang sebelah. Terlihat Oka-san yang berbaring lemah dikasur tempat tidur. Walau sama-sama terluka, lukanya tidak separah Oto-san. Tanpa aba-aba, Saori mendekati Oka-san dengan perasaan sedih, seperti ingin menangis. Oka-san, kata Saori pilu. Aku ikut sedih. Kasihan Saori, Oka-sannya adalah orang tua satu-satunya baginya. Sementara aku? Aku masih punya Oka-sanku yang asli. *** Setelah 1 jam berlalu Aku masih menunggu para pegawai untuk mengizinkanku menemui Oto-san. Setelah beberapa menit, akhirnya para pegawai mengizinkanku menemui Oto-san. Aku, Saori dan Oba-san segera menengok Oto-san dikamarnya. Oto-san! kataku langsung menghampirinya. Tak ada reaksi.

Aku menatapnya sedih. Aku tak menyangka Oto-san akan mengalami hal seperti ini. Kepala, tangan dan kakinya diperban. Kasihan sekali. Oto-sanOto-san baik-baik saja, kan? tanyaku pada Oto-san. Aku tahu kalau Oto-san belum sadar dan tidak bisa menjawab pertanyaanku, tapi Otoha Oto-san tiba-tiba saja sadar! Aku yang mengetahui itu kaget sekali. Oto-san?! aku berseru girang. Akhirnya Oto-san sadar! Oba-san! Saori! Cepatlah kesini! panggilku, dengan tergesa-gesa mereka menghampiriku. Ada apa?! tanya mereka. Aku tersenyum dan menunjuk Oto-san. Oh?! Dia sudah sadar! kata Oba-san girang. Oto-san! kataku senang. AkhirnyaOto-san sadar juga! Argh! tiba-tiba Oto-san menjerit. Aku kaget. Oto-san?! seruku. Tak ada reaksi. Oto-san! kataku ingin menangis. Dia seperti tak sadarkan diri! Dokter! Dokter! panggilku histeris. Sang dokter muncul karena terkejut dengan teriakanku. Kenapa?! tanyanya penasaran. Oto-san! kataku menunjuk Oto-san dengan perasaan sedih. Dokterpun segera memeriksanya. Kalian keluar dulu. Aku akan memeriksanya. Kalian tunggu diluar! suruh pak dokter. Aku mau tak mau menurutinya. Akhirnya, aku, Saori dan Oba-sa keluar ruangan tersebut. 15 menit lamanya aku menunggu Oto-san diperiksa. Sementara Saori menunggui Okasannya bersama Oba-san. Rasanya lama sekali menunggu begini. Aku sangat khawatir. Janganjangan sampai hal itu terjadi Brak! Suara pintu terbuka mengagetkanku. Kulihat dokter yang mengurus Oto-san keluar dengan wajah pucat.

Pak dokter! Bagaimana Oto-sanku?! tanyaku antusias. Dia terlihat bimbang untuk menceritakannya. Tuan Takuya yamada pak dokter tak melanjutkan kata-katanya yang membuatku semakin khawatir, Jangan sedih, yatuan Takuya yamadatelah dinyatakan meninggal, jawab pak dokter sedikit pilu. Aku yang mendengarnya syok berat. Apa? aku tergagap. Tak percaya semua ini sudah terlanjur terjadi! Otoha! panggil Oba-san dari belakang. Raut wajahnya terlihat sedih. Setelah menghampiriku, dia kaget karena melihatku menangis. Otoha? kata Oba-san pelan dan heran. Oto-sandia aku menangis. Oba-san terlihat bingung. Pak dokter, bisakah anda menceritakan kejadian yang sebenarnya? pinta Oba-san. Pak dokter menyanggupi. Begini pak dokter menceritakan kejadian yang menimpa Oto-san. Raut wajahnya terlihat sangat sedih. Takuya suara Oba-san terasa sesak. Saori tiba-tiba saja muncul. Ada apa? tanyanya penasaran. Oba-san menceritakan semuanya Oh! katanya terkejut. Dia tak menyangka akan jadi begini. Otoha, kamu juga harus mengetahui ini, cerita Oba-san. Mukanya terlihat sedih. Bukan hanya Oto-san yang meninggal, tapi Oka-san juga katanya pilu. Apa?! Hari terburukku. Oto-san telah pergisangat menyedihkan. Seandainya semua ini tak terjadi Aku akan bahagia untuk selamanya *** Apa?! Bagaimana bisa?! Imm terlihat terkejut dengan apa yang kuceritakan.

Iya, Imm Itu benar kataku sedih. Aku menelfon Imm dikamarku karena kami sudah kembali dari Yokohama. Jadi, bagaimana denganmu? Apa yang akan kamu lakukan? tanyanya. Entahlah, Immaku tak tahu harus apa aku sekarang kataku. Otoha, jika memang benar Oto-sanmu meninggal, maka kamu akan tinggal dengan siapa? tanyanya penasaran. Entahlah. Menurutmu? tanyaku balik. Imm terdiam sejenak. Kalau aku jadi kamu, maka aku akan kembali ke Indonesia dan tinggal bersama Okasanku! jawab Imm tegas. Mataku membulat, ide ini bagus sekali! Ide yang bagus! Kau pintar, Imm! pujiku. Dengan begitu, kita, Mio bisa bersama lagi, kan? katanya. Tapi masalahnyasetelah Oto-san menikah dengan wanita lain, ternyata istri barunya itu mempunyai anak perempuan yang sebaya denganku! Jadi, bagaimana? tanyaku penasaran. Terserah kamu, Otoha. Aku tidak tahu menahu. Pikirkan saja baik -baik, jawab Imm. Terima kasih atas nasihatmu, Imm! aku janji, pasti aku kembali ke Indonesia, jawabku yakin. Baiklah kalau begitu. Aku tutup, ya telefonnya. Selamat tinggal, pamit Imm. Selamat tinggal, jawabku pelan. *** Esoknya, diruang tamu. Aku sedang bersama Oba-san. Oba-san? panggilku. Hm? jawabnya. Akuaku ingin kembali ke Indonesiadan bertemu Oka-sanboleh, tidak? tanyaku ragu.

Hah? Oba-san terlihat bingung. Kumohon, Oba-san Aku ingin kembali kesana! Aku ingin bertemu sahabatku dan Okasan kataku. Oba-san terlihat berfikir-fikir. Kalau kamu mau ke Indonesia, aku mengijinkannya. Tapi, bagaimana dengan Saori? tanyanya. Kalau dia mau, aku akan mengajaknya! Jika dia tak mau, tidak apa-apa! jawabku cepat. Baiklah, aku ijinkan! jawab Oba-san. Aku tersenyum senang. Kamu setuju, Saori? Disana kita akan senang, loh! kataku semangat setelah menseritakan rencanaku padanya. Sebenarnya aku mau, katanya bimbang, Tapi, di Indonesia aku tak mempunyai keluarga satupun. Jika aku menumpang hidup pada Oka-sanmu, aku pasti sangat merepotkannya karena aku ini baginya hanya orang asing, jawab Saori. Aku yakin, pasti tak begitu. Mana munkin Oka-sanku yang sangat baik itu tak menerimamu? kataku bergurau. Tidak, Otoha. Aku tidak bisa ke Indonesia bersamamu. Terima kasih atas tawaranmu, Otoha. Jika memang aku tak diterima sebagai cucunya Oba-san, aku akan pergi ke tempat Oji-sanku (kakek), kata Saori. Entah kenapa, kadang aku merasa kesal pada Saori. Tapi, aku juga kadang merasa kasihan padanya. Kalau kamu tidak mau, baiklah. Aku akan ke Indonesia besok sendirian, jawabku, Tapi, kalau kamu berubah pikiran, susulah aku, ya, Tentu, Otoha! jawabnya sambil tersenyum. Terima kasih, kataku. *** Esoknya, aku akan pergi ke Indonesia. Aku menaiki mobil terlebih dahulu untuk pergi kebandara. Jaga dirimu baik-baik saat perjalanan, Otoha. Oba-san akan mendoakanmu agar kamu selamat, kata Oba-san.

Terima kasih, Oba-san, jawabku tersenyum ramah. Tunggu! tiba-tiba Saori datang sambil membawa sebuah koper. Aku terkejut melihatnya. Saori?! kataku dan Oba-san sama-sama terkejut. Aku ikut denganmu, Otoha! seru Saori. Kau yakin? tanyaku. Dia mengangguk dengan mantap, Tentu, Otoha! Aku sangat serius. Aku akan pergi bersamamu ke Indonesia! . Kamu tidak minta izin pada misalnyaOba-san dari ibumu? tanyaku tak percaya kepada Saori yang akan pergi mengikutiku ke Indonesia. Entahlahaku tak tahu, apa keluarga dari Oka-sanku akan setuju, kata Saori sedih, Tapi ini sudah tekadku untuk mengikutimu ke Indonesia, kata Saori yakin. Baiklah! jawabku senang. Akhirnya aku dan Saori menaiki mobil untuk menuju bandara *** Indonesia Kita sampai, deh! kataku gembira. Wah Saori terlihat terkagum-kagum. Kenapa? tanyaku, dia menolahku. Indonesia itu indah, ya. Aku tak tahu kalau Indonesia seindah ini. Apalagi pemandangannya! jawab Saori. Kamu kan tak pernah ke Indonesia, jadi kamu tak tahu bagaimana Indonesia itu! kataku. Dia mengangguk. Ngomong-ngomong kita sudah sampai dirumahmu? tanya Saori. Belum. Beberapa menit lagi kita akan sampai dengan menaiki taksi, jawabku.

Kalau begitu, mari kita cari taksi! ajak Saori. Ayo! balasku. *** Akhirnya! Aku sampai dirumahku. Dengan perasaan senang, Aku ketuk pintu rumah itu. Toktoktok Dengan cepat, seseorang membuka pintu, yaitu Oka-san! Otoha?! katanya terkejut tapi terlihat sangat senang dengan kehadiranku. Oka-san! Aku kangen sekali! kataku dan langsung memeluknya. Oka-san kangen, sekali, Otoha! Oka-san balas memelukku. Oka-san, bolehkah aku dan Saori tinggal disni? pintaku melepas pelukan dari Oka-san. Saori? tanya Oka-san. Aku lupa bahwa Oka-san itu tidak tahu Saori. Dia aku menjelaskan tentang Saori juga yang sebenarnya yang terjadi pada Oto-san. Oka-san seperti tidak percaya dengan raut wajah sedih. Oto-san menikah, ya katanya sedikit sedih. Raut wajahku pun sama. Begitulah jawabku. Masuklah, Saori, Otoha! ajak Oka-san. Kamipun masuk. Oka-san, aku dan Saori istirahat dulu, ya! kataku. aku segera menuju kamarku yang lama. Kamarku! seruku riang dan langsung tiduran dikasur. Aku kangen dengan kamar ini. Seperti kembali seperti dulu, kelas 1 SMP. Saori hanya terdiam melihat kekembiraanku karena telah kembali ke Indonesia. Hei, Saori! Kamu capek, kan? Yuk, tiduran disini, ajakku, Letakkan saja kopermu disebelah lemari, . Iya, jawabnya singkat. Dia segera meletakkan tasnya diseelah lemariku, lalu menduduki kasur. Tidak menidurkan tubuhnya.

Tidurlah, tak apa-apa, kataku, dia menidurkan tubuhnya. Ini kamarmu, Otoha? tanyanya. Iya, dong! jawabku, Memang siapa lagi? . Iya, memang kamarmu, jawabnya, Hmjam berapa ini? tanyanya lagi. Jam 3 sore. Kau mau apa? tanyaku balik. Mau mandi, jawanya singkat. Kalau kamu mau mandi, keluar kamar ini lalu belok kanan menuju dapur. Setelah itu, kamu akan menemukan kamar mandi, jelasku. Dia mengangguk. Segera saja ia ikuti instruksiku. Setelah dia pergi, ini kesempatanku menelpon Imm. tentu saja, aku ketik sederet nomor. Halo? sapa Imm ditempat lain. Imm, ini aku! Aku mau mengabarimu, bahwa aku sampai di Indonesia! kataku gembira. Benarkah?! Wah, berita hebat, dong! Besok kamu kembali kesekolah kita yang dulu, kan?! tanyanya senang. Tentu! Masa aku gak kesekolah kita yang dulu? kataku gembira. Bagus! kata Imm senang, Mio utuh lagi, dong! Hahahahaha . Tapi, aku kan 1 tahun lalu pindah ke Jepang, sekarang aku kelas 2 SMP. Sepertinya aku harus mendaftar kesekolah itu lagijadi, mungkin aku lusa baru bertemu, jelasku. Oh, begitu. Yah, diundur deh tanggalnya! Oh, ya. Aku lupa memberitahumu bahwa aku masuk kelas 8-1, Otoha. Sementara Melan masuk kelas 8-3, kata Imm. Hah?! Kalian pisah kelas?! kataku terkejut. Iya, betul Otoha. Aku doakan kamu masuk kelas 8-1, ya. Biar sekelas denganku, kata Imm. Iya, semoga saja aku masuk kelas 8-1! Lalu, bagaimana jika tidak? tanyaku.

Hah Sangat menyedihkan! Paling tidak, kamu masuk keas 8-3, seperti Melan. Baiklah, aku tunggu kedatanganmu disekolah lusa, Otoha! Selamat tinggal! pamitnya. Selamat tinggal! Bye! jawabku. Tuttuttut Imm mematikan HP-nya. Dan tepat saat itu, Saori muncul setelah habis mandi. Menelfon siapa, Otoha? tanya Saori. Biasa, nelfon teman lama, jawabku singkat. Kamu gak mandi? tanyanya. Ups! Aku hampir lupa tentang mandi! Ups Aku hampir lupa. Untung kamu ingatkan. Baiklah, aku mandi dulu, ya! pamitku dan segera saja keluar kamar menuju kamar mandi. Makasih, ya Saori! kataku sebelum berlari menuju kamar mandi. *** Esoknya Jadi, bagaimana dengan sekolahku, Oka-san? tanyaku pada Oka-san saat kami sarapan bersama. Sekarang ada beasiswa untuk SD dan SMP di Indonesia. Jadi, kamu dan Saori masuk sekolah negeri mulai besok, kata Oka-san. Benarkah?! SMP-nya yang mana, Oka-san? Kuharap SMP-ku yang dulu! kataku riang. Iya, memang benar kamu dan Saori akan Oka-san sekolahkan diSMP-mu dulu besok, jawab Oka-san. Terima kasih, Oka-san! kataku. *** Esoknya, aku senang sekali Hari ini aku akan bertemu dengan Imm dan Melan alias Mio! Karena, hari ini aku akan mulai sekolahSaori juga 1 sekolah denganku.

Saori! Ini dia sekolahku, kataku gembira. Sekarang kami sudah berada disekolahku. Dan sebelum kami memasuki kelas utu belajar, kami keruang kepala sekolah dulu sebentar. Kelas kalian kelas 8-2, kata pak kepsek setelah kami mendaftar. Hah?! Masuk kelas 8-2?! Yahtak sekelas dengan Imm maupun Melan, dong! Ugh, kecewa berat! Aku dan Saori diantar Bu Anatia, wali kekelas 8-2. Setelah kami memasuki kelas, aku dan Saori segera memperkenalkan diri. Selamat pagi! Namaku Otoha yamada! kataku pada semua anak kelas 8-2. Mereka terkejut dengan kedatanganku sebagai murid baru. Otoha! Itu Otoha yamada! Dulu saat kelas 7-1, aku sekelas dengannya! seru Syifa. Wah, itu Syifa! Aku sudah lama tak bertemu dengannya. Lalu, namamu siapa, nak? tanya bu Anatia yang menunjuk Saori. Namaku Saori nakamura, orang asli Tokyo, Jepang, jelasnya sedikt grogi. Kalau begitu, kalian duduki bangku paling belakang yang kosong itu, ya! kata bu Selvia. Aku dan Saori menuju bangku paling belakang. Gimana, sih? Masa duduk dibangku paling belakang! keluh Saori. Hush! Yang penting duduk, aja! timpalku. Tetap saja, katanya kesal. Akhirnya kami mengikuti pelajaran dikelas itu. Hingga waktu istirahat tiba Hei, kamu gak kelihatan, ya? tegurku pada Saori. Daritadi aku melihatnya gelisah, dia menegakkan tubuh terus lalu duduk lagi untuk mencatat. Kalau kamu sudah tahu, kan, aku ini tidak terlalu jelas meihat papan tulis! Tulisannya sangat kecil. Mungkin ini pengaruh karena kita duduk dibelakang, ya? jawab Saori dengan sangat ketus. Lihat saja catatanku. Nih! Mau, gak? tawarku. Makasih, ya, katanya. ~ Bersambung ~

Cerpen Karangan: Nisrina Delia Rosa Facebook: Nisrina Delia Rosa Cerpen Kiriman Nisrina Delia Rosa Cerpen ini lolos moderasi pada: April 13, 2013Masuk ke dalam kategori Cerpen Jepang, Cerpen Keluarga, Cerpen Persahabata

My Destiny (Last Part)


Waktu istirahat tiba! Segera saja aku dan Saori keluar kelas bersama-sama. Saori, aku ingin sekali bertemu dengan Mio kataku padanya. Mio? Saori terlihat bingung. Oh, ya! Dia itu tidak tau dengan Mio! Hahaha Hanya nama geng-ku. M=Melan, I=Imm, O=Otoha, alias aku. Jadinya Mio! Mio best friends kataku narsis. Dia merengutkan kening, bertanda tak tahu apa maksudnya. Aku tidak mengerti, jawabnya. Terserah kamu, deh mau ngomong apa. Oh, ya Kekantin, yuk! ajakku. Dimana? Saori terlihat bingung dengan denah sekolah ini. Maklum, pertama kali sekolah disekolah ini. Ayo, aku antar! kataku segera menarik tangannya. Tunggu dulu! kata Saori. Langkahku terhenti lantas menengok kearahnya. Kenapa? tanyaku sambil menatapnya. Aku aku belum lapar. Bisakah nanti saja kita kesana? pinta Saori. Eh? kataku, Tapi aku sudah sangat lapar. Ayolah, kita kesana! ajakku. Please! katanya memohon. Baiklah, aku akan meninggalkanmu disini supaya kamu tersesat! ancamku sambil berlari. Baiklah! Aku ikut! jawabnya. Aku berhenti berlari dan tersenyum penuh kemenangan. Bagus! Akhirnya dia mu ikut, kataku senang. Ini paksaan dari kamu, loh kata Saori.

Ya iya, lah daripada aku sendirian kekantin, kan takut, kataku. Hah?! Takut?! Saori tertegun dengan pernyataanku. Apa aja boleh, deh, kataku kesal terhadap Saori. Huh! Dasar! keluh Saori dengan kesal. *** Dikantin Aku mau beli jus alpokat dulu, ah kataku seraya pergi dari meja kami. Eh?! Mau kemana?! Ikut! kata Saori seraya menyusulku. Beli jus! Masa cuma mau beli jus saja mau ikut, kataku ketus. Ayolah, nanti kamu lama. Aku takut sendiri. Ini kan sekolahku yang baru, katanya beralasan. Dasar manja! ejekku. Dia kelihatan kesal. Biarin! Daripada aku terus diejek orang karena selalu tersesat, lebih baik aku jadi anak manja! jawabnya ketus. Dasar! akhirnya, karena terpaksa aku mengajaknya ikut denganku HANYA untuk membeli jus yang jaraknya hanya 5 meter. Terima kasih ucapku setelah aku membeli sebuah jus alpukat, Gak beli? tanyaku pada Saori yang berada disebelahku. Eh? Baiklah! jawabnya agak canggung. Sementara menunggunya membeli jus, aku tersentak saat ada yang memanggil dari belakang Hei Otoha! panggil seseorang yang sangat membuatku kaget. Waa! kataku sedikit ketakutan lalu menghadap belakang, saat aku lihat kebelakang, aku tak percaya siapa yang aku lihat Imm! Melan! kataku langsung memeluk mereka.

Kalian ternyata! Aku kangen banget, kataku senang dan tersenyum. Hahaha kau kan bilang, hari ini mulai masuk canda Imm. Oh, iya! Aku lupa kataku baru ingat. Kamu masuk kelas 8 apa, Otoha? tanya Melan penasaran. Aku sangat kecewa karena aku masuk kelas 8-2, jelasku kecewa. Kelas 8-2? Padahal aku ingin kita ber-3 sekelas. Tapi nyatanya? Kita sama-sama berbeda kelas! Aku kelas 8-1, Melan kelas 8-3, dan kamu kelas 8-2! kata Imm kecewa. Hah aku kecewa sekali. Seandainya kita 1 kelas, aku akan sangat senang! kata Melan. Sama! jawabku dan Imm bersamaan. Tiba-tiba Saori muncul Eh, Saori! Kamu sudah membeli jusnya? tanyaku pada Saori. Iya, jawabnya. Siapa dia, Otoha? tiba-tiba saja Melan bertanya. Dia adalah saudara tirinya Otoha, jawab Imm cepat. Darimana kamu tahu, Imm? tanya Melan lagi. Dia pernah cerita denganku, jawab Imm singkat. Benar? sekarang Melan menengok kearahku. Eh, itu benar, kataku canggung. Kok bisa kamu dapat saudara tiri padahal kamu masih tinggal dengan Oka-sanmu? Melan semakin penasaran saja. Itu karena Oto-sannya menikah dengan Oka-sanku setahun lalu. Lalu minggu lalu, Okasanku dan Oto-sannya meninggal gara-gara kecelakaan dan akhirnya aku diajak Otoha kemari dan tinggal disini, jawab Saori. Tumben dia ngomong. Padahal dari tadi diam terus.

Waw. Panjang sekali ceritanya. Jadi begitu, maka kalian bisa menjadi saudara. Iya, jawab Saori dan aku. Tet tet tet Bel, nih. Aku kekelas dulu, ya! pamit Imm. Aku juga mau kekelasku. Duluan, ya pamit Melan juga. Mereka telah pergi, tinggal kami berdua. Hoi! Tunggu apa lagi? Yuk, kekelas! ajakku, dan kamipun kekelas 8-2 bersama. *** Pulang sekolah Akhirnya kami bertemu!! kataku senang entah pada siapa. Saori bingung dengan tingkahku. Kamu bahagia sekali, ya. Pasti karena bertemu teman-temanmu itu, kata Saori. Tentu, dong! Senang banget, deh, kataku girang. Aku iri padamu, Hah? aku terlihat bingung dengan apa yang Saori katakan. Iri kamu selalu mempunyai teman. Sementara aku? Aku ini selalu dibenci orang Karena kata mereka sifatku ini sangat menyebalkan, kata Saori. Kamu tidak menyebalkan, kok. Kamu baik sama aku, kataku menenangkan. Benarkah? tanyanya memastikan. Iya! jawabku sambil tersenyum, Kamu memang sedikit menyebalkan. Tapi, kamu terkadang baik sekali denganku dan sangat perhatian, kataku tersenyum ramah. Terima kasih, jawabnya senang, One-chan, . Hah? aku kebingungan. Barusan dia bilang aku One-chan!

Mulai sekarang aku akan memanggilmu One-chan, jawabnya, Ya, kan One-chan? dia tersenyum ramah. Tentu, Saori, kataku tersenyum. *** Dirumah Oka-san! Hari ini makan apa, ya? tanyaku pada Oka-san. Sekarang telah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Makan bento, jawab Oka-san singkat. Yei! Bento! Aku sangat suka bento, kataku gembira, Kamu juga suka, kan Saori? . Tentu saja, jawab Saori cepat. Baiklah, ini bento kalian, silakan makan! Oka-san meletakkan dua piring bento dimeja. Tentu saja, kami langsung memakannya dengan lahap. *** Esoknya Berangkat, ya! kataku seraya menyalimi tangan Oka-san, begitupun Saori. Selamat tinggal! kataku dan Saori bersamaan. Selamat tinggal! Hati-hati, ya! kata Oka-san. Kami berdua akhirnya berangkat. **** Sekolah Setelah sampai, tiba-tiba saja dari balik jendela disebelahku Imm dan Melan muncul! Aku sangat kaget. Imm! Melan! kataku seraya membuka jendela. Mereka tersenyum ramah. Kekantin, yuk? ajak Melan.

Oke! Aku akan segera keluar, kataku meninggalkan mereka berdua dari jendela dan aku dan Saori segera menghampiri mereka. Yuk, kekantin! kataku. Tapi, aku tak tahu makanan apa yang enak dimakan saat dikantin. Nanti saja, ya? pinta Saori memohon. Tidak, sekarang saja. Nanti keburu bell, sergah Imm. Tenang saja, dikantin banyak makanan enak, kok, kata Melan. Baiklah, jawab Saoti sedikit ragu. Bagus! kata kami bertiga serempak. *** Ini nama makanannya apa? tanya Saori. Dia sekarang memakan makanan khas Indonesia yang diberikan oleh Melan. Oh, itu. Namanya nagasari. Enak, ya? jawab Melan. Iya. Enak sekali, jawab Saori. Itu makanan khas Indonesia, loh. Enak sekali nagasari itu, apalagi isinya adalah pisang um enak, kata Melan dengan lebaynya. Hahahaha dasar lebay! ejek Imm. Kami, Mio tertawa bersama-sama dengan gembira. Sementara Saori hanya memperhatikan kami. Tet tet tet Bel masuk berbunyi Bel masuk, nih. Masuk kelas, yuk! ajak Melan. Oke! jawabku dan Imm serempak. *** Pulang sekolah

Hei One-chan aku ingin ngomong sesuatu, kata Saori sedikit ragu. Hm? aku melihatnya yang agak gugup. Boleh, gak, katanya, Aku ikut um geng kamu, One-chan? akhirnya dia berkata. Aku tertegun. Dia mau ikut Mio? Eh, soal itu aku tidak tahu kita diskusikan saja besok dengan anggota Mio yang lainnya. Nanti, jika aku memasukkanmu seenakku, mereka akan marah, usulku, Kok tiba-tiba kamu mau bergabung? Tak apa, jawabnya singkat. Ayolah beri alasan! Kalau tidak, besok tak jadi didiskusikan, ancamku. Simpel, itu karena, dia agak berat mengatakannya, Aku iri! Kamu mempunyai banyak teman Dari dulu aku selalu kesepian Aku dari dulu tak punya teman Jadi, tolonglah aku! Masukkan aku kegengmu! . Aku akan membicarakannya pada Imm dan Melan, Saori. Kita lihat saja bagaimana respon mereka, kataku. Dengan berat, ia mengangguk. Tenang, Saori. Aku akan mendoankanmu agar kamu diterima, kataku menenangkannya yang terlihat sedikit murung. Terima kasih, jawanya lesu. *** Setelah 5 menit berjalan, aku dan Saori sampai dirumah. Dirumahku aku sedang menelfon Imm tentang Saori yang ingin gabung kegeng Mio. Jadi, dia minta gabung kegeng kita? tanya Imm memastikan. Iya. Jadi, menurutmu sebaiknya bagaimana? tanyaku. Bagaimana, ya kata Imm bingung. Aku sih terserah padamu, Imm. Aku sih inginnya memasukkannya, kataku. Iya, sama. Cuma apa Melan setuju? tanyanya bingung.

Gak tau juga. Bagaimana jika kamu telefon? Nanti kalau sudah telefon aku, usulku. Baiklah. Sampai jumpa lagi. Selamat tinggal, pamit Imm. Selamat tinggal, jawabku. Akhirnya aku menunggu Imm menelfon Melan. Tak terasa, 10 menit sudah berlalu. Drt drt drt Telefonku berbunyi! Segera saja aku angkat. Bagaimana? tanyaku penasaran. Melan menjawab iya. Itu berarti, Saori diterima! seru Imm. Syukur, deh! Pasti dia seneng, kataku. Iya, dong. Pasti. Sudah, ya! Selamat tinggal! pamit Imm. Selamat tinggal! balasku. Setelah bicara dengan Imm melalui telefon, aku keluar kamar. Tepat saat itu aku melihat Saori didepan lemari es sedang minum. Hei Saori! panggilku sambil mengangkat tangan. Saori menoleh dan segera berjalan menuju tempatku. Ada apa, One-chan? tanyanya penasaran. Ada berita bagus! Tadi aku telefon Imm pakai HP, dan aku bicarakan tentang kamu yang ingin bergabung dengan Mio, kataku senang, Kami bertiga saling telfon-telfonan. Kata mereka berdua, kamu diterima jadi anggota Mio! . Benarkah, One-chan?! Wah, terima kasih, ya! jawab Saori senang. Iya, jawabku. *** Esoknya saat kami sekolah, Imm dan Melan menemuiku dan Saori.

Selamat, ya Saori! Sekarang kamu telah menjadi anggota Mio! kata Melan ramah. Semoga kamu bisa enjoy di geng Mio, kata Imm. Iya! Terima kasih, ya mau masukin aku kegeng kalian, ucap Saori sambil tersenyum. Sama-sama! jawabku, Imm dan Melan serempak. Oh, ya. Aku mau bertanya, jika Saori masuk kegeng kita, gimana kalo namanya dirubah? Bukan Mio lagi, usulku. Mereka terdiam sedang berfikir. Memang nama apa yang bagus untuk geng kita? timpal Melan. Kan nama asli kita Mio, karena ada Saori yang masuk geng kita, bagaimana jika kata Mio ditambah dengan S yang maksud S itu Saori. Setuju? usul Imm. Lalu, jika ditambah S jadinya Mios, dong! Gak cocok, komentar Saori. Nah, maka dari itu, kata Mios itu diberi ide agar namanya menjadi bagus, kata Imm. Kami semua berfikir hingga Melan memberi usul. Bagaimana kalo Mios?! Maksudku, kata Mio-nya tetap, tapi diberi koma atas dan setelah itu ujungnya diberi S, bagaimana? seru Melan. Maksudmu? kami bertiga bingung dan tak maksud dengan apa yang diucapkan Melan. Kalo gak maksud ya udah! Nih, tak jelasin lebih detail, bacanya tetep Mio, tapi tulisannya saja yang beda! kata Melan menjelaskan. Jadi, tulisannya bagaimana? kini Saori yang bertanya. Ada yang punya kertas? tanya Melan. Imm menyerahkannya sedikit sobekan kertas dan sebuah pensil. Ini. Maaf ya cuma dikit, Imm menyerahkan sobekan kertas itu dan pensilnya. Dengan cepat, Melan meraihnya dan menulisakn sesuatu. Setelah kulihat, tulisannya seperti ini; Mios. Oh, jadi seperti ini yang kau maksud. Bacanya tetep, kan? kata Imm mengangguk-angguk. Iya! Bagaimana? Kalian setuju, tidak?! tanya Melan gembira.

Tentu, dong! jawabku, Imm dan Saori serempak. *** Pulang sekolah Selamat, ya. Kamu diterima di Mio! Eh, maksudku Mios! kataku senang. Mereka yang setuju, kok. Itu juga karena kamu setuju, One-chan, kata Saori. Gak juga. Ini adalah persetujuan semuanya! seruku senang. One-chan, kita sudah sampai, kata Saori memberitahukan aku. Eh, Saori um bisakah kamu berhenti memanggilku One-chan? pintaku. Kenapa? tanyanya heran. Itu karena, aku tak terlalu suka dipanggil seperti itu. Rasanya agak aneh, jawabku terus terang. Kau yakin? katanya memastikan. Tentu saja! Panggil aku Otoha saja! jawabku. Baiklah kalau begitu, Otoha, katanya sambil tersenyum. Bagus! pujiku. *** Kamipun menuju rumah dan bertemu dengan Oka-san. Oka-san menyapa kami. Sudah pulang, ya! sapa Oka-san. Ya, Oka-san! jawabku sambil tesenyum. Kamu mandi duluan, Saori, kataku pada Saori. Baiklah, Otoha! jawabnya tegas. Dengan segera Saori meninggalkanku. Dia menuju kamar mandi.

Apa, ya, yang enak dilakukan? aku bingung harus apa. Tak ada kerjaan yang bisa kukerjakan hari ini. Um, baca novel aja ah! kataku seraya meihat-lihat isi rak buku. Siapa tahu ada sebuah novel disana. Tanpa basa basi, aku buka rak buku tersebut. Aku sama sekali tak menemukan apa-apa kecuali buku pelajaran. Kamu lagi apa, Otoha? tiba-tiba Saori muncul dibelakangku! Aku kaget buka main. Jangan ngagetin, dong! Aku kira kamu hantu, kataku kesal. Oh, maaf, ya kamu lagi apa? tanyanya penasaran. Apa aja boleh! kataku ketus. Huh, dasar. Jangan ketus seperti itu, dong, katanya sambil cemberut. Iya, maaf, kataku padanya. Oke, oke, jawabnya senang. Oh, ya. Kamu keluar dulu, gih. Aku mau pakai baju dulu. Daripada nunggu, lebih baik kamu mandi saja! nasihat Saori. Oke, jawabku singkat. *** Esoknya saat kami berangkat sekolah Hei, Otoha! Bener, nih aku diterima digengmu? tanya Saori memastikan. Betul. Kalau gak percaya, tanya saja sama mereka berdua, Imm dan Melan, sahutku. Ngomong-ngomong, dah sampai, nih, kata Saori memberitahu. Okay! Yuk, kita kekelas! sahutku dan kamipun menuju kelas 8-2. Sampai dikelas, aku dan Saori hanya meletakkan tas dikursi kami. Setelah itu kami pergi keluar kelas untuk bertemu dengan Imm dan Melan. Saat baru beberapa langkah keluar kelas, kami melihat Melan.

Hei Melan! panggilku. dia menoleh, lalu segera menghampiriku dan Saori. Hei! Selamat pagi, sapanya ramah. Melan, pagi juga. Ohya, mana si Imm? tanyaku penasaran. Aku juga sedang mencarinya. Yuk, kita susul Imm dikelas 8-1, ajak Melan. Yuk! jawabku dan Saori serempak. *** Kami akhirnya menemukan Imm dikelasnya, 8-1. Dan kami berempat sepakat menuju kantin untuk beli sedikit cemilan. Aku akan membeli pesanan kalian. Kamu makan mau apa, Saori? tanyaku saat kami tiba dikantin. Kalau kamu? tanyanya balik. Nasi goreng dan jus alpukat, jawabku singkat. Kalau aku um Mie goreng dan susu kotak saja, jawanya. Kalian, Imm, Melan? tanyaku pada mereka berdua. Apa, ya ? Imm terlihat kebingungan. Aku rujak saja. jawab Melan, Ohya. Dengan es teh, . Imm kamu mau pesan apa? tanyaku lagi. Dia masih terlihat kebingungan. Aku tak terlalu tau makanan di Indonesia, jadi aku bingung, kata Imm jujur, Sebaiknya aku makan apa menurut kalian? . Kamu mau, gak aku usulin? Kamu makan siomay dan pudding, usul Melan. Imm terlihat berfikir sejenak dan akhirnya dia menjawab; Baiklah! jawab Imm. Aku hendak berbalik untuk membelikan pesanan mereka. Tapi langkahku terhenti.

Ohya. Aku gak traktir, loh Sini uangnya! tegurku pada mereka. Mereka tertegun. Lantas mengambil uang dari saku masing-masing, dengan wajah sebal. Dasar! celetuk mereka dengan kesal. Aku hanya tersenyum jahil. *** Setelah makan dikantin Hm Kenyang! Ternyata enak sekali makanan usulanmu, Melan! Terima kasih, ya, kata Imm sambil menengok Melan. Iya Sama-sama, jawab Melan singkat. Tet tet tet Bel masuk berbunyi. Bye, ya semua aku kekelasku dulu, kata Melan. Dia segera berlari menuju kelasnya, kelas 8-3. Aku juga! sahut Imm. dia juga berlari menuju kelasnya. Yuk, kekelas, ajaku pada Saori. Dia mengangguk. Kami menuju kelas bersama-sama. Setelah kami mau sampai dikelas kami, kami melihat bu Anatia. Wah, cepetan! Nanti telat. Kena marah pasti! seru Saori. Dia berlari meninggalkanku. Mau tidak mau aku berlari menyusul Saori untuk sampai dikelas 8-2. *** Saat dirumah setelah pulang sekolah aku sedang membaca buku didepan TV. Tiba-tiba Saori muncul dibelakangku. Aku terkejut ketika melihatnya. Itu karena matanya merah seperti hendak menangis! Hei! Kamu kenapa? tanyaku terkejut. Dia masih tetap menangis yang membuatku tembah panasaran Otoha aku aku harus kembali ke Jepang lusa, katanya sedih.

Hah?! seruku tak percaya, Kenapa?! . Oji-sanku Dia menyuruhku kembali ke Jepang! Dia bilang, kalau aku terus disini akan merepotkan Oka-sanmu, cerita Saori. Lalu, kamu benar-benar serius mau ke Jepang lusa?! tanyaku memastikan. Iya, Otoha. Bukannya lusa itu hari minggu? jawab Saori. Iya, benar Ini kan hari jumat, kataku. Besok kita terakhir kalinya bertemu, Otoha. kata Saori menundukkan kepalanya. Aku sungguh sedih mendengarkan berita ini. Sangat Esoknya, dikelasku kami akan memberi ucapan selamat jalan pada Saori yang akan kembali ke Jepang besok. Aku sungguh sedih Terima kasih, semuanya karena telah membantuku selama disekolah ini. Besok kita tidak akan bertemu lagi, salam Saori sambil membungkuk. Selamat tinggal, ya nak Ibu doakan semoga kamu selamat pada perjalanan nanti, kata bu Anatia sedikit sedih. Iya, bu, jawab Saori sambil tersenyum pahit. Secara bergantian anak-anak bersalaman dengan Saori tanda perpisahan Selamat jalan, Saori! Kita tak akan bertemu lagi Aku sangat sedih, kataku setelah girilanku bersalaman dengan Saori. Tidak, Otoha. Kita pasti bertemu lagi, kata Saori menenangkan, Kita kan saudara, . Kamu benar, kataku sambil tersenyum pahit. *** Saat ini kami Mios sedang berada dirumahnya Melan setelah pulang sekolah. Kami ingin memberitahukan informasi tentang Saori. Kamu akan kembali ke Jepang?! Imm beseta Melan terlihat kaget dengan apa yang kami informasikan tentang Saori. Saori mengangguk berat.

Wah gawat, nih. Mios jadi gak utuh lagi, kata Imm kecewa. Tapi, Imm, walau pisah kita ber-4 tetap teman, kan? tanya Melan. Saori mengangguk. Saori, kami pasti akan kesepian tanpamu. Selamat jalan, Saori. Aku janji, besok pasti aku akan kerumah kalian untuk mengatakan selamat jalan untukmu. Kita akan berpisah selamanya. kata Imm sedih setelah mendengar informasi tentang Saori. Iya, aku juga akan ikut. kata Melan. Terima kasih, ya semua janji, loh besok kerumah Otoha, jawab Saori. Tentu! jawab Imm dan Melan bersama-sama. *** Esoknya Mana, sih Melan dan Imm? kata mereka, mereka akan kesini, tapi mereka gak datangdatang! kataku. padahal sebentar lagi Saori akan berangkat menuju Jepang. Sekarang kami berada dirumahku. Biarlah jika mereka tak datang juga tak apa-apa, kata Saori kecewa. Saori, kataku sedih. Aku merasa kasihan sama dia. Kalau begitu, naiklah ke mobil. Cepatlah. Kalau mereka benar-benar tak datang, nanti akan kutelfon mereka, kataku. Dia mengangguk walaupun sedikit kecewa. Saat Saori menaiki mobil dan menutup pintu mobilnya, tiba-tiba Tunggu! tiba-tiba saja Imm dan Melan muncul sambil berlari. Sontak, aku sangat kaget. Melan, Imm?! kataku dan Saori kaget. Mereka Menyusul? kata Saori tak percaya. Saori! Jangan pergi dulu, kami ingin mengucapkan sesuatu! teriak Melan setelah mereka berdua sampai didepan kaca mobil tempat Saori duduk dalam mobil. Saori membuka kaca mobil agar bisa mendengar apa yang akan Melan dan Imm katakan. Selamat tinggal, Saori! Walau kamu pergi, persahabatan kita tetap utuh! kata Imm.

Iya! Kita semua masih Mios best friends! timpal Melan. Iya, teman-teman. Aku pasti masih ingat kalian terima kasih, selamat tinggal! Saori menangis terharu dengan saat bersamaan itulah, mobil yang dinaikinya melaju Selamat tinggal! kataku, Melan dan Imm bersamaan. Ya Selamat tinggal! Mios best friends! teriak Saori sambil melambaikan tangan didalam mobil Selamat tinggal, Saori. Aku akan selalu mengingatmu. Kamu adalah saudara sekaligus teman yang sangat baik. Walau kadang aku selalu dibuat kesal olehmu. Aku yakin suatu hari nanti pasti kita bertemu Pasti! *** 1 tahun berlalu, saat aku kelas 9 Apa?! Teokbokkinya kamu habisin?! kataku kesal sama Melan karena menghabiskan teokbokki yang diberikan Imm untuk dimakan bersama dirumahnya. Padahal, aku sudah lapar karena dari tadi bermain terus dirumah Imm bersama mereka! Hehe Soalnya enak, sih! kata Melan nyengir dan tanpa dosa. Jahat, deh! Kan aku minta disisain pas aku ketoilet, kok dihabisin! kataku sambil cemberut. Sudahlah, masih ada di dapurku. Masih banyak, kok! kata Imm menenangkan. Dia hendak mengambil teokbokki didapurnya. Wah Kayaknya enak, aku juga mau, dong! mendengar suara itu, langkah Imm terhenti. Melan langsung tersedak teokbokki yang sedang ia makan. Sementara aku Menatapnya dengan wajah berseri-seri Dia SAORI!! dengan bahagia, aku memeluknya yang berada diambang pintu. ~ END ~ Cerpen Karangan: Nisrina Delia Rosa Facebook: Nisrina Delia Rosa

You might also like