You are on page 1of 16

MANAJEMEN MEMUPUK BAKAT DAN KREATIVITAS SISWA

MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Manajemen Kesiswaan Dosen Pengampu : Fatkurroji, M. Ag

Disusun oleh : Muhibatul Khusna Nailatun Nikmah (103311024) (103311026)

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013

MANAJEMEN MEMUPUK BAKAT DAN KREATIVITAS SISWA I. PENDAHULUAN Menjadi orang kreatif akan membuat hidup jauh lebih baik ketimbang menjadi orang yang tidak kreatif, monoton, tidak mempunyai keinginan untuk maju dan statis. Dengan menjadi kreatif, hidup akan menjadi lebih berwarna. Kreativitas akan membuka wacana dan wawasan baru dari episode kehidupan ke episode kehidupan berikutnya. Kreativitas akan memberikan semangat dalam menjalani kehidupan baru yang terkadang dihadapkan pada berbagai persoalan rumit dan membutuhkan penyelesaian dengan jalan yang berbeda. Hendaknya bakat dan potensi kreatif yang dimiliki siswa dipupuk sejak dini. Sehingga anak memiliki potensi besar untuk menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif. Lebih lanjut, dalam makalah ini kami akan membahas tentang Manajemen Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa. II. RUMUSAN MASALAH A. Apa Pengertian Belajar Kreatif? B. Mengapa Harus Belajar Kreatif? C. Bagaimana Mendorong Anak/ Siswa untuk Belajar Kreatif? D. Bagaimana Memupuk Iklim Kreatif Anak/Siswa? E. Bagaimana Metode dan Teknik Kreatif Tingkat 1, 2, 3? F. Bagaimana Peran Guru dalam Siswa yang Berbakat? G. Bagaimana Peran Orang tua dalam Anak yang Berbakat? H. Apa Saja Persyaratan Guru dalam Mengajar Siswa Berbakat?

III. PEMBAHASAN A. Pengertian Belajar Kreatif

Belajar diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.1 Kemudian kreatif oleh Supriadi (1994) diartikan bahwa kreatif itu merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Dengan demikian, Belajar Kreatif adalah belajar secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Haris (1998) dalam artikelnya tentang pengantar berpikir kreatif menyatakan bahwa indikator orang berpikir kreatif itu meliputi: (1) Ingin tahu, (2) mencari masalah, (3) menikmati tantangan, (4) optimis, (5) mampu membedakan penilaian, (6) nyaman dengan imajinasi, (7) melihat masalah sebagai peluang, (8) melihat masalah sebagai hal yang menarik, (8) masalah dapat diterima secara emosional, (9) menantang anggapan/ praduga, dan (10) tidak mudah menyerah, berusaha keras. menurutnya kreativitas dapat dilihat dari tiga aspek yakni sebuah kemampuan, perilaku, dan proses.2 1. Sebuah Kemampuan Kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru baru dengan cara mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide-ide yang telah ada. 2. Sebuah Perilaku Kreativitas adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu.
1

Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung. Pustaka Setia, 2010), hlm. 61

Mustaji, Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran (Surabaya: Jurnal Teknologi Pendidikan Unesa) dapat diakses di http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalampembelajaran pada tanggal 20 April 2013 pukul 10:58 WIB

3. Sebuah Proses Kreativitas adalah proses kerja keras dan berkesimbungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik. B. Pentingnya Belajar Kreatif Dalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Menurut Treffinger, tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kreativitas. Lebih lanjut, Conny R. Semiawan menyatakan, ada empat alasan penting mengapa seseorang perlu belajar kreatif, antara lain: 1. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil guna jika kita (orang tua/guru) tidak bersama mereka. 2. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah yang tidak mampu kita duga yang akan timbul di masa depan. 3. Belajar kreatif menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan seseorang, dapat mempengaruhi, bahkan dapat mengubah karir pribadi serta dapat menunjang kesehatan jiwa dan badan seseorang. 4. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar. Secara lebih luas, belajar kreatif dapat menimbulkan terciptanya ide-ide baru, cara-cara baru, dan hasil-hasil yang baru.3 C. Mendorong Belajar Kreatif Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan kadar yang berbeda-beda. Yang terutama penting bagi dunia pendidikan adalah bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan serta ditingkatkan.
3

Pentingnya Kreativitas dalam Kehidupan, diakses di http://pegawai.stainkudus.ac.id/? module=detilberita&kode=113 pada tanggal 20 April 2013 pukul 10:55 WIB.

Sehubungan dengan mendorong belajar keratif bagi siswa, sebagai pendidik atau orang tua, kita perlu meninjau empat aspek dari kreativitas, yaitu: pribadi, pendorong (press) proses dan produk. Yang kemudian lebih dikenal dengan Strategi 4P dalam Pengembangan Kreativitas. 1. Pribadi Kreativitas adalah ungkapan atau ekspresi dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan krearif ialah yang mencerminkan orisionalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. Oleh karena itu, pendidik atau orang tua hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat anak/siswanya.4 Hal ini dapat diartikan bahwa guru/ orang tua jangan mengharapkan semua siswa/ anak melakukan atau menghasilkan hal-hal yang sama atau mempunyai minat yang sama. Namun, guru atau orang tua hendaknya membantu siswa/ anak menemukan bakat-bakatnya dan menghargainya. 2. Pendorong (Press) Bakat kreatif siswa/ anak akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari lingkungannya ataupun dorongan kuat dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu5. Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi juga dapat pula terhambat dalam lingkungan yang tidak menunjang. Sehingga di dalam keluarga, di sekolah, ataupun di lingkungan masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku kreatif individu atau kelompok individu. 3. Proses Untuk mengembangkan pola belajar kreatif, anak/ siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan proses bersibuk diri secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif. Dalam hal ini, yang terpenting adalah memberikan kebebasan kepada

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), Cet ke-3, hlm. 45
5

Utami Munandar, hlm. 46

siswa/ anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif, tentu saja dengan syarat tidak merugikan orang lain dan lingkungannya 4. Produk Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri pribadi yang kreatif, dan dengan dorongan (internal/eksternal) untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif yang inovatif dan bermakna dengan sendirinya akan timbul. 6 Dan hendaknya seorang pendidik atau orang tua menghargai produk kreativitas siswa/ anaknya dan mengkomunikasikan kepada yang lain. Misalnya dengan memamerkan hasil karya siswa/ anaknya. Sehingga minat siswa/ anak akan lebih tergugah untuk berkreasi. D. Memupuk Iklim Kreatif

E. Metode dan Teknik Kreatif Tingkat I, II, III Barbara Clark Model Pendidikan Integratif (Clark) Clark berdasarkan hasil berbagai penelitian tentang spesialisasi belahan otak, mengemukakan: Kreativitas merupakan ekspresi tertinggi keterbakatan dan sifatnya terintegrasikan, yaitu sintesa dari semua fungsi dasar manusia yaitu: berfikir, merasa, menginderakan dan intuisi (basic function of thingking, feelings, sensing and intuiting) (Jung 1961, Clark 1986).

1. Model Model Integrative Education dari Clark (1986) didasasari atas riset tentang otak/pikiran dari dasawarsa terakhir. Titik pusatnya adalah pada fungsi alam pikiran sepenuhnya dari individu dan bertujuan membantu siswa menggunakan semua kemampuan mereka dalam belajar. Untuk itu model ini menggabungkan

Utami Munandar, hlm. 46

penggunaan keterampilan pemikiran, perasaan, pengindraan, dan intuisi (firasat) dalam pembelajaran akademis dan non-akademis.

Kekuatan dari model ini ialah pendekatannya yang terpadu dalam belajar, melihat siswa sebagai individu yang berfungsi sepenuhnya dan mempunyai sistem interaksi yang mempengaruhi kinerja. Cara seorang siswa mereka mempengaruhi cara berpikirnya dan juga sebaliknya.model pendidikan integratif digambarkan sebagai satuan lingkaran yang dibagi menjadi empat (Lihat Gambar 1.2). setiap bagian menampilkan suatu fungsi dari otak yang berinteraksi dengan dan mendukung fungsi-fungsi lain jika siswa belajar. Keempat fungsi ini ialah: fungsi berfikir (kognitif), fungsi perasaan atau emosi (afektif), fungsi fisik (pengindraan) dan fungsi firasat (mempunyai insight, kreatif). Garis-garis terputus memisahkan fungsi-fungsi itu melambangkan cara fungsi-fungsi itu bekerjasama.

Clark (1986) menggambarkan keempat bagian tersebut sebagai berikut : Fungsi kognitif meliputi kekhususan dari belahan otak kiri yang analitis,

memecahkan masalah, sekuensial, evaluatif dan kekhususan dari belahan otak kanan yang lebih berorientasi spasial (kekurangan) dan gestalt (keseluruhan). Fungsi afektif diungkapkan dalam perasaan dan emosi dan merupakan pintu

gerbang untuk meningkatkan atau membatasi fungsi kognitif yang lebih tinggi. Fungsi fisik meliputi gerakan, penglihatan, pendengaran, penciuman,

pencecapan dan perabaan yang menetukan bagaimana kita mengamati realitas. Fungsi firasat adalah pemahaman secara menyeluruh, secara langsung

memperoleh suatu konsep dalam keseluruhannya, dan sebagian merupakan hasil dari tingkat sintesis yang tinggi dari semua fungsi otak.

Model integratif ini mempunyai tujuan komponen inti. Meskipun menurut Clark tidak perlu semuanya dalam setiap hal, tetapi penggunaan ketujuh komponen semuanya akan menghasilkan penggunaan yang paling efektif dar model ini.

Komponen itu ialah: 1. Lingkungan belajar yang responsif 2. Relaksasi dan mengurangi ketegangan 3. Gerakan dan physical encoding 4. Mengusai bahasa dan perilaku 5. Pilihan dan pengendalian yang diamati 6. Aktivitas kognitif yang majemuk dan menantang 7. Firasat dan integrasi

Dari tinjauan kurikulum, model integratif membangun pengalaman belajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam setiap dari tujuh kawasan komponen kunci. Keterpaduan dari keterampilan dan fungsi otak inilah memungkinkan siswa berfungsi sepenuhnya.

1.

Modifikasi Konten, Proses, Produk dan Lingkungan

Model pendidikan integratif memungkinkan modifikasi kurikulum untuk anak berbakat dalam keempat bagian tersebut dimuka. Konten belajar diperluas meliputi bidang subjek dengan topik-topik seperti relaksasi, mengurangi ketergantungan dan menggunakan firasat. Bidang-bidang seperti ini jarang diberikan di sekolah.

Proses belajar juga menekankan teknik-teknik untuk menggunakan pemikiran sepenuhnya. Kebanyakan program sekolah terutama berkaitan dengan fungsi kognitif dari otak, sedangkan model ini melihat pentingnya perasaan, pengindraan dan

kreativitas siswa dan cara bagaimana keempat fungsi otak mempengaruhi proses belajar.

Dengan model ini produk belajar juga dapat dimodifikasi dalam kurikulum yang berdiferensial untuk anak berbakat. Produk belajar bukan hanya karangan, laporan atau proyek, tetapi juga pengelolaan diri, harga diri, belajar mandiri dan proses mental yang lebih tinggi. Akhirnya, lingkungan belajar merupakan bagian inti dari pengalaman belajar. Model ini memadukan lingkunagan ke dalam keseluruhan rancangan pendidikan mengakui dampaknya terhadap proses belajar siswa. Hal ini menumbuhkan suasana yang mendorong keberhasilan dan rasa harga diri melalui pendekatan yang berpusat pada siswa terhadap belajar.

2. Manfaat dari Model pendidikan terpadu Clark Model pendidikan terpadu dari Clark dapat digunakaan untuk semua siswa dalam kelas biasa, namun mempunyai manfaat khusus bagi siswa berbakat. Pertama, model ini menyampaikan informasi dengan cara yang terpadu, sesuai dengan cara berfikir anak berbakat. Dengan memungkinkan mereka menggunakan semua kemampuan mereka, siswa berbakat diberi kesempatan untuk mengembangkan lebih dari haya kemampuan kegiatan mereka, sehingga menunjang pengembangan manusia seutuhnya. Kedua, dengan memasukkan teknik relaksasi dan mengurangi keteganggan model ini memberi siswa berbakat dengan strategi untuk menangani kecenderungan mereka untuk menjadi perfeksionis dan mengalami stres. Anak belajar lebih baik dalam kondisi tanpa stres; mereka juga cenderung lebih kreatif jika merasa rileks. Dengan mengembangkan kemampuan ini, siswa berbakat diharapkan dapat mengelola stres secara berhasil seterusnya. Penggunaan ketiga dari model ini ialah dalam bidang pengelolaan diri. Siswa lebih dapat mengendalikan pembelajaran mereka dan mengembangkan ketrampilan dasar yang dibutuhkan untuk belajar seumur hidup. Betapapun

baiknya guru anak berbakat, siswa perlu memiliki kemampuan untuk menemukan dan mencerna informasi sendiri. Model ini memungkinkan untuk bertanggung jawab bagi belajar mereka sendiri. Terakhir, model ini memenuhi kebutuhan siswa berbakat akan kegiatan yang majemuk dan menantang. Ini yang sering merupakan masalah siswa berbakat di kelas biasa. Model ini mengembangkan kemampuan anak secara utuh sesuai dengan keterampilan pribadi mereka. Dengan demikian anak berbakat diberi kesempatan untuk belajar dengan kesempatannya sendiri dengan cara yang bermakna bagi mereka. Menurut Clark (1983), kreativitas merupakan ungkapan tertinggi dari keberbakatan. Keterpaduan dari empat fungsi (pikiran, perasaan, pengindraan, dan filsafat) membebaskan kreativitas (lihat Gambar 8.8); sedangkan membatasi salah satu fungsi akan mengurangi kreativitas. Kreativitas meliputi sintesis dan semua fungsi, yaitu a) berfikir secara rasional; b) tingkatan tinggi dari pengembangan perasaan atau emosi; c) talenta dan tingkatan tinggi ndan perkembangan fisik dan mental; dan d) tingkatan tinggi dari kesadaran yang menghasilkan penggunaaan tamsil (imagery), fantasi, dan penerobosan ke keadaan pra-sadar atau tidak sadar. (Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat hal 183-186. Jakarta: Rineka Cipta)

Treffinger Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif

Kreativitas merupakan suatu kemampuan yang hendak ditingkatkan dalam kebanyakan program anak berbakat. Untuk itu perlu ditumbuhkan iklim di dalam kelas yang menghargai dan memupuk kreativitas dalam semua segi. Tidak cukup menyediakan waktu 30 menit sehari untuk kreativitas, hal ini tidak akan

meningkatkan kemampuan kreatif siswa. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan ini.

1.

Model

Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif (Lihat Gambar 1.1) merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Denagan melibatkan, baik keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat pada model ini, Treffinger menunjukan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.

Model

Treffinger

untuk

Mendorong

Belajar

Kreatif

(Treffinger,

1986)

menggambarkan susunan tiga tingkat yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Seperti dalam Model Penggayaan Renzulli (Renzulli, 1977, dikutip oleh Parke), siswa terlibat dalam kegitan membangun keterampilan pada dua tingkat pertama untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata pada tingkat ketiga. Model Treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut: basic tools, practice with process, dan working with real problems (Lihat Gambar 1.1).

Tingkat I, basic tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I (Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) meliputi keterampilan divergen (Guilford, 1967, dikutip Parke, 1989) dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berfikir serta kesediaan mengungkapakan pemikiran kreatif kepada orang lain.

Tingkat II, practice with process atau teknik-teknik krativitas tingkat II (Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari ada tingkat I dalam situasi

praktis. Untuk tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran, simulasi, dan studi kasus. Keahiran dalam berfikir kreatif menuntuut siswa memiliki keterampilan untuk melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, imajinasi, dan fantasi.

Tingkat III, working with real problems atau teknik kreatif tingkat III (Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) menerapkan keterampilan yang dipelajari dua tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Seperti pada kegiatan Tipe III pada Model Enrichment Triad dari Renzulli, siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.

1.

Modifikasi Konten, Proses, Produk dan Lingkungan

Model Mendorong Belajar Kreatif dari Trefffinger paling efektif jika diadaptasi untuk penggunaan kerikulum secara menyeluruh, karena memungkinkan modifikasi baik dari konten, proses, produk, maupun lingkungan. Namun, kekuatannya yang terbesar adalah dalam modifikasi proses dan produk.

Dalam model ini baik proses kognitif maupun afektif dikembangkan dengan rentangan dalam tingkat kompleksitas. Siswa yang lebih cepat mengusai keterampilan tingkat I atau tingkat II dapat melanjutkan kegiatan tingkat III, menerapkan apa yang telah mereka ketahui terhadap masalah atau keadaan baru yang berbeda dalam hidup mereka. Dengan demikian siswa belajar keterampilan yang beragam dan mampu menggunakannya jika diperlukan.

Produk belajar juga membuka dimensi baru. Produk belajar tidak hanya menyangkut perkembangan keterampilan baru, tetapi menggunakan ketermpilan itu untuk tantangan kehidupan nyata. Jadi, produk belajar adalah baik masalah yang dipecahkan maupun belajar proses memecahkan masalah. Dengan menggunakan ketiga tingkat dari model Treffinger, siswa membangun keterampilan menggunakan kemampuan kreatif mereka dan menemukan penyaluran untuk mengungkapkan kreativitas selama hidup.

2.

Penggunaan Model Treffinger

Mungkin sumbangan terbesar dari model mendorong belajar kreatif adalah terhadap pengembangan kurikulum siswa berbakat yang menunjukan peningkatan dari keterampilan tidak terbatas pada keterampilan dasar. Model ini menunjukan secara grafis bahwa belajar kreatif mempunyai tingkat dari yang relatif sederhana sampai dengan yang majemuk. Anak berbakat kreatif dapat menguasai keterampilan tingkat I dan tingkat II lebih cepat dari siswa lainnya. Bagi mereka proporsi waktu dan energi untuk tingkatan yang rendah dapat dikurangi. Semua siswa didalam kelas dapat dilibatkan dalam kegiatan tingkat I dan II, tatapi hanya beberapa yang dapat melanjutkan ke tahap penerapan (tigkat III).

Disamping itu, model ini hendaknya digunakan secara menyeluruh dalam kurikulum. Berfikir kreatif merupakan bagian dari semua subjek yang diajarkan di sekolah. Kemajuan dalam profesi diperoleh melalui proses kreatif. Oleh karena itu model ini dapat diterapkan pada semua segi dari kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konflik sampai dengan pengembangan teori ilmiah. Siswa akan melihat kemampuan mereka untuk menggunakan kreativitas dalam hidup dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendorong dan memungkinkan penggunaannya.

(Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat hal 172-175. Jakarta: Rineka Cipta)

Selain memiliki sintak-sintak pembelajaran, model pembelajaran inipun memiliki karakteristik-karakteristik. Karakteristik pertama dari model pembelajaran Treffinger ini adalah melibatkan siswa dalam suatu permasalahan dan menjadikan siswa sebagai partisifan aktif dalam pemecahan masalah. Masalah yang dihadapkan pada siswa ini diperoleh melalui data atau fakta-fakta yang disajikan pada siswa yang dapat menunjukkan fenomena atau gejala fisis yang dapat disajikan secara konseptual. Selanjutnya masalah tersebut dapat diselesaikan melalui kegiatan penyelidikan (investigation) dan penemuan (inquiry). Karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran Treffinger ini adalah mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan (Sarson, 2005:23). Artinya siswa diberikan keleluasaan untuk berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan.

Ciri yang lain adalah siswa melakukan penyelidikan untuk memperkuat gagasannya/hipotesisnya. Artinya siswa harus berperan aktif dalam menyelesaikan masalah melalui penyelidikan yang didasarkan metode ilmiah. Kegiatan penyelidikan merupakan suatu kebutuhan dalam memahami suatu konsep. Siswa diarahkan untuk menemukan dan membangun sendiri konsepnya. Menemukan dalam hal ini bukanlah menemukan dalam arti menemukan hal yang baru melainkan hanya reinvitation. Diharapkan dari kegiatan ini siswa dapat mengumpulkan dan menganalisis informasi serta menarik kesimpulan. Ciri berikutnya adalah siswa menggunakan pemahaman yang telah diperoleh untuk memecahkan permasalahan lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Artinya setelah siswa memperoleh pemahaman dari hasil penyelidikan, siswa selanjutnya mengaplikasikan konsep yang telah ia milki pada persoalan yang lain. Satu lagi ciri lain yang membedakan model ini dengan model pembelajaran yang lain adalah model pembelajaran yang sangat fleksibel, dikarenakan tidak harus selalu menggunakan setiap tahapan yang ada pada model ini.

Kita bisa menggunakan tahapan-tahapan yang kita perlukan saja. Selain itu juga, tahapannya tidak harus berurut, bisa maju ke tahap berikutnya dan kembali lagi ke tahap sebelumnya, hal tersebut disesuaikan dengan tujuan yang kita inginkan.

Model pembelajaran Treffinger ini selain mempunyai karakteristik seperti yang telah disebutkan sebelumnya, juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:

1.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep- konsep

dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan 2. 3. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran Mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena disajikan masalah pada

awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mencari araharah penyelesaiannya sendiri. 4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah,

mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis dan percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan. 5. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke

dalam situasi baru. (repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_chapter2.pdf hal 14-17)

F. Peran Guru dan Orang tua dalam Menangani Siswa/ Anak Berbakat 1. Peran Guru Menangani Siswa Berbakat

2. Peran Orang tua dalam Anak Berbakat

G. Kriteria Guru dalam Mengajar Siswa Berbakat IV. KESIMPULAN Dari pembahasan materi di atas dapat disimpulkan bahwa

You might also like