You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

Oleh: Ni Putu Pande Satya Systa Dewi 1102105058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2012
A. KONSEP PENYAKIT 1. DEFINISI Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus, makanan yang sudah di cerna kemudian sisanya akan di keluarkan dalam bentuk fases. Sisten pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara mengunyah, menelan dan mencampur menjadi zat-zat gizi. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua bagian yaitu; organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah. 1. Saluran gastrointestinal bagian atas. Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esophagus dan lambung. a. Mulut Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum mulu terdiri atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung ke faring. Platum terdiri atas platum durum (platum keras) yang tersusun tajuk-tajuk platum dari sebelah depan tulang maksilaris dan platum mole (platum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan sela[ut lendir. Rongga mulut berhubungan dengan orofaring yang di sebut dengan faucium yang terdapat dua lengkungan yaitu palatofaringeal dan palatoglossal. Diantara kedua lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut tonsil. Di rongga mulut makanan yang masuk akan di cerna secara mekanik denagn cara di cabik-cabik dan kunyah, serta secara kimiawi melaui peran enzim dan saliva. b. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfa yang terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan letaknya di belakang

rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang di sebut ismus fausium. c. Esofagus Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan akan membiarkan makanan tau minuman masuk ke dalam lambung. d. Lambung Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan dari esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum. Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan yang di hasilkan lambung. Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior. 2. Saluran gastrointestinal bagian bawah Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan anus. a. Usus halus Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini di lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding usus. Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut denga usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm). Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar

pancreas yang di lepaskan oleh usus halus. Senyawa yang di hasilakan oleh usus halus adalah: Disakaridase. Berfungsi munguraikan disakarida menjadi monosakarida. Eripsinogen. Berfungsi eripsin yang yang belum aktif yang akan di ubah menjadi eripsin. Eripsin mengubah pepton menjadi asam amino. Hormon sekretin. Berfungsi merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus. Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu kedalam usus halus. Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat) yang kemudian dengan bantuan peristaltic akan di dorong menuju usus besar. b. Usus besar atau kolon Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden. Fungsi dari kolon yaitu: 1. Menyerap air selama proses pencernaan. 2. Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli. 3. Membentuk massa fases. 4. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (fases) keluara dari tubuh. c. Rektum Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum dibuang lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila fases sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan otot lurik. 3. TANDA DAN GEJALA a. Konstipasi Menurunnya frekuensi BAB Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan Nyeri rektum

b. Impaction Tidak BAB Anoreksia

Kembung/kram Nyeri rektum

c. Diare

BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

d. Inkontinensia fekal Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus BAB encer dan jumlahnya banyak Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens Menumpuknya gas pada lumen intestinal Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemorrhoid -

Pembengkakan vena pada dinding rectum Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi Nyeri

4. PATOFISIOLOGI Hiperparatiroid

Merangsang reabsorpsi kalsium di ginjal

Merangsang absorpsi kalsium dan fosfat diusus

Merangsang pelepasan kalsium dan fosfat dari tulang

Hiperkalsemia

Mempengaruhi kontraksi saluran cerna

Hipermetabolisme

Aktivitas gastrointestinal meningkat Absorsi cairan meningkat

Penyerapan air menurun Feses menjadi keras

Air keluar bersama feces

Resiko Konstipasi 5. PROSES DEFEKASI

Diare

Defekasi adalah proses pembuangan tau pengeluaran sisa metabolisme berupa fases dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Proses defekasi terbagi menjadi dua macam reflex yaitu: 1. Reflex defekasi intrinsic Reflex ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic. Setelah feses sampai anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi. 2. Reflex defekasi parasimpatis Fases yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal. Dari jaras spinal kemudian di kembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektumyang menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga di pengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diaragma, dan kontraksi ototelevator. Defekasi di permudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang di hasikan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO, metana, HS, O dan nitrogen. Fases terdiri atas 75% air dan 2,5% materi padat. Fases normal berwarna kuning kecoklatan karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun berbentuk. 6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 1. Usia Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut control defekasi menurun. 2. Diet Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. 3. Intake cairan Intake cairan yang kurang akan menyebebkan fases menjadi lebih keras di sebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat. 4. Aktivitas Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan mempermudah bahan feses bergerak sepanjang kolon. 5. Fisiologi Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare. 6. Pengobatan Beberapa jenis obat dapat menyebabkan diare dan konstipasi.

7. Gaya hidup Kebisaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar. 8. Penyakit Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi. 9. Anastesi dan pembedahan Anastesi umumdapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam. 10. Nyeri Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar. 7. MASALAH-MASALAH ELIMINASI FEKAL 1. Konstipasi Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya fases yang kering dan keras melalui usus besar. 2. Impaksi fekal Massa fases yang keras di lipatan rektun yang di akibatkan oleh retensi dan akumulasi material fases yang berkepanjangan. 3. Diare Keluarnya fases cairan dan meningkatnya frekwensi buang air besar akibat cepatnya kimus melewati usus besar sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerapa air. 4. Inkontinensia alvi Hilangnhya kemampuan otot uantuk mengontrol pengeluaran fases dan gas melalui sfingter anus akibat kerusakan sfingter atau oersarafan daerah anus. 5. Kembung Flatus yang berlebihan di daerah intenstinal sehingga menyebabkan distensi intastinal. 6. Hemoroid Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan daerah tertentu. 8. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan USG b. Pemeriksaan foto rontgen c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Alamat No rekam medis Diagnose medis

b. Riwayat Keperawatan Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat kesehatan saat ini

c. Pemeriksaan Fisik Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

d. Karakteristik Feses Warna Bau Konsistensi Frekuensi

e. Pemeriksaan Laboratorium

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diare berhubungan dengan malabsorpsi Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

3. ASUHAN KEPERAWATAN (terlampir)

4. EVALUASI (terlampir)

ASUHAN KEPERAWATAN No Diagnosa 1 Diare berhubungan dengan malabsorpsi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Setelah dilakukan asuhan NIC label keperawatan .x24 jam, selama Diarrhea Management diharapkan 1. Identifikasi factor penyebab diare 2. Ajarkan klien untuk menggunakan obat anti diare 3. Instruksikan pada pasien/keluarga untuk mencatat Rasional 1. Dengan mengetahui factor penyebab dapat menghindarkan klien dari diare yang lebih parah 2. Untuk membantu penghentian diare 3. Menunjukkan perkembangan

BAB klien normal dengan criteria hasil : NOC label Bowel Elimination Pola eliminasi klien teratur Konsistensi feces klien

lembut tak berbentuk Warna feces klien normal

warna, jumlah, frekuensi, dan konsistensi feces 4. Evaluasi intake makanan yang masuk 5. Observasi turgor kulit secara rutin 6. Monitor kulit disekitar anus/perianal 7. Instruksikan klien agar menghindari penggunaan laksatif 8. Ajarkan klien teknik menurunkan stress

selama perawatan 4. Mengobservasi jumlah makanan yang dapat dikonsumsi dan dicerna 5. Untuk menentukkan status dehidrasi 6. Diare dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit prianal 7. 8. Dengan relaksasi dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan klien

Resiko konstipasi penurunan motilitas traktus gastrointestinal

Setelah dilakukan asuhan 24 jam, diharapkan konstipasi klien dapat teratasi dengan criteria hasil : NOC label Risk Detection Pasien melaporkan tanda-tanda konstipasi tidak ada ( skala 4)

NIC label Nutrition Management 1. Anjurkan diet yang tinggi serat 2. Berikan snack terutama yang kaya cairan, seperti jus ataupun buah segar Bowel Management 1. Monitor tanda1. Untuk mengetahui 1. Untuk mencegah konstipasi 2. Untuk melancarkan pencernaan

berhubungan dengan keperawatan selama x

tanda konstipasi Bowel Elimination Pola defekasi pasien normal (skala 4) Pasien tidak mengalami kesulitan defekasi ( skala 4 ) 2. Instruksikan pasien atau keluarga untuk mencatat karakteristik fese yang keluar ( warna, volume, konsistensi, frekuensi)

ada atau tidaknya tanda-tanda konstipasi 2. Menunjukkan perkembangan selama perawatan

EVALUASI No 1 Diagnosa Diare berhubungan dengan malabsorpsi Evaluasi Pola eliminasi klien sudah teratur Konsistensi feces klien sudah lembut, tidak keras, tidak berbentuk dan tidak encer Warna feces klien normal tanpa terlihat adanya pendarahan maupun yang lainnya 2 Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal Pasien dapat melaporkan bahwa tidak terdapat kembali tanda-tanda konstipasi Pola BAB klien normal tanpa adanya keluhan nyeri mau sakit saat BAB

Pasien tidak mengalami kesulitan BAB

DAFTAR PUSTAKA

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004. Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997. Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004. Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009. Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

You might also like