Professional Documents
Culture Documents
1. DEFINISI
Amputasi berasal dari kata Latin amputare, dari kata amb (sekitar) dan putare (memotong). Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sisem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas
34
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan arteriosklerosis, DM
Bisa diakibatkan karena perang, KLL, thermal injury seperti terbakar, infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan kelainan kogenital.
Gambar 1.4
34
Tangan terbakar
3. Gas ganggren
Keadaan nyeri akut dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat serosangiunosa, disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bisa juga terjadi assending infection
5. Kehancuran jaringan kulit yang tidka mungkin diperbaiki 6. Kegananasan
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
3. PATOFISIOLOGI
Amputasi merupakan hasil dari atau diakibatkan oleh gangguan aliran darah baik akut ataupun kronik. Pada keadaan atut organ sebagian atau keseluruhan dipotong dan jaringan yang mati diangkat. Terjadat anjuran baru ada penyambungan kembali dari jair atau bagian tubuh yang kecil, tetapi tidak bagian otot. Tubuh mungkin merasa sebuah amputasi parsial sebagai ancaman dan sepsis mungkin berkembang pada beberapa kasus bagian tubuh yang dipindahkan digunakan untuk mencegah kematian klien. Klien yang menghadapi situasi ini memerlukan konseling, mereka mungkin tidak akan mau mengorbankan sebuah anggota tubuhnya, meskipun tidak berfungsi untuk lebih memastikan hidupnya.
34
Pada proses penyakit yang kronik sirkulasi terputus, aliran darah vena sedikit, protein bocor kedalam ruang intertisium dan edema berkembang, edema meningkatkan resiko injuri dan lebih jauh menurunkan sirkulasi, berkembangnya ulkus yang statis dan menjadi tempat infeksi karena sirkulasi terputus dan penurunan proses imun sehingga bakteri mudah berpoliferasi, adanya proses infeksi yangprogresif lebih jauh akan mengakibatkan sirkulasi terhambat dan kemungkinan besar menjadi gangrene yang mana merupakan hal yng harus dilaksanakannya amputasi.
4. KLASIFIKASI a. Berdasarkan pelaksanaan, amputasi dibedakan menjadi 1. Amputasiselektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakuakn sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
b. Berdasarkan tingkatan amputasi 1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
34
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jarijari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
2. Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis.
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur.
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation.
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
4. BATAS DAN LOKASI AMPUTASI
kekambuhan lokal.
34
dan daya sembuh luka puntung. Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas bawah lazim dipakai Batas Amputasi Klasik . 1. Eksartikulasi jari kaki. 2. Transmetatarsal. 3. Artikulasi pergelangan kaki ( Amputasi Syme ). 4. Tungkai bawah (batas amputasi ideal). 5. Tungkai bawah batas amputasi minimal. 6. Eksartikulasi lutut. 7. Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut). 8. Tungkai atas batas amputasi yang lazim dipakai 9. Tungkai atas batas amputasi minimal. 10. Eksartikulasi tungkai
Gambar 1.6 Amputasi pada bagian jari Batas amputasi klasik. Penilaian batas amputasi : 1. Jari dan kaki Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
34
2. Proksimal sendi pergelangan kaki Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat menutup ujung puntung.
Gambar 1.7 Amputasi pada jari kaki 3. Tungkai bawah Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan. 4. Eksartikulasi kulit Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik. 5. Tungkai atas Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan. 6. Sendi panggul dan hemipelvektomi Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
34
7. Tangan Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari. 8. Pergelangan tangan Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan. 9. Lengan bawah Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku. 10. Siku dan lengan atas Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu. 11. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. 12. Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.
34
34
5. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah) 2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf
keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom) 5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit) 6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis. 7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
(grieving process)
6. PEMERIKSAAN FISIK
Lokasi amputasi
Lokasi
amputasi
mungkin
mengalami peradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan jairngan progresif. diatas Kaji lokasi kondisi
amputasi terhadap terjadinya statis vena atau gangguan venus return Cardiovascular Cardiac reserve Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indicator fungsi jantung
34
Pembuluh darah
Mengkaji
kemungkinan
atherosclerosis melalui penailaian Respirasi terhadap elastisitas pembuluh darah Mengkaji kemampuan suplai oksigen Urinari dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas Mengkaji jumlah urine 24 jam Mengkaji adanya perubahan warna, Cairan dan elektrolit Neurologis BJ urine Mengkaji tingkat dehidrasi Memonitor intake dan output cairan Mengkaji tingkat kesadaran klien Mengkaji khususnya sensorik Muskuloskeletal
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pre operasi 1. CBC : dilakukan untuk mengukur WBC, hemoglobin dan hematokrit. 2. Kadar asam serum : ditunjukkan untuk mengkaji pasien yang mengalami
atau iskemik
6. X-rays : dada membantu mengidentifikasi adanya ineksi di paru seperti
pneumonia.
2. Post operasi
34
peningkatan sel darah puih yang tiba- tiba mengidentifikasikan adanya infeksi.
2. Kimia darah : ukuran elektrolit dan pengisian cairan seimbang , selama
Gambar 1.15 Penatalaksanaan amputasi Penatalaksanaan amputasi yaitu dengan tindakan operasi namun tindakan ini dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
34
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputation)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.
Tingkat Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional. Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi protesis.
Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan protesis.
a. Balutan Rigid Tertutup. Balutan Rigid Tertutup sering digunakan untuk
mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak, mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur. Menggunakan plester of paris di pasang di kamar operasi keuntungan dari cara ini adalah bisa mencegah edema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri, mobilisasi segera setelah luka sembuh dan mature 2-3 minggu, ngid dressing di buka pada hari ke 7, ke 10 post operasi
34
b. Balutan lunak. Yaitu bila ujung stump di rawat secara konvensional, semua
tulang yang menonjol di beri bantalan yang cukup, drain di cabut setelah 48 jam, jahitan di bukan pada hari ke 10-14 post operasi. Amputasi di atas lutut penderita supaya tidak meletakkan bantal di bawah sturup. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidal imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
c. Amputasi Bertahap. Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau
infeksi.
Prognosis merupakan ramalan dari berbagai aspek penyakit atau kondisi pasien. Prognosis untuk pasien bawah siku cukup bervariasi. Karena hilangnya sebagian anggota gerak tubuhnya, pasien cenderung mengalami kesulitan dalam menunjang aktifitas telapak tangan, seperti pada saat menggenggam dan mengangkat suatu benda. Secara umum, prognosis pasca amputasi bawah siku meliputi (1) quo ad vitam, dapat dikatakan baik, mengingat kondisi pasien yang bersangkutan secara langsung tidak membahayakan keselamatan jiwa
34
(2) quo ad sanam baik, karena tidak menyebabkan infeksi lebih lanjut terhadap pasien (3) quo ad functionam baik apabila kondisi ini mendapatkan pelayanan prosthetis, aktifitas fungsional akan lebih baik (4) quo ad cosmeticam juga dapat dikatakan baik dan diharapkan dengan penanganan prosthetis dapat meningkatkan penampilan dan kepercayaan diri pasien.
Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan massif.
2. Infeksi
Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatic, risiko infeksi meningkat.
3. Kerusakan kulit
Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. 4. Doppler
34
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif. a. Pre Operatif Pada tahap pre operatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi. 1. Pengkajian data dasar Identitas : Nama , umur , jenis kelamin, agama , pendidikan , status. Riwayat kesehatan : Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan. Keluhan utama : keluhan saat pertama kali masuk rumah sakit Riwayat kesehatan sekarang : Apakah pasien tersebut di amputasi karena ada riwayat diabetes mellitus/ tidak. Riwayat kesehatan dahulu: Apakah klien pernah dulu menderita diabetes mellitus. Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada keluarga pasien yang menderita diabetes melitus sebelumnya . 2. Pengkajian Fisik Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
34
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana / selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi (terlampir pada konsep medis) 3. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis (respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini. 4. Laboratorik Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan
34
dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung. 5. Kebutuhan dasar manusia 1. Aktivitas/istirahat Gejala : Keterbatasan aktual/antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi/amputasi. 2. Integritas Ego Gejala: Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya. Tanda: Ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan semu. 3. Seksualitas Gejala: Masalah tentang keintiman hubungan. 4. Interaksi Sosial Gejala: Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi. Masalah tentang peran fungsi, reaksi orang lain. b. Intra Operatif Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa post operatif.
34
c. Post Operatif Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolaholah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa tidak sehat akal karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Pre Operatif 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi.
34
2. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi. b. Post Operatif 1. Nyeri berhubungan dengan sensasi fantom , insisi bedah sekunder terhadap amputasi. 2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi 3. Risiko tinggi terjadi komplikasi berhubungan dengan amputasi. 4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah 5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif 6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan alat gerak (baik itu ekstermitas atas/bawah) 7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap informasi 3. INTERVENSI DAN RASIONAL a. Pre Operatif 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi. a. Karakteristik penentu : Mengungkapkan rasa takut akan pembedahan. Menyatakan kurang pemahaman. Meminta informasi. b. Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang. c. Kriteria evaluasi : Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas. Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
34
INTERVENSI Berikan bantuan secara fisik dan Secara psikologis, berikan dukungan moral
Terangkan prosedur operasi dengan Meningkatkan/memperbaiki sebaik-baiknya pengetahuan/persepsi klien rasa aman dan
Atur waktu khusus dengan klien untuk Meningkatkan berdiskusi tentang kecemasan klien.
memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.
2. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi. a. Karakteristik penentu : Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian. Takut kecacatan. Rendah diri, menarik diri. b. Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri. c. Kriteria evaluasi : Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut. Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan Mengurangi rasa tertekan dalam diri meningkatkan dukungan mental.
34
Berikan informasi yang adekuat dan Membantu rasional tentang alasan pemilihan penerimaan tindakan pemilihan amputasi Berikan informasi bahwa
klien terhadap
menggapai kondisinya
merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal lebih parah. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang Strategi dalam penerimaan terhadap situasi diri. untuk meningkatkan untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang
dengan amputasi yang telah berhasil adaptasi terhadap perubahan citra amputasi.
34
b. Post Operasi 1. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi. a. Karakteristik penentu : Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh. Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya. Depresi. b. Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru. d. Kriteria evaluasi : Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri. Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
34
INTERVENSI Mandiri
RASIONAL
Kaji/pertimbangkan persiapan pasien dan Pasien yang memandang amputasi pandangan terhadap amputasi sebagai pemotongan hidup atau rekonstruksi akan menerima diri yang baru lebih cepat. Pasien dengan amputasi traumatik yang mempertimbangkan amputasi menjadi akibat kegagalan tindakan berada pada resiko tinggi gangguan konsep diri. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan Ekspresi emosi membantu pasien negatif, dan kehilangan bagian tubuh mulai menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa tungkai Beri penguatan informasi pascaoperasi Memberikan termasuk tipe/lokasi amputasi, tipe menanyakan kesempatan dan untuk
prostese bila tepat (segera, lambat), informasi dan mulai menerima harapan tindakan pascaoperasi, termasuk perubahan control nyeri dan rehabilitasi. fungsi, gambaran dapat yang membantu
penyembuhan. Kaji derajat dukungan yang ada untuk Dukungan yang cukup dari orang pasien terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi. Dorong/berikan kunjungan oleh orang Teman senasib yang telah melalui yang telah diamputasi, yang khususnya pengalaman yang sama bertindak dalam sebagai model peran dan dapat memberikan keabsahan pernyataan jua harapan untuk pemulihan dan
34
seseorang rehabilitasi
berhasil
2. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi. a. Dapat dihubungkan dengan : Cedera fisik/jaringan dan trauma saraf Dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh b. Karakteristik penentu : Menyatakan nyeri. Merintih, meringis. Focus diri menyempit Respon autonomic, perilaku melindungi/berhati - hati c. Kriteria evaluasi : Menyatakan nyeri hilang. Ekspresi wajah rileks Menyatakan pemahaman nyeri fantom dan metode untuk
menghilangkanya
INTERVENSI Mandiri
RASIONAL
Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala Membantu dlam evaluasi kebutuhan 0-10). Selidiki perubahan karakteristik dan keefektifan intervensi. Perubahan nyeri. Contoh kebas, kesemutan dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi, contoh nekrosis/infeksi Tinggikan bagian yang sakit dengan Mengurangi menggunakan bantal/guling untuk kelelahan terbentuknya otot dengan edema tekanan
meninggikan kaki tempat tidur atau dengan aliran balik vena, menurunkan amputasi tungkai atas kulit/jaringan. Catatan: setelah 24 jam pertama dan pada tak adanya edema, punting mungkin meluas dan datar Beri tindakan kenyamanan (contoh Memfokuskan kembali perhatian,
34
ubah posisi sering, pijatan punggung) meningkatkan aktivitas (contoh terapeutik. latihan napas
relaksasi,
dapat
penggunaan teknik manajemen stress dapat menurunkan terjadinya nyeri visualisasi, pedoman khayalan) dan sentuhan perapeutik Berikan pijatan lembut pada puntung Meningkatkan sirkulasi, menurunkan sesuai toleransi bila balutan telah teangan otot. dilepas Selidiki keluhan nyeri lokal/kemajuan Dapat yang tak hilang dengan analgetik. sindrom mengindikasikan kompartemen, terjadinya khususnya
cedera traumatik Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi, contoh Menurunkan ADP nyeri/spasme otot. analgetik, relaksan otot, instruksi pada Catatan: ADP menentukan obat tepat waktu yang mencegah fluktuasi nyeri sehubungan dengan tegangan/spasme. Pertahankan menggunakan Berikan indikasi pemanasan lokal alat TENS bila Memberikan rangsangan saraf terus menerus, blok trasmisi sensasi nyeri. sesuai Mungkin meningkatkan meningkatkan digunakan relaksasi sirkulasi, untuk otot, dan
membantu perbaikan edema 3. Risiko tinggi terjadi komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi.
34
a. Karakteristik penentu : Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak. b. Tujuan : Tidak terjadi komplikasi. c. Kriteria evaluasi : Tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak. INTERVENSI Lakukan perawatan luka adekuat. Pantau cairan masukan dan RASIONAL Mencegah terjadinya infeksi.
pengeluaran Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi
Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam. Pantau kondisi balutan tiap 4-8 jam Monitor pernafasan.
Sebagai monitor status hemodinamik. Indikator adanya perdaraham masif Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin.
Persiapkan oksigen.
Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat
Pertahankan posisi flower atau tetap Mengurangi tirah baring selama beberapa waktu 4. Gangguan terhadap a. Faktor resiko meliputi : Penurunan aliran darah vena/arteri
kebutuhan
oksigen
34
Edema jaringan Pembentukan hematoma b. Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan, adanya tanda tanda dan gejala gejala membuat diagnose aktual c. Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba, kulit hangat/kering, dan penyembuhan luka tepat waktu
34
INTERVENSI Mandiri Awasi perifer, kesamaan Lakukan pengkajian neurovaskuler Edema nadi, warna kulit dan suhu. tanda vital. Palpasi kekuatan
RASIONAL nadi Indikator umum status sirkulasi dan dan keadekuatan perfusi
perhatikan
jaringan
pascaoperasi,
periodik, contoh sensasi, gerakan, pembentukan hematoma, atau balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puntung, mengakibatkan nekrosis jaringan Inspeksi balutan alat balutan/drainase, Kehilangan tambahan drah terus kebutuhan cairan menerus untuk dan
penggantian
evaluasi untuk gangguan koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi perdarahan Berikan tekanan langsung pada sisi Tekanan langsung pada perdarahan perdarahan, bila terjadi perdarahan. dapat diteruskan dengan penggunaan Hubungi dokter dengan segera balutan serat pengaman dengan balutan elastis bila perdarahan terkontrol. Evaluasi tungkai bawah yang tak Peningkatan tanda Homan positif. Kolaborasi Berikan cairan IV/produk darah sesuai Mempertahankan indikasi Gunakan yang tak dioperasi. kaus untuk volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan kaki Dapat meningkatkan aliran balik vena kaki menurunkan pengumpulan vena dan resiko tromboflebitis insiden pembentukan
dioperasi untuk adanya inflamasi, thrombus pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer sebelumnya/perubahan diabetik.
antiembolitik/pengurut
Berikan antikoagulan dosis rendah Mungkin berguna dalam mencegah sesuai indikasi. pembentukan 34 peningkatan thrombus resiko tanpa perdarahan
pascaoperasi/pembentuka hematoma
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan amputasi a. Faktor resiko meliputi : Ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit robek, jaringan traumatik) Prosedur invasf, terpajan pada lingkungan Penyakit kronis, perubahan status nutrisi
34
b. Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan : adanya tanda tanda dan gejala gejala membuat diagnose actual c. Kriteria hasil : Mencapai peenyembuhan tepat pada waktunya Bebas drainase purulen atau eritema dan tidak kram
INTERVENSI Mandiri
RASIONAL
Pertahankan teknik antiseptik bila Meminimalkan kesempatan introduksi mengganti balutan/merawat luka bakteri. dini terjadinya kesempatan lebih serius infeksi untuk (contoh;
memberikan komplikasi
intervensi tepat waktu dan mencegah osteomielitis). Pertahankan rutin patensi dan Hemovac. Drain Jackson-Pratt drainase,
membuang
Tutup balutan dengan plastik bila Mencegah kontaminasi pada amputasi menggunakan inkontinensia Awasi tanda vital. Kolaborasi Peningkatan suhu/takikardia dapat pispot atau bila tungkai bawah.
34
Ambil kultur luka/drainase dengan Mengidentifikasi tepat Berikan antibiotik sesuai indikasi infeksi/oranisme khusus. Antibiotik spectrum luas
adanya
dapat
digunakan secara profilaktik. Atau terapi antibiotik mungkin disesuaikan terhadap organism khusus 6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan alat gerak (baik itu ekstermitas atas/bawah) a. Dapat dihubungkan dengan : Kehilangan tungkai (terutama ekstermitas bawah) Nyeri/ketidaknyamanan Gangguan perseptual b. Kemungkinan dibuktikan oleh : Menolak gerak upaya Gangguan koordinasi Penurunan kekuatan otot, control dan massa c. Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan Menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas Mempertahankan posisi fungsi seperti dibuktikan oleh adanya kontraktur Menunjukkan teknik/perilaku yang memampukan tindakan aktivitas
34
34
INTERVENSI Mandiri
Berikan perawatan puntung secara Memberikan teratur, contoh inspeksi area. mengevaluasi
Bersihkan dan keringkan, dan tutup komplikasi (kecuali ditutup dengan kembali puntung dengan balutan prostese cepat), penutupan puntung elastik kaki atau belat udara, berat) atau mengontrol edema dan membantu untuk kerucut untuk memudahkan berikan penyusut puntung (kaus membentuk puntung kedalam bentuk stokckinette kelambatan prostese. Ukur memasang prostese. Catatan: udara penekan mungkin lebih baik katena memungkinkan Pengukuran inspeksi dilakukan luka. untuk
memperkirakan usia-pengisutan untuk meyakinkan kecocokan yang tepat terhadap kaus kaki dan prostese Segera dengan bila tutup gips kembali berubah puntung Edema akan terjadi dengan cepat dan posisi
segera/dini secara tak disengaja. Siapkan penggunaan gips ulang Dorong latihan aktif/isometrik Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu pemindahan/ambulasi
Berika gulungan untuk paha sesuai Mencegah rotasi eksternal puntung indikasi. Tunjukkan/bantu tungkai bawah teknik Membantu perawatan pasien. diri dan Teknik
mobilitas, contoh trapeze, kruk atau pemindahan yang dpat mencegah cedera abrasi/kulit karena lari cepat.
Rujuk ke tim rehabilitasi, contoh Memberikan bentuk latihan/program terapi fisik dan kejuruan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan kekuatan individu, dan mengidentifikasi mobilitas fungsional 34 membantu kemandirian. meningkatkan Penggunaan dini
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap informasi a. Kemungkinan dibuktikan oleh : Kurang terpajan/mengingat Salah interpretasi informasi b. Kemungkinan dibuktikan oleh : Pertanyaan/permintaan informasi, menyatakan masalah Tidak akurat mengikuti instruksi/terjadinya komplikasi yang dapat dicegah c. Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan Melakukan dengan benar prosedur tertentu dan menjelaskan alas an tindakan Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
INTERVENSI Mandiri
RASIONAL
Kaji ulang proses penyakit/prosedur Memberikan dasar pengetahuan dimana bedah dan harapan yang akan dating pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Instruksikan perawatan balutan/luka. Meningkatkan Inspeksi puntung menggunakan kompeten; cermin untuk melihat semua area, dan tepat. pemasangan perawatan prostese diri dan untuk
membantu
penyembuhan
potensial
Tunjukkan perawatan alat prostase, Dorong pemasangan tepat, menurunkan Tekanan pentingnya pemeliharaan resiko komplikasi dan memperpanjang rutin/pemasangan ulang periodik. hidup prostase
34
Dorong
kesinambungan
program Meningkatkan
sirkulasi/penyembuhan
latihan pascaoperasi
dan fungsi bagian yang sakit, membantu adaptasi terhadap alat prostese. Merokok berpotensi perifer, untuk gangguan
vasokonstriksi
4. EVALUASI a. Pre Operasi NDX 1 : Pasien mental untuk menghadapi tindakan operasi NDX 2 : Memperlihatkan resolusi kesedihan b. Post Operasi NDX 1 : Tidak ada nyeri NDX 2 : Memperlihatkan peningkatan citra tubuh NDX 3 : Tidak ada komplikasi setelah amputasi NDX 4 : Aliran darah adekuat NDX 5 : Tidak invasi bakteri NDX 6 : mencapai mobilitas mandiri maksimal NDX 7 : paham dengan apa yang dialaminya
34