You are on page 1of 12

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No.

6, Juli 2010

JENIS DEPOSIT MASSIVE SULPHIDE Pb-Zn DI DAERAH RIAM KUSIK, KECAMATAN MARAU, KABUPATEN KETAPANG, PROPINSI KALIMANTAN BARAT
Heru Sigit Purwanto & Herry Riswandi Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Abstract Riamkusik area, Subdistrict Marau, Ketapang Regency, West Borneo Province, Indonesia. Based on from the result of rocks perception, measurement and analyse structure of geology, there are set of rock mineralization exist in area of research such as galena, chalcopyrite, sphalerite, pyrite. The O mineralization have followed direction of fault zone in the area (N 085 E. Structure of the Geology make corridor process the happening of massive sulphide mineralisation band, while analysis of geophysics of IP show of band existence and massive sulphide deposit (Pb-Zn) at deepness vary between 10 100 m. Some drilling result of show deepness 40 - 75 m there are strong mineralization in massive sulphide deposit (galena, magnetit, sphalerite, pyrite, chalcopyrite). Based on the result data of the exploration that tipe deposit in the area is Masive Sulphide and controlled by geologycal structure zone, following to O N 085 E..

Abstrak Daerah Riamkusik, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Propinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Berdasarkan dari hasil pengamatan batuan dan pengukuran unsur struktur geologi terdapat satuan batuan yang telah mengalami alterasi atau ubahan serta terdapat mineralisasi dengan hadirnya mineral galena, kalkopirit, sphalerit, pirit dan lainnya. Mineralisasi umumnya mengikuti pola struktur kekar dan sesar yang memotong di daerah penelitian yang umumnya O berarah Barat Timur (N085 E), struktur geologi tersebut diinterpretasikan menjadi koridor proses terjadinya jalur mineralisasi masif sulfida, sedangkan analisa geofisika IP menunjukan adanya jalur dan cebakan masif sulfida (Pb-Zn) pada kedalaman bervariasi antara 10 - 100 meter. Beberapa hasil pemboran pada kedalaman 40 75 meter menunjukkan mineralisasi kuat pada cebakan masif sulfida (galena, magnetit, spalerit, pirit, kalkopirit). Berdasarkan data hasil eksplorasi tersebut diinterpretasikan bahwa tipe deposit daerah telitian adalah O Masif Sulphide yang dikontrol oleh pola struktur geologi yang berarah N 085 E.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

PENDAHULUAN Eksplorasi geologi untuk mencari cebakan mineral galena dan unsur penyertanya, dilakukan di daerah Riamkusik, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Propinsi Kalimantan Barat. Secara umum kedudukan pola struktur dan sesar mendatar geser kanan ber arah timurlaut baratdaya dan hampir barat timur, sedangkan kekar antara timurlaut-baratdaya dan barat-timur, dan sesar naik dengan arah timurlautbaratdaya, naik dari arah barat. Bijih (ore) yang mengisi rekahan/kekar-kekar di daerah Riamkusik dan sekitarnya dapat dikelompokkan kedalam urat yang diakibatkan tekanan (compression) dan tarikan (tensional). Urat tensional tidak banyak tersingkap, sedangkan urat kuarsa compressional lebih banyak tersingkap di daerah telitian. Mineralisasi umumnya di temukan kehadiran mineral galena, spalerit, pirit, kalkopirit, magnetit dan hematit. Analisis struktur, geokimia (AAS) dan petrografi dilakukan untuk mengetahui mineralisasi dan alterasi yang hadir di daerah telitian. Berdasarkan data pengukuran dan analisis diatas, data geofisika IP dapat menentukan kemenerusan urat-urat galena serta model cebakan galena di daerah Riamkusik. Metode penelitian ini berdasarkan metode pemetaan permukaan dengan pengukuran detail kedudukan unsur-unsur struktur dan urat-urat mineralisasi, serta pengamatan alterasi dan mineralisasi dengan pengambilan contoh batuan. Diskripsi kedudukan kekar dibedakan kekar kompresi (tekan) dan kekar tension (tarikan) khususnya urat mineralisasi yang berukuran relatif besar dan terdapat mineralisasi diukur kemenerusannya, dengan pembuatan parit ( trenching) untuk penentuan kemenerusan mineralisasi, dan penentuan jalur geofisika dan titik pemboran.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di daerah Riamkusik, kecamatan Riamkusik, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

GEOLOGI Secara morfologi daerah telitian dominan dataran dan perbukitan di beberapa tempat, yang tersusun oleh satuan batuan vulkanik klastik, intrusi batuan beku granit dan batuan beku andesit. Batuan vulkanik klastik yang terdiri dari breksi, batupasir, batulempung, lanau, dengan kedudukan perlapisan O O O O umumnya N210 240 E/50 -60 . Litologi breksi sedikit terdapat di daerah telitian, dan litologi batupasir, batulempung, batulanau dan intrusi andesit mendominasi pada daerah telitian, akan tetapi secara stratigrafi regional termasuk ke dalam satuan batuan vulkanik klastik, satuan batuan breksi dan satuan intrusi andesit termasuk dalam Formasi Batuan Kubu, satuan ini berumur Kapur hingga Paleosen (Rustandi dan de Keyser, 1993). Satuan batuan granit merupakan batuan dasar di daerah telitian, satuan batuan granit secara regional termasuk dalam Formasi Granit Sukadana, berumur antara Kapur awal sampai Kapur Akhir (Haile, drr., 1977). Batupasir, batulempung dan batulanau banyak dijumpai di daerah Riamkusik yang dimasukan dalam satuan batupasir dan breksi di beberapa tempat dimasukan kedalam satuan breksi. Struktur sesar O O mendatar kanan naik berarah N 30 E, sesar mendatar kanan N080 E, dan O O sesar naik N15 20 E di daerah Riambatugading, Riamkusik dan sekitarnya. Adanya intrusi andesit, menunjukkan pola kemenerusan sesar mendatar ke arah barattimur. Intrusi tersebut diinterpretasikan keluar melalui rekahan dari O sesar mendatar geser kanan yang berarah N80 E. Mineralisasi masif sulfida o mengikuti jalur sesar kanan dengan arah N80 E. Berupa galena, sphalerit, pirit, kalkopirit, bornit, crocoite, stibnit, arsenopirit, magnetit, hematit. (Foto 1).

Foto 1. Massive sulphide, ketebalan 50 -100 cm, kedalaman 12 meter dari o permukaan. Arah mineralisasi N080 E, dijumpai mineral galena, spalerit, kalkopirit dan mineral penyerta lainnya. Batuan intrusi andesit dikontrol oleh rekahan sesar mendatar, diinterpretasikan merupakan intrusi dari aktivitas vulkanik terakhir di daerah Riamkusik, mengalami alterasi dan mengandung pirit, kalkopirit, galena dan spalerit. Batuan intrusi andesit ini diinterpretasikan menyebabkan alterasi dan mineralisasi terakhir didaerah telitian, yang mengenai batuan vulkanik klastik dan hadirnya urat-urat kuarsa yang mengisi rekahan dengan lebar 0,510 cm.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Gambar 2. Peta geologi dan penampang daerah telitian

INTERPRETASI GEOFISIKA Hasil analisa data yang dilakukan dengan program komputer (chargeability) dan didukung data geologi lokal dan regional daerah penelitian, menunjukkan bahwa indikasi mineralisasi galena (PbS), spalerit (Zn) emas (Au), Perak (Ag), serta kalkopirit (Cu) atau bisa disebut sebagai tipe deposit masif sulfida, dimana dalam image warna bersentuhan dengan intrusi andesit dan batuan granit. Bentuk deposit mineral galena (Pb) dan Sphalerit (Zn) berserta mineral penyertanya didaerah telitian adalah bervariasi. Berdasarkan pemetaan, diskripsi dan interpretasi hasil image IP geofisika menunjukkan bahwa terdapat beberapa bentuk cebakan mineralisasi di daerah telitian.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Bentuk cebakan yang secara umum melensa dan lentikuler adalah dipengaruhi oleh rekahan dari pola struktur yang kemudian ditempati proses mineralisasi galena, sphalerit dan mineral penyertanya (foto 2). Hal tersebut akan mempengaruhi tipe atau jenis deposit dari mineralisasi galena, sphalerit dan assosiasi mineralnya di daerah telitian, karena konsentrasi dari mineralmineral tertentu yaitu galena dan sphalerit dengan mineral sulfida penyertanya. Bentuk cebakan mineralisasi galena, sphalerit dan mineral pengikutnya diantaranya adalah bentuk lentikuler memanjang, lentikuler melengkung, lentikuler bercabang, lentikuler berulang dan bentuk tabung atau tube. Sedangkan ukuran bentuk cebakan tersebut bervariasi antara panjang 2m -10 m, lebar 0,5 m 3 m dengan kedalaman 1 m 10m dimana pola ini biasanya berulang secara horisontal maupun vertikal, sehingga sangat sulit dalam penentuan cadangan.

Foto 2. Deposit masif sulfida berupa mineral galena, spalerit dan pirit dengan bentuk melensa memanjang diagonal.

Gambar 3. Hasil analisa geofisika lintasan 1 didominasi oleh zona alterasi argilik, dengan mineralisasi berupa galena, pyrite, sphalerit (dominan), magnetite dan hematite (sedikit).

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Gambar 4. Hasil analisa geofisika lintasan 2 berada pada zona alterasi silisifikasi, mineral yang hadir berupa pyrite, kalkopirit (dominan), manganis, galena, sphalerit (sedikit).

Berdasarkan data geologi maka di kelompokan dalam zona sesuai dengan ossosiasi mineralnya untuk mengetahui tipe depositnya. Berdasarkan pengelompokan area contoh batuannya maka akan terlihat atau diketahui unsurunsur yang hadir berdasarkan zona mineralisasinya. Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrofotometri) dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan unsur pada contoh batuan pada daerah telitian. Kandungan unsur yang dianalisa adalah unsur Ag, Au, Pb, Cu, dan Zn (lampiran tabel hasil analisa AAS). Lokasi daerah telitian dibagi menjadi 3 daerah domain berdasarkan persentase kandungan unsur. Berdasarkan hasil dari pengelompokan cantoh batuan atau domain tersebut menunjukkan bahwa dikawasan domain I terlihat bahwa unsur Pb dan Zn saling mempengaruhi kehadirannya, sedangkan tempat-tempat tertentu unsur Pb dan Zn tidak saling mempengeruhi, yaitu pada sampel LBT 09 dan LB 07/2, secara umum unsur Pb dan Zn tinggi mencapai 0,01% 53,15%. Unsur penyertanya akan terlihat tidak mengikuti pola atau trend yang ada. Berdasarkan indikasi tersebut dapat diinterpretasikan bahwa daerah domain I merupakan daerah mineralisasi Pb-Zn atau masif sulfida. Lokasi domain I, unsur Ag, Au, Cu memiliki persamaan,yaitu bila salah satu unsur Ag naik, maka unsur Au dan Cu mengikuti, begitu pula sebaliknya. Unsur Cu memiliki kecenderungan bila unsur Ag dan Au naik, maka unsur Cu juga relatif naik (Tabel 1).

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Tabel 1. Hasil Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrofotometri) Domain I Sampel


LBT4 LBT5 LBT6 LBT8 LBT9 LB02/1 LB04/1 LB06/2 LB07/2

Ag (ppm)
<0,5 1 8,18 38,40 44,86 69,68 14,74 42,48 24,35

Hasil Pengukuran Au (ppm) Pb (%) Cu (%)


<2 ppb <2 ppb 0,01 < 0,01 0,15 7,11 18,33 7,74 7,74 15,38 0,05 2,64 42,67 53,15 35,03 0,20 40,1 0,80 7 ppm 5 ppm < 0,01 0,13 0,17 0,06 0,00 0,06 0,16

Zn (%)
0,03 0,01 2,04 27,58 4,60 11,95 0,07 1,27 15,63

Grafik Analisa AAS DOMAIN I


1000000 100000 10000 1000 100 10 1 0,1

Parameter (ppm)

LBT4

LBT5

LBT6

LBT8

LBT9

LB02/1

LB04/1

LB06/2

0,01 0,001

Nomor Sampel

Ag (ppm)

Au (ppm)

Pb (ppm)

Cu (ppm)

Zn (ppm)

Gambar 5. Grafik Analisa Domain I menunjukan unsur Pb dan Zn saling mempengaruhi kehadirannya.

Berdasarkan hasil pengelompokan contoh batuan dari domain II menunjukkan pola kehadiran unsur-unsur Au-Ag-Cu saling mempengaruhi, sedangkan Pb dan Zn disamping hasilnya kurang signifikan juga tidak menunjukkan pola saling mempengaruhi kehadiran dari Au, Ag dan Cu. Berdasarkan indikasi dari grafik tersebut dapat diinterpretasikan bahawa daerah domain II merupakan zona mineralisasi emas-perak dengan urat kuarsa. Lokasi domain II unsur Pb dan Zn memiliki persamaan, yaitu bila unsur Pb naik, maka unsur Zn relatif meengikuti naik, begitupula sebaliknya. Unsur Ag dan Au memiliki pola kebalikan, bila unsur Au tinggi, maka unsur Ag relatif rendah, demikian pula sebaliknya. Unsur Cu tidak berkembang Lokasi domain ini (Tabel 2)

LB07/2

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Tabel 2. Hasil Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrofotometri) Domain II Sampel LB01/1 LB01/2 LB02/2 LB03/2 LB04/2 LB05/2 LB08/2 LB09/2 LB10/2 LB01/3 LB02/3 LBT7 LBT10 Hasil Pengukuran Au (ppm) Pb (%) Cu (%) 0,82 6,88 0,06 12,66 0,06 0,00 3,16 0,16 0,00 62,27 0,05 0,00 0,63 0,04 0,00 65,11 0,02 0,00 1,11 84,15 0,60 3,32 72,13 0,07 4,74 65,21 0,00 12,01 5,67 0,20 6,64 30,18 0,19 0,40 0,08 0,11 0,46 12,50 0,08

Ag (ppm) 29,45 3,30 1,43 7,81 0,44 12,20 40,01 43,03 21,71 107,84 60,36 3,49 98,41

Zn (%) 12,16 0,03 0,31 0,02 0,04 0,06 0,78 6,82 0,26 39,44 27,98 0,37 24,94

Grafik Analisa AAS Domain II


1000000 100000 10000
Parameter (ppm)

1000 100 10 1 0,1


LBT7 LB01/1 LB01/2 LB02/2 LB03/2 LB04/2 LB05/2 LB08/2 LB09/2 LB10/2 LB01/3

Nomor Sampel

Ag (ppm)

Au (ppm)

Pb (ppm)

Cu (ppm)

LB02/3

Zn (ppm)

Gambar 6. Grafik Analisa Domain II menunjukkan pola kehadiran Au-Ag-Cu saling mempengaruhi Hasil dari pengelompokan cantoh batuan atau domain tersebut menunjukkan bahwa dikawasan domain III terlihat bahwa unsur Pb dan Zn saling mempengaruhi kehadirannya, sedangkan unsur penyertanya akan terlihat tidak mengikuti pola atau trend yang ada. Lokasi domain III, untuk unsur Ag relatif tinggi terhadap unsur yang lain (Au, Pb, Cu, Zn), pada setiap sampelnya kisaran 0 58 ppm. Unsur Zn lebih tinggi dibandingkan dengan unsur Pb, kedua unsur ini (Pb dan Zn) mempunyai pola yang hampir sama, yaitu unsur Pb naik maka unsur Zn relatif akan naik. Unsur Au dan Cu tidak banyak terdapat dalam domain ini (Tabel 3).

LBT10

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Tabel 3. Hasil Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrofotometri) Domain III Sampel
LB12/8 LB18/8 LB19/8 LB20/8 LB22/8 LB23/8 LB24/8 LB27/8 LB29/8 LB20/8 LB31/9 LB32/9 LB34/9

Ag (ppm)
58 <0,01 21 9 20 4 <0,01 21 <0,01 1 15 2 11

Hasil Pengukuran Au (ppm) Pb% Cu%


<0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0,04 0,02 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,02 0,02 0,01 ,0,08 0,01 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,02 <0,01 <0,01

Zn%
3,48 0,08 0,01 0,02 0,02 0,01 0,01 0,08 0,10 0,01 0,04 0,01 0,02

Grafik Analisa AAS DOMAIN III (Unsur Au, Pb, Cu, Zn)

100000 10000

Parameter (ppm)

1000 100 10 1 0,1

LB12/8

LB18/8

LB19/8

LB20/8

LB22/8

LB23/8

LB24/8

LB27/8

LB29/8

LB30/8

LB31/9

LB32/9

Nomor Sampel

Ag (ppm)

Au (ppm)

Pb (ppm)

Cu (ppm)

Zn (ppm)

Gambar 7. Grafik Analisa Domain III menunjukkan pola kehadiran Pb dan Zn saling mempengaruhi, sedangkan unsur yang lain tidak dominan.
Grafik Analisa AAS DOMAIN III (Unsur Ag terhadap unsur Au, Pb, Cu, Zn)

60 55 50 45 40

Parameter

35 30 25 20 15 10 5 0 LB12/8 LB18/8 LB19/8 LB20/8 LB22/8 LB23/8 LB24/8 LB27/8 LB29/8 LB30/8 LB31/9 LB32/9 LB34/9 Nomor Sampel

Ag (ppm)

Au (ppb)

Pb (%)

Cu (ppm)

Zn (%)

Gambar 8. Grafik Analisa Domain III menunjukkan pola kehadiran unsur Ag sangat tinggi terhadap unsur lainnya.

LB34/9

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Gambar 9. Peta Domain Unsur Kimia Logam daerah telitian.

MASSIVE SULPHIDE DEPOSIT Proses mineralisasi di daerah telitian biasanya pada zona struktur dan urat-urat kuarsa, akan tetapi juga dijumpai secara menyebar dan setempat di batuan-batuan teralterasi. Hadirnya pirit, kalkopirit, hematit, galena dan sphalerit hematit dan magnetit yang berlimpah pada zona silisifikasi dan zona masif sulfida yang mengikuti jalur struktur rekahan menunjukkan bahwa cebakan masif sulfida dikontrol oleh pola struktur. Hasil analisis AAS (Atomic Absorption Spectrofotometri) menunjukkan bahwa kadar dari unsur Pb berkisar antara 0,01 84,15%, unsur Zn berkisar antara 0,01 39,44%, kadar unsur Ag berkisar antara 0,01 469 ppm, kadar unsur Cu berkisar antara 0 0,2% dan kadar unsur Au antara 0,01 62,27 ppm. (Tabel 1). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kadar unsur Pb tinggi pada di daerah Riamkusik (domain II), unsur Zn tinggi pada yaitu pada daerah Riamkusik (domain II), unsur Au tinggi di yaitu pada daerah Mambang diindikasikan sebagai quartz veint deposite atau carbonate gold deposite.

10

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

Deposits masif sulfida didaerah telitian biasanya berbentuk lensa lentikuler mengisi rekahan lapisan sedimen vulkanik (sediment-hosted - shale-hosted stratiform massive sulphides - volcanogenic massive sulphide) yang berwarna hitam keabu-abuan. Mineral logam yang hadir berupa galena spalerit (leadzinc), tembaga (copper), perak (silver) dan emas (gold). Tipe deposit atau jenis cebakan mineral yang terdapat di suatu daerah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kontrol struktur, assosiasi litologi, konsentrasi mineral yang terbentuk, asal dari sumber mineralisasinya (magma atau sisa magmanya). Di daerah telitian mineralisasi didominasi oleh mineral sulfida terutama galena dan sphalerit beserta mineral pengikutnya yang terkonsentrasi pada rekahan-rekahan tertentu yang melensa atau lentikuler pada batuan vulkanik klastik, tipe deposit tersebut diinterpretasikan merupakan masisve sulphid deposite (Nekrasov, 1991). Berdasarkan data lapangan, hasil analisis geokimia dan interpretasi image IP geofisika menunjukkan bahwa mineral galena dan spalerit melimpah dibeberapa tempat tertentu, membentuk lentikuler maupun melensa. Cebakan masif sulfida didaerah telitian mineralisasi terjadi mengisi rekahan-rekahan sedimen vulkanik, yang sumbernya dari magma atau sisa magmatik.

Gambar 10. Tipe deposit masif sulfida pada daerah telitian.

11

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 6, Juli 2010

KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil analisis geokimia AAS menunjukan kandungan unsur Ag, Au, Cu, Pb dan Zn. Unsur kandungan Pb Zn sangat tinggi, pada sampel LBT2 Pb = 45,06% dan Zn =16,45%, LBT3 Pb = 31,08% dan Zn = 29,63%, LBT8 Pb = 42,67% dan Zn = 27,58%, LBT9 = 53,15% dan Zn = 4,60%, LBT10 Pb = 12,5 dab Zn = 24,94. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa daerah Riamkusik merupakn daerah mineralisasi deposit masif sulfida Pb Zn. Didaerah telitian diinterpretasikan terdapat dua periode tektonik, yaitu periode tektonik pertama menghasilkan pola tegasan dengan arah O O N030 E, dan periode tektonik kedua dengan arah N080 E, kedua aktivitas tektonik ini menghasilkan sesar mendatar geser kanan naik. Pada periode tektonik kedua mineralisasi deposit masif sulfida terjadi. Hasil penyelidikan data permukaan dan data pemboran mineralisasi deposit masif sulfida berupa pirit, stibnit, kalkopirit, tembaga, galena, spalerit, hematit dan magnetit. Hasil tersebut sesuai dengan hasil analisa geofisika, dengan image warna analisa geofisika diinterpretasikan deposit masif sulfida terdapat pada kedalaman 3 100 meter.

2.

3.

DAFTAR PUSTAKA Agung Basuki, D.Aditya Sumanagara, D.Sinambela., 1994. The Gunung Pongkor gold-silver deposit, West Java, Indonesia. Journal of Geochemical Exploration 50 (1994) 371- 391. Elsevier Science. Boyle,R.W., 1970. The Soure of Metal and Gangue Elements in Hydrothermal Deposits. International Union Geology Science. A.2. Stuttgart. Craw.D., Windle,S.J and Angus,P.V. 1999. Gold mineralization without quartz veins in a ductile-brittle shear zone, Macraes Mine, Otago Schist, New Zaeland. Mineralium Deposita 34 : 382-394. Davis,B.K and Hippertt, J.F.M. 1998. Relationships between gold concentration and structure in quartz veins from the Hodgkinson Province, Northeastern Australia. Mineralium Deposita 33: 391-405. Heru Sigit Purwanto, Ibrahim Abdullah & Wan Fuad Wan Hassan. 2001. Structural control of gold mineralization in Lubok Mandi area, Peninsular Malaysia. International Geoscience Journal, Special Issue on Rodinia,Gondwana and Asia 4(4) :742-743. Heru Sigit Purwanto. 2004. Structural Control of Gold Mineralization in Jangglengan Wonogiri, Central Java, Indonesia. Proceeding of 32nd International Geological Congress, Florence, Italy, August, 20-28, 2004. Harris, L.1988. Structural control of gold mineralization. Structural Geology Workshop Manual, Australia : Hermitage Holdings Pty,Ltd Judith L.Hanah & Holly J.Stein. 1990. Magmatic and hydrothermal processes in ore-bearing systems. Geological Society of America Journal. Special Paper 246 : 1-10. Korvin, G. (1992), Fractal Models in Earth Sciences, Elsevier Science Publishers.

12

You might also like