You are on page 1of 3

A.

Definsi Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar. Pembesaran prostat sering terjadi pada pria di atas 50 tahun. B. Etiologi D. Patofisiologi 1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT) Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia. Ketidak seimbangan estrogen testoteron Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel. Penurunan sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. Teori stem cell Sel stem yang meningkat proliferasi sel transit. (Roger Kirby, 1994 : 38). C. Gejala 1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 3. mengakibatkan 2. Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. (Basuki, 2000 : 76). Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11) E. Derajat BPH 1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 100 cc dan beratnya + 20 40 gram. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis. 2. Gejala Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

2.

3.

4.

5.

4.

F. Diagnosa Keperawatan Pre-Op 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi (retensio urine) baik akut maupun kronis berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat/dekompresi otot detrussor 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi kandung kencing/kolik renal/infeksi saluran kencing 3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan serta penurunan kemampuan sexual.

4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan

GAGAL GINJAL
Gagal ginjal kronik adalah merupakan gangguan fungsi renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan gagal untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan anemia (Smaltzer, 2001: 1448) Etiologi : penyakit imunologis seprti glomeruconefritis, poliartritis nodosa, infeksi seperti precolenfritis kronik, tuberculosis, obstruksi urin, seperti hipertrofi prostate, batu ginjal, kontriksi uretra, neoplasma, penyakit metabolik seperti DM, gout, nefros klerosis benigna, penyakit herediter/bawaan seperti penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal, nefrotoksik seperti analgetika, nefropati timbal, keracunan logam berat lain-lain seperti radiasi, leukimia dan hiperkalsemia (Tambayong, 2000: 123). Tanda gejala : 1. Dermal: pruritus, mudah menjadi memar, edema. 2. CV: dispne saat beraktivitas, nyeri retro sternal saat inspirasi (perikarditis) 3. Gastrointestinal: anoreksia, mual-muntah, singultus 4. Genito-urinarius: nokturia, impoten. 5. Neuromuskuler: kelelahan pada tungkai, kaku dan kram pada tungkai 6. Neurologi: iritabilitas umum dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, penurunan libido Pemeriksaan penunjang : 1. Urin : Berat jenis : Kurang dari 1,015 Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) 2. Darah :

3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik) 4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit 5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa

BUN / Kreatin : Meningkat 16 mg/dL GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2)

Pada pasien gagal ginjal , Anemia terjadi karena : retensi toksin polyamine dan defisiensi hormone eritropoetin (ESF = Erythropoetic Stimulating Factors), yang memiliki refrakter terhadap obat hematinik berupa; Recombinant Human Erythropoetin (r-HuEPO), Alternatif lain yaitu hormon androgen, preparat cobalt DIAGNOSA : 1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal 2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah

You might also like