You are on page 1of 17

A.

DEFINISI INSEMINASI BUATAN IB adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993). Namun dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan/ternak betina, bimbingan dan penyuluhan pada peternak. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan) (Toelihere, 1985). Inseminator Adalah tenaga teknis menengah yang telah dididik dan mendapat sertifikat sebagai inseminator dari pemerintah (dalam hal ini Dinas Peternakan). B. TUJUAN INSEMINASI BUATAN 1. Memperbaiki mutu genetika ternak 2. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya 3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama 4. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur 5. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN IB DI INDONESIA Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 1950-an oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah 1

beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya. Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat. Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian. Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah memasukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia. Semen beku yang digunakan selama ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur. Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974 menunjukkan angka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa tayam lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyempurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.

D. TEKNIK INSEMINASI BUATAN Teknik IB pada ternak ada tiga yaitu : 1. Vaginal insemination 2. Cervical insemination 3. Rectovaginal insemination

Vaginal insemination adalah suatu teknik IB dengan mendeposisikan atau menyemprotkan sperma ke dalam vagina. Cara ini sangat sederhana dan mudah dilakukan dengan tanpa memerlukan ketrampilan khusus, namun demikian diperlukan sperma yang lebih banyak dan hasil angka konsepsi (conception rate) relative rendah. Teknik ini sudah jarang digunakan, namun pada domba dan kambing, dan unggas masih sering dilakukan. Menempatkan air mani di dalam vagina, sesuai dengan kawin secara alamiah, merupakan cara pertama-tama inseminasi buatan dijalankkan. Cara ini sangat sederhana dan mudah sekali dilaksanakan dengan menggunakan alat suntikan atau penyemprot yang dihubungkan dengan pembuluh inseminasi sepanjang 40 cm. Satu hal yang penting sekali diperhatikan untuk melaksanakan cara inseminasi buatan di dalam vagina dengan menggunakan pipa-pipa dari gelas, plastic atau logam dengan diameter kecil, ialah pada waktu memasukannya ujung pipa itu supaya ditekankan kea rah dorsal. Maksudnya supaya pipa tadi tidak masuk ke dalam diverticulum suburethralis (kantung buntu di lantai vagina atau urethra. Teknik inseminasi dalam vagina pada waktu sekarang telah diganti dengan cara-cara yang lebih moderm. Hal ini disebabkan karena cara vaginal memerlukan jumlah air mani yang cukup besar, sedangkan inseminasi di dalam cervix atau uterus cukup dengan menggunakan sedikit air mani. Salah satu laporan mengatakan bahwa 0,2 cc air mani yang tidak diencerkan yang disemprotkan di dalam cervix sama efektifnya dengan dengan 4 cc air mani yang disemprotkan di dalam vagina. Perbandingan antara 1 4 cc air mani yang diinseminasikan di dalam vagina dengan 0,5 1 cc air mani yang sama yang disemprotkan di dalam cervix, menunjukkan bahwa 20 ekor sapi-sapi yang diinseminasi di dalam vagina hanya 25% menjadi bunting, sedangkan 65% dari 20 inseminasi di dalam cervix berhasil menjadi bunting. Selain dari pada itu 2 cc air mani yang dimasukkan di dalam kapsel gelatin dan ditempatkan di bagian terdepan vagina memiliki hasil yang sama dengan penempatan air mani di dalam cervix dengan menggunakan penyemprotan dan pipa inseminasi. 3

Gambar 1. Contoh Vaginal Insemination Cervical insemination adalah suatu teknik IB dengan mendeposisikan sperma pada bagian pangkal servix. Dengan teknik ini diperlukan bantuan alat yaitu speculum atau vaginoskop yang dilengkapi dengan lampu dimasukkan ke dalam vagina secara pelan-pelan hingga mencapai pangkal cervix. Pada ternak yang sedang berahi pangkal cervix akan tampak merah seperti bunga mawar dan lubang cervik tampak membuka, dengan pipet inseminasi sperma disemprotkan pada lubang cervix tersebut. Alat ini sering digunakan pada sapi, kerbau dan kambing dengan hasil inseminasi yang lebih baik dari pada dengan menggunakan VB dan jumlah sperma yang digunakan lebih sedikit. Besarnya speculum biasanya tergantung jenis ternak dan umur ternak, dan sebelum dimasukkan ke dalam vagina ujung speculum diolesi dengan vaselin yang steril agar lebih mudah masuk ke dalam vagina. Cara memasukkan air mani ke dalam cervix dengan menggunakan speculum adalah sederhana seperti metode inseminasi dalam vagina. Namun demikian teknik inseminasi speculum dalam cervix mempunyai kelemahan. Salah satu kelemahannya, bahwa kita harus mencuci dan mensterilisir speculum itu setiap kali sesudah melaksanakan inseminasi dan sebelum dilaksanakan inseminasi sapi lain. Hal ini penting sekali dilaksanakan, sebab kalau tidak akan terjadi malapetaka besar karena terjadi penyebaran penyakit kelamin menular. Membersihkan dan mensterilisasi alatalat di dalam kandang bukannya tidak mungkin, tetapi sulit dikerjakan. Jadi bagi teknisi perlu membawa speculum yang cukup banyak dalam keadaan bersih dan steril. Konsepsi yang lebih rendah dari pada metode rektovaginal.

Gambar 2. Contoh Cervical Insemination

Rectovaginal insemination adalah suatu teknik IB dengan mendeposisikan sperma pada bagian midcervix (pertengahan cervix) atau pada bagian corpus uteri bahkan lebih dalam lagi yaitu pada bagian cornu uteri tergantung keadaan ternak dan kemampuan inseminator. Teknik ini cukup mudah dan praktis dengan hasil yang lebih baik dari teknik yang lain, namun demikian diperlukan ketrampilan khusus untuk dapat melakukannya. Teknik ini hanya digunakan pada ternak sapi dan kerbau saja, adapun caranya sebagai berikut : a) Ternak betina yang sedang berahi ditempatkan pada kandang khusus untuk kawin (kandang jepit). b) Inseminator mengambil straw (sperma beku) dari dalam container sesuai dengan bibit ternak yang dikehendaki, kemudian segera di thawing (dicairkan) ke dalam air es atau air kran, lalu keringkan dengan handuk. Straw dipanaskan diantara telapak tangan, lalu straw dimasukkan ke dalam pipet inseminasi (PI) atau insemination gun dalam posisi vertical, setelah alat penyemprotnyan ditarik kurang lebih 12 cm. Pemasukan straw ke dalam pipet inseminasi dengan posisi ujung penyumbat. c) Inseminator menggigit PI secara horizontal sambil membasahi tangan kiri/kanan yang akan masuk ke dalam rectum dengan air dan sedikit sabun. d) Tangan kiri membuka vulva dan tangan kanan memasukan PI ke dalam vulva (terus ke dalam) atau tangan kiri masuk ke dalam rectum, sewaktu tangan masuk ke rectum jari-jari harus kukunya tumpul, masuk secara pelan-pelan dan bila terjadi kontraksi rectum jangan dilawan tetapi cukup posisi dengan diam 5

bertahan. Kotoran dalam rectum dikeluarkan lalu tangan mencari cervix sambil memonitor ujung PI agar dapat masuk lebih dalam lagi. Apabila cervix telah bertemu maka segera dipegang dan posisinya diluruskan (horizontal) sehingga memudahkan PI masuk ke dalam cervix korpus uteri atau ke dalam kornu uteri dan disinilah sperma disemprotkan. e) Tangan kiri ditarik dari rectum secara pelan-pelan dan PI ditarik ke luar maka selesai sudah IB pada ternak betina. Meskipun teknik rektovaginal lebih sulit untuk dipelajari, tetapi cara ini lebih banyak keuntungannya dari pada teknik yang lain. Kemungkinan yang paling penting adalah angka konsepsi yang lebih tinggi. Selain daripada itu cara ini hanya memerlukan sedikit sekali alat-alat yang perlu disterilisasi setiap kali sesudah melakukan inseminasi. Penggunaan pipet plastic yang dapat dibuang sesudah terpakai, termasuk penyemprotannya pada waktu sekarang terpakai secara luas,

sehingga alat-alat itu tak perlu dicuci ataupun disterilisasi. Sarung tangan karet dapat dicuci dan didesinfektasi dengan mudah sesudah dipakai. Alat-alat yang diperlukan sedikit sekali dan mudah dibawa. Disamping itu teknik rektovaginal telah terbukti dapat memacu aktivitas uterus sapi seperti perkawinan secara alamiah.

Gambar 3. Artifical Insemination Tempat inseminasi Hasil inseminasi di dalam vagina dan di dalam cervix memiliki angka konsepsi yang lebih rendah daripada teknik rektovaginal. Meski demikian dapat juga teknik rektovaginal dapat dipakai untuk menyemprotkan air mani ke dalam cervix, di 6

corpus uteri dan di cornua uteri. Bila seorang mengira bahwa kemungkinan terjadinya perlukaan karena inseminasi di cervix, corpus uteri atau cornua uteri, maka kemungkinan terjadinya perlukaan ini akan lebih besar bila diinseminasi lebih dalam. Uterus mukosa mudah sekali terluka dan terjadi pendarahan. Ini sering terbukti pada waktu orang mencoba untuk mengambil cairan dari uterus. Keadaan ini janganlah disamakan dengan keadaan pada waktu sapi itu diinseminasi. Setiap kali terjadi perlukaan kemungkinan menjadi infeksi lebih besar terutama bila inseminasi itu dilakukan sesudah berahi, pada waktu menjelang masa luteal. Mengingat volume semen yang sangat sedikit pada penggunaan semen beku, khususnya straw, maka deposisi semen melalui insemination-gun harus dilakukan beberapa millimeter dari ujung dalam cervix pada pangkal corpus uteri. Lipatanlipatan anuler transversal cervix dapat merupakan penghalang mekanik terhadap spermatozoa yang bergerak maju ke uterus. Lipatan tersebut berjumlah 3 buah. Apabila lipatan-lipatan tersebut dinyatakan sebagai posisi satu sampai 3 dihitung mulai dari os externa ke os interna dan pangkal korpus uteri sebagai posisi 4, maka tempat deposisi atau peletakan semen beku yang terbaik adalah posisi 4. Angka konsepsi adalah tinggi pada posisi 4; makin rendah angka posisi makin rendah pula angka konsepsi, sedangkan makin tinggi angka posisi makin mudah terjadi perlukaan pada endometrium yang dapat menyebabkan perdarahan dinding dalam uerus tersebut atau endometritis atau malah rupture atau sobek uterus pada betina yang bunting, atau keguguran dan kematian embrio atau fetus pada betina yang bunting.

E. INSEMINASI BUATAN PADA AYAM

1.

Keuntungan Dan Kerugian Inseminasi Buatan Pada Ayam Menurut Bachrein (1998), Teknologi IB pada ayam memiliki keuntungan dan kerugian, diantarnya: Keuntungan :

a. Penggunaan pejantan relatif lebih sedikit (efisien). b. Memungkinkan dilakukannya seleksi dan persilangan antar induk yang memiliki mutu genetik unggul, sehingga dapat dihasilkan anak ayam unggul untuk tujuan tertentu (telur, daging atau keduanya). c. Memungkinkan dilakukannya persilangan bagi ayam jantan unggul yang sulit melakukan perkawinan secara alami. 7

d. Dapat menghasilkan anak ayam dalam jumlah banyak, seragam dan dengan waktu relatif singkat. e. Memungkinkan dilakukannya persilangan dengan ayam jenis lain. Kerugian : a. Petani atau peternak ayam yang tidak mengetahui tanda tanda birahi mengakibatkan keberhasian IB rendah. b. Ada beberapa peternak yang belum mau melaksanakan IB karena di anggap tabu.

2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang diperlukan dalam inseminasi pada ayam ini adalah: a. b. c. d. e. f. g. Tabung suntik tuberkulin (1 cc) Tabung ( Glass Plate ) Kapas Alkohol 70% NaCl Fisiologis 0,9% Ayam Pejantan Ayam Betina

Gambar 1 Tabung Suntik Tuberkulin 1cc

Gambar 2. Kapas

Gambar 3 NaCl Fisiologis 0,9% Gambar 4. Tabung penampung sperma

Gambar 5. Penampilan Induk Betina dan Jantan yang Akan Digunakan pada IB

3. Metode Inseminasi Buatan pada ayam buras dapat dilakukan dengan dua metode yaitu: 1. Metode intra vaginal artinya sperma disuntikkan ke dalam vagina dengan kedalaman 3 cm. 2. Metode intra uterin artinya sperma dimasukkan ke bagian uterus dengan kedalaman 7-8 cm.

4. Pelaksanaan Inseminasi pada Ayam Menurut Hardjosworo (2001) inseminasi buatan pada unggas seperti ayam dapat dilakukan melaui beberapa macam tahap, seperti: a. Mengoleksi sperma ayam jantan 1) Ayam jantan yang akan diambil spermanya harus dipelihara secara terpisah dari ayam betina, paling sedikit sebulan sebelum digunakan sebagai penghasil sperma. 2) 3) Sebaiknya ayam jantan dipelihara di dalam kandang berbentuk sangkar. Paling sedikit delapan jam sebelum diambil spermanya, ayam jantan jangan diberi makan tetapi tetap diberi air minum. b. Membersihkan kulit di sekitar dubur Bersihkan kulit disekitar dubur dan bila ada bulu yang cukup panjang, potonglah bulu sependek mungkin agar dubur kelihatan jelas dan bersih. c. Memberikan rangsang birahi pada ayam Pengang ayam dengan posisi bagian ekor menghadap ke depan dan kepal menghadap ke belakang dari posisi pemegang. Tangan kiri memegang kaki ayam 9

sedangkan tangan kanan, menahan dada ayam dengan posisi telapak tangan diletakan di dada. Leher ayam diapit di antara lengan kanan dan bagian rusuk sisi kanan dari sipemegang. d. Mengumpulkan semua semen Persyaratan agar ayam penjantan dapat menghasilkan semen dalam jumlah yang banyak dan berkualitas baik adalah sebagai berikut : 1) Ayam pejantan harus sehat dan mendapat pakan yang cukup gizi. 2) Ayamnya harus sudah dipelihara terpisah dari betina paling sedikit dua minggu debelu diambil semennya. 3) Ayamnya harus dalam kondisi tenang Cara-cara mengumpulkan semen metoda dua orang adalah sebagai berikut: Orang pertama 1) Ayam disangga dengan paha kanan, tangan kiri memegang kaki kiri dan kedua ujung sayap agar ayam tidak meronta. Kepala ayam menghadap ke sebelah kanan. 2) Tangan kanan mengurut punggung ayam dengan tekanan halus, mulai dari pangkal leher ke arah pangkal ekor dengan menggunakan telapak tangan. Biasanya ayam akan bereaksi dengan menaikan ekornya. 3) Ulangi gerakan mengurut beberapa kali. Tanda-tanda bahwa ayam telah terangsang adalah bila sudah terlihat dubur menyembur. 4) Bila ayam sudah terangsang, pengurutan dilanjutkan dengan jari telunjuk dan ibu jari dengan menjepit pangkal kloaka sambil menekan dengan lembut ke arah dalam dan menarik ke arah luar juga denan lembut, jangan sampai alat kelamin keluar seluruhnya, tetapi hanya pangkal muara semen yang keluar. Pengurutan tetap diulangi selama semen masih mengalir. Orang Kedua Tugas orang kedua adalah menampung semen, caranya adalah sebagai berikut: 1) Bila ayam sudah terangsang, orang kedua mulai memegang alat penampung semen dengan tangan kanan dan menempelkan pada muara semen. Tangan kiri membantu menekan ekor ayam ke arah punggung supaya tidak menggangu atau mengahalangi saat penyedotan semen. 2) Semen yang keluar langsung disedot dengan menggunakan penyedot dari aspirator untuk di tampung di dalam tabung.

10

Gambar 5. Cara Penampungan Semen pada Pejantan e. Memberikan Rangsangan Birahi pada Ayam Betina Persyaratan ayam betina yang akan diinseminasi sebagai berikut: 1) Ayam betina yang akan diinseminasi sudah harus bertelur paling sedikit 4 minggu. 2) Sebelum diinseminasi, ayam betina harus dipelihara terpisah dari jantan paling sedikit selama 2 minggu. 3) Ayam betina harus sehat dan mendapat pakan yang cukup gizi. 4) Sebaiknnya 6 jam sebelum diinseminasi, ayam betina tidak diberi makan agar tidak berak pada saat diinseminasi. Perlu diketahui bahwa ayam betina hanya mempunyai satu alat reproduksi yang terletak di sebelah kiri. Alat reproduksi ini bermuara di suatu rongga di dalam tubuh dan menyambung ke dubur. Rongga tersebut dinamakan kloaka. Untuk menginseminasi ayam betina, semen harus dimasukan kedalam alat reproduksi betina melalui lubang atau muara tersebut. Cara-cara merangsang ayam betina dengan metode dua orang : Orang pertama Ayam disangga pada bagian perutnya, kedua kaki dan sayap dipegang dengan tangan kiri dan kepala ayam dijepit dengan tangan kiri dan badan. Ekor ayam diangkat kearah punggung dengan tangan kanan untuk memudahkan orang kedua merangsang ayam. Orang kedua Tugas orang kedua adalah merangsang ayam betina agar menyembulkan lubang tempat alat reproduksi bermuara dengan cara sebagai berikut : Jari tngan kiri menekan perut lalu mengangkat atau menyodok kearah kloaka. Tangan kanan siap dengan tabung suntik tuberkulin yang berisi semen.

Perhatian : Pada saat terangsang dan kloaka menyembul dari dubur, akan

11

terlihat dua lubang. Lubang yang terletak di sebelah kiri ayam adalah muara alat reproduksi, sedangkan yang satu lagi adalah muara dari alat pencernaan.

Gambar 6. Cara Pengerutan pada Ayam Betina f. Menginseminasi Ayam Betina. 1) Sebelum diinseminasi, semen yang telah terkumpul dapat diencerkan terlebih dahulu dengan Nac1 fisiologis. Pengenceran yang aman adalah satu bagian semen dengan tiga bagian larutan NaC1 fisiologis.Perhatian : Agar sperma yang hidup jumlahnya tinggi, sebaiknya semen tidak disimpan di penampungan lebih dari 20 menit.

Gambar 7. Pemberian NaCl Fisiologis 0,9% ke dalam Tabung Penampung Sperma

2) Sedot semen dengan tabung suntik tuberkulin (1 cc) sebanyak 0.1 cc untuk setiap ekor atau 1 cc untuk setiap 10 ekor

Gambar 8. Menyedot Semen dengan Menggunakan Tabung Suntik Tuberkulin 1 cc 12

3) Masukkan tabung yang sudah terisi semen ke dalam lubang sebelah kiri. 4) Lepaskan jari-jari tangan kiri orang kedua dari perut ayam dan lepaskan ekor ayam dari pegangan orang pertama. Kloaka akan masuk kembali ke dalam tubuh. 5) Suntikkan semen sebanyak 0.1 cc secara perlahan-lahan.

Gambar 7. Memasukkan Tabung Suntik Tuberkulin ke dalam Kloaka Ayam Betina

6) Lepaskan ayam. Dua hari setelah inseminasi, ayam betina akan menghasilakan telur fertil. 7) Untuk mendapatkan fertilitas yang baik, ulangi inseminasi 4-5 hari kemudian. g. Pengumpulan Telur Setelah dilakukan inseminasi buatan maka telur yang dapat digunakan sebagai telur tetas adalah telur-telur yang dihasilkan 2 hingga 7 had setelah inseminasi. Telur tetas yang baik memiliki persyaratan antara lain: berbentuk oval, tidak cacat, memiliki kerabang yang tidak terlalu tebal atau tipis. Telur tersebut disusun pada rak penampung telur dengan posisi bagian tumpul berada di atas. Lama penyimpanan telur tidak boleh lebih dari 4 hari karena apabila disimpan terlalu lama akan menurunkan daya tetas.

13

Gambar 7. Mesin Penetasan Telur

h. Metode Penetasan Rangkaian yang tidak kalah penting dalam tata laksana IB adalah penetasan telur hasil inseminasi. Penetasan secara massal dilakukan dengan menggunakan mesin tetas. Suhu mesin tetas diatur pada kisaran 100-1050C dengan kelembaban 60-70%. Telur yang ditetaskan diberi tanda untuk memudahkan pembalikan telur supaya merata, banyaknya pembalikan minimal 3 kali dalam 24 jam, kecuali pada hari ke 19 hingga menetas tidak diperlukan pembalikan lagi, yang penting pemeriksaan air dalam mesin tetas jangan sampai kering karena bisa menyulitkan pecahnya kulit telur dan akhirnya bibit akan man. Setiap hari hingga hari ke 19 telur diangin-anginkan dengan cara membuka pintu mesin tetas selama 30 menit. Pemeriksaan telur dilakukan sebanyak 3 kali selama proses penetasan yaitu pada hari ke 4, 14 dan 18, untuk mengetahui apakah telur tersebut fertil atau tidak. Yang perlu diingat pada proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas adalah kecermatan dan kesabaran sehingga kegagalan dapat dihindari.

F. PENERAPAN IB DITINJAU DARI ASPEK BIOETIKA Dalam pandangan bioetika, penerapan bioteknologi reproduksi IB

berhubungan erat dengan aspek kesehatan dan penyelamatan dari kepunahan ternak asli (animal welfare). Problem utama dalam sistem animal welfare dalam kaitannya dengan penerapan bioteknologi adalah efisiensi produksi. Problem ini berkaitan erat pula dengan beberapa faktor, diantaranya: a. Ekspresi gen (pertumbuhan yang cepat atau produksi susu tinggi) 14

b. Teknik perkawinan c. Mutasi gen Dampak negatif yang akan timbul apabila penerapan bioteknologi IB tidak terkontrol dalam kaitannya dengan animal welfare, seperti : 1. Hilangnya/punahnya ternak lokal akibat terkikis oleh munculnya ternak persilangan (crossbred animal). Hal ini bisa muncul karena persepsi masyarakat (petani/peternak) yang lebih menyukai ternak persilangan karena pertumbuhannya lebih cepat dan dampak akhirnya adalah nilai jual yang tinggi. 2. Dapat menyebabkan stress dan menimbulkan resiko pada animal welfare. Pemilihan pejantan sebagai sumber semen yang tidak tepat (kemungkinan mengandung gen lethal) akan menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain masa kebuntingan lebih panjang, meningkatnya kejadian kesulitan melahirkan (distokia) dan tingginya frekuensi gen anomali dan anak yang dilahirkan memiliki bobot lahir yang melebihi ukuran normal dan penurunan daya reproduksi. 3. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan; 4. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil; 5. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama; 6. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test). 7. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan; 8. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil; 9. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama; 10. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).

15

11. Hilangnya keanekaragaman akibat dipertahankan alel yang sama pada populasi ( hilangnya gen), sehingga rentan terhadap penyakit bila alel resisten hilang. Namun demikian dampak negatif tersebut dapat ditanggulangi melalui upaya konservasi insitu dimana petani/peternak ikut serta di dalamnya. Program konservasi insitu yang telah dilakukan pada ternak lokal antara lain : (1) mengisolasi bangsa ternak lokal dalam suatu lokasi tertutup dan dilakukan upaya pemurniannya, (2) mendatangkan pejantan unggul yang sejenis dengan bangsa ternak lokal tersebut untuk dilakukan program perkawinan dengan ternak lokal yang telah diisolasi, (3) melakukan program pemuliaan dan seleksi dengan ketat, dan (4) mengaplikasikan program IB dengan menggunakan semen yang berasal dari pejantan unggul. Hal yang terpenting adalah upaya dari petugas dan petani dalam mencatat (recording) identitas semen induk dan turunannya, serta adanya bank sperma yang untuk semua ternak lokal atau non lokal sehingga tidak terjadi kemusnahan.

DAFTAR PUSTAKA

Bachrein, Saeful. 1998. Inseminasi Buatan Pada Ayam Buras. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian.

Ditjen Peternakan. 2009. Renstra Kecukupan Daging Sapi Tahun 2010-2-14. Semnas Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan Program Kecukupan/Swasembada Daging. Yogyakarta: Fafet UGM.

Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 424-439.

Hardjosworo, Peni, Rukmisiani M.S., 2001. Ayam, Permaslahan dan Pencegahan. Jakarta: Penebar Swadaya. 16

Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-2. Bandung: Angkasa.Hlm. 292

17

You might also like