You are on page 1of 16

DAMPAK KESEHATAN DAN SOSIAL

PENYALAHGUNAAN ALKOHOL DAN GANJA

Oleh:

Luqman Effendi,S.Sos.,M.Kes

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKLUTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
DAMPAK KESEHATAN DAN SOSIAL PENYALAHGUNAAN
ALKOHOL DAN GANJA

Oleh: Luqman Effendi, S.Sos., M.Kes

A. PENDAHULUAN

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 7,4 juta orang di Asia telah

terinfeksi virus HIV dengan lebih dari 50% orang berasal dari penyalahgunaan NAPZA

dengan jarum suntik. Kasus HIV di Indonesia sendiri setelah beberapa tahun hanya

sedikit yang terinfeksi lewat penggunaan jarum suntik penyalahgunaan NAPZA, namun

mulai tahun 1990 meningkat sangat pesat dimana saat ini diperkirakan 80% kasus baru

berasal dari penggunaan jarum suntik (WHO, 2005). Selain risiko penyakit, perilaku

penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kematian mendadak akibat dosis yang

berlebihan disamping akibat lain seperti kecelakaan saat mengendarai kendaraan. Secara

sosial perilaku penyalahgunaan NAPZA juga mengakibatkan meningkatnya angka

kejahatan (Karofi,2005), angka kecelakaan, dan juga biaya-biaya sosial lainnya.

Pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga yang diharapkan mampu

mengurangi masalah penyalahgunaan NAPZA, dalam kenyataannya masih sangat

tertinggal dengan pertumbuhan dan perkembangan penyalahgunaan NAPZA itu sendiri.

Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia sebagaimana dilaporkan Badan

Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2006 menyebutkan bahwa antara Tahun 2001 sampai

dengan Tahun 2005 telah terjadi peningkatan yaitu kasus narkotika dari 1.907 tahun

2001 meningkat menjadi 8.171 tahun 2005, kasus psikotropika dari 1.648 tahun 2001

meningkat menjadi 6.733 tahun 2005, dan kasus bahan adiktif dari 62 tahun 2001

meningkat menjadi 1.348 tahun 2005 (BNN, 2006).

2
Beberapa penelitian menginformasikan adanya hubungan antara faktor

keturunan, karakteristik personal, tekanan kelompok, tekanan-tekanan psikologis,

praktek-praktek budaya dan lingkungan sosial dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA.

Perilaku merokok dalam beberapa penelitian juga dianggap sebagai pintu masuk dari

perilaku penyalahgunaan NAPZA, sebagaimana dikenal sebagai “the gateway theory”.

Perilaku merokok dalam konteks masyarakat Indonesia acapkali sudah dianggap

sebagai bagian dari kebudayaan, sehingga kajian tentang NAPZA di Indonesia tidak bisa

dilepaskan dengan perilaku merokok. Dengan demikian adalah tidak mengherankan

apabila berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Mackay & Eriksen (2002) prevalensi

perokok di Indonesia sebesar 59% untuk laki-laki dewasa dimana menduduki urutan

ketiga setelah Cina (66,9) dan Kenya (66,8%). Namun demikian prevalensi perokok

untuk laki-laki usia remaja menduduki urutan pertama yaitu sebesar 38%. Sementara itu

meskipun angka prevalensi perokok perempuan dewasa hanya 3,7% namun jika

dibandingkan dengan prevalensi perokok perempuan usia remaja ternyata angkanya

lebih besar yaitu 5,3% yang berarti kedepan sangat dimungkinkan prevalensinya akan

naik (WHO, 2004).

Penyalahgunaan NAPZA dalam banyak dimensi merupakan masalah, namun

kajian ilmiah tentang NAPZA dalam konteks masyarakat Indonesia sampai saat ini

masih sangat sedikit. Penjelasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan pertama kali

seseorang menyalahgunakan NAPZA merupakan masalah yang kompleks, namun

demikian para ilmuwan sepakat bahwa perilaku penyalahgunaan NAPZA tidak selalu

berlanjut pada perilaku ketergantungan terhadap NAPZA, sebagaimana dinyatakan oleh

Centre for Addiction and Mental Health (1999) bahwa pengalaman mengkonsumsi

3
NAPZA adalah hal yang biasa terjadi pada anak muda karena banyak yang mencoba

NAPZA tidak berlanjut pada ketergantungan terhadap NAPZA. Brown et al (1996) juga

menyatakan bahwa mencoba NAPZA merupakan sesuatu bagian yang normal dari

perkembangan remaja (National Health Committee, 1999).

Berdasarkan kenyataan di atas maka promosi kesehatan tentang NAPZA tidak

hanya pada upaya “say no to drug” sebagai pencegahan primer namun juga melakukan

pencegahan sekunder (Ghodse, 2002) agar mereka yang pernah mencoba dan

menyalahgunakan NAPZA tidak meningkat menjadi perilaku ketergantungan NAPZA

(addiction or physical dependence). Hal ini perlu dilakukan karena data menunjukkan

bahwa 10 sampai 30 persen dari semua remaja yang pernah mengkonsumsi NAPZA

akan memiliki masalah yang berkenaan dengan NAPZA pada kehidupan selanjutnya

(Brown et al, 1996 dalam National Health Committee, 1999). Departemen Kesehatan

Amerika Serikat (2004) juga melaporkan bahwa seorang perempuan yang memulai

minum alkohol lebih muda, maka dalam perkembangan kehidupannya akan memiliki

masalah berkenaan dengan alkohol. Brown (2006) mengatakan bahwa remaja yang

mengkonsumsi alkohol sebelum usia 14 tahun kemungkinan menjadi dependen terhadap

alkohol 4 kali dibandingkan yang mulai minum alkohol usia 21 tahun atau lebih tua.

Alkohol dan Ganja menjadi 2 zat adiktif yang dikaji karena berdasarkan Laporan

Statistik Diskriptif Quiz BNN 2003, jenis NAPZA yang menjadi masalah utama di

masyarakat yang pertama adalah heroin (putaw) sebesar 29%, kedua minuman keras

(miras) sebesar 18,2%, dan ketiga adalah ganja sebesar 17,6% (BNN, 2003).

Hasil penelitian pada masyarakat dengan budaya Barat persentase remaja yang

pernah mencoba alkohol dan ganja jauh lebih tinggi. Remaja usia 14 tahun 52% pernah

4
mencoba miras dan 25% telah bermasalah dengan miras (mabuk). Persentase menjadi

naik saat remaja usia 18 tahun menjadi 80% dan 62% yang pernah mengalami masalah

dengan miras. Sedangkan sebesar 22% remaja usia 14 tahun telah pernah mencoba ganja

dan meningkat menjadi 50 % pada usia 18 tahun (Goldstein, 2001).

Lebih dari itu diketahui bahwa alkohol dan ganja merupakan zat adiktif yang

biasanya dikonsumsi pada tahap awal (anak dan remaja) selain rokok (tembakau). Kajian

yang sistematik dan berlangsung lama menunjukkan bahwa remaja yang menjadi

dependen terhadap heroin dan kokain pada usia dewasa hampir selalu ketika remaja

mengkonsumsi rokok dan miras pada saat awal dan kemudian ganja yang juga disebut

sebagai “the gate way theory” (Goldstein, 2001; Hall, Louise & Michael, 2001 ).

B. DAMPAK KESEHATAN DAN SOSIAL PENYALAHGUNAAN GANJA

Ganja adalah nama pohon yang didalam ilmu tumbu-tumbuhan disebut cannabis

sativa. Pohon ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu ganja jantan dan ganja betina. Ganja jantan

tidak berbunga maupun berbuah sehingga tidak dapat diambil hasilnya kecuali seratnya

digunakan untuk tali. Sedangkan ganja betina berbunga dan berbuah (Sudiro, 2003).

Ganja merupakan tanaman yang dapat tumbuh hampir di seluruh dunia. Hal ini dapat

dilihat dari adanya sebutan yang berbeda di satu negara dengan negara lainnya. Ketika

tanaman telah tumbuh dengan sempurna maka seluruh bagiannya mengandung zat psikoaktif

yang secara keseluruhan dikenal sebagai cannabinoids. Lebih dari 50 zat yang terkandung

dalam ganja, namun yang terpenting adalah delta-9 tetrahydrocannabinol (THC).

Kandungan THC akan tergantung pada bagian dari tumbuhan, kondisi lingkungan terutama

iklim dimana tanaman ganja tumbuh. Dalam perkembangannya dengan teknologi hidroponik

5
dan pemilihan tanaman ganja yang tepat dapat menghasilkan kandungan THC yang sangat

tinggi (20-30%) (Ghodse, 2002).

Kandungan THC dalam ganja menjadi pembagi bentuk ganja menjadi tiga yaitu

marijuana (bhang, ganja, ganga, sinsemilla), hashish (charas, cannabis resin), dan hash oil

(liquid cannabis). Marijuana merupakan hasil dari pengeringan pucuk bunga dan daun ganja.

Kandungan THC tertinggi ada dalam pucuk bunga, kemudian menurun pada pucuk daun dan

menurun lagi pada daun yang dibawahnya. Kandungan THC untuk marijuana berkisar antara

0.5 sampai 5% namun untuk sinsemilla berkisar antara 7 sampai 14%. Sedangkan hashish

kandungan THC berkisar antara 2 sampai 8% dan hashish oil antara 15 sampai 50% (Diaz,

1997;,Hall., Louise & Michael, 2001; Ghodse, 2002).

Pemakaian ganja/cannabis paling sering dilakukan dengan cara merokok dalam

bentuk seperti sigaret dan sering disebut “joint”. Tembakau sering juga ditambahkan untuk

memudahkan dalam membakarnya. Pemakaian hashish juga sering dicampur dengan

tembakau dan dengan cara merokok seperti juga cigaret, namun lebih banyak yang

menggunakan pipa air yang lebih dikenal dengan “bong”. Hashish juga dimakan dalam

makanan yang sudah dimasak. Efek psikoaktif THC akan lebih cepat dengan cara dihisap

daripada dimakan.THC tidak dapat dilarutkan dalam air sehingga tidak memungkinkan

dengan cara menyuntikan.

Dalam bentuk “joint” tertentu biasanya berisi antara 0.5 sampai 1.0 gram material

tanaman ganja dan antara 5 sampai 150 mg THC. THC yang bereaksi dengan aliran darah

hanya 5 sampai 24% ketika ganja dirokok. Bagi pemakai yang sifatnya occasional 2 sampai

3 mg THC sudah cukup untuk mengasilkan efek yang diinginkan sehingga satu joint cukup

untuk digunakan 2 sampai 3 pemakai. Namun demikian pemakai ganja yang sudah kronis

memerlukan lima atau lebih lebih joint setiap harinya (Hall., Louise & Michael, 2001).

6
Ketika seseorang merokok ganja, THC dengan sangat cepat masuk aliran darah

melalui paru yang mana membawa zat-zat kimia ke seluruh organ tubuh termasuk otak.

Didalam otak THC terhubungan dengan tempat spesifik yang dinamakan cannabinoid

receptor pada sel-sel saraf dan akhirnya mempengaruhi aktifitas sel-sel tersebut. Beberapa

bagian dari otak memiliki banyak cannabinoid receptor, sebagian sedikit dan sebagian

lainnya tidak memiliki sama sekali. Cannabinoid receptor paling banyak yang terdapat pada

bagian otak berhubungan dengan fungsi koordinasi gerak tubuh (Cerebellum), fungsi daya

tangkap dan ingatan (hippocampus), fungsi-fungsi kognitif lebih tinggi (Cerebral cortex

terutama cingulated, frontal dan parietal), fungsi reward (Nucleus accumbens) dan fungsi

kontrol gerakan (Basal ganglia). Disamping itu dalam konsentrasi moderat cannabinoid

receptor terdapat pada Hypothalamus, Amygdala, Spinal cord, Brain stem, Cenral gray, dan

Nucleus of the solitary tract (NIDA, 2005)

Efek psikologis dan kesehatan yang segera setelah seseorang mengkonsumsi ganja

adalah euphoria, relaksasi, perubahan persepsi, dan intensifikasi dari pengalaman pancaindra

yang luarbiasa, seperti makan, melihat film, dan mendengarkan musik. Efek kognitifnya

meliputi berkurangnya memori jangka pendek dan kehilangan hubungan. ketrampilan dan

reaksi motoriknya juga mengalami kemunduran.

Efek tidak nyaman yang biasa terjadi dari ganja adalah gelisah, panik, dan perasaan

tertekan. Pengaruh ini hanya terjadi pada mereka yang belum terbiasa dengan ganja dan

pasien yang diberikan THC untuk tujuan pengobatan. Bagi mereka yang telah terbiasa

dengan ganja maka mereka akan menginginkan harapan-harapan yang lebih tinggi lagi

dengan konsumsi yang lebih banyak sehingga menimbulkan efek delusi dan halusinasi.

THC akan meningkatkan denyut jantung antara 20% sampai 50% setelah beberapa

menit sampai seperempat jam setelah seseorang merokok atau menelan ganja. Hal ini akan

7
berlangsung sampai 3 jam. Tekanan darah akan naik ketika orang duduk dan akan turun

ketika berdiri. Efek kardiovaskuler akan lebih dirasakan pada pasien dengan penyakit

jantung (Hall, W., Louise D., & Michael L., 2001).

Keracunan secara cepat pada pengguna ganja sangat rendah dan tidak ditemukan

kasus yang fatal dari keracunan akibat penyalahgunaan ganja pada manusia. Tentu saja ini

juga dipengaruhi oleh cara penggunaan dengan merokok dan ditelan yang mengakibatkan

lambatnya reaksi dalam tubuh, disamping juga ditentukan oleh kandungan THC dari ganja

yang dikonsumsi.

Menurut National Institute on Drug Abuse (NIDA), penyalahgunaan ganja akan

membawa konsekuensi pada kesehatan baik selama intoksikasi (akut), menetap (berjalan

lama tetapi tidak permanen), dan yang berlangsung lama (kronis). Dampak yang diakibatkan

selama intoksikasi adalah penurunan ingatan jangka pendek, penurunan (perhatian,

pertimbangan dan fungsi kognitif lainnya), kerusakan koordinasi dan keseimbangan, serta

meningkatnya denyut jantung. Dalam jangka yang lebih lama akan mengakibatkan

penurunan daya ingat dan ketrampilan belajar dan dalam jangka panjang dapat menjadi

adiksi atau ketagihan, peningkatan resiko terkena batuk kronis, bronchitis, dan episema,

serta peningkatan resiko terkena kanker pada bagian kepala, leher, dan paru (NIDA, 2005).

Beberapa penelitian sampai saat ini masih lebih banyak menunjukkan betapa

penggunaan ganja dalam kehidupan manusia tetap merugikan. Herning dan Cadet (2001)

bersama National Institute on Drug Abuse (NIDA) melaporkan hasil penelitiannya dimana

bukti-bukti awal menunjukkan bahwa penyalahgunaan ganja yang kronis dapat menghambat

aliran darah ke otak dan meningkatkan resiko terkena stroke pria dengan usia 18 sampai 30

tahun. Penelitian juga menemukan bahwa aliran darah dalam otak orang dewasa muda yang

8
menyalahgunakan ganja sebanding dengan orang tua berumur 60 tahun yang tidak

menyalahgunakan ganja (NIDA, 2002).

Penelitian kohort tentang penggunaan ganja dan kesehatan mental pada remaja

menemukan bahwa konsumsi ganja secara reguler terutama pada remaja perempuan

kemungkinan mengalami depresi dan anxiety pada dewasa muda 4 kali lebih besar daripada

yang tidak mengkonsumsi ganja. Konsumsi ganja secara reguler mingguan terutama pada

remaja perempuan kemungkinan mengalami depresi dan anxiety pada dewasa muda 2 kali

lebih besar daripada yang tidak mengkonsumsi ganja. Sebaliknya Depresi dan anxiety pada

remaja tidak dapat untuk meramalkan penggunaan ganja pada dewasa muda (Patton, George

J., et al., 2002). Selain itu penggunaan ganja 1-3 kali setiap bulan berhubungan dengan

peningkatan perilaku merokok harian, peningkatan konsumsi alkohol reguler, peningkatan

keluhan fisik, peningkatan tekanan psikososial dan pada wanita dengan berkurangnya sikap

hidup positif. Penggunaan ganja bulanan dapat sebagai suatu indikator meningkatnya

tekanan biopsikososial (Brodbeck, Jeannete., Monika Matter, and Franz Moggi, 2005)

Dalam kaitannya dengan kehidupan remaja, hasil penelitian yang dilakukan oleh

National Survey on Drug Use and Health (NSDUH) menemukan adanya hubungan antara

frekuensi penggunaan ganja pada remaja dengan masalah-masalah perilaku. Peningkatan

perilaku kenakalan remaja berhubungan dengan meningkatnya frekuensi penyalahgunaan

ganja pada remaja (NSDUH, 2004). Hasil ini sesuai dengan kesimpulan dari beberapa

penelitian serta kajian tentang penggunaan ganja dan performa remaja yang menyatakan

bahwa ganja adalah zat adiktif yang dikonsumsi secara luas pada remaja dan banyak diantara

mereka mempersepsikan resiko yang kecil dari perilaku ini. Penyalahgunaan ganja

berhubungan dengan rendahnya prestasi akademik dan meningkatkan drop out sekolah.

Perilaku ini juga berhubungan dengan perilaku beresiko tinggi pada remaja seperti

9
kriminalitas, kekerasan, perilaku seks tak aman, dan kecelakaan lalulintas. Beberapa remaja

memiliki kelakuan yang tidak sehat, ADHD, dan sulit untuk menerima pelajaran. Bukti-

bukti menunjukkan bahwa penyalahgunaan ganja merupakan penyebab penyalahgunaan zat

yang lebih berat seperti heroin dan kokain (Malhorta & Parthasarathy, 2006).

C. DAMPAK KESEHATAN DAN SOSIAL PENYALAHGUNAAN ALKOHOL

Alkohol dalam masyarakat Indonesia disebut sebagai Minuman Keras (Miras)

adalah jenis NAPZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli kadar

alkohol didalamnya (Hawari, 2006). Alkohol atau Miras merupakan bagian tidak

terpisahkan dalam budaya masyarakat Barat dan selalu hadir dalam berbagai pertemuan dan

acara-acara seremonial (Diaz, 1997). Dalam konteks kebudayaan Indonesia, alkohol dalam

beberapa bagian suku bangsa juga menjadi budaya sebagaimana masyarakat Barat, namun

secara mayoritas budaya minum-minuman beralkohol ini bukan menjadi budaya masyarakat.

Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

sudah mengeluarkan fatwa setetes alkohol saja dalam minuman hukumnya sudah haram

(Hawari, 2006).

Alkohol menurut Diaz (1997) dibagi menjadi 3 tipe. Tipe yang pertama adalah

methyl alcohol atau sering disebut sebagai methanol yang digunakan untuk kepentingan

industri. Metanol ini bisa mengakibatkan keracunan yang bisa sampai menjadikan

kematian.Tipe yang kedua adalah Isoprophyl alcohol atau propanol yang biasanya

digunakan untuk disinfectant and germicide, dan tipe yang ketiga adalah Ethyl alcohol atau

etanol yang digunakan si seluruh dunia untuk obat dan yang biasa dicampurkan dalam

berbagai jenis minuman keras.

10
Alkohol merupakan NAPZA yang sudah sangat tua dimana teknik fermentasi yang

menghasilkan alkohol telah dimulai sejak awal peradaban bercocok tanam. Dalam

perkembangannya saat ini minuman keras ini beredar di masyarakat dengan kadar alkohol

yang bervariasi. Jenis minuman yang mengandung kadar alkohol paling tinggi adalah Vodka,

Gin, Whisky (40-50 persen) dan yang lebih rendah adalah anggur (wines) yang mengandung

alkohol 12-20 persen, dan bir (beer) dengan kandungan alkohol 3-6 persen (Goldstein,

2001).

Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi yaitu

ketagihan dan dependensi. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan

mental organik yaitu gangguan dalam berpikir, berperasaan dan berperilaku. Kelebihan

dalam mengkonsumsi alkohol dapat mengakibatkan keracunan atau intoksikasi (mabuk).

Bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan maka bila pemakaiannya dihentikan

akan menimbulkan sindrom putul alkohol. Dalam jangka panjang konsumsi alkohol dapat

menimbulkan gangguan pada organ otak, liver, alat pencernakan, pankreas, otot, janin,

endokrin, nutrisi, metabolisme dan resiko kanker (Goldstein, 2001., Hawari, 2006). Dalam

kehidupan perempuan meskipun dalam takaran sedang sebuah penelitian menemukan

adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan terjadinya kanker payudara terutama bagi

mereka yang memiliki riwayat penyakit tersebut (NIAAAs, 2004).

Beberapa hasil penelitian juga menemukan akibat lain dari penyalahgunaan alkohol

ini. Pertama, bahwa peminum alkohol berat berhubungan secara signifikan dengan depresi

yang lebih berat dibandingkan dengan peminum alkohol ringan dan yang tidak minum sama

sekali dalam kaitannya dengan status usaha bunuh diri (Danielson, CK., James CO., and

Zeeshan AB, 2003).

11
Kedua, bahwa laki-laki yang pernah melakukan tindak kekerasan, dan perasaan

depresi berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol (Shore, J., Spero M M., and Dedra B.,

2002). Ketiga, bahwa perilaku bunuh diri pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor

dengan faktor yang utama adalah konsumsi alkohol dan zat adiktif lainnya disamping faktor

lain seperti gejala depresif yang berlangsung lama, faktor-faktor psikososial, dan kejadian

kejadian yang sangat menekan (stressfull) (Windle M., 2004).

Keempat, dalam kasus pelecehan seksual, konsumsi alkohol oleh pelaku, korban,

atau kedua-duanya meningkatkan terjadinya perilaku seksual oleh seorang laki-laki yang

dikenalnya (Abbey, A., 2002). Konsumsi alkohol pada remaja berhubungan dengan perilaku

seks beresiko tinggi (hubungan seks dengan banyak pasangan dan kegagalan untuk

menggunakan kondom) (Grossman, M., Robert K., and Sara M., 2004). Perilaku seks yang

beresiko tinggi ini mengakibatkan resiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,

penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS (Grunbaum, et al., 2002).

Informasi di atas menunjukkan betapa banyaknya dampak negatif dari konsumsi

alkohol sebagaimana hasil penelitian yang telah dipaparkan, meskipun beberapa penelitian

juga menginformasikan yang sebaliknya yaitu bahwa kebiasaan minum alkohol dengan

dosis ringan berhubungan dengan penurunan resiko terkena penyakit jantung koroner.

Meskipun demikian National Insitute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA)

menasehatkan untuk tidak mengajak orang mengkonsumsi alkohol dengan alasan kesehatan,

namun jika ia minum jangan lebih dari 1 atau 2 kali sehari (Goldstein, 2001).

D. MASA DEPAN PENYALAHGUNAAN GANJA DAN ALKOHOL

Dalam perkembangannya potensi masalah penyalahgunaan ganja saat sudah lebih

berat lagi daripada 30 tahun yang lalu (NIDA, 2002). Kualitas ganja yang semakin tinggi

12
merupakan tantangan karena akan membawa perubahan yang dalam berbagai hal. Fakta di

lapangan menunjukkan semakin meningkatnya jumlah ganja dengan kandungan THC yang

semakin tinggi. Sampel ganja di Kanada sebagaimana dikutip World Drug Report (2006)

mencatat penurunan persentasi ganja dengan kandungan THC kurang dari 5% dan

peningkatan persentasi ganja dengan kandungan THC antara 10% sampai dibawah 20% dari

tahun 1989 – 2003, serta ditemukan ganja dengan kandungan THC 20% ke atas mulai tahun

1999.

Menurut World Drug Report (2006) ada tiga alasan yang mengkhawatirkan

dampaknya terhadap kesehatan masyarakat: Pertama, pertumbuhan dari periode kesehatan

akut (the growth of acute health episodes). Kandungan THC yang tinggi tentunya membawa

konsekuensi yang berbeda dengan pengguna ganja dengan THC yang rendah. Meskipun

secara teoritis konsumsi bisa saja dikurangi untuk mendapatkan efek yang sama, namun

dalam kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan. Akibatnya prosedur penanganannyapun

harus dilakukan koreksi dan kajian-kajian baru.

Alasan kedua, pertumbuhan kebutuhan tempat rehabilitasi. Peningkatan kadar THC

akan berakibat semakin banyaknya pengguna ganja yang kemungkinan menjadi adiksi dan

ketergantungan yang pada akhirnya memerlukan tempat untuk rehabilitasi. Sedangkan

alasan ketiga adalah terjadinya perubahan pemahaman tentang dampak kesehatan dari

konsumsi ganja. Beberapa opini masyarakat saat ini telah mengalami perubahan dimana

mengkonsumsi ganja hanya sedikit bahayanya. Opini ini sesungguhnya cukup beralasan

karena banyak ilmuwan menemukan kenyataan bahwa bahaya tembakau dan alkohol jauh

lebih besar dari bahaya ganja. Menurut Diaz (1997) tidak ada yang perlu ditakutkan

masyarakat dari penggunaan ganja dan tidak ada bahayanya dengan penggunaan ganja ini.

13
Lebih dari itu kampanye penggunaan ganja sebagai obat di kalangan medis semakin

meningkatkan perdebatan tentang sisi negatif dan positif dari ganja ini.

Pandangan di atas tentu saja tidak sepenuhnya benar karena posisi ganja dengan

tembakau dan alkohol adalah berbeda, sehingga kita belum bisa memprediksi jika

kemudahan mendapatkan ganja ini menjadi semudah mendapatkan tembakau maka

bagaimana dampaknya terhadap kesehatan masyarakat (Hall, W., Louise D., & Michael L.,

2001). Walaupun ada pandangan yang baru, namun World Drug Report (2006) masih tetap

dengan keyakinan bahwa ganja adalah tidak baik untuk kesehatan.

Sementara itu dalam konteks penyalahgunaan alcohol ke depan nampaknya

kecenderungan peningkatan akan tetap terjadi mengingat arus globalisasi yang cenderung

membawa masyarakat kita menuju masyarakat dengan pola perilaku dan tata nilai

masyarakat barat dimana alcohol merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang

dimilikinya. Kebanggaan sebagai bangsa yang beragama dan mengaplikasikan dalam

seluruh tata nilai kehidupan harus terus dikumandangkan karena tanpa langkah-langkah

yang sistematis maka penyalahgunaan alcohol dan jenis NAPZA lainnya bisa dipastikan

akan sulit terbendung.

DAFTAR PUSTAKA

Abbey, A., 2002. “ Alcohol-related sexual assault: A common problem among college
student”, Journal of Studies on Alcohol (Suppl. 14) : 118-128,
http://www.homedrugtestingkit.com/zshop.

BNN, 2003. Laporan Hasil Penelitian Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia, Badan


Narkotika Nasional, Jakarta

BNN, 2006. Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2001 - 2005,
Badan Narkotika Nasional, Jakarta

Brodbeck, Jeannete., Monika Matter, and Franz Moggi, 2005.” Frequency of cannabis

14
use and biopsychosocial correlates among Swiss adolescents” in Zeitschrift fur
Klinische Psychologie und Psychotherapie, Juli 2005, 34. Jg., Heft 3, 188-195

Brown, Sandra A., 2006. Providing Substance Abuse Prevention and Treatment Services
to Adolescent, American Psychological Association Publishing 2006.

Danielson, Carla Kmett, James C. Overholser, and Zeeshan A Butt, 2003.” Association
Of Substance Abuse and Depression Among Adolescent Psychiatric Inpatients”
in Can J Psychiatriy, Vol 48, No 11, Desember 2003.

Diaz, Jaime, 1997.How drugs influence behavior:a neuro behavioral approach,


Prentice-Hall, Inc., Simon & Schuster/A Viacom Company Upper Saddle River,
New Jersey 07458.

Ghodse, Hamid, 2002. Drugs and Addictive Behavior A Guide to Treatment, Third
Edition, Cambridge University Press, The Edinburgh Building, Cambridge CB2
2RU, UK

Goldstein, Avram, 2001. Addiction From Biology to Drug Policy, Second Edition,
Published by Oxford University Press, Inc., 198 Madison Avenue, New York,
New York 10016.

Grossman, M., Robert K., and Sara M., 2004. An Investigation of the Effects of Alcohol
Policies on Youth STDs, National Institute on Drug Abuse (NIDA) to the National
Bureau of Economic Research.

Grunbaum, J.A.; Kann, L.; Kinchen S.A.; et al, 2002.” Youth risk behavior surveillance:
United State 2001”, in MMWR: Morbidity and Mortality Weekly Report 51(SSO 4):
1-62.

Hall, Wayne., Louise Degenhardt, and Michael Lynskey, 2001. The health and
psychological effects of cannabis use, National Drug and Alcohol Research Centre,
University of New South Wales.

Hawari, Dadang, 2006. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika,


Alkohol & Zat Adiktif), Balai Penerbit FK-UI, Edisi ke-2 Cetakan ke-I, Jakarta

Karofi, Usman Ahmad, 2005.”Drug Abuse and Criminal Behavior In Penang, Malaysia:
A Multivariate Analysis”, Bangladesh e-Journal of Sociology, Vol. 2. No.2. July
2005.

Malhorta, Anil & Parthasarathy Biswas, 2006.” Cannabis Use and Performance in
Adolescents” (Review Articles) in J. Indian Assoc. Child Adolesc. Ment. Health
2006; 59-67.

National Health Committee, 1999. Guidelines for Recognizing, Assessing and Treating

15
Alcohol and Cannabis Abuse in Primary Care, PO Box 5013 Wellington, New
Zealand.

NIAAAs, 2004. “Alcohol – An Important Women’s Health Issue”, in Alcohol Alert


Number 62 July 2004, U.S. Department of Health & Human Services, National
Institute of Health.

NIDA, 2002.”Chronic Marijuana Abuse May Increase Risk of Stroke” in Research


Findings Vol. 17, No. 1 (April 2002)

NIDA, 2002.”New Research Report Present Marijuana Facts” in Research Findings Vol.
17, No. 3 (April 2002)

NIDA, 2005.” Marijuana Abuse” in Research Report Series, NIH Publication Number
05-3879, Printed July 2005. U.S. Department of Health and Human Services,
National Institute of Health.

NSDUH, 2004.” Marijuana Use and Delinquent Behaviors among Youths” in The
NSDUH Report January 9, 2004., http://www.DrugAbuseStatistics.samsha.gov.

Patton, Goerge C., et al., 2002.” Cannabis Use and Mental Health in Young People:
Cohort Study” in BMJ 2002: 325; 1195-1198 (23 November), Papers pp 1199, 1212.

Shore, Jay, Spero M. Manson, and Dedra Buchwald, 2002.”Screening for Alcohol Abuse
Among Native Americans in a Primary Care Setting” in Psychiatr Serv 53:757-760,
Juni 2002, Copyright 2002 American Psychiatric Association.

Sudiro, Masruhi, 2003. Islam Melawan Narkoba, Cetakan Kedua, Penerbit Madani
Pustaka Hikmah, Yogyakarta.

WHO, 2004. Neuroscience of psychoactive substance use and dependence, Publications


of the World Health Organization, 20 Avenue Appia, 1211 Geneva 27,
Switzerland.

WHO, 2005.Biregional strategy for harm reduction 2005 – 2009: HIV and injecting
drug,Publications of the World Health Organization, 20 Avenue Appia, 1211 Geneva
27, Switzerland.

Windle M., 2004.”Suicidal behaviors and alcohol use among adolescents: a


developmental psychopathology perspective”, in Alcohol Clin Exp Res 28(5)
Supplement:29S-37S.

World Drug Report, 2006.”The emergence of ‘new cannabis’ and reassessment of health
risks, Volume I. Analysis, 172-185.

16

You might also like