Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Luqman Effendi,S.Sos.,M.Kes
A. PENDAHULUAN
terinfeksi virus HIV dengan lebih dari 50% orang berasal dari penyalahgunaan NAPZA
dengan jarum suntik. Kasus HIV di Indonesia sendiri setelah beberapa tahun hanya
sedikit yang terinfeksi lewat penggunaan jarum suntik penyalahgunaan NAPZA, namun
mulai tahun 1990 meningkat sangat pesat dimana saat ini diperkirakan 80% kasus baru
berasal dari penggunaan jarum suntik (WHO, 2005). Selain risiko penyakit, perilaku
berlebihan disamping akibat lain seperti kecelakaan saat mengendarai kendaraan. Secara
Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2006 menyebutkan bahwa antara Tahun 2001 sampai
dengan Tahun 2005 telah terjadi peningkatan yaitu kasus narkotika dari 1.907 tahun
2001 meningkat menjadi 8.171 tahun 2005, kasus psikotropika dari 1.648 tahun 2001
meningkat menjadi 6.733 tahun 2005, dan kasus bahan adiktif dari 62 tahun 2001
2
Beberapa penelitian menginformasikan adanya hubungan antara faktor
Perilaku merokok dalam beberapa penelitian juga dianggap sebagai pintu masuk dari
sebagai bagian dari kebudayaan, sehingga kajian tentang NAPZA di Indonesia tidak bisa
apabila berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Mackay & Eriksen (2002) prevalensi
perokok di Indonesia sebesar 59% untuk laki-laki dewasa dimana menduduki urutan
ketiga setelah Cina (66,9) dan Kenya (66,8%). Namun demikian prevalensi perokok
untuk laki-laki usia remaja menduduki urutan pertama yaitu sebesar 38%. Sementara itu
meskipun angka prevalensi perokok perempuan dewasa hanya 3,7% namun jika
lebih besar yaitu 5,3% yang berarti kedepan sangat dimungkinkan prevalensinya akan
kajian ilmiah tentang NAPZA dalam konteks masyarakat Indonesia sampai saat ini
masih sangat sedikit. Penjelasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan pertama kali
demikian para ilmuwan sepakat bahwa perilaku penyalahgunaan NAPZA tidak selalu
Centre for Addiction and Mental Health (1999) bahwa pengalaman mengkonsumsi
3
NAPZA adalah hal yang biasa terjadi pada anak muda karena banyak yang mencoba
NAPZA tidak berlanjut pada ketergantungan terhadap NAPZA. Brown et al (1996) juga
menyatakan bahwa mencoba NAPZA merupakan sesuatu bagian yang normal dari
hanya pada upaya “say no to drug” sebagai pencegahan primer namun juga melakukan
pencegahan sekunder (Ghodse, 2002) agar mereka yang pernah mencoba dan
(addiction or physical dependence). Hal ini perlu dilakukan karena data menunjukkan
bahwa 10 sampai 30 persen dari semua remaja yang pernah mengkonsumsi NAPZA
akan memiliki masalah yang berkenaan dengan NAPZA pada kehidupan selanjutnya
(Brown et al, 1996 dalam National Health Committee, 1999). Departemen Kesehatan
Amerika Serikat (2004) juga melaporkan bahwa seorang perempuan yang memulai
minum alkohol lebih muda, maka dalam perkembangan kehidupannya akan memiliki
masalah berkenaan dengan alkohol. Brown (2006) mengatakan bahwa remaja yang
alkohol 4 kali dibandingkan yang mulai minum alkohol usia 21 tahun atau lebih tua.
Alkohol dan Ganja menjadi 2 zat adiktif yang dikaji karena berdasarkan Laporan
Statistik Diskriptif Quiz BNN 2003, jenis NAPZA yang menjadi masalah utama di
masyarakat yang pertama adalah heroin (putaw) sebesar 29%, kedua minuman keras
(miras) sebesar 18,2%, dan ketiga adalah ganja sebesar 17,6% (BNN, 2003).
Hasil penelitian pada masyarakat dengan budaya Barat persentase remaja yang
pernah mencoba alkohol dan ganja jauh lebih tinggi. Remaja usia 14 tahun 52% pernah
4
mencoba miras dan 25% telah bermasalah dengan miras (mabuk). Persentase menjadi
naik saat remaja usia 18 tahun menjadi 80% dan 62% yang pernah mengalami masalah
dengan miras. Sedangkan sebesar 22% remaja usia 14 tahun telah pernah mencoba ganja
Lebih dari itu diketahui bahwa alkohol dan ganja merupakan zat adiktif yang
biasanya dikonsumsi pada tahap awal (anak dan remaja) selain rokok (tembakau). Kajian
yang sistematik dan berlangsung lama menunjukkan bahwa remaja yang menjadi
dependen terhadap heroin dan kokain pada usia dewasa hampir selalu ketika remaja
mengkonsumsi rokok dan miras pada saat awal dan kemudian ganja yang juga disebut
sebagai “the gate way theory” (Goldstein, 2001; Hall, Louise & Michael, 2001 ).
Ganja adalah nama pohon yang didalam ilmu tumbu-tumbuhan disebut cannabis
sativa. Pohon ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu ganja jantan dan ganja betina. Ganja jantan
tidak berbunga maupun berbuah sehingga tidak dapat diambil hasilnya kecuali seratnya
digunakan untuk tali. Sedangkan ganja betina berbunga dan berbuah (Sudiro, 2003).
Ganja merupakan tanaman yang dapat tumbuh hampir di seluruh dunia. Hal ini dapat
dilihat dari adanya sebutan yang berbeda di satu negara dengan negara lainnya. Ketika
tanaman telah tumbuh dengan sempurna maka seluruh bagiannya mengandung zat psikoaktif
yang secara keseluruhan dikenal sebagai cannabinoids. Lebih dari 50 zat yang terkandung
Kandungan THC akan tergantung pada bagian dari tumbuhan, kondisi lingkungan terutama
iklim dimana tanaman ganja tumbuh. Dalam perkembangannya dengan teknologi hidroponik
5
dan pemilihan tanaman ganja yang tepat dapat menghasilkan kandungan THC yang sangat
Kandungan THC dalam ganja menjadi pembagi bentuk ganja menjadi tiga yaitu
marijuana (bhang, ganja, ganga, sinsemilla), hashish (charas, cannabis resin), dan hash oil
(liquid cannabis). Marijuana merupakan hasil dari pengeringan pucuk bunga dan daun ganja.
Kandungan THC tertinggi ada dalam pucuk bunga, kemudian menurun pada pucuk daun dan
menurun lagi pada daun yang dibawahnya. Kandungan THC untuk marijuana berkisar antara
0.5 sampai 5% namun untuk sinsemilla berkisar antara 7 sampai 14%. Sedangkan hashish
kandungan THC berkisar antara 2 sampai 8% dan hashish oil antara 15 sampai 50% (Diaz,
bentuk seperti sigaret dan sering disebut “joint”. Tembakau sering juga ditambahkan untuk
tembakau dan dengan cara merokok seperti juga cigaret, namun lebih banyak yang
menggunakan pipa air yang lebih dikenal dengan “bong”. Hashish juga dimakan dalam
makanan yang sudah dimasak. Efek psikoaktif THC akan lebih cepat dengan cara dihisap
daripada dimakan.THC tidak dapat dilarutkan dalam air sehingga tidak memungkinkan
Dalam bentuk “joint” tertentu biasanya berisi antara 0.5 sampai 1.0 gram material
tanaman ganja dan antara 5 sampai 150 mg THC. THC yang bereaksi dengan aliran darah
hanya 5 sampai 24% ketika ganja dirokok. Bagi pemakai yang sifatnya occasional 2 sampai
3 mg THC sudah cukup untuk mengasilkan efek yang diinginkan sehingga satu joint cukup
untuk digunakan 2 sampai 3 pemakai. Namun demikian pemakai ganja yang sudah kronis
memerlukan lima atau lebih lebih joint setiap harinya (Hall., Louise & Michael, 2001).
6
Ketika seseorang merokok ganja, THC dengan sangat cepat masuk aliran darah
melalui paru yang mana membawa zat-zat kimia ke seluruh organ tubuh termasuk otak.
Didalam otak THC terhubungan dengan tempat spesifik yang dinamakan cannabinoid
receptor pada sel-sel saraf dan akhirnya mempengaruhi aktifitas sel-sel tersebut. Beberapa
bagian dari otak memiliki banyak cannabinoid receptor, sebagian sedikit dan sebagian
lainnya tidak memiliki sama sekali. Cannabinoid receptor paling banyak yang terdapat pada
bagian otak berhubungan dengan fungsi koordinasi gerak tubuh (Cerebellum), fungsi daya
tangkap dan ingatan (hippocampus), fungsi-fungsi kognitif lebih tinggi (Cerebral cortex
terutama cingulated, frontal dan parietal), fungsi reward (Nucleus accumbens) dan fungsi
kontrol gerakan (Basal ganglia). Disamping itu dalam konsentrasi moderat cannabinoid
receptor terdapat pada Hypothalamus, Amygdala, Spinal cord, Brain stem, Cenral gray, dan
Efek psikologis dan kesehatan yang segera setelah seseorang mengkonsumsi ganja
adalah euphoria, relaksasi, perubahan persepsi, dan intensifikasi dari pengalaman pancaindra
yang luarbiasa, seperti makan, melihat film, dan mendengarkan musik. Efek kognitifnya
meliputi berkurangnya memori jangka pendek dan kehilangan hubungan. ketrampilan dan
Efek tidak nyaman yang biasa terjadi dari ganja adalah gelisah, panik, dan perasaan
tertekan. Pengaruh ini hanya terjadi pada mereka yang belum terbiasa dengan ganja dan
pasien yang diberikan THC untuk tujuan pengobatan. Bagi mereka yang telah terbiasa
dengan ganja maka mereka akan menginginkan harapan-harapan yang lebih tinggi lagi
dengan konsumsi yang lebih banyak sehingga menimbulkan efek delusi dan halusinasi.
THC akan meningkatkan denyut jantung antara 20% sampai 50% setelah beberapa
menit sampai seperempat jam setelah seseorang merokok atau menelan ganja. Hal ini akan
7
berlangsung sampai 3 jam. Tekanan darah akan naik ketika orang duduk dan akan turun
ketika berdiri. Efek kardiovaskuler akan lebih dirasakan pada pasien dengan penyakit
Keracunan secara cepat pada pengguna ganja sangat rendah dan tidak ditemukan
kasus yang fatal dari keracunan akibat penyalahgunaan ganja pada manusia. Tentu saja ini
juga dipengaruhi oleh cara penggunaan dengan merokok dan ditelan yang mengakibatkan
lambatnya reaksi dalam tubuh, disamping juga ditentukan oleh kandungan THC dari ganja
yang dikonsumsi.
membawa konsekuensi pada kesehatan baik selama intoksikasi (akut), menetap (berjalan
lama tetapi tidak permanen), dan yang berlangsung lama (kronis). Dampak yang diakibatkan
pertimbangan dan fungsi kognitif lainnya), kerusakan koordinasi dan keseimbangan, serta
meningkatnya denyut jantung. Dalam jangka yang lebih lama akan mengakibatkan
penurunan daya ingat dan ketrampilan belajar dan dalam jangka panjang dapat menjadi
adiksi atau ketagihan, peningkatan resiko terkena batuk kronis, bronchitis, dan episema,
serta peningkatan resiko terkena kanker pada bagian kepala, leher, dan paru (NIDA, 2005).
Beberapa penelitian sampai saat ini masih lebih banyak menunjukkan betapa
penggunaan ganja dalam kehidupan manusia tetap merugikan. Herning dan Cadet (2001)
bersama National Institute on Drug Abuse (NIDA) melaporkan hasil penelitiannya dimana
bukti-bukti awal menunjukkan bahwa penyalahgunaan ganja yang kronis dapat menghambat
aliran darah ke otak dan meningkatkan resiko terkena stroke pria dengan usia 18 sampai 30
tahun. Penelitian juga menemukan bahwa aliran darah dalam otak orang dewasa muda yang
8
menyalahgunakan ganja sebanding dengan orang tua berumur 60 tahun yang tidak
Penelitian kohort tentang penggunaan ganja dan kesehatan mental pada remaja
menemukan bahwa konsumsi ganja secara reguler terutama pada remaja perempuan
kemungkinan mengalami depresi dan anxiety pada dewasa muda 4 kali lebih besar daripada
yang tidak mengkonsumsi ganja. Konsumsi ganja secara reguler mingguan terutama pada
remaja perempuan kemungkinan mengalami depresi dan anxiety pada dewasa muda 2 kali
lebih besar daripada yang tidak mengkonsumsi ganja. Sebaliknya Depresi dan anxiety pada
remaja tidak dapat untuk meramalkan penggunaan ganja pada dewasa muda (Patton, George
J., et al., 2002). Selain itu penggunaan ganja 1-3 kali setiap bulan berhubungan dengan
keluhan fisik, peningkatan tekanan psikososial dan pada wanita dengan berkurangnya sikap
hidup positif. Penggunaan ganja bulanan dapat sebagai suatu indikator meningkatnya
tekanan biopsikososial (Brodbeck, Jeannete., Monika Matter, and Franz Moggi, 2005)
Dalam kaitannya dengan kehidupan remaja, hasil penelitian yang dilakukan oleh
National Survey on Drug Use and Health (NSDUH) menemukan adanya hubungan antara
ganja pada remaja (NSDUH, 2004). Hasil ini sesuai dengan kesimpulan dari beberapa
penelitian serta kajian tentang penggunaan ganja dan performa remaja yang menyatakan
bahwa ganja adalah zat adiktif yang dikonsumsi secara luas pada remaja dan banyak diantara
mereka mempersepsikan resiko yang kecil dari perilaku ini. Penyalahgunaan ganja
berhubungan dengan rendahnya prestasi akademik dan meningkatkan drop out sekolah.
Perilaku ini juga berhubungan dengan perilaku beresiko tinggi pada remaja seperti
9
kriminalitas, kekerasan, perilaku seks tak aman, dan kecelakaan lalulintas. Beberapa remaja
memiliki kelakuan yang tidak sehat, ADHD, dan sulit untuk menerima pelajaran. Bukti-
yang lebih berat seperti heroin dan kokain (Malhorta & Parthasarathy, 2006).
adalah jenis NAPZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli kadar
alkohol didalamnya (Hawari, 2006). Alkohol atau Miras merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam budaya masyarakat Barat dan selalu hadir dalam berbagai pertemuan dan
acara-acara seremonial (Diaz, 1997). Dalam konteks kebudayaan Indonesia, alkohol dalam
beberapa bagian suku bangsa juga menjadi budaya sebagaimana masyarakat Barat, namun
secara mayoritas budaya minum-minuman beralkohol ini bukan menjadi budaya masyarakat.
Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sudah mengeluarkan fatwa setetes alkohol saja dalam minuman hukumnya sudah haram
(Hawari, 2006).
Alkohol menurut Diaz (1997) dibagi menjadi 3 tipe. Tipe yang pertama adalah
methyl alcohol atau sering disebut sebagai methanol yang digunakan untuk kepentingan
industri. Metanol ini bisa mengakibatkan keracunan yang bisa sampai menjadikan
kematian.Tipe yang kedua adalah Isoprophyl alcohol atau propanol yang biasanya
digunakan untuk disinfectant and germicide, dan tipe yang ketiga adalah Ethyl alcohol atau
etanol yang digunakan si seluruh dunia untuk obat dan yang biasa dicampurkan dalam
10
Alkohol merupakan NAPZA yang sudah sangat tua dimana teknik fermentasi yang
menghasilkan alkohol telah dimulai sejak awal peradaban bercocok tanam. Dalam
perkembangannya saat ini minuman keras ini beredar di masyarakat dengan kadar alkohol
yang bervariasi. Jenis minuman yang mengandung kadar alkohol paling tinggi adalah Vodka,
Gin, Whisky (40-50 persen) dan yang lebih rendah adalah anggur (wines) yang mengandung
alkohol 12-20 persen, dan bir (beer) dengan kandungan alkohol 3-6 persen (Goldstein,
2001).
Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi yaitu
ketagihan dan dependensi. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan
mental organik yaitu gangguan dalam berpikir, berperasaan dan berperilaku. Kelebihan
Bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan maka bila pemakaiannya dihentikan
akan menimbulkan sindrom putul alkohol. Dalam jangka panjang konsumsi alkohol dapat
menimbulkan gangguan pada organ otak, liver, alat pencernakan, pankreas, otot, janin,
endokrin, nutrisi, metabolisme dan resiko kanker (Goldstein, 2001., Hawari, 2006). Dalam
adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan terjadinya kanker payudara terutama bagi
Beberapa hasil penelitian juga menemukan akibat lain dari penyalahgunaan alkohol
ini. Pertama, bahwa peminum alkohol berat berhubungan secara signifikan dengan depresi
yang lebih berat dibandingkan dengan peminum alkohol ringan dan yang tidak minum sama
sekali dalam kaitannya dengan status usaha bunuh diri (Danielson, CK., James CO., and
11
Kedua, bahwa laki-laki yang pernah melakukan tindak kekerasan, dan perasaan
depresi berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol (Shore, J., Spero M M., and Dedra B.,
2002). Ketiga, bahwa perilaku bunuh diri pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor
dengan faktor yang utama adalah konsumsi alkohol dan zat adiktif lainnya disamping faktor
lain seperti gejala depresif yang berlangsung lama, faktor-faktor psikososial, dan kejadian
Keempat, dalam kasus pelecehan seksual, konsumsi alkohol oleh pelaku, korban,
atau kedua-duanya meningkatkan terjadinya perilaku seksual oleh seorang laki-laki yang
dikenalnya (Abbey, A., 2002). Konsumsi alkohol pada remaja berhubungan dengan perilaku
seks beresiko tinggi (hubungan seks dengan banyak pasangan dan kegagalan untuk
menggunakan kondom) (Grossman, M., Robert K., and Sara M., 2004). Perilaku seks yang
beresiko tinggi ini mengakibatkan resiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
alkohol sebagaimana hasil penelitian yang telah dipaparkan, meskipun beberapa penelitian
juga menginformasikan yang sebaliknya yaitu bahwa kebiasaan minum alkohol dengan
dosis ringan berhubungan dengan penurunan resiko terkena penyakit jantung koroner.
menasehatkan untuk tidak mengajak orang mengkonsumsi alkohol dengan alasan kesehatan,
namun jika ia minum jangan lebih dari 1 atau 2 kali sehari (Goldstein, 2001).
berat lagi daripada 30 tahun yang lalu (NIDA, 2002). Kualitas ganja yang semakin tinggi
12
merupakan tantangan karena akan membawa perubahan yang dalam berbagai hal. Fakta di
lapangan menunjukkan semakin meningkatnya jumlah ganja dengan kandungan THC yang
semakin tinggi. Sampel ganja di Kanada sebagaimana dikutip World Drug Report (2006)
mencatat penurunan persentasi ganja dengan kandungan THC kurang dari 5% dan
peningkatan persentasi ganja dengan kandungan THC antara 10% sampai dibawah 20% dari
tahun 1989 – 2003, serta ditemukan ganja dengan kandungan THC 20% ke atas mulai tahun
1999.
Menurut World Drug Report (2006) ada tiga alasan yang mengkhawatirkan
akut (the growth of acute health episodes). Kandungan THC yang tinggi tentunya membawa
konsekuensi yang berbeda dengan pengguna ganja dengan THC yang rendah. Meskipun
secara teoritis konsumsi bisa saja dikurangi untuk mendapatkan efek yang sama, namun
akan berakibat semakin banyaknya pengguna ganja yang kemungkinan menjadi adiksi dan
alasan ketiga adalah terjadinya perubahan pemahaman tentang dampak kesehatan dari
konsumsi ganja. Beberapa opini masyarakat saat ini telah mengalami perubahan dimana
mengkonsumsi ganja hanya sedikit bahayanya. Opini ini sesungguhnya cukup beralasan
karena banyak ilmuwan menemukan kenyataan bahwa bahaya tembakau dan alkohol jauh
lebih besar dari bahaya ganja. Menurut Diaz (1997) tidak ada yang perlu ditakutkan
masyarakat dari penggunaan ganja dan tidak ada bahayanya dengan penggunaan ganja ini.
13
Lebih dari itu kampanye penggunaan ganja sebagai obat di kalangan medis semakin
meningkatkan perdebatan tentang sisi negatif dan positif dari ganja ini.
Pandangan di atas tentu saja tidak sepenuhnya benar karena posisi ganja dengan
tembakau dan alkohol adalah berbeda, sehingga kita belum bisa memprediksi jika
bagaimana dampaknya terhadap kesehatan masyarakat (Hall, W., Louise D., & Michael L.,
2001). Walaupun ada pandangan yang baru, namun World Drug Report (2006) masih tetap
kecenderungan peningkatan akan tetap terjadi mengingat arus globalisasi yang cenderung
membawa masyarakat kita menuju masyarakat dengan pola perilaku dan tata nilai
masyarakat barat dimana alcohol merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang
seluruh tata nilai kehidupan harus terus dikumandangkan karena tanpa langkah-langkah
yang sistematis maka penyalahgunaan alcohol dan jenis NAPZA lainnya bisa dipastikan
DAFTAR PUSTAKA
Abbey, A., 2002. “ Alcohol-related sexual assault: A common problem among college
student”, Journal of Studies on Alcohol (Suppl. 14) : 118-128,
http://www.homedrugtestingkit.com/zshop.
BNN, 2006. Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2001 - 2005,
Badan Narkotika Nasional, Jakarta
Brodbeck, Jeannete., Monika Matter, and Franz Moggi, 2005.” Frequency of cannabis
14
use and biopsychosocial correlates among Swiss adolescents” in Zeitschrift fur
Klinische Psychologie und Psychotherapie, Juli 2005, 34. Jg., Heft 3, 188-195
Brown, Sandra A., 2006. Providing Substance Abuse Prevention and Treatment Services
to Adolescent, American Psychological Association Publishing 2006.
Danielson, Carla Kmett, James C. Overholser, and Zeeshan A Butt, 2003.” Association
Of Substance Abuse and Depression Among Adolescent Psychiatric Inpatients”
in Can J Psychiatriy, Vol 48, No 11, Desember 2003.
Ghodse, Hamid, 2002. Drugs and Addictive Behavior A Guide to Treatment, Third
Edition, Cambridge University Press, The Edinburgh Building, Cambridge CB2
2RU, UK
Goldstein, Avram, 2001. Addiction From Biology to Drug Policy, Second Edition,
Published by Oxford University Press, Inc., 198 Madison Avenue, New York,
New York 10016.
Grossman, M., Robert K., and Sara M., 2004. An Investigation of the Effects of Alcohol
Policies on Youth STDs, National Institute on Drug Abuse (NIDA) to the National
Bureau of Economic Research.
Grunbaum, J.A.; Kann, L.; Kinchen S.A.; et al, 2002.” Youth risk behavior surveillance:
United State 2001”, in MMWR: Morbidity and Mortality Weekly Report 51(SSO 4):
1-62.
Hall, Wayne., Louise Degenhardt, and Michael Lynskey, 2001. The health and
psychological effects of cannabis use, National Drug and Alcohol Research Centre,
University of New South Wales.
Karofi, Usman Ahmad, 2005.”Drug Abuse and Criminal Behavior In Penang, Malaysia:
A Multivariate Analysis”, Bangladesh e-Journal of Sociology, Vol. 2. No.2. July
2005.
Malhorta, Anil & Parthasarathy Biswas, 2006.” Cannabis Use and Performance in
Adolescents” (Review Articles) in J. Indian Assoc. Child Adolesc. Ment. Health
2006; 59-67.
National Health Committee, 1999. Guidelines for Recognizing, Assessing and Treating
15
Alcohol and Cannabis Abuse in Primary Care, PO Box 5013 Wellington, New
Zealand.
NIDA, 2002.”New Research Report Present Marijuana Facts” in Research Findings Vol.
17, No. 3 (April 2002)
NIDA, 2005.” Marijuana Abuse” in Research Report Series, NIH Publication Number
05-3879, Printed July 2005. U.S. Department of Health and Human Services,
National Institute of Health.
NSDUH, 2004.” Marijuana Use and Delinquent Behaviors among Youths” in The
NSDUH Report January 9, 2004., http://www.DrugAbuseStatistics.samsha.gov.
Patton, Goerge C., et al., 2002.” Cannabis Use and Mental Health in Young People:
Cohort Study” in BMJ 2002: 325; 1195-1198 (23 November), Papers pp 1199, 1212.
Shore, Jay, Spero M. Manson, and Dedra Buchwald, 2002.”Screening for Alcohol Abuse
Among Native Americans in a Primary Care Setting” in Psychiatr Serv 53:757-760,
Juni 2002, Copyright 2002 American Psychiatric Association.
Sudiro, Masruhi, 2003. Islam Melawan Narkoba, Cetakan Kedua, Penerbit Madani
Pustaka Hikmah, Yogyakarta.
WHO, 2005.Biregional strategy for harm reduction 2005 – 2009: HIV and injecting
drug,Publications of the World Health Organization, 20 Avenue Appia, 1211 Geneva
27, Switzerland.
World Drug Report, 2006.”The emergence of ‘new cannabis’ and reassessment of health
risks, Volume I. Analysis, 172-185.
16