You are on page 1of 4

Pengaruh komposisi NaOH pada konversi abu layang batubara Paiton menjadi zolit A : Sintesis dan Karakterisasi

Sudarno
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Abstrak
Konversi abu layang menjadi zeolit merupakan metode alternatif pemanfaatan abu layang. Pada penelitian ini, zeolit A murni telah berhasil disintesis dengan perlakuan fusi alkali dan hidrotermal menggunakan NaOH untuk aktivasi Si dan Al dalam abu layang Paiton. Rasio NaOH dengan abu layang (NaOH/FA) digunakan untuk mengetahui komposisi optimum kelarutan Si dari abu layang. Larutan gel inisial dipreparasi dengan rasio SiO2/Al2O3 = 1,64 melalui penambahan NaAlO2 sebagai sumber Al dan rasio H2O/Al2O3 = 552,07 278,77. Kristalisasi dilakukan pada suhu 100oC salama 24 jam. Produk zeolit hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X (XRD) dan spektroskopi sinar inframerah (FTIR). Kristalinitas terbaik zeolit A didapatkan pada komposisi molar larutan gel inisial: 1,64SiO2 1Al2O311,29Na2O 552,07 H2O. Kata kunci: abu layang batubara , Fusi alkali, zeolit A , Paiton

Pendahuluan Abu layang batubara merupakan limbah padat hasil pembakaran batubara dalam industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Di Indonesia bahkan di dunia, produksi limbah abu layang batubara dari PLTU sangat besar seperti diberikan dalam Tabel 1. Pada tahun 1996 tercatat abu layang batubara yang dihasilkan dari aktivitas sejumlah PLTU di Indonesia hampir mencapai 1 juta ton per tahun (Budhyantoro, 2005) dan di dunia, sekitar 500 juta ton abu layang batubara dihasilkan (Wang, dkk., 2007). Abu layang mempunyai sifat pozzolanik setelah bereaksi dengan kapur (Inada, dkk., 2005). Saat ini kurang dari setengah dari jumlah abu layang digunakan sebagai bahan mentah (raw material) untuk produksi semen dan bahan konstruksi, sementara sisanya dibuang pada landfill yang menyebabkan berbagai masalah lingkungan seperti polusi tanah, air tanah.(yapping) Salah satu alternatif pemanfaatan abu layang batubara yang bernilai jual tinggi adalah dengan mengubahnya menjadi zeolit (Elliot, 2004). Abu layang batubara mempunyai komponen fasa amorf seperti silika (SiO2), alumina (Al2O3) dan komponen fasa kristalin seperti -quart (SiO2) dan mullit (2SiO2.3Al2O3), hematit (-Fe2O3) dan magnetit (Fe3O4), sehingga dengan dengan perlakuan larutan alkali hidrotermal abu

layang dapat diubah menjadi zeolit atau bahan mesopoporous (Tanaka, 2002).

Berbagai jenis zeolit telah berhasil disintesis dari abu layang batubara, diantaranya zeolit X dan A (Molina dan Poole, 2003), Na-P1 (Moreno, dkk 2005), zeolit A (Chang, dkk 2000; Moreno, dkk 2005), zeolit K-H (Mimura, dkk 2001), Phillipsite dan Hidrokso-sodalite (Fukui, dkk 2006), Analcime dan Chabazite (Querol, dkk 2002; Elliot dan Zhang, 2006), Cancrinite, Gismodine, dan Gmelinite (Elliot dan Zhang, 2006). Zeolit mempunyai beragam kegunaan seperti katalis, absorben logam berat, penukar kation, serta penyaring molekul (Smart, 1993). Zeolit A merupakan zeolit sintesis dengan kristal berbentuk kubik dan mempunyai sifat sebagai penyaring molekul dan tukar kation yang tinggi sehingga telah dimanfaatkan secara luas dalam industri (Chandrasekhar, 2008). Metode sintesis zeolit A dari abu layang batubara dapat dilakukan dengan satu tahap (langsung) atau dua tahap (tidak langsung). Holman menyebutkan bahwa dengan proses dua tahap lebih baik daripada dengan satu tahap, karena zeolit yang didapatkan akan lebih mudah didapatkan dalam bentuk murni (Hollman, dkk., 1999). Sintesis dua tahap dilakukan

melalui pemisahan Si terlarut dari padatan sisa abu layangnya (filtrasi) dan dengan penambahan Al dari sumber lain untuk preparasi larutan gel sesuai rasio Si/Al yang diinginkan. Sintesis zeolit A dari abu layang telah berhasil dilakukan, diantaranya oleh Rayalu, dkk., (1999), (2001) ; Chang dan Shih, (2000) yaitu dengan melakukan fusi antara abu layang dengan NaOH. Sintesis dilakukan dengan satu tahap Molina dan poole, (2004) yaitu dengan membandingkan dua metode untuk aktivasi abu layang antara alkali fusi dengan alkali hidrotermal. Hasil yang didapatkan ternyata nilai KTK zeolit melalui alkali fusi lebih tinggi dibandingkan dengan alkali hidrotermal. Molina juga menyebutkan bahwa abu layang yang direduksi kandungan besinya dengan metode separasi magnetik nilai KTKnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak melalui reduksi besi. Kandungan besi yang tinggi dapat mengganggu pembentukan zeolit. Sintesis dilakukan satu tahap. Tanaka, dkk., (2006) yaitu dengan melalukan sintesis zeolit A murni melalui proses dialisis secara dua tahap. Hui dan Chao, (2006) yaitu melakukan sintesis zeolit A murni dengan metode alkali hidrotermal secara dua tahap. Zeolit yang didapatkan diaplikasikan sebagai builder deterjen. Wang, dkk., (2007) yaitu dengan melakukan metode alkali hidrotermal untuk membandingkan pengaruh konsentrasi NaOH dalam pembentukan zeolit. Abu layang yang digunakan dipreparasi dahulu untuk mereduksi kandungan besinya menggunakan asam klorida. Yaping, dkk., (2008) yaitu dengan melalukan alkali fusi menggunakan Na2CO3. Sintesis dilakukan secara dua tahap. Metodologi penelitian-peneitian diatas digunakan sebagai rujukan pada metodologi penelitian ini. sehingga diharapkan hasil yang didapatkan bisa lebih baik. Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis dan karakterisasi zeolit A dari abu layang batu bara PLTU Paiton yang memiliki kandungan besi tinggi. Kandungan besi yang tinggi pada abu layang direduksi melalui metode separasi magnetik. Aktivasi abu layang dilakukan melalui alkali fusi menggunakan NaOH. Sintesis dilakukan dengan metode dua tahap sehingga diharapkan akan didapatkan zeolit A murni.

2. Metode Penelitian 2.1 Bahan dan Alat Abu layang batubara diambil dari PLTU Paton - Probolinggo. Abu layang dikarakterisasi menggunakan metode XRF untuk mengetahui komposisi kimianya (Tabel 1.) dan XRD untuk mengetahui fasa mineralnya (Gambar 1.). Abu layang mendapat perlakuan awal melalui proses separasi magnetik untuk reduksi kandungan besinya.
Tabel 2. Komposisi kimia abu layang awal % Berat

Unit Senyawa SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO K2O SO3 TiO2 In2O3 BaO MnO HgO

% Berat 33,500 9,800 30,180 21,400 0,970 1,100 1,010 0,600 0,330 0,230 0,050

2.2 Prosedur Kerja 2.2.1. Reduksi kandungan besi (Fe) dari abu layang (Separasi Magnetik. Abu layang sebanyak 50 gr dimasukkan dalam bejana berisi air 1 liter dan diaduk. Magnetik separator dimasukkan dalam bejana yang berisi campuran air dan abu layang (slury). Dilakukan pemutaran 300 rpm selama 5 menit untuk pengambilan besi dari abu layang. Besi yang menempel pada magnetik separator dicuci dengan memasukkan kedalam bejana berisi 1 liter dan dilakukan pemutaran 300 rpm selama 1 menit. Sisa abu laying difiltrasi dan dikeringkan dengan oven.
Tabel 3. Komposisi kimia abu layang treatmen

27

Unit Senyawa SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO


Intensity

% Berat 36,600 11,000 25,170 22,100

500 0 5 10 15 20 25 2 30 35 40 45 50

Gambar 4.2 Difraktogram Abu layang batubara Paiton (a) FA awal (b) FA treatmen

2.2.2. Reaksi Peleburan abu layang dan NaOH (Alkali fusi) Abu layang dan NaOH dicampurkan dengan perbandingan massa tertentu (Tabel 4.). Diaduk hingga merata dan dimasukkan ke dalam stainlessteel krusibel lalu dimasukkan furnace untuk dilakukan reaksi fusi pada suhu 600 selama 2 jam.
Tabel 4. Massa abu layang dan NaOH dengan variasi suhu

Larutan gel dipreparasi dari pencampuran 100ml filtrat (sumber Si) yang sudah diketahui konsentrasi Si, Al, dan Na nya dengan larutan NaAl2O-NaOH (sumber Al). Larutan larutan NaAl2O-NaOH dibuat dari pelarutan sejumlah NaAl2O pada 22.5ml larutan NaOH 1,67M dengan pengadukan selama 15 menit. Penambahan NaAl2O disesuaikan komposisi rasio SiO2/Al2O3= 1,64. Pencampuran filtrat dengan larutan NaAl2O-NaOH dilakukan dengan pengadukan selama 30 menit hingga didapatkan larutan gel homogen. Larutan gel dimasukkan dalam autoklaf stainless steel untuk kristalisasi hidrotermal pada suhu 100C selama 24 jam. Padatan hasil kristalisasi dipisahkan dari filtratnya, dicuci dengan air destilat sampai pH 10 - 11 dan dikeringkan pada suhu 95C selama 24 jam.
2.2.4 Karakterisasi Zeolit Hasil Sintesis Padatan hasil sintesis dikarakterisasi dengan metode difraksi sinar-X (XRD) untuk identifikasi kristalinitasnya, fourier transform sinar inframerah (FTIR) untuk identifikasi ikatan dalam stuktur zeolit dan calcium binding capacity (CBC) untuk mengetahui kapasitas ikatan kalsiumnya 3. Hasil dan pembahasan Sintesis zeolit A dari abu layang batubara pada penelitian dilakukan dengan melalui beberapa tahapan, yaitu treatmen awal abu layang (separasi magnetik), reaksi fusi abu layang dengan NaOH, pelarutan Si dan Al , penambahan mol Al dan kristalisasi hidrotermal. Sintesis zeolit dilakukan dengan memvariasikan komposisi NaOH dan abu layang (FA) pada tahapan reaksi fusi yaitu dengan rasio NaOH/FA = 0,8 ; 1,0 ; 1,2 ; 1,4 . Komposisi molar larutan gel (initial gel) diatur sesuai komposisi molar larutan untuk sintesis zeolit A dengan menambahkan mol Al dari sodium aluminat. Produk zeolit A yang terbentuk dikarakterisasi dengan metode XRD dan FTIR.

No

Abu layang (gr) dan NaOH (gr) NaOH/ FA 0,8 1,0 1,2 1,4 NaOH (gr) 12 15 18 21 Abu layang (gr) 15 15 15 15

1 2 3 4

2.2.3 Pelarutan Si / Al dari massa fusi Massa fusi didinginkan dalam desikator, digerus dan dicampur dengan 127,5 ml air destilat. Campuran diaduk dengan magnetik stirer dam botol polietilen selama 24 jam pada suhu kamar untuk pelarutan Si dan Al. Campuran difiltrasi untuk memisahkan filtrat dari padatannya. Filtrat diambil sebagian untuk dianalisa konsentrasi Si, Al dan Na terlarutnya.

2.2.3 Sintesis Zeolit A (FAZ-A)

4.1 Abu Layang Batubara Paiton Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu layang batubara sebagai sumber Silika dan alumina yang diambil dari PLTU Paiton. Abu layang ini dikarakterisasi terlebih dahulu menggunakan metode X-ray Fluorescent (XRF) untuk mengetahui komposisi kimianya dan difraksi sinar-X (XRD) untuk mengatahui kandungan fasa mineralnya. Komposisi kimia dan fasa mineral abu layang sangat berpengaruh pada proses pembentukan zeolit dari abu layang sehingga penting untuk diketahui. Komponen utama abu layang yang diperlukan untuk sintesisi zeolit adalah silika dan alumina sedangkan jika ditinjau dari fasa mineralnya maka fasa amorf yang berperan penting. Fasa amorf lebih mudah larut dibandingkan fasa kristalnya sehingga semakin banyak fasa amorf pada zeolit maka semakin banyak Si dan Al yang terlarut sehingga zeolit yang terbentuk semakin banyak. Hasil analisis komposisi kimia dan kandungan fasa mineral abu layang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan gambar 4.1. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa silika merupakan senyawa utama yang terkandung dalam abu layang Paiton dengan berat 33,5% , sedangkan alumina hanya sekitar 10%. Jadi total kandungan silika-aluminanya hanya 43,5 %. Komposisi senyawa lain yang tidak dibutuhkan dalam sintesis zeolit justru lebih besar dari total komposisi silika-aluminanya, terutama besi oksida dan kalsium oksida. Besi oksida (Fe2O3) diketahui jumlahnya mencapai 30,18% dan Calsium oksida (CaO) 21,4%. Fe2O3 dalam abu layang akan berpengaruh negatif terhadap pembentukan zeolit, dengan menghambat proses kristalisasi dan menurunkan kristalinitas zeolit (Vougan, 1999). Kandungan CaO juga berpengaruh terhadap pembentukan zeolit, dimana konsentrasi kalsium yang tinggi biasanya mengarahkan pada percepatan kecepatan reaksi (Hemming and Berry, 1988), sehingga dalam kristalisasi zeolit adanya CaO akan menyebabkan kristalisassi tidak stabil. Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa abu layang batu bara dari PLTU Paiton tergolong abu layang kelas C karena kandungan CaO yang tinggi (Hofman, 2000). Sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Hemmings and

Berry bahwa kandungan CaO yang tinggi akan menyebabkan peningkatan reaksi sehingga kurang cocok untuk dikonversi men jadi

zeolit.

You might also like