You are on page 1of 10

ASKEP UMUM A. Pengkajian 1. Pengumpulan data. a.

Aspek biologis Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. b. Aspek emosional Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut. c. Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan. d. Aspek sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain. Individu seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan e. Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor. f. Pemeriksaan Fisik Pada Korban KDRT Banyak wanita menganggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai suatu hal yang tabu. Itulah mengapa mereka cenderung menutupi penderitaan fisik dan psikologis yang dilakukan pasangannya. Adanya sikap posesif terhadap korban ataupun perilaku mengisolasi korban dari dunia luar dapat dilihat sebagai tanda awal KDRT. Korban biasanya tampak depresi, sangat takut pada pengunjung/pasien lainnya dan yang merawatnya, termasuk pegawai rumah sakit. Perhatikan perubahan sikap korban. Mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya. Mereka umumnya tak ingin orang sekitarnya melihat tanda-tanda kekerasan pada diri mereka. Kontak mata biasanya buruk. Korban menjadi pendiam. Korban harus diperiksa secara menyeluruh untuk memeriksa dengan teliti tanda-

tanda kekerasan yang pada umumnya tersembunyi. Sebagai contoh, kulit kepala dapat menunjukkan tanda-tanda kekerasan. Korban juga akan mencoba untuk menyembunyikan atau menutupi lukalukanya dengan memakai riasan wajah tebal, leher baju yang tinggi, rambut palsu atau perhiasan.4 1. Karakteristik Luka Orang yang mendapat siksaan fisik dari pasangannya tak jarang mengalami cedera. Hanya saja mereka cenderung menutupinya dengan mengatakan bahwa luka tersebut akibat terjatuh, atau kecelakaan umum. Untuk membedakannya, perlu diketahui cirri-ciri khusus luka akibat kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga.Karakteristik luka yang disebabkan oleh adanya KDRT, biasanya menunjukkan gambaran sebagai berikut:4 1) Luka bilateral, terutama pada ekstremitas. 2) Luka pada banyak tempat. 3) Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau bekas tali yang terbakar. 4) Luka lecet, luka gores minimal, bilur. 5) Perdarahan subkonjungtiva yang diduga karena adanya perlawanan yang kuat antara korban dengan pelaku. 2. Bentuk-Bentuk Luka Adanya bentukan luka memberi kesan adanya kekerasan. Bentukan luka merupakan tanda, cetakan atau pola yang timbul dengan segera di bawah epitel oleh senjata penyebab luka. Bentuk luka dapat karena benda tumpul, benda tajam (goresan atau tikaman) atau karena panas.4 1) Kekerasan Tumpul Kekerasan tumpul yang melukai kulit merupakan luka yang paling sering terjadi, berupa luka memar, lecet dan luka goresan. Adanya luka memar yang sirkuler ataupun yang linier memberi kesan adanya penganiayaan. Luka memar parallel dengan sentral yang bersih memberi kesan adanya penganiayaan dari objek linear. Adanya bekas tamparan dengan bentukan jari juga harus dicatat. Luka memar sirkuler dengan diameter 1 1,5 cm dengan tekanan ujung jari mungkin terlihat sama dengan bentuk penjambretan. Bentukan-bentukan tersebut sering tampak pada lengan atas bagian dalam dan area-area yang tidak terlihat waktu pemeriksaan fisik. Penganiayaan dengan menggunakan ikat pinggang atau kawat menyebabkan luka memar yang datar, dan penganiayaan dengan sol atau hak sepatu akan menyebabkan luka memar pada korban yang ditendang. 2) Memar Beberapa faktor mempengaruhi perkembangan luka memar, meliputi kekuatan kekerasan tumpul yang diterima oleh kulit, kepadatan vaskularisasi jaringan, kerapuhan pembuluh darah, dan jumlah darah yang keluar ke dalam jaringan sekitar. Luka memar yang digunakan untuk identifikasi umur dan penyebab luka, tidak selalu menunjukkan kesamaan warna pada tiap orang dan tidak dapat berubah dalam waktu yang sama antara satu orang dengan orang lain. Beberapa petunjuk dasar tentang penampakan luka memar sebagai berikut: a. Waktu merah, biru, ungu, atau hitam dapat terjadi kapan saja dalam waktu 1 jam setelah trauma sebagai resolusi dari memar. Gambaran warna merah tidak dapat digunakan untuk memperkirakan umur memar. b. Memar dengan gradasi warna kuning umurnya lebih dari 18 jam.

c. Meskipun warna memar kuning, coklat, atau hijau merupakan indikasi luka yang lama, tetapi untuk mendapatkan waktu yang spesifik sulit. 3) Bekas Gigitan Merupakan bentuk luka lain yang sering ada pada domestic violence. Beberapa bentukan gigitan ini sulit untuk dikenali, misalnya penampakan memar semisirkuler yang non spesifik, luka lecet, atau luka lecet memar, dan masih banyak lagi gambaran yang dapat dikenali karena lokasi anatomi dari gigitan dan pergerakan tidak tetap pada kulit. 4) Bekas Kuku Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi, bisa tunggal atau kombinasi, yaitu sebagai berikut:4 1) Impression marks Bentukan ini merupakan akibat patahnya kuku pada kulit. Bentuknya seperti koma atau setengah lingkaran. 2) Scratch marks Bentuk ini superficial dan memanjang, kedalamannya sama dengan kedalaman kuku. Bentukan ini terjadi karena wanita yang menjadi korban berkuku panjang. 3) Claw marks Bentukan ini terjadi ketika kulit terkoyak, dan tampak lebih menyeramkan. 5) Strangulasi Hanging, ligature, atau manual adalah 3 tipe dari strangulasi (penjeratan). Dua tipe terakhir mungkin berhubungan dengan domestic violence.4 1. Ligature strangulation (garroting) dan Manual strangulation (throttling). Ligature strangulation (garroting) merupakan bentuk strangulasi dengan menggunakan tali, seperti kabel telepon atau tali jemuran. Sedangkan Manual strangulation (throttling) biasanya menggunakan tangan, dilakukan dengan tangan depan sambil berdiri atau berlutut di depan tenggorokan korban. 2. Strack dan McLane melakukan penelitian pada 100 wanita yang dilaporkan mengalami pencekikan oleh pasangan mereka dengan tangan kosong, lengan ataupun menggunakan alat (kabel listrik, ikat pinggang, tali, peralatan mandi). Petugas kepolisian melaporkan luka tidak tampak pada 62% wanita, luka tampak minimal pada 22% dan luka yang signifikan seperti warna merah, memar ataupun bekas tali yang terbakar pada 16% sisanya. Hampir 50% dari para korban mengalami perubahan suara dari disfonia sampai afonia. 3. Disfagia, odinofagia, hiperventilasi, dispneu, dan apneu dilaporkan atau ditemukan. Dengan catatan, laporan menunjukkan bahwa beberapa korban dengan keadaan awal ringan, dapat meninggal dalam waktu 36 jam setelah strangulasi. 4. Pada ligature strangulation sering tampak petechiae. Petechiae pada konjungtiva terlihat sama banyaknya dengan petechiae pada daerah jeratan, seperti wajah dan daerah periorbita. 5. Pada leher mungkin ditemukan goresan dan luka lecet dari kuku korban atau kombinasi dari luka yang dibuat oleh pelaku dan korban. Lokasi dan luas bervariasi dengan posisi pelaku (depan atau belakang) dan apakah korban atau pelaku menggunakan satu atau dua tangan.

Pada Manual strangulation korban sering merendahkan dagunya dalam upaya melindungi leher, hal ini akan mengaakibatkan luka lecet pada dagu korban dan tangan pelaku. 6. Luka memar tunggal atau area eritematous sering terlihat pada ibu jari pelaku. Area dari luka memar dan eritema sering terlihat bersama, berkelompok pada bagian samping leher, sepanjang mandibula, bagian atas dagu, dan di bawah area supraklavikula. 7. Ligature mark terlihat dari halus sampai keras. Menyerupai lipatan kulit. Tanda (misalnya pola seperti gelombang kabel telepon, seperti jalinan pita dari tali) dapat memberi kesan korban telah dicekik. Sifat dan sudut pola ini diperlukan untuk membedakan penggantungan dengan Ligature strangulation. Pada Ligature strangulation, penekanan dari penjeratan biasanya horizontal pada level yang sama dengan leher, dan tanda penjeratan biasanya di bawah kartilago thyroid dan sering tulang hyoid patah. Pada penggantungan, penekanan cenderung vertical dan berbentuk seperti air mata, di atas kartilago thyroid, dengan simpul pada daerah tengkuk, di bawah dagu, atau langsung di depan telinga. Tulang hyoid biasanya masih utuh. 8. Keluhan lainnya termasuk kehilangan kesadaran, defekasi, muntah yang tidak terkontrol, mual dan kehilangan ingatan. 3. Distribusi Luka Luka-luka pada KDRT biasanya mempunyai distribusi tertentu, sebagai berikut:4 1. Luka pada domestic violence biasanya sentral. 2. Tempat luka yang umum adalah daerah yang biasanya tertutup oleh pakaian (misalnya dada, payudara dan perut). 3. Wajah, leher, tenggorokan dan genitalia juga tempat yang sering mengalami perlukaan. 4. Lebih dari 50% luka disebabkan karena kekerasan pada kepala dan leher. Pelaku laki-laki menghindari untuk menyerang wajah, tetapi kemudian memukul kepala bagian belakang. 5. Luka pada wajah dilaporkan pada 94% korban domestic violence. 6. Trauma pada maxillofacial termasuk luka pada mata dan telinga, luka pada jaringan lunak, kehilangan pendengaran, dan patah pada mandibula, patah tulang hidung, orbita dan zygomaticomaxillary complex. Luka karena perlawanan, misalnya patah tulang, dislokasi sendi, keseleo, dan atau luka memar dari pergelangan tangan atau lengan bawah dapat mendukung adanya tanda dari korban untuk menangkis pukulan pada wajah atau dada. Termasuk luka pada bagian ulnar dari tangan dan telapak tangan (yang mungkin digunakan untuk menahan serangan). Luka lain yang umum ada termasuk luka memar pada punggung, tungkai bawah, bokong, dan kepala bagian belakang (yang disebabkan karena korban membungkuk untuk melindungi diri).4 Luka lecet yang banyak atau luka memar pada tempat yang berbeda sering terjadi memperkuat kecurigaan adanya domestic violence. Peta tubuh dapat membantu penemuan fisik adanya kekerasan termasuk dengan memperhatikan kemungkinan tanda-tanda kekerasan pada daerah-daerah yang tersembunyi. Terdapatnya luka yang banyak dengan tahap penyembuhan yang bervariasi memperkuat dugaan adanya KDRT yang berulang. 4. Kekerasan Selama Kehamilan Kekerasan umumnya meningkat selama kehamilan. Luka-luka kekerasan yang terjadi selama kehamilan biasanya terdapat pada bagian payudara atau perut. Pasien juga dapat memperlihatkan

trauma pada genitalia, nyeri yang tidak dapat dijelaskan, serta kekurangan gizi. Kekerasan selam kehamilan dapat membawa dampak yang fatal bagi ibu maupun janin, seperti aborsi spontan yang tidak dapat dijelaskan, keguguran, atau kelahiran prematur. 5. Penganiayaan Seksual Penganiayaan seksual merupakan salah satu bentuk KDRT yang kerap terjadi. Penganiayaan seksual dilaporkan oleh 33% - 46% wanita yang mengalami kekerasan fisik. Bagi korban penganiayaan seksual perlu dilakukan pemeriksaan untuk menemukan bukti penganiayaan seksual jika diindikasikan oleh gambaran klinik. Beberapa bukti dari luka genital seperti hematom vagina, luka lecet kecil pada vagina, atau benda asing pada rectovagina, dapat diajukan untuk menentukan kekerasan seksual. Adanya darah yang mengering dan semen juga harus dicatat. Perlu diindentifikasi pula adanya penyakit menular seksual yang dapat diduga akibat kekerasan seksual. Diagnosa keperawatan yang mungkin mucul 1. Ansietas 2. Isolasi Diri 3. Kerusakan intergritas kulit

No 1.

Dx Asietas

Tujuan Tupen : setelah klien menceritakan masalahnya klien mulai merasa aman. Tupan : klien merasa aman, dengan kriteria pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis dengan kriteria : -sudah jarang menangis. -tidak merasa ketakutan.

2.

Isolasi diri

Intervensi 1. Berikan klien kenyamanan dan ketentraman hati (dampingi, bicara tenang, perlihatkan rasa empati ). 2. Singkirkan stimulasi yang berlebihan (tempatkan klien di temoat yangtenang). Anjurkan untuk membatasi kontak dengan suami. 3. Ajarkan penghentian ansietas dengan mengatur napas dalam, melihat ke atas. 4. Gali intervensi yang menurunkan ansietas (misal musik, relaksasi). 5. Anjurkan keluarga untuk selalu mendampingi dan mensupport klien. 6. Jika ansietas kronik rujuk pada psikiater. Tupen : dalam 2x24 1. Jelaskan kepada klien jam klien tentang kerugian dan berkomunikasi keuntungn tidak berinteraksi dengan orang lain. dengan orang lain. Tupan : pasien tidak 2. Datangkan anggota murung lagi. keluarga terutama anak yang

Rasional 1. Menetralisir rasa cemas dan ketakutan pasien sehingga tidak merasa sendiri. 2. Membantu klien untuk bangkit dan tidak menambah rasa cemas klien (jauh dari stressor). 3. Agar lebih rileks, dan cemas berkurang. 4. Pengalihan ansietas

5.Dukungan keluarga agar merasa tidak ditinggalkan. 6. Terapi lanjutan dan kolaborasi. 1. Agar pasien tahu dampak dari isolasi diri dan mulai berinteraksi lagi. 2. agar pasien bersemangat dan merasa

bisa membuat pasien bahagia. 3. Ajarkan klie dan bantu untuk keluar dari zona nyamannya tersebut (murung dan menyendiri) dengan ajak berbincang dan berjalan-jalan. 4. Pertemukan pasien dengan orang ysng mengslsmi hal yang sama dengannya.

bahagia. 3. agar klien terstimulus untuk selalu ingin berinteraksi dengan orang lain.

3.

Kerusakan integritas Tupen : jaringan Tupan :

4. Merasa tidak sendirian dan lebih mampu mengungkapkan perasaannya. 5. Selalu temani dan interaksi 5. Jika dibiarkan sendiri, dengan pasien setiap hari. isos akan semakin bertambah. 1. Kompres degan 1. Mengurangi lebam menggunakan kantong es agar vaskularisasi lancar. pada area yang memar sekitar 15 menit setaip jam. 2. Posisikan daerah yang 2. Agar aliran darah memear lebih tinggi dari lancar ke daerah yang jantung. lebam. 3. Jangan gunakan area 3. Agar otot yang lebam tubuh yang memar untuk memiliki kesempatan beraktivitas. beristirahat. 4. Kolaborasi pemberian 4. Mengurangi rasa nyeri. acetaminophen.

ASKEP KASUS KASUS Seorang wanita berusia 30 th datang ke P2TP2A untuk melaporkan tindakan suaminya yang sering memukilinya. Sang istri sudah tidak kuat lagi dengan tindakan suaminya itu. Ia sering dipukuli dengan tangan atau benda-benda di sekitarnya. Suami sering memukuli jika istri tidak memenuhi kebutuhan suaminya dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dan hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri namun perilaku dan ucapan kasar dari suaminya kerap kali dilontarkan kepada sang istri. Mata pencaharian suami adalah tukang becak yang sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang. Maka istri sudah tidak menerima nafkah lagi dari suaminya. Mereka tinggal di perkampungan kumuh pinggiran sungai ciliwung, anak mereka umlah 5 orang yang tidak melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Sang istri menceritakanbahwa sang suami sering memukuli karena masalah sepele. Suaminya mulai sering memukuli mulai usia pernikahan 3 tahun yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan terhadap luka lebam di sekujur badan, tampak sering mennangis dan ketakutan sering menyendiri dan tampak murung. PENGKAJIAN A.Pengumpulan Data 1.Identitas Pasien - Nama :- Umur : 30 tahun - Alamat :- Jenis kelamin : Perempuan - Pekerjaan :- Pendidikan :- Suku/Bangsa :- Agama :- Status :- Tanggal MRS :- Tanggal Pengkajian :- Ruang perawatan :B.Riwayat Kesehatan 1.Keluhan Utama Melaporkan tindakan suaminya yang sering memukulinya 2. Riwayat Kesehatan Sekarang melaporkan tindakan suaminya yang sering memukilinya. Sang istri sudah tidak kuat lagi dengan tindakan suaminya itu. Ia sering dipukuli dengan tangan atau benda-benda di sekitarnya. Suami sering memukuli jika istri tidak memenuhi kebutuhan suaminya dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dan hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri namun perilaku dan ucapan kasar dari suaminya kerap kali dilontarkan kepada sang istri. Sang istri menceritakanbahwa sang suami sering memukuli karena masalah sepele. Suaminya mulai sering memukuli mulai usia pernikahan 3 tahun yang lalu 3. Keadaan Ekonomi keluarga

Mata pencaharian suami adalah tukang becak yang sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang. Maka istri sudah tidak menerima nafkah lagi dari suaminya. Mereka tinggal di perkampungan kumuh pinggiran sungai ciliwung, anak mereka umlah 5 orang yang tidak melanjutkan sekolah karena masalah biaya. II. PEMERIKSAAN FISIK Saat dilakukan pemeriksaan terhadap luka lebam di sekujur badan, tampak sering mennangis dan ketakutan sering menyendiri dan tampak murung.

No 1.

Dx Asietas

Tujuan Tupen : setelah klien menceritakan masalahnya klien mulai merasa aman. Tupan : klien merasa aman, dengan kriteria pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis dengan kriteria : -sudah jarang menangis. -tidak merasa ketakutan.

2.

Kerusakan integritas Tupen : jaringan Tupan

Intervensi 1. Berikan klien kenyamanan dan ketentraman hati (dampingi, bicara tenang, perlihatkan rasa empati ). 2. Singkirkan stimulasi yang berlebihan (tempatkan klien di temoat yangtenang). Anjurkan untuk membatasi kontak dengan suami. 3. Ajarkan penghentian ansietas dengan mengatur napas dalam, melihat ke atas. 4. Gali intervensi yang menurunkan ansietas (misal musik, relaksasi). 5. Anjurkan keluarga untuk selalu mendampingi dan mensupport klien. 6. Jika ansietas kronik rujuk pada psikiater. 1. Kompres degan menggunakan kantong es pada area yang memar sekitar 15 menit setaip jam. 2. Posisikan daerah yang memer lebih rendahi dari jantung. 3. Jangan gunakan area tubuh yang memar untuk beraktivitas. 4. Kolaborasi pemberian acetaminophen.

Rasional 1. Menetralisir rasa cemas dan ketakutan pasien sehingga tidak merasa sendiri. 2. Membantu klien untuk bangkit dan tidak menambah rasa cemas klien (jauh dari stressor). 3. Agar lebih rileks, dan cemas berkurang. 4. Pengalihan ansietas

5.Dukungan keluarga agar merasa tidak ditinggalkan. 6. Terapi lanjutan dan kolaborasi. 1. Mengurangi lebam agar vaskularisasi lancar.

2. Agar aliran darah lancar ke daerah yang lebam. 3. Agar otot yang lebam memiliki kesempatan beristirahat. 4. Mengurangi rasa nyeri.

You might also like