You are on page 1of 52

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang tangguh, mandiri dan kreatif sehingga mampu menyesuaikan perkembangan zaman. Pendidikan sangat penting dalam menyiapkan manusia untuk mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas kehidupan sebagai bangsa yang bermartabat. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Sejalan dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta tuntunan peningkatan mutu pendidikan guru sebagai pelaksana danpengelola pelajaran diharapkan dapat memperbaiki mutu, proses dan hasil belejar siswa. Salah satu pemecahannya adalah pelaksanaan pendidikan seharusnya dapat memberikan ruang bagi anak didik secara baik untuk berkembang khususnya dalam Kognitif, Afektif, Psikomotorik. Berdasarkan pengamatan penulis tentang hasil belajar sejarah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata ulangan harian ( formatif ) siswa pada

materi kerajaan Mataram di peroleh 651. Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan yaitu 75 2 Apabila keadaan demikian terus berlanjut, tentu para siswa yang mendapat nilai dibawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) harus tetap melakukan perbaikan, yang jelas akan menghambat siswa dalam menerima pelajaran baru. Selenjutnya akan dapat mengakibatkan lulus yang diperoleh semakin rendah kualitasnya. Guru telah berusaha menyiapkan pengajaran dengan baik, ia telah menguasai materi pelajaran dengan baik dan sudah di sampaikan dengan sangat baik juga serta segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar teleh pula dilakukan namun hasilnya belum memuaskan. Kenyataan demikian jika kita lihat dalam lingkup proses belajar mengajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, Tidak tercapainya tujuan dari suatu materi disebabkan karena siswa dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal yang meliputi kemampuan inteligensi bakat yang tidak dapat disalurkan. Kemudian faktor yang bersumber dari luar diri siswa atau disebut faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.. Tidak terciptanya kondisi yang menguntungkan bagi peserta didik akan dapat menurunkan pencapaian hasil belajar mereka. Oleh karena itu, setiap proses belajar mengajar guru harus menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi murid untuk berkembang secara optimal. Kegiatan guru dalam menciptakan kondisi atau suasana kelas yang kondusif tersebut dinamakan pengelolaan kelas.
1

Formatif, Kerajaan Mataram , ( Padangsidimpuan : SMP Negeri 3, 2012 ) KKM, Pendidikan Sejarah, ( Padangsidimpuan : SMP Negeri 3, 2012 )

Mengelola kelas ialah suatu alat untuk mengembangkan kerja sama dan dinamika kelas yang stabil, walaupun banyak gangguan dan perubahan dalam lingkungan. Jika kondisi demikian tidak dapat di lakukan oleh guru akan tidak membawa hasil yang optimal. Dengan kata lain, walaupun guru telah menguasai materi pelajaran, memilih metode mengajar yang paling canggih dalam pengajaran dan alat-alat yang di perlukan dalam proses belajar mengajar itu akan menjadi sia-sia kalau para murid tidak berada pada suasana yang memungkinkan terjadinya pembelajaran. Akhir-akhir ini terasa banyaknya hambatan yang ditemui dalam mencapai tujuan pengajaran atau keberhasilan siswa dalam belajar dan salah satu dugaan kuat kenapa materi pelajaran yang disampaikan guru kurang dapat di serap oleh murid, karena lemahnya kemampuan guru dalam mengelola kelas sebagaimana mestinya, sehingga khususnya pada materi kerajaan Mataram, diantaranya yaitu Awal kerajaan Mataram, Perkembangan kerajaan Mataram, Akhir kerajaan Mataram. Dari latar belakang permasalahan di atas maka perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam sehingga di peroleh apakah faktor kemampuan guru dalam mengelola kelas yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar murid. Sebab kalau tidak diatasi maka pada akhirnya nanti mutu pendidikan akan terus merosot dan ini akan menjadi gambaran kemampuan sumber daya manusia kita di masa depan. Untuk mencapai nilai yang maksimal, maka penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian Pengaruh

Keterampilan Guru Mengelola Kelas Terhadap Hasil Belajar Sejarah Pada Materi Kerajaan Mataram Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas, secara umum keberhasilan para siswa di sekolah di tentukan oleh bermacam-macam faktor,dari macam-macam faktor tersebut pada dasarnya dapat di bagi 2 (dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi anak yang berasal dari dalam diri siswa, seperti minat, motivasi, kecerdasan dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi anak yang berasal dari luar diri siswa,seperti kemampuan guru dalam mengelola kelas, sarana dan para sarana, lingkungan, tingkat pendidikan, orang tua, kurikulum serta kondisi masyarakat. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah diketahui bahwa banyak yang mempengaruhi hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan Mataram. Untuk mengkaji keseluruhan faktor tentu sangat tidak mungkin apalagi dalam waktu yang bersamaan. Untuk itu penulis hanya mengkaji masalah penggunaan keterampilan guru mengelola kelas dikaitkan dengan hasil belajar pada materi kerajaan Mataram. Variabel penggunaan keterampilan ini dikaji dari indikator yaitu,

Menunjukkan sikap tanggap, Memberi perhatian, Menegur, Memberi perhatian. Adapun yang di batas pada pengaruh hasil belajar sejarah siswa yang di maksudkan penulis adalah :

a. Pengertian belajar b. Prinsip prinsip belajar c. Faktor faktor yang mempengaruhi belajar Selanjutnya yang di batas pada materi kerajaan Mataram adalah : a. Awal kerajaan Mataram b. Perkembangan kerajaan Mataram c. Berakhirnya kerajaan Mataram Setelah faktor tersebut di bahas penulis akan menguraikan sejauh mana pengaruh keterampilan guru mengelola kelas terhadap hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan Mataram kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. D. Perumusan Masalah Berdasarkan judul yang diajukan dalam penulisan dan penelitian ini maka penulis mengajukan rumusan masalah yang akan di cari penyelesaiannya sebagai suatu alternatif solusi dalam membantu para guru dalam mengelola kelas dalam proses belajar mengajar. 1. Bagaimana gambaran keterampilan guru mengelola kelas di kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan? 2. Bagaimana gambaran hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan Mataram di kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan? 3. Apakah terdapat pengaruh antara keterampilan guru mengelola kelas terhadap hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan Mataram di kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini di lakukan dengan tujuan yaitu : a. Untuk mengetahui gambaran keterampilan guru mengelola kelas yang di laksanakan di kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan ? b. Untuk mengetahui gambaran hasil belajar sejarah pada materi kerajaan mataram siswa kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan ? c. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh keterampilan guru mengelola kelas terhadap hasil belajar sejarah pada materi kerajaan mataram siswa kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan ? 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi sebagai berikut : a. Bagi kepala sekolah, agar dapat menentukan program apa yang tepat dalam rangka mencapai mutu pendidikan yang optimal. b. Untuk menjadi bahan implementasi bagi guru dalam meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah. c. Bagi siswa, agar dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar khususnya pada materi kerajaan Mataram. d. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang pengaruh terhadap hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram.

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis 1. Hakikat Hasil Belajar Sejarah Pada Materi Kerajaan Mataram Dalam pembelajaran hasil belajar perlu lebih dahulu diuraikan tentang arti belajar, menurut pendapat tradisional, belajar hanyalah dianggap sebagai penambahan dan pengumpulan sejumlah ilmu pengetahuan. Pendapat ini terlalu sempit, belajar tidak hanya sekedar mengumpulkan ilmu penggetahuan, tetapi belajar lebih menekankan pada perubahan individu yang belajar. Hal ini seperti yang di katakan oleh Mulyasa yang di kutip oleh Kunandar Belajar adalah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap . 3 Sedangkan Oemar Hamalik berpendapat bahwa Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan, yakni mengalami.4 Pandangan Skinner mengenai Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.5 Menurut Whittaker yang di kutip oleh Abu Ahmadani dan Widodo Belajar dapat di

4 5

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2007 ), hal. 319 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hal.27 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal.9

definisikan sebagai proses dimana tingkah laku di timbulkan atau di ubah melalui latihan dan pengalaman.6 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang berlangsung secara terus menerus. Dengan demikian penting di ketahui prinsip prinsip belajar menurut William Burton yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi dan melampaui. Prose situ melalui bermacam macam raga pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontiniu. Proses belajar dan hasil belajar di syarati oleh hereditas dan lingkungan. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materill di pengaruhi oleh perbedaan- perbedaan individual dikalangan murid- murid. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalamanpengalaman dan hasil- hasil yang di inginkan disesuaikan dengan kematangan murid. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. Hasil- hasil belajar bertalian satu sama lain. Proses belajar berlangsung secara efektif. Hasil- hasil belajar adalah pola- pola perbuatan, sikap, dan keterampilan. H asil- hasil belajar di terima oleh murid. Hasil- hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman- pengalaman yang dapat di persamakan dan dengan pertimbangan dengan baik. Hasil- hasil belajar itu lambat laun di persatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda- beda.

Abu Ahmad dan Widodo Suprianto, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), hal. 126

16. Hasil- hasil belajar yang telah di capai adalah bersipat kompleks dan dapat berubah- ubah (adaptable), jaddi tidak sederhana dan statis.7 Prinsip- prinsip belejar yang hanya memberikan petunjuk umum tentang belajar, tetapi prinsip- prinsip itu tidak dapat di jadikan hukum belajar yang bersifat mutlak, kalau tujuan belajar berbeda maka dengan sendirinya cara belajar juga harus berbeda karena itu belajar yang efektif sangat di pengaruhi oleh faktor- faktor kondisional yang ada. Menurut Wasty Soemanto faktorfaktor yang mempengaruhi belajar ada 3 golongan yaitu sebagai berikut : Pertama, faktor stimulus, yaitu segala hal di luar individu mencakup material, penugasan, serta suasana eksternal yang harus di terima, di pelajari oleh pelajar. Kedua, faktor metode belajar. Ketiga, faktor- faktor individual seperti kematangan, usia, perbedaan jenis kelamin, dan rohani, serta motivasi, faktor- faktor individual ini sangat besar pengaruhnya terhadap pembelajaran .8 Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu hubungan timbal balik antara seorang guru dengan siswa melalui proses perubahan seluruh tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalaman yang di alami oleh siswa. Hasil belajar dapat di jelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil atau produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan bagi istilah panen, hasil penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar.
7 8

Oemar Hamalik, op.cit, hal. 32 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 113

10

Dalam siklus input- proses- hasil, hasil dapat dengan jelas di bedakan dengan input akibat perolehan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar. Setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya di banding sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Sejalan dengan uraian di atas, Benyamin S.Bloom, dkk yang di kutip oleh Zaenal Arifin bahwa hasil belajar dapat di kelompokkan ke dalam tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. 1. Domain kognitif. a. Pengetahuan, yaitu jenjang pengetahuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta, atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. b. Pemahaman, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang pelajaran yang di sampaikanguru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal- hal lain. c. Penerapan, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori- teori dalam situasi baru dan konkrit. d. Analisis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur- unsure atau komponen pembentukannya. e. Sintesis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuattu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai factor. f. Evaluasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan criteria tertentu. 2. Domain afektif. a. Kemampuan menerima, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik uuntuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu.

11

Kemauan menanggapi/ menjawab, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. c. Menilai, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta diudik untuk menilai suatu objek, fenomena, atau tiingkah laku tertentu secara konsisten. d. Organisasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai- nilai yang berbeda, memecahkan masalah, dan membentuk suatu system nilai. 3. Domain psikomotor. Domain ini merupakan kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh, atau bagian- bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan yang kompleks.9 Untuk di peroleh hasil belajar maka dilakukan evaluasi. Seperti yang dinyatakan oleh Davies yang di kutip oleh Dimyati dan Mudjiono bahwa Evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/ menetapkan nilai kepada tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain.10 Sedangkan Wand dan Brown mengemukakan bahwa Evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. 11 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu yang mencakup tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk- kerja, proses, orang, objek dan yang lain berdasarkan criteria tertentu melalui penelitian. Dari sisi guru, tidak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal atau puncak proses belajar. Hasil inilah yang di sebut hasil belajar .

b.

Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 21 Dimyati dan Mudjiono, Op. Cit. Hal. 191 11 Ibid, hal. 191
10

12

Nana Sudjana berpendapat bahwa : Hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah di lakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam waktu yang lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang leebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.12 Sedangkan menurut Winkel yang di kutip oleh Purwanto bahwa Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.13 Berdasarkan pendapat dii atas, dapat di simpulkan bahwa hasil belajar adalah penilaian terakhir dari proses belajar siswa yang dapat merubah cara berpikir serta perubahan tingkah laku siswa, dan dapat membentuk pribadi individu siswa untuk serta mendapatkan hasil yang lebih baik , atau dengan kata lain hasil belajar adalah hasil dari suatu tindak belajar dan bukan tindak mengajar. Sama halnya dengan materi lain, pada materi kerajaan mataram banyak hal yang akan di bahas, tetapi penulis hanya membahas kerajaan Mataram yang tertuang dalam indikator pembelajaran, terdiri dari : a. Awal kerajaan Mataram, b. Perkembangan kerajaan Mataram, c. Akhir kerajaan Mataram, yang akan di uraikan penulis satu persatu sebagai berikut :
12

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 32 13 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 45

13

a. Awal Kerajaan Mataram Kerajaaan Mataram adalah kerajaaan Hindu di Jawa ( Jawa Tengah dan Jawa Timur ). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasasti yang di temmukan Kerajaaan Mataram berawal sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya.14 Kerajaan Mataram ini berdiri sejak awal abad ke- 8. Pada awal berdirinya kerajaan ini berpusat di Jawa Tengah atau disebut sekarang Yogyakarta. Akan tetapi pada abad ke- 10 pusat kerajaan Mataram pindah ke Jawa Timur. Banyak dari prasasti para Raja ini menyerukan Perlindungan dari dewa- dewa pelindung kraton, Raja agung di Medang negeri Mataram. 15 Prasasti- prasaati ini sesuai dengan prasasti Rakai Pikatan nama kerajaannya adalah Mataram dan ibukotanya Medang. Kulken telah menentukan bahwa Mataram menghadirkan sebuah sturuktur yang hampir identik dengan sturuktur sriwijaya, yang pusat kerajaannya adalah kraton, yang dilindungi oleh dewa- dewa leluhur. 16 Kraton dari sang Raja terletak di sebuah kota yang bernama Medang. Di dalam abad dan historiografi tradisional lainnya pendirian Mataram di selubungi oleh mitos dan legenda sehingga fakta- fakta historisnya di tetapkan berdasarkan interpretasi tertentu.17
14 15

http : // msmunir. batan. go. id /sejarah kediri/Mataram. html. 12 mei 2012 Paul Michel Munoz, Kerajaan- Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia , (Yogyakarta : Mitra Abadi, 2009), hal. 325 16 Ibid, hal. 326 17 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900,(Jakarta, Gramedia,2005), hal. 125

14

Kerajaan Mataram ini juga membahas tentang dua wangsa yaitu wangsa sailendra dan wangsa isana. Wangsa Sailendra,Asal usul Sailendra ini di jumpai pertama kali di dalam prasasti kalasan tahun 700 saka (778 M).18 Kemudian istilah itu muncul pula di dalam prasasti dari desa kelurak tahun 704 saka (782 M). Di dalam prasasti Abhayagiriwihara dari bukit Ratu Baka tahun 714 saka (792 M) dan di dalam prasasti Kayumwungan tahun 746 saka (824 M). Prasasti- prasasti tersebut semuanya menggunakan bahasa sansekerta. Sedangkan asal usul wangsa isana di jumpai pertama kali di dalam prasasti pucangan yang menggunakan bahasa sansekerta. Munculnya kerajaan ini telah mengalihkan perhatian para ahli sejarah kuno karena berbagai penelitian telah di lakukan, namun hasilnya kurang memuaskan karena banyak hal- hal yang belum bias di ungkapkan secara tuntas. Salah satu alasannya adalah sumber sejarah yang ada ternyata tidak cukup untuk bias merekonstruksikan sejarah kerajaan Mataram dari awal hingga akhirnya. Munculnya kerajaan Mataram ini menimbulkan sejumlah pertanyaan terutama yang berkaitan dengan masa-masa pra- Mataram. Sejalan dengan catatan- catatan Cina dari masa dinasti Tang, yang mengungkapkan adanya dua duta baru yang di kirim dari Chopo pada 860 M dan 873 M. catatan dinasti Tang itu adalah sebagai berikut : Ada lebih dari 28 kerajaan kecil namun semuanya mengakui supremasi

18

Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II , (Jakarta : Balai Pustaka, 2008),hal. 113

15

Chopo. Ada 32 mentri dan yang pertama adalah Ta-tsa-kan-hiong.19 Ke 28 kerajaan kecil yang di sebutkan itu tampaknya bersesuaian dengan wilayah- wilayah lama dari para tuan tanah yang telah ditaklukkan oleh sanjaya, dan ini mungkin bisa menjelaskan tingginya jumlah menteri yang ada. Bukti lain yang di perkirakan merupakan peninggalan dari kerajaan Mataram adalah Candi Dieng di wonosobo (Jawa Tengah), Candi Plaosan di klaten, Jawa Tengah, Candi Gedong di Ungaran Jawa Tengah dan Arca Raja Airlangga yang merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. C.C Berg berpendapat bahwa kronik- kronik tersebut tidak dapat di percaya sepenuhnya sebagai dokumen sejarah. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa awal kerajaan Mataram berdiri sejak abad ke-8 yang dipimpin oleh Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang letaknya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan ibukotanya Medang. b. Perkembangan Kerajaan Mataram Menurut Sartono Kartodirdjo faktor- faktor kerajaan Mataram di lihat dari segi perdangannya yaitu : 1. Pendudukan Malaka oleh portugis mengakibatkan migrasi pedagang Melayu, antara lain ke Makassar. 2. Aliran migran Melayu bertambah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus menerus ke Johor dan pelabuhan- pelabuhan semenanjung Melayu. 3. Blokade Belanda terhadap Malaka di hindari oleh pedagang- pedagang baik dari Indonesia maupun dari India, Asia Barat dan Asia Timur.20

19 20

Paul Michel Munoz, Op. Cit, hal. 326 Sartono Kartodirdjo, Op.cit, hal. 68

16

Dari ekspedisi yang berhasil di Jawa Timur dengan kemenangan di Jepang dua orang kakak beradik Kyai Ageng (K.A) dan pemanahan K.A panjawa muncul sebagai tokoh, sebagai balasan dari jasa-jasa mereka di angkatlah mereka sebagai penguasa daerah,yang pertama di Mataram dan yang ke dua di Pati. Alokasi kekuasaan dari pusat kerajaan itu perlu di realisasikan baik secara de jure maupun de facto di daerah tersebut. Oleh karena itu sejak zaman kuno di setiap daerah telah ada penguasa lokal, biasanya di sebut Kyai Ageng, yang mempunyai wilayah dengan beberapa cacah, maka penanaman kekuasaan dari pusat sudah barang tentu menimbulkan ketegangan, konflik dan besar kemungkinannya bentrokan atau perang. Dalam perkembangan kerajaan Mataram Senopati mengunjungi kraton Nyai Lara Kidul, ratu lautan Indonesia yaitu : Di jumpai mentifact atau fakta mental ialah kepercayaan dalam kebudayaan kejawan bahwa palung adalah lambing dari otoritas kharismatis yang senantiasa menjadi dasar kekuasaan bagi seorang Raja baru ataupun seorang yang bertindak sebagai ratu adil.21 Prinsip otoritas inilah yang menjadi dasar legitimitas bahwa senopati berhak menjadi raja Mataram. Para Raja Jawa mengembangkan suatu kebijakan ritual yang bermanfaat melemahkan pesaing- pesaing mereka melalui dua sarana yang berbeda yaitu sebagai berikut : 1. Sarana yang pertama adalah model lama donasi / penyaluran kembali (Dharma memberi santunan) sebagai rujukan model pemerintahan dan kepemimpinan yang ideal.
21

Ibid, hal. 127

17

2. Sarana kedua adalah penetapan wilayah- wilayah religius yang bebas oleh para raja yang dinamakan sebagai wilayah Sima atau Dharma yang di berikan kepada candi- candi atau biara- biara.22 Selama 178 tahun berdiri, kerajaan Mataram di pimpin oleh raja- raja yang seebagian terkenal denagan keberanian, kebijaksanaan dan sikap toleransi terhadap agama lain. Adapun raja- raja yang sempat memerintah kerajaan Mataram antara lain sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya (732-760 M) Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760- 780 M) Sri Maharaja Panunggalan (780- 800 M) Sri Maharaja Rakai Warak (800- 820 M) Sri Maharaja Rakai Garung (820- 840 M) Sri Maharaja Rakai Pikatan (840- 863 M) Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863- 882 M) Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882- 898 M) Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898- 910 M).23

Kerajaan Mataram dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal sebagai seorang raja yang besar, gagah berani dan bijaksana serta sangat toleran terhadap agama lain. Dia penganut agama Hindu syiwa yang taat. Setelah Rakai Mataram Sang Ratu meninggal dunia, beliau di gantikan anaknya yang bernama Sankhere yang bergelar Rakai Penangkaran Dyah Soukhara Sri Sanggramadhanjaya. Raja panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada Sanjaya sehingga Mataram lebih cepat berkembang. Ketika Rakai Panunggalan berkuasa kerajaan Mataram mulai mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi Sari, Candi Pawon, Candi Mendut, dan Candi Borobudur.
22 23

Paul Michel Munoz, Op.Cit, hal. 330 Wikipedia. Com. Id. Shyoong. Com. Google.co.id.

18

Kemudian setelah Rakai Panunggalan meninggal beliau digantikan oleh Rakai Warak. Pada masa pemerintahannya Rakai Warak mengutamakan agama Buddha dan hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut. Setelah rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung, pada masa pemerintahan Rakai Garung membangun kompleks candi, setelah ia meninggal di gantikan oleh Rakai Pikatan semangat kebudayaan dapat di hidupkan kembali, dan pembangunan candi hindu yang lebih besar dan indah yaitu candi Prambanan. Setelah Rakai Pikatan wafat di gantikan oleh Rakai Kayu Wangi, pada masa pemerintahannya banyak menghadapi masalah dan berbagai persoalan yang rumit sehingga timbullah benih perpecahan di antara kerajaan. Saat Rakai Kayu Wangi meninggal di gantikan oleh Rakai Watuhumalang dan dia berhasil melanjutkan pembangunan candi Prambanan, kemudian setelah Rakai Watuhumalang meninggal di gantikan oleh Watukura Dyah Belitung. Perkembangan kerajaan Mataram di lihat dari segi aspek kehidupan politiknya yaitu untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram menjalin kerja sama dengan kerajaan tetangga, misalnya sriwijaya, siam, dan India. Dari aspek kehidupan sosial yaitu kerajaan Mataram meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama hindu dan Buddha, masyarakat tetap hidup hidup rukun dan toleransi. Dari segi aspek kehidupan ekonomi yaitu menggantungkan

kehidupannya pada hasil pertanian, hal ini mengakibatkan banyak kerajaankerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil

19

pertaniannya. Dari segi aspek kebudayaan Hindu/ Buddha yaitu semangat kebudayaan masyarakat Mataram sangat tinggi. Hal itu di buktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kerajaan Mataram yaitu salah satu pusat perkembangan agama Hindu dan Buddha serta pengembangan pembangunan candi, perdagangan, politik, kebudayaan dan pengembangan raja- raja yang menjabat di kerajaan Mataram. c. Akhir Kerajaan Mataram Menurut Niamuddin runtuhnya kerajaan Mataram di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Di sebabkan oleh letusan gunung merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang di dirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak. b. Di sebabkan oleh krisis politik yang terjadi pada tahun 927-929 M. c. Di sebabkan perpindahan letek kerajaan di karenakan pertimbanangan ekonomi Oleh karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian hilir sungai brantas) oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur ini di anggap sebagai cara yang paling baik. De Casparis mencoba mengadakan rekonstruksi jalannya sejarah Kerajaan Mataram sampai dengan pertengahan abad IX M24 oleh karena adanya perlawanan yang di lakukan keturunan raja Sanjaya, Samaratungga (raja wangsa Sailendra)

24

Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II,(Jakarta : Balai Pustaka, 2008), hal.89

20

menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk di kawinkan dengan anak Rakai patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya). Pada masa Sri maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya maha sambu berkuasa, terjadi Perebutan kekuasaan di antara para pangeran kerajaan Mataram.25 Ketika Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir secara tiba- tiba. Menurut versi Sukapura atau Karawang bahwa Berakhirnya kerajaan ini di karenakan adanya perebutan kedudukan antara Adi Pati Kartabumi dengan Ari Surengrana dan T. Wirabaya. 26 Kegagalan Mataram mempunyai akibat buruk bagi kedudukan hegemoni Mataram. Kewibaannya di mata rakyat daerah-daerah yang di dudukinya sangat merosot. Pada akhir 1628 di Sumedang dan Ukur rakyat mulai bergerak menjauhkan diri dari Mataram. 27 Antara lain dengan langkah-langkah mendekati VOC untuk minta semacam proteksi. Dua tahun kemudian Sultan Agung mengirim ekspedisi itu banyak penduduk meninggalkan kampung halaman untuk mengungsi kepegunungan. Kini di daerah kemerdekaan, ketika kekuasaan kerajaan- kerajaan di Nusantara sudah melebur dalam Negara kesatuan Repoblik Indonesia, kebudayaan yang antara lain terdiri dari mitos setempat masih tetap ada. Dan mungkin kini, kekuatan kerajaan- kerajaan itu hanya tinggal sebagai penjaga adat, sekaligus penjaga mitos kepercayaan setempat.
25 26

http : // msmunir batan. Go. Id /Sejarah Kediri/ Mataram. Html.12 mei 2012 Sartono Kartodirdjo, Op. Cit. hal. 152 27 Ibid, hal. 143

21

Mataram sebagai bekas kerajaan islam besar di Jawa juga tak lepas dari peran itu. Yogya dan Solo yang dahulu pernah berjaya hanya meninggalkan bekas- bekas yang sulit di lupakan, paling tidak kita hanya akan bercerita melihat kenyataan bahwa kerajaan Mataram pernah menjadi kekuatan besar di Jawa. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berakhirnya kerajaan Mataram di sebabkan terjadinya letusan gunung merapi, persaingan politik dan perpindahan letak kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur serta terjadinya perebutan kedudukan. Setelah mengalami proses pembelajaran akan terjadi perubahan dalam diri siswa menuju sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya yang merupakan wujud hasil pembelajaran. Nana Sudjana menyatakan bahwa Proses adalah kegiatan yang di lakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.28 Wasty Soemanto menyatakan bahwa Dengan belajar, manusia melakukan perubahan- perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi manusia tidak lain adalah hasil dari belajar.29 Sedangkan Ahmad Sabri mengatakan Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat di tunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti kecakapan, kebiasaan, sikap, pengetahuan atau upresiasi (penerima atau penghargaan).30 Sejalan
28 29

Nana Sudjana, Op.cit, hal. 22 Wasty Soemanto, Op.cit, hal. 104, (Ciputat : Quantum Teaching, 2005), hal. 40 30 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Microteaching, (Ciputat : Quantum Teaching, 2005), hal. 40

22

dengan itu Gagne dalam Dimiyati dan Mudjiono mengatakan bahwa Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. 31 Dalam system pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Blom yang di kutip oleh Nana Sudjana secara garis besar membaginya tiga ranah yakni : Ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, ada enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah efektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi,keterampilan dan kemampuan bertindak. Ranah psikomotorik yaitu ada enam aspek yakni gerakan reflekx, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative.32 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang di alami seseorang setelah melalui proses pembelajaran dimana perubahan tersebut mengarah ke arah yang lebih baik misalnya perubahan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan juga prestasi. Oleh karena itu penulis juga menyimpulkan bahwa hasil belajar yang harus di capai siswa pada materi kerajaan Mataram adalah perubahan pengetahuan, sikap, dan kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai pengetahuan tentang materi kerajaan Mataram yang dalam pembelajaran indikatornya meliputi awal kerajaan Mataram yang di mulai dari abad ke-8, Perkembangan kerajaan

31 32

Dimyati dan Mudjiono, Op.cit, hal. 10 Nana Sudjana, Loc.cit, hal. 22

23

Mataram yaitu dari segi ekononomi, politik, dan kebudayaan sudah mulai berkembang, Akhir kerajaan Mataram yaitu terjadinya perebutan kedudukan dan perpindahan letak kerajaan dari Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur. Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa kerajaan Mataram adalah kerajaan yang berdiri sejak awal abad ke-8, perkembangannya dilihat dari segi kehidupan ekonomi, politik, serta kebudayaannya dan berakhirnya kerajaan ini di sebabkan oleh terjadinya letusan gunung merapi, persaingan politik dan perpindahan letak kerajaan kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur serta terjadinya perebutan kedudukan. 2. Hakikat Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak pernah ditinggalkan. Guru selalu mengelola kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas di maksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efesien. Ketika kelas terganggu, guru berusaha mengembalikan agar tidak menjadi penghalang bagi proses pembelajaran. Dalam konteks yang demikian inilah kiranya pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh siapapun juga yang menunjukkan dirinya ke dalam dunia pendidikan. Maka penting untuk mengetahui pengertian dari pengelolaan kelas dalam hal ini, pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Menurut Suharsimi Arikunto Pengelolaan dalam pengertian umum

24

adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan. 33 Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. 34 Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto di dalam didaktif terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas yaitu sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Selanjutnya Hadari Nawawi memandang kelas dari 2 sudut yaitu : 1. Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang di batasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses pembelajaran. 2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan - kegiatan pembelajaran yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.35 Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat- alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Dalam hal ini guru bertugas menciptakan, mempertahankan dan memelihara sistem organisasi kelas. Sehingga individu siswa dapat

memanfaatkan kemampuannya, bakatnya dan energinya pada tugas tugas individu. Sedangkan menurut Sudirman yang di kutip oleh S. Nasution bahwa Pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas36.
33

Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluasi, (Jakarta : Raja Wali, 2000), hal. 2 34 Oemar Hamalik, Op.cit, hal. 311 35 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta : Haji Masagung, 1190), hal. 311 36 S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta : Bina Aksara, 2000), hal. 99

25

Di tambahkan lagi oleh Hadari Nawawi dengan mengatakan bahwa kegiatan pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang luas- luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan- kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid37. Suharsimi Arikunto juga berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran atau yang membantu dengan maksud agar di capai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan.38 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif sehingga memungkinkan anak didik belajar secara optimal. Dalam pengembangan keterampilan pengelolaan kelas siswa yang preventif, guru dapat menggunakan kemampuannya dengan cara: a. Menunjukkan Sikap Tanggap Komponen ini ditunjukkan oleh tingkah laku guru bahwa ia hadir bersama mereka. Guru tahu kegiatan mereka, tahu ada perhatian atau tidak ada perhatian, tahu apa yang mereka kerjakan. Kesan ketanggapan ini menurut Muhammad Uzer Usman dapat ditunjukkan dengan berbagai cara sebagai berikut : a. Memandang secara seksama: memandang secara seksama dapat mengandung dan melibatkan siswa dalam kontak pandangan serta interaksi antarpribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untuk bercakap- cakapan, bekerja sama dan menunjukkan rasa persahabatan.
37 38

Hadari Nawawi, Op.cit, hal. 29 Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 6

26

b. Gerak mendekati: gerak guru dalam posisi mendekati kelompok kecil dan individu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas siswa. c. Memberikan pernyataan: pernyataan guru terhadap sesuatu yang di kemukakan siswa sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar ataupun yang lain. d. Memberi reaksi terhadap gangguan atau menunjukkan kekacauan guru dapat memberikan reaksi dalam bentuk teguran.39 Sikap tanggap guru terhadap gangguan anak didik yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengendalikan kondisi belajar yang optimal. Apabila terdapat anak didik yang menimbulkan gangguan yang berulang-ulang walaupun guru telah

menggunakan tingkah laku dan tanggapan yang sesuai, guru dapat meminta bantuan kepala sekolah, konselor sekolah atau orang tua anak didik untuk membantu mengatasinya. Bukanlah kesalahan professional guru apabila ia tidak dapat menangani setiap masalah anak didik dalam kelas. Namun pada tingkat tertentu guru dapat menggunakan seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku anak didik yang terus-menerus menimbulkan gangguan dan yang tidak mau terlibat dalam tugas kelas. Menurut Syaiful Bahri Djamarah strategi yang dapat memperbaiki tingkah laku anak didik antara lain : 1. Modifikasi tingkah laku: tingkah guru memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengablikasikan pemberian, perhatian atau penguatan secara sistematis. lompok: memelihara dan mengusahakan terjadinya kerja sama

39

Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 98

27

2. Pendekatan pemecahan masalah ke yang baik dalam pelaksanaan tugas. 3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.40 Perubahan yang sistematis terhadap tingkah laku anak didik yang di sebabkan oleh sikap tanggap guru akan mempengaruhi saling ketergantungan antara guru dengan anak didik dalam proses pembelajaran. Sehingga proses pengajaran dan pembelajaran akan biasa berjalan efektif dan efesien apabila seorang guru (pendidik) memahami dan menunjukkan sikap tanggap terhadap perkembangan peserta didik secara menyeluruh terutama yang berkaitan dengan perkembangan fisik, psikologis yang sesuai dengan fase-fase perkembangan peserta didik secara individu. Kemudian J.J. Hasibuan mengatakan bahwa menunjukkan sikap tanggap adalah melalui perbuatan sikap tanggap ini siswa merasakan bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat (withitness). Kesan ini dapat ditunjukkan dengan cara memandang kelas secara seksama, gerak mendekati, memberikan pernyataan, dan memberikan reaksi, terhadap gangguan serta kekacauan siswa.41 Selanjutnya menurut Zainal Asri yang mengatakan bahwa Menunjukkan sikap tanggap, dalam tugas mengajarnya guru harus terlibat secara fisik maupun mental dalam arti guru selalu memiliki waktu untuk semua perilaku peserta didik, baik peserta didik yang mempunyai perilaku positif maupun prilaku yang bersifat negative.42 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap tanggap guru dengan peserta didik sangat besar hubungannya dengan pengelolaan kelas. Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan ketidak
40 41

Syaiful Bahri Djamara, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 178 J.J. Hasibuan, Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 83 42 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 119

28

mampuan guru mengelola kelas. Karena itu sikap tanggap guru merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses pembelajaran. b. Memberi Perhatian Proses mengajar tidak selalu diartikan sebagai kegiatan seorang guru menyajikan materi pelajaran, walaupun menyajikan materi pelajaran merupakan bagian dari pembelajaran, namun masih banyak cara lain membuat peserta didik untuk membuat siswa belajar. Disinilah letak peran guru sebagai pendidik dan pembimbing bagi siswa untuk berinteraksi secara aktif dan memberi motivasi untuk belajar melalui berbagai sumber-sumber belajar yang dapat memberi kontribusi berupa pengetahuan dan pengalaman baru. Di samping berinteraksi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan lain seperti memberikan perhatian kepada peserta didik. Menurut S. Nasution dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan perhatian agar terjadi proses interaksi yang kondusif.43 Selanjutnya menurut Ny.Dr.Roestiyah mengatakan bahwa memberikan perhatian kepada peserta didik di harapkan berguna bagi kehidupan anak didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.44

43 44

S. Nasution,Op.cit, hal. 50 Roestiyah,N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara, 2001), hal. 10

29

Banyak cara yang dapat di gunakan guru untuk memberikan perhatian kepada peserta didik di dalam kelas antara lain: 1. Gaya mengajar guru yang sangat penting untuk menghadapi peserta didik. 2. Penggunaan alat bantu pelajaran. 3. Pola interaksi yang bervariasi. Kemudian menurut Zainal Asri bahwa Memberi perhatian adalah memusatkan perhatian kelompok: perbuatan ini penting untuk mempertahankan perhatian siswa dari waktu ke waktu dan dapat dilaksanakan dengan cara menyiagakan siswa, menurut tanggung jawab siswa45 Selanjutnya J.J. Hasibuan mengatakan bahwa Memberi perhatian adalah pengelolaaan kelas yangh efektif di tandai dengan pembagian perhatian yang efektif pula. Perbuatan membagi perhatian dapat di kerjakan secara visual dan verbal.46 Salah satu tugas guru yang tidak pernah di tinggalkan dalam memberikan perhatian kepada peserta didik adalah pengelolaan kelas untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efesian. Pengelolaan kelas yang efektif terjadi bila guru mampu membagi perhatiannya kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Menurut Sudirman yang di kutip oleh S. Nasution membagi perhatian kepada peserta didik dapat di lakukan dengan cara:

45 46

Zainal Asri, Micro Teaching, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 74 J.J. Hasibuan, Loc.cit, hal. 83

30

1. 2.

Visual yaitu mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa secara individual. Verbal yaitu guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas seorang siswa sementara ia memimpin kegiatan yang lain.47

Selanjutnya Uzer Usman mengatakan bahwa Memberi perhatian adalah pengelolaan kelas yang efektif bila guru mampu memberikan perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama.48 Kegiatan siswa dalam belajar dapat di pertahankan apabila dari waktu ke waktu guru mampu memberikan perhatian terhadap tugas- tugas yang di lakukan oleh peserta didik. Misalnya memusatkan perhatian siswa kepada suatu hal sebelum guru menyampaikan materi pokok. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa memberikan perhatian kepada peserta didik merupakan suatu keharusan di berikan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguan. c. Menegur Guru- guru mempunyai cara- cara tersendiri untuk menentukan pelaksanaan pembelajaran yang di lakukannya. Setiap cara itu dipilih atas dasar pertimbangan keberhasilan setelah mengajar. Apabila terjadi tingkah laku siswa yang mengganggu kelas atau kelompok dalam kelas, hendaklah guru menegurnya.

47 48

S.Nasution, Loc.cit, hal. 50 Muhammad Uzer Usman, Op.cit, hal.99

31

Tidak semua gangguan tingkah laku dapat di cegah atau berhasil di hindari. Yang di perlukan disini adalah guru dapat menanggulanginya terhadap anak didik yang nyata- nyata melanggar dan mengganggu untuk aktif dalam kegiatan di kelas. Bila anak didik melanggar kegiatan anak didik lain dalam kelompoknya, guru secara verbal hendaklah menegurnya. Menurut Aswan Zaini bahwa teguran verbal yang efektif adalah memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Tegas dan jelas tertuju kepada anak didik yang mengganggu. 2. Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan. 3. Menghindari ocehan atau ejekan.49 Selanjutnya J.J. Hasibuan mengatakan bahwa Menegur adalah teguran verbal yang efektif harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1). Tegas, jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu dan tingkah laku yang harus di hentikan (2). Menghindari peringatan yang kasar atau yang mengandung penghinaan (3). Menghindari ocehan yang berkepanjangan.50 Sedangkan Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa Menegur adalah apabila terjadi tingkah laku siswa yang mengganggu kelas atau kelompok dalam kelas, hendaklah guru menegurnya secara verbal. Teguran verbal yang efektif adalah yang memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: a) Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang b) Menghindari peringatan yang kasar.51

49

Aswan Zaini, Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Jakarta: Gaung Persada (GP) Perss, 2010), hal. 176 50 J.J Hasibuan, Op.cit, hal. 84 51 Muhammad Uzer Usman, Loc.cit, hal. 99

32

Untuk menangani permasalahan hendaknya di lakukan secara kolaborasi dan mengikut sertakan berbagai komponen atau unsur yang terkait. Hal itu adalah suatu hal yang wajar, bagi guru pemula. Bagi guru yang sudah berpengalamanpun tidak akan pernah dapat menghindari diri dari berbagai masalah di sekolah. Pemberian teguran merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru dalam interaksinya dengan siswa di dalam kelas. Dan biasanya guru cenderung lebih mendominasikan pembicaraan dan mempunyai pengaruh langsung, misalnya dalam memberikan fakta, ide ataupun pendapat. Oleh sebab itu, hal ini haruslah di benahi untuk di tingkatkan ke efektipannya agar tercapai hasil belajar yang optimal dari penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi murid. Menurut Yamin bahwa tujuan menegur peserta didik dalam

permasalahan yang di hadapinya meliputi sebagai berikut: 1. Membimbing murid untuk mendapatkan dan memahami hokum, fakta. 2. Melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalahmasalah. 3. Untuk mendapat balikan dari murid mengatasi kesalah pahaman mereka. 4. Membimbing murid untuk menghayati dan mendapatkan proses dalam pemecahan masalah.52 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan tugas dalam kelas perlu di perhatikan kebiasaan-kebiasaan buruk peserta didik. Hal ini dapat di perbaiki dengan memberikan berupa pembinaan disiplin kepada peserta didik. d. Memberi Penguatan
52

Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 58

33

Jika seseorang telah melakukan sesuatu kegiatan terhadap orang lain, biasanya ia memperoleh penghargaan dalam beberapa bentuk, seperti ucapan terima kasih atas hadiah berupa materi. Dengan menrima penghargaan tersebut orang yang melakukan kegiatan akan merasa puas dan bagi orang yang menerima jasanya mengharapkan agar kegiatan tersebut berulang kembali. Dengan demikian penghargaan yang di maksud berguna sebagai penguat bagi yang menerimanya, agar mau melakukan hal yang sama di masa- masa yang akan datang. Dalam kegiatan pembelajaran, penghargaan yang diberikan itu disebut dengan penguatan. Menurut Abdul Majid Penguatan adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal maupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi. 53 Atau penguatan adalah respons terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penguatan adalah respons terhadap suatu tingkah laku positif yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Penguatan tidak boleh di anggap sepele dan sembarangan, tetapi harus mendapat perhatian serius. Tindakan tersebut di maksudkan untuk mengajar

53

Abdul Majid, Op.cit, hal. 120

34

atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi pembelajaran.

Menurut Krath Wohl dalam Uzer Usman memberi penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan sebagai berikut : 1. Meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran. 2. Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar. 3. Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif.54 Pengutan yang di berikan guru kepada siswa, setelah menunjukkan tingkah laku yang baik, seperti anggukan kepala, senyuman dan kata- kata pujian akan dapat menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa untuk tetap mengulanginya pada situasi- situasi lain. Pemberian penguatan secara bijaksana dan sistematik berdasarkan cara dan prinsip yang tepat, akan memberi manfaat bagi siswa untuk : a) Meningkatkan perhatian terhadap kegiatan pembelajaran. b) Memperoleh kemudahan dalam menikuti penyajian guru. c) Memelihara dan meningkatkan motivasi belajar yang tinggi. d) Mengarahkan cara berfikir ketingkat yang lebih tinggi. Meningkatkan perhatian anak didik dalam belajar adalah sebagai indikator bahwa anak didik dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran yang di berikan di kelas. Hal ini perlu guru dukung dan beri penguatan dengan hal- hal yang bias membuyurkan konsentrasi anak didik.

54

Ibid, hal. 81

35

Menurut Zainal Asri cara yang dapat menggunakan guru dalam memberi penguatan kepada peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung antara lain : 1. Pemberian penguatan dengan segera: pemberian penguatan setelah respons siswa muncul, guru dalam hal ini tidak perlu menunggu tetapi harus segera mungkin. 2. Penguatan tidak penuh: pemberian penguatan bagi seorang siswa yang memberikan jawaban yang sebahagian benar atas pertanyaan guru. 3. Penguatan kepada pribadi tertentu: pemberian penguatan yang di tujukan ke pada siswa tertentu dengan menyebutkan namanya sambil memandang kearah siswa. 4. Penguatan kepada kelompok: pemberian penguatan yang di tujukan kepada sekelompok siswa setelah menyelesaikan suatu tugas dengan baik.55 Guru dalam memberi penguatan kepada siswa hendaknya

menampakkan sikap dan gaya yang sesungguhnya, bukan sikap atau gaya berpura- pura (keterpaksaan). Guru dalam hal ini harus menunjukkan kepada siswa bahwa penghargaan itu benar- benar ikhlas. Pendapat Moedjiono memberi penguatan kepada siswa akan bermanfaat jika dalam

penyampaiannya di dasarkan pada prinsip- prinsip. a. Kehangatan dan keantusiasan, b. Kebermaknaan, dan c. Menghindari penggunaan respon yang negatife.56 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan hubungan guru dengan siswa mempunyai efek terhadap pengelolaan kelas. Guru yang selalu memperhatikan siswa, selalu tanggap terhadap keluhan siswa

55 56

Zainal Asri, Op.cit, hal. 11 Moedjono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 173

36

adalah guru yang di senangi oleh siswa. Figure guru yang demikian biasanya akan kurang menemui kesulitan dalam pengelolaan kelas. Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak pernah ditinggalkan dimana pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efesien, guru dapat menggunakan kemampuannya dengan cara menunjukkan sikap tanggap, memberi perhatian, menegur, dan memberi penguatan.

B. Kerangka Berpikir Untuk mencapai tujuan pembelajaran seorang guru harus dapat memilih dan terampil dalam pengelolaan kelas. Sebab keterampilan pengelolaan kelas ini sangat berpengaruh dalam kelancaran proses pembelajaran. Dengan keterampilan pengelolaan kelas ini tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, keterampilan pengelolaaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran pada topik keterampilan guru mengelola kelas

mempengaruhi pemahaman siswa tentang kerajaan Mataram, guru selalu mengelola kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Suasana kelas kondusif dan optimal dalam proses pembelajaran dapat tercapai jika guru (pendidik) mampu mengatur peserta didik dan sarana prasarana pembelajaran untuk mencapai tujuan yang baik. Sedangkan sesuatu hal yang di

37

buat untuk menjelaskan itu yang sering di tuntut untuk melakukan pengecekannya. Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian ini membuat hipotesis yakni : Terdapat Pengaruh yang Siknifikan antara Keterampilan Pengelolaan Kelas Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Pada Materi Kerajaan Mataram di Kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Belajar kerajaan Mataram merupakan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami awal kerajaan Mataram, perkembangan kerajaan Mataram, akhir kerajaan Mataram. Jika guru dapat terampil dalam pengelolaan kelas dalam suatu pembelajaran, maka akan semakin baik pula hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram di kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Melalui pengelolaan kelas ini dapat meningkatkan perhatian siswa dan merangsang pola pikir siswa dalam menyelesaikan soal- soal kerajaan Mataram. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kuat ada Pengaruh Antara Keterampilan Mengelola Kelas Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Pada Materi Kerajaan Mataram yang di harapkan setelah mengikuti program pengajaran. C. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan suatu pertanyaan yang bersifat sementara dan masih membutuhkan suatu penelitian untuk membuktikan kebenarannya. Hipotesis

38

merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya perlu diuji melalui bukti- bukti secara empiris. Sutrisno Hadi mengatakan yang di kutip oleh Suharsimi Arikunto bahwa Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan.57 Selanjutnya Sudjana mengatakan bahwa Hipotesis adalah suatu asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya.58 Menurut Borg dan Gall hipotesis dapat dikatakan baik apabila memenuhi 4 kriteria : 1. Hipotesis hendaknya merupakan rumusan tentang hubungan antara dua atau lebih variable. 2. Hipotesis yang di rumuskan hendaknya di sertai dengan alasan atau dasar- dasar teoritik dan hasil penemuan terdahulu. 3. Hipotesis harus dapat diuji. 4. Rumusan hipotesis hendaknya singkat dan tepat.59 Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian ini membuat hipotesis yakni Terdapat pengaruh yang signifikan antara keterampilan mengelola kelas terhadap hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram kelas VII SMP Negeri 3 Padangsidimpuan.

57

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktikum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 71 58 Sudjana, Op.cit, hal. 219 59 Suharsimi Arikunto, Loc,cit, hal. 50

39

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tempat dan waktu penelitian. Tempat penelitian ini di laksanakan di SMP N 4 Padangsidimpuan yang beralamat di Jln. Sutan Soripada Mulia/sihadabuan. Adapun alas an penulis memilih SMP N 4 Padangsidimpuan sebagai lokasi penelitian yaitu sepanjang

40

pengetahuan penulis belum pernah di teliti dengan judul pengaruh keterampilan mengelola kelas terhadap hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan mataram di kelas VII SMP Negeri 4 Padangsidimpuan lokasi sekolah yang cukup mudah di jangkau, keinginan penulis memberikan santunan metode pembelajaran yang baru kepada siswa SMP Negeri 4 Padangsidimpuan. Waktu penelitian ini akan di laksanakan kurang lebih selama 3 (tiga) bulan yaitu mulai bulan desember sampai bulan pebruari 2013.

B. Metode Penelitian. Metode penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Menurut Sugiono Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu60. Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa : Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat di gunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data61. Sejalan dengan itu Burhan Bungin mengatakan bahwa Metode pengumpulan data adalah bagian dari instrument pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian62. Sedangkan menurut Nana Syaodih Sukmadinata : Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang di dasari oleh asumsi-asumsi dasar pandangan- pandangan filosofis dan idiologis, pertanyaan- pertanyaan dan isu- isu yang di hadapi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai tradisi penelitian (research trations)63.
60 61

Sugiono, Op.cit, hal. 3 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hal. 100 62 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian kuantitatif, (Jakarta : Kencana, 2010), hal. 123

41

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara- cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data yang di butuhkan dalam penelitian agar data yang di peroleh lebih sistematis. Adapun metode yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, sebagaimana pendapat Burhan Bungin yang mengemukakan bahwa Penelitian kuantitatif format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi64. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala menurut apa adanya pada saat penelian dilakukan65. Sejalan dengan pendapat di atas Nana Syaodih Sukmadinata mendefinisikan bahwa : Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar, ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena- fenomena yang ada, baik yang bersifat ilmiah maupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktifitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaannya dengan fenomena lain66. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran pengaruh keterampilan mengelola kelas sebagai variabel X terhadap hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram sebagai variabel Y di kelas VII SMP Negeri 4 Padangsidimpuan. Adapun kedua gambaran tersebut adalah : X Y

63

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakaarya, 2010), hal. 52 64 Burhan Bungin, Op.cit, hal. 36 65 Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 234 66 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 72

42

Keterangan : X Y :Variabel bebas, yakni keterampilan mengelola kelas. :Variabel terikat, yakni kerajaan Mataram.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. populasi penelitian Dalam melaksanakan suatu penelitian harus ada objek yang akan diteliti sebagai sumber. Secara keseluruhan objek penelitian ini disebut populasi. Sebagaimana Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian67. Sedangkan Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian kita68. Sejalan dengan itu Burhan Bungin mendefinisikan bahwa : Populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhtumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dan sebagainya, sehingga objek ini bisa menjadi sumber data penelitian69 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah sejumlah sabjek yang di jadiakan sebagai sasaran penelitian yang di tetapkan oleh peneliti untuk di ketahui dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Riduan jenis-jenis populasi berdasarkan sifatnya dapat di bagi menjadi dua yaitu : a. Populasi homogen yaitu sumber data yang unsurnya memiliki sifat yang sama sehingga tidak perlu mempersoalkan jumlahnya secara kualitatif.

67

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 130 68 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 250 69 Burhan Bungin, Op.cit, hal. 99

43

b.

Populasi heterogen yaitu sumber data yang unsureunsurnya memiliki sifat atau keadaan yang berbeda sehingga perlu ditetapkan batas- batasnya, baik secara kualitatif dan kuantitatif70. Berdasarkan pendapat di atas jenis populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 4 Padangsidimpuan. Tabel 1 Keadaan Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2011/2012 NO 1 2 3 4 5 Kelas VII-A VII-B VII-C VII-D VII-E Jumlah Jumlah Siswa 43 43 44 30 30 190 siswa

2. Sampel Penelitian Sampel merupakan bagian yang mewakili populasi. Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat bahwa : Sampel adalah kelompok kecil yang secara nyata kita teliti dan tarik kesimpulan dari padanya71. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti72. Senada dengan itu Riduwan mendefinisikan Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri- ciri atau keadaan tertentu yang akan di teliti73. Menurut sugiyono Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi74. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sample adalah data populasi yang secara nyata kita tarik
70 71

Riduan, Op.cit, hal. 65 Nana Syaodih Sukmadita, Op.cit, hal.250 72 Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 131 73 Riduwan, Op.cit, hal. 56 74 Sugiyono, Op.cit, hal.118

44

kesimpulannya dari sebuah penelitian yang telah dilakukan, yang mewakili populasi yang kita teliti. Menurut suharsimi arikunto Adapun cara-cara pengambilan sample penelitian ini dapat dilakukan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sampel random atau sample acak, sample campuran. Sampel berstrata ataustratified sample. Sampel wilayah atau area probability sample. Sampel proporsi atau proportional sample, atau sample imbangan. Sampel bertujuan atau purposive sample. Sampel kuota atau quota sample. Sampel kelompok atau cluster sample. Sampel kembar atau Double sample75.

Berdasarkan pendapat di atas, karena jumlah populasi yang cukup banyak maka sebagian populasi diambil untuk di jadikan sample penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling. Menurut Riduwan random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota tersebut.76. Sedangkan Sugiono menyatakan bahwa Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen77. Sejalan dengan itu Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa Salah satu cara pengambilan sampel representative adalah secara acak atau random. Pengambilan sampel secara acak berarti setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel78. Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa :

75 76

Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 134 Riduwan, Op.cit, hal. 58 77 Sugiyono, Op.cit, hal. 120 78 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 253

45

Takning ampling ini di beri nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance) dipilih menjadi sampel. Jika jumlah subjeknya besar, dapat di ambil antara 1015 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidak- tidaknya dari a. kemampuan peneliti dilihat dari waktu tenaga dan dana, b. sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data, c. besar kecilnya resiko yang di tanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, maka hasilnya akan lebih baik79. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas penulis -menyimpulkan bahwa sampel random adalah teknik pengambilan sampel dengan cara acak dimana peneliti memberikan peluang yang sama kepada setiap subjek untuk dipilih menjadi sampel, dengan pengambilan 10-15%, 20-25% atau lebih yang di lakukan apabila populasi dianggap homogen. Atas dasar ini penulis memilih random sampling sebagai teknik pengambilan sampel, dimana sampel penelitian sebesar 50% dari jumlah populasi, sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 190 orang. D. Instrumen Penelitian Salah satu pola dan prosedur yang tidak bias di abaikan oleh peneliti adalah menentukan serta menyusun instrument yang di gunakan pada penelitian karena instrumen penelitian merupakan alat untuk data/informasi yang di perlukan dalam menguji hipotesis. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto bahwa instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data80. Sejalan dengan itu Riduwan menyatakan bahwa Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih
79

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal.13 80 Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 134

46

dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya81. Sedangkan M. Subana dan Sudrajat menyatakan bahwa Instrumen penelitian berkaitan dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, sebab instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan data tentang variabel-variabel yang diteliti82. Menurut Suharsimi Arikunto secara umum penyusunan instrument pengumpulan data dilakukan dengan penahapan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan judul penelitian atau yang tertera di dalam problematika penelitian. Menjabarkan variable menjadi sub atau bagian variabel. Mencari indiator setiap sub atau bagian variabel. Menderetkan deskriptor dari suatu indikator. Merumuskan setiap deskriptor menjadi butir-butir instrument. Melengkapi instrument dengan (pedoman atau instruksi) dan kata pengantar83.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan data, agar kegiatan tersebut lebih sistematis dan lebih mudah. Kemudian Nurul Zuriah mengatakan bahwa Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data84. Data penggunaan keterampilan mengelola kelas diperoleh dari angket yang disebarkan kepada siswa. Untuk memperoleh data ini
81 82

Riduwan, Op.cit, hal. 69 M. Subana, Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2009), hal. 127 83 Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 135 84 Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori- Aplikasi, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007), hal. 168

47

dibuat instrument dengan indicator sebagai berikut : a. Menunjukkan Sikap Tanggap b. Memberi Perhatian c. Menegur d. Memberi Penguatan. Dari empat indikator di atas disusun angket sebanyak 15 butir soal. Adapun kisi-kisi instrument penelitian tentang pengaruh keterampilan mengelola kelas dapat dilihat pada tabel berikut : Table 2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Keterampilan Mengelola Kelas NO 1 2 3 4 Indikator Menunjukkan Sikap Tanggap Memberi Perhatian Menegur Memberi Penguatan Jumlah Nomor Soal 1, 2, 3 4, 5, 6, 7 8, 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 Banyak Soal 3 soal 4 soal 4 soal 4 soal 15 soal

Sedangkan data hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan Mataram adalah skor yang diperoleh siswa setelah menjawab tes yang diberikan. Untuk memperoleh data ini dibuat instrument dengan indikator sebagai berikut : a. awal kerajaan Mataram b. Perkembangan kerajaan Mataram c. akhir kerajaan Mataram. Dari ke tiga indikator di atas disusun tes sebanyak 15 butir soal. Adapun kisi-kisi instrument penelitian tentang hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram dapat dilihat pada tabel berikut : Table 3 Kisi-Kisi Hasil Belajar Sejarah Pada Materi Kerajaan Mataram NO Indikator 1 Awal kerajaan mataram 2 Perkembangan kerajaan mataram 3 Akhir kerajaan mataram Jumlah Nomor Soal 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8, 9, 10 11,12, 13, 14, 15 Banyak Soal 5 soal 5 soal 5 soal 15 soal

48

E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Sejalan dengan itu Margono menyatakan bahwa Penggunaan teknik dan alat pengumpulan data yang tepat memungkinkan diperolehnya data yang objektif85. Nana Syaodih Sukmadinata mengatakan bahwa Ada beberapa teknik pengumpulan data yaitu 1. Wawancara 2. Angket 3. Observasi 4. Tes86. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket dan tes. 1. Angket Menurut Sugiono Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang di lakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada responden untuk di jawab87. Sejalan dengan itu Margono menyatakan Angket atau Kuesioner adalah suatu alat pengumpulan informasi dengan cara menyampaikan pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden88. Selanjutnya Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa : Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui89. Kuesioner dapat dibedakan atas beberapa jenis dipandang dari cara menjawabnya yaitu : 1.kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri, 2.kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih90
85 86

Margono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung :Alfabeta, 2002), hal. 158 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 216 87 Sugiono, Op.cit, hal. 119 88 Margono, Op.cit, hal. 167 89 Suharsimi Arikunto, Op.cit, hal. 151 90 Ibid, hal. 152

49

Selanjutnya Riduwan mendefinisikan : Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah tanpa khawatir bila responden memberikan jawaban yang sesuai dengan kenyataan angket dibedakan menjadi dua jenis yaitu angket terbuka dan angket terstruktur91. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa angket merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada responden dengan tujuan memperoleh informasi yang diperlukan. Adapun tujuan penulis menggunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk menjaring data tentang variable X: keterampilan mengelola kelas. Sedangkan angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket berstruktur dengan jawaban tertutup (angket tertutup) yaitu angket yang setiap pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternative jawaban. Dalam angket penelitian ini disediakan 4 alternative jawaban yaitu : a, b, c, dan d dengan kategori bobot sebagai berikut : 1. pilihan jawaban a selalu di beri bobot 4 2. pilihan jawaban b sering diberi bobot 3 3. pilihan jawaban c jarang diberi bobot 2 4. pilihan jawaban d tidak pernah diberi bobot 1 2. Tes Riduan berpendapat bahwa Tes sebagai instrument pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau
91

Riduwan, Op.cit, hal.71

50

latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok92. Sejalan dengan itu Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa Tes umumnya bersifat mengukur. Tes yang digunakan dalam pendidikan biasanya tes hasil belajar dan tes psikologis93. Sedangkan Margono mengemukakan bahwa Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar penetapan skor angka. Ada dua jenis tes yang sering dipergunakan sebagai alat pengukur adalah : 1. Tes lisan, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang diberikan secara lisan pula. 2. Tes tertulis, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara tertulis tentang aspekaspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang diberikan secara tertulis pula, terbagi menjadi tes essay dan tes objektif94. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan stimuli atau sejumlah pertanyaan yang digunakan sebagai alat ukur keterampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
92 93

Ibid, hal. 76 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 223 94 Margono, Op.cit, hal.170

51

Adapun tujuan penulis menggunakan tes adalah untuk menjaring data tentang variable Y: hasil belajar sejarah siswa pada materi kerajaan Mataram. Sedangkan bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif berbentuk pilihan ganda. F. Teknik Analisis Data Untuk melakukan analisis terhadap data yang terkumpul dari lapangan maka dilakukan dengan dua cara yakni teknik analisis yang digunakan adalah : 1. Analisis deskriptif, guna memberikan gambaran umum tentang variable X : keterampilan mengelola kelas, dan Y : hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram, berdasarkan nilai mean, median, dan modus. Sedangkan untuk mengetahui pada kategori mana masing-masing variable penelitian berada, maka nilai rata-rata perolehan dari pihak-pihak variabel dikonsultasikan dengan klasifikasi penilaian yang ditetapkan. Menurut Muhibbinsyah klasifikasi penilaian dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 4 Kriteria Penilaian Keterampilan Mengelola Kelas NO 1 2 3 4 Interval 3,26 - 4,00 2,51 - 3,25 1,76 - 2,50 1,00 1,75 Interpretasi Sangat Baik Baik Cukup Kurang

52

Sedangkan untuk mengetahui posisi dari variable Y : hasil belajar sejarah pada materi kerajaan Mataram hasil analisis data dikonsultasikan terhadap klasifikasi penilaian di bawah ini : Tabel 5 Kriteria Penilaian Hasil Belajar Sejarah Pada Materi Kerajaan Mataram95 NO 1 2 3 4 Interval 80 - 100 70 - 79 60 - 69 50 - 59 Interpretasi Baik Sekali Baik Cukup Kurang

2. Analisis statistik yaitu menguji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus korelasi r Product Moment oleh Pearson yaitu :

95

Muhibbinsyah, Loc.cit, hal. 153

You might also like