You are on page 1of 3

Penatalaksanaan Penyakit Sindrom Guillain-Barre Penatalaksanaan Awal Pada kasus berat, sangat dibutuhkan alat bantu pernafasan serta

perawatan khusus. Sekitar 30% penderita membutuhkan bantuan ventilasi mekanik; selain itu kondisi pasien yang cepat memburuk tanpa dapat diprediksikan membuat penderita GBS membutuhkan perawatan inap untuk observasi fungsi respirasi. Perhatian khusus terutama ditujukan pada perawatan suportif dan pencegahan komplikasi, antara lain kegagalan nafas dan disfungsi otonomik. Pengukuran maksimal forced vital capacity (FVC), gas darah arterial, tekanan darah, dan fungsi otot bulbar harus selalu dimonitor selama fase progresif. Tanda gagal nafas antara lain perburukan FVC, tekanan maksimal respirasi, dan hipoksemia akibat atelektasis. Fatigue otot respirasi ditandai dengan keringat dingin, takikardia, dan nafas cepat diantara percakapan pendek. Monitoring FVC dilakukan setiap jam, jika FVC kurang dari 18 ml/kg atau terjadi disotonomia kardiovaskuler, penderita harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Intubasi dilakukan bila FVC kurang dari 12-15 ml/kg, tekanan O2 arteri dibawah 70 mmHg serta tanda fatigue respirasi yang berat. Trakeostomi dilakukan bila diperkirakan bantuan nafas lebih dari 10 hari. Keputusan untuk menghentikan alat bantu nafas dan melepaskan selang endotrakeal atau trakeostomi didasarkan pada derajat penyembuhan fungsi respirasi. Proses weaning umumnya dimulai saat kapasitas vital mencapai kurang lebih 10 ml/kg dan dapat dipertahankan selama beberapa jam. Terapi fisik dada dan spirometri insentif membantu mencegah atelektasis pada pasien dengan gangguan batuk dan nafas. Aritmia jantung dan fluktuasi tekanan darah membutuhkan monitoring EKG dan tekanan darah, sehingga deteksi keadaan yang mengancam jiwa dapat tercapai. Injeksi heparin subkutan 5000 unit, 2 kali sehari diindikasikan untuk mengurangi resiko thrombosis vena dan emboli paru. Di ICU, satu dari empat pasien GBS menderita infeksi paru-paru dan saluran kemih, sehingga dibutuhkan terapi antibiotika yang sesuai1 Antibiotika profilaksis tidak dianjurkan pada penderita ini. Perawatan jalan nafas, sistem drainase urin tertutup, dan pencucian tangan secara rutin oleh pekerja medis untuk mencegah infeksi nosokomial. Dilakukan perawatan harian rutin dengan mobilisasi miring kanan/kiri,11 memposisikan anggota gerak dalam posisi anti dekubitus; serta perhatian lebih, terutama untuk kulit, mata, mulut, usus besar dan kandung kemih, serta nutrisi. Pada kasus kelumpuhan bifasial, diberikan air mata buatan dan taping kelopak mata untuk mencegah iritasi kornea. Pada fase paralitik, dilakukan latihan lingkup gerak sendi secara pasif dua kali sehari untuk meningkatkan fleksibilitas anggota gerak. Penggunaan padded splint ditujukan sebagai

pencegahan kontraktur dorsifleksi pergelangan kaki. Dukungan psikologis dan jaminan adanya potensi kesembuhan sangatlah dibutuhkan. Pada fase penyembuhan, terapi fisik akan mempercepat penyembuhan, antara lain berupa latihan lingkup gerak sendi serta latihan dengan tahanan ringan.

Terapi Spesifik Imunopatogenesis dari penyakit GBS, terapi akut ditujukan terutama untuk melawan proses imunopatogenesis, antara lain terapi pertukaran plasma (plasmapheresis) dan injeksi immunoglobulin dosis tinggi intravena (IVIG). Plasmapheresis dianjurkan untuk pasien dengan kelemahan sedang hingga berat (didefinisikan sebagai kemampuan berjalan dengan bantuan atau tidak mampu berjalan sama sekali). Jadwal plasmapheresis berkisar antara 4 hingga 6 kali (40-50 ml/kg) dengan mesin kontinu selang sehari. Digunakan larutan saline dan albumin sebagai cairan pengganti plasma. Manfaat terapi paling jelas apabila terapi dimulai 2 minggu setelah onset. Relaps terjadi pada 10% pasien dalam kurun waktu 3 minggu pascaterapi. Perbandingan manfaat terapi IVIG sebanyak 0,4 g/kg sebanyak 5 kali per hari pada 2 minggu pertama onset dengan terapi plasmapheresis, namun hasilnya belum tervalidasi dengan jelas. IVIG mungkin dipertimbangkan pada pasien dengan masalah akses vena, sepsis, instabilitas kardiovaskuler, ataupun penderita yang gagal setelah diterapi dengan plasmapheresis. Penggunaan kortikosteroid telah disarankan untuk terapi GBS, namun setelah dilakukan dua uji klinis acak terkontrol; yakni menggunakan dosis konvensional prednisolon dan dosis tinggi metilprednisolon intravena, terbukti bahwa penggunaan kortikosteroid ternyata tidak bermanfaat. Rekomendasi terapi berdasarkan studi acak terkontrol; dimana diberikan terapi plasmapheresis dan IVIG, namun tidak dengan kortikosteroid ataupun kombinasinya DAFTAR PUSTAKA Guillain-Barr Syndrome. [update 2009]. Available from: http://bodyandhealth.canada.com/condition_info_popup.asp?channel_id=0 &disease_id=325&section_name=condition_info. Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Editors. Neurology in clinical practice: the neurological disorders. 2nd edition. USA: Butterworth-Heinemann; 1996. p.1911-16. PROGNOSIS Sebanyak 60-80% pasien SGB ini sembuh sempurna setelah 6 bulan. Sisanya mengalami disabilitas, karena melibatkan otot pernafasan dan gangguan fungsi otonom. Kematian penderita disebabkan kegagalan nafas dan infeksi. ( Elizabeth C. Corwin. 2008. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC)

Komplikasi Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps. Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut: 1.Paralisis otot persisten 2.Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik 3.Aspirasi 4.Retensi urin 5.Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas 6.Nefropati, pada penderita anak 7.Hipo ataupun hipertensi 8.Tromboemboli, pneumonia, ulkus 9.Aritmia jantung 10. Ileus

(Lionel Ginsberg . 2008. Lectures notes NEUROLOGI . Jakarta. EMS)

You might also like