You are on page 1of 20

BAB II KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI

A. Kerangka Teori Interaksi antara Hukum Islam dan hukum Adat berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap hukum Islam menjadikan adanya relasi antara keduanya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab relasi ini terjadi, diantaranya adalah: 1. Sifat hukum adat yang terbuka terhadap system hukum lainnya 2. Hukum Islam yang fleksibel sehingga bisa masuk ke dalam system hukum adat 3. Kondisi masyarakat yang telah masuk Islam namun masih memegang teguh adat sebelumnya 4. Sebagian masyarakat adat yang bersentuhan dengan Islam secara intens menyebabkan mereka mengetahui keistimewaan hukum Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Realitas penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat di Indonesia telah menarik perhatian beberapa sarjana dari Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah beberapa teori mengenai pola penyerapan ini. Di antara teori tersebut adalah teori receptio in complexu yang dirumuskan oleh Lodewijk Willem Cristian Van Den Berg (1845-1927).1 Sebelumnya teori ini juga disebutkan oleh Gibb, Menurut teori ini bagi orang Islam yang berlaku penuh adalah hukum Islam sebab dia telah memeluk Islam walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Dalam faktanya teori Berg lebih rinci dibandingkan teori yang dikemukakan Gibb, sebab prakteknya hingga sekarang umat Islam di

Sajuti Thalib, Receptio A Contratrio, Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam. (Jakarta: Bina Aksara, 1985), c et. Kelima, hlm. 5

Indonesia masih banyak yang belum taat dalam menjalankan ajaran Islam. Ketaatan mereka masih terbatas pada shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji, sedangkan ajaran Islam lainnya masih kurang diperhatikan misalnya ajaran Islam tentang ekonomi dan perbankan Islam. Karakteristik dari teori receptie in complexu adalah: 1. Hukum Islam dapat berlaku di Indonesia bagi pemeluk Islam 2. Umat Islam harus taat pada ajaran Islam 3. Hukum Islam berlaku universal pada berbagai bidang ekonomi, hukum pidana dan hukum perdata. Teori ini kemudian digantikan oleh teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku apabila hukum adat menghendaki hal tersebut. Teori ini merupakan hasil dari penelitian Prof. Christian Snouck Hurgronye (1857 1936) yang dilakukan di Aceh dan Gayo. Ia menyimpulkan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku ketika telah diterima (receptie) oleh hukum adat. Teori ini tidak lepas dari kepentingan bangsa penjajah waktu itu yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam di Indonesia. Teori ini dikuatkan oleh kebijakan pemerintah colonial dengan dikeluarkannya Wet op De Staatsregeling (IS) atau IS (Indische Staatsregeling) tahun 1929 Pasal 134 ayat (2) yang berbunyi: Dalam hal terjadi masalah perdata antar sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh Hakim agama Islam apabila hukum adat mereka menghendakinya. Teori ini mendapat pertentangan yang sengit dari kalangan umat Islam dan juga tokohtokoh hukum Belanda, Hazairin menyebut teori ini sebagai teori Iblis karena telah mematikan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Sementara Mr. Scholten van Oud Haarlem menulis sebuah nota kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap bumiputera sebagai pencegahan terhadap perlawanan yang akan terjadi, maka diberlakukan pasal

75 RR (Regeering Reglement) suatu peraturan yang menjadi dasar bagi pemerintah Belanda untuk menjalankan kekuasaannya di Indonesia, S. 1855: 2 memberikan instruksi kepada pengadilan agar tetap mempergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaankebiasaan itu sejauh tidak bertentangan dengan kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Memasuki masa kemerdekaan muncul Teori Receptio A Contrario yang dikemukakan oleh Sajuti Thalib sebagi murid Hazairin, teori ini menyebutkan bahwa bagi umat Islam berlaku hukum Islam, hukum adat baru berlaku apabila tidak bertentangan dengan hukum Islam. Teori Receptio A Contrario memiliki unsur-unsur berikut: 1. Hukum Islam berlaku di Indonesia 2. Bagi umat Islam Indonesia berlaku hukum Islam. 3. Hukum adat bisa berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.2 Semua teori tersebut memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, maka untuk melihat polapola penyerapan hukum Islam yang dilakukan oleh masyarakat adat bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai teori, namun karena ruang lingkupnya adalah fakta hukum maka teori yang untuk digunakan adalah teori Receptie (penyerapan).

1. Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa istilah dalam ruang lingkup studi hukum secara umum dan hukum Islam secara khusus, di antara istilah tersebut adalah: relasi hukum, hukum Islam, hukum adat, masyarakat adat, Kampung Naga, dan Baduy Kanekes. Berikut penjelasan dari definisi operasional dalam penelitian ini: Relasi adalah hubungan antara dua komponen yang berbeda yang saling memiliki keterkaitan karena adanya interaksi di antara keduanya. Relasi hukum Islam dan hukum adat
2

Lihat Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. I, hlm. 81

adalah hubungan antara hukum adat dan hukum Islam yang terjalin selama secara intens dalam waktu yang lama. Dalam ruang lingkup anthropologi relasi terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu asimiliasi, akulturasi dan adopsi. Dalam hal ini relasi hukum dipahami pula sebagai akulturasi yaitu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu sendiri. 3 Sebagaimana disebutkan oleh para anthropolog bahwa akulturasi tidak hanya terjadi dalam ranah budaya saja, namun ia juga pada masalah-masalah hukum dan norma-norma sosial di masyarakat. Sebagai contoh perkawinan dengan menggunakan mahar telah dilakukan oleh masyarakat yang belum memeluk Islam di Baduy, demikian juga khitan bagi anak laki-laki. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) Sistem nilai-nilai budaya 2) Keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat 3) Beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat 4) Beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.
3

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Anthropologi, Penerbit Rineka Cipta, 2002, hlm. 248.

Maka relasi hukum dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara hukum Islam dan hukum Adat dan pola-pola penerimaan hukum Islam oleh masyarakat Adat khususnya Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Penyerapan hukum adalah proses penerimaan hukum yang dilakukan oleh masyarakat adat baik dengan kesadaran atau tidak. Pola penyerapan ini dapat terjadi secara alami (by nature) dan juga secara perencanaan (by design). Ketika suatu hukum menyerap hukum lainnya maka yang terjadi adalah relasi hukum dalam bentuk percampuran dua system hukum yang berbeda dalam satu bentuk hukum Term hukum Islam dalam penelitian ini bermakna hukum yang berdasarkan agama Islam, ia berupa syariat Allah taala yang bersumber dari nilai-nilai yang terkandung di dalam AlQuran dan As-Sunnah. Dalam tataran praktis hukum Islam berupa fiqh yang merupakan hasil ijtihad para cendekiawan muslim. Saat ini hukum Islam juga dalam bentuk taqnin (perundangundangan) yang menjadi pedoman bagi suatu masyarakat muslim. Hukum Islam secara global adalah syariat Allah taala yang bersifat transenden berupa aturan-aturan yang terdapat di dalam Al-Quran dan As-Sunnah (Syariah) serta hukum-hukum yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fiqh).4 Istilah Hukum Islam memiliki dua bagian berbeda yaitu syariah dan fiqh, keduanya memiliki karakteristik masing-masing. Syariah5 dipahami sebagai Seperangkat norma yang mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta muamalah dengan sesama manusia.6 Ibnu Mandzur menyatakan bahwa syariah adalah :

Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 11. Kata syariah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur'an yaitu QS Al-Jatsiyah : 18, QS Asy-Syura ayat 13 dan QS Al-Syura ayat 21 6 Al-Fairuz Abady, Al-Qamus Al-Muhith, hlm. 732.
5

Segala sesuatu yang ditetapkan Allah dari dien (agama) dan diperintahkanya seperti puasa, shalat, haji, zakat dan amal kebaikan lainnya.7 Dalam hal ini berarti syariah adalah norma hukum dasar yang ditetapkan Allah yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak baik dalam hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia dan benda dalam masyarakat.8 Berbeda dengan istilah syariah yang mewakili hukum Islam yang qathi, maka fiqh Islam adalah Serangkaian hukum Islam yang bersifat furu (cabang) yang berkaitan dengan perbuatan hamba yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh atau al-fiqhu secara bahasa adalah ( al-fahmu) yang berarti memahami.9 Dalam Lisaan Al-Arab disebutkan : Al-Fiqh adalah ilmu tentang sesuatu dan pemahaman tentangnya.10 Sedangkan secara istilah fiqh adalah : Pengetahuan tentang-tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.11 Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah Hukum Allah taala yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits dalam bentuk syariah Islam dan hukum-hukum yang

Ibnu Mandzur, Lisan Al-Arab Juz V, hlm. 86. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 47. 9 Di dalam Al-Quran istilah fiqh yang bermakna pemahaman, sebagaimana dalam QS At-Taubah : 122. Sementara Rasulullah bersabda : Barangsiapa dikehendaki Allah sebagai orang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam persoalan agama. 10 Ibnu Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz XIII, hlm. 522 11 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh. (Kairo: Dar Al-Hadits. 2003), hlm. 11.
8

digali oleh para ulama mujtahidin dari kedua sumber hukum Islam tersebut dalam bentuk Fiqh Islam.12 Selanjutnya istilah hukum adat, dalam bahasa Indonesia makna Adat adalah Aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. 13 Dari term Adat ini munculah istilah Hukum Adat yaitu hukum yang bersumber dari adat dan budaya suatu masyarakat. Cornelis Van Vollenhoven menyebutkan bahwa Hukum Adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat).14 Dalam ruang lingkup Indonesia maka Hukum Adat adalah norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah adat di Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakatnya, bagi yang melanggar aturan dan norma ini akan mendapatkan sanksi yang berupa hukuman fisik atau hukuman sosial. Masyarakat Adat adalah suatu komunitas masyarakat yang secara territorial dan geneologis memiliki kekhasan tersendiri. Mereka memiliki aturan-aturan tersendiri dalam berbagai bidang kehidupan. Aturan-aturan tersebut diwariskan secara turun-temurun dan ditaati oleh seluruh masyarakat adat, adanya sangsi bagi yang melanggar aturan-aturan tersebut menjadikannya sebagai sebuah hukum dalam perspektif hukum eropa. Masyarakat adat adalah sekelompok individu yang disatukan oleh kesamaan dalam beberapa hal: 1. Geneologi (pertalian suatu keturunan) 2. Teritorial (lingkungan daerahtempat tinggal).15 Maka masyarakat adat yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy yang memiliki dua corak sekaligus. Mereka disatukan dalam satu
Lihat Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Teraju, 2002). hlm. --------------, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2008), hlm. 8. 14 Moh. Koesnoe, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini. (Surabaya: Airlangga University Press. tt) hlm. 15. 15 Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat. (Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2000), hlm. 51.
13 12

keturunan yang sama dan tinggal dalam lingkungan yang sama pada awalnya. Saat ini masyarakat tersebut walaupun beberapa terpisah namun ikatan keturunan masih menjadikan mereka menjadi satu masyarakat hukum adat yang kokoh. Kampung Naga adalah sebuah perkampungan adat yang berada di desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Kampung Naga saat ini telah menjadi satu obyek wisata sejarah favorit Kabupaten Tasikmalaya, walaupun menjadi obyek wisata budaya namun masyarakatnya masih tidak terpengaruh dengan budaya yang masuk ke kampung mereka. Hal ini terbukti dengan kesetiaan mereka untuk mematuhi seluruh aturan yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Di antara karakteristik Kampung Naga yang masih menonjol adalah pola-pola hukum kekeluargaan yang didasarkan pada prinsip keadilan dalam persepsi adat mereka. Baduy Kanekes adalah masyarakat Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Mereka terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu Badui Dalam dan Badui Luar. Badui Dalam terdiri dari Kampung Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik, sementara Baduy Luar tinggal di beberapa desa di Kaduketug, Cibalimbing, Cimarengo, Gajebo, Leuwibuleud, Cipaler dll. Masing-masing dari dua kelompok suku Baduy ini memiliki karakteristik dan system hukum yang berbeda. Pada masyarakat Baduy Dalam, hukum yang berlaku lebih ketat dari yang dilaksanakan oleh Baduy Luar sementara dalam beberapa hal kedua kelompok ini memiliki kewajiban yang sama yaitu harus taat kepada hukum adat yang berlaku. 2. Landasan Teori a. Grand Theori

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Demikian pula setiap masyarakat akan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Adanya interaksi ini menghasilkan terjadinya dialog, saling berbagi dan hubungan timbal balik. Hasil interaksi ini bisa bersifat negative jika terdapat pertentangan antara dua komunitas masyarakat tersebut maka yang terjadi adalah penolakan dan konflik antar budaya yang berinteraksi tersebut. Namun tidak jarang interaksi ini berdampak positif jika terdapat banyak persamaan maka dua system budaya tersebut bisa jadi saling menerima bagian-bagian dari budaya lainnya hingga terjadilah asimilasi, akulturasi dan saling mengadopsi unsur-unsur kebudayaan di antara mereka. Dalam ruang lingkup hukum juga terjadi demikian, hukum sebagai salah satu dari unsur budaya memiliki sifat-sifat yang khas, sehingga ketika suatu system hukum berinteraksi dengan system hukum lainnya akan menghasilkan satu karakter hukum yang khas dari dua system hukum yang berinteraksi tersebut. Ketika interaksi tersebut sinkron maka kedua system hukum tersebut saling memberi dan menerima sehingga terjadilah apa yang disebut dengan akulturasi hukum. Ranah hukum memahami akulturasi hukum dengan istilah relasi hukum, yaitu pola-pola hubungan antara dua system hukum yang berbeda sehingga menghasilkan satu system hukum baru yang tidak menghilangkan system hukum masing-masing. Untuk melihat fenomena ini maka grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah theory serapan hukum atau teori receptie, yaitu bagaimana suatu hukum diterima oleh masyarakat yang telah memiliki system hukum yang berbeda. b. Middle Theori

Selanjutnya middle theory yang digunakan adalah Teori Sistem Hukum oleh Lawrence Meir Friedman. Teori ini menyebutkan bahwa suatu system hukum (legal system) memiliki empat elemen utama yaitu: 1. Struktur Hukum (Legal Structure) 2. Isi Hukum (Legal Substance) 3. Budaya Hukum (Legal Culture) 4. Dampak Hukum (Legal Impact) Teori ini digunakan untuk menjelaskan system hukum yang berlaku pada masyarakat Kampung Naga dan Baduy. c. Application Theori Application theory yang digunakan adalah al-adah muhkamah yaitu bahwa adat dalam hukum Islam bisa dijadikan dalil hukum. Ini berarti bahwa adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat bisa menjadi sandaran hukum dalam permasalahan yang tidak terdapat peraturan secara khusus di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam hal ini sistem hukum adat yang telah dilaksanakan oleh suatu masyarakat bisa menjadi bagian dari hukum Islam jika hukum tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam secara umum. Sebagai contoh ketika di suatu masyarakat berlaku system hukum waris dengan pembagian sama antara laki-laki dan perempuan maka hukum Islam bisa mempertimbangkan hal ini. Theory ini juga juga dikenal dengan teori urf , yaitu bahwa setiap yang dianggap baik oleh masyarakat maka bisa dijadikan patokan hukum. Hal sebagaimana sebuah kaidah yang menyebutkan: Menentukan dengan dasar 'urf, seperti menentukan dengan berdasarkan nash.

Artinnya bahwa menentukan Sesuatu dengan dasar adat kebiasaan maka seperti menentukan dengan nash syari. Maka setiap urf yang ada di masyarakat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam maka hal tersebut bisa digunakan.

3. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai relasi antara hukum Islam dan hukum Adat belum banyak dilakukan, Beberapa penelitian terfokus pada interaksi antara hukum Islam dan Adat, misalnya disertasi yang ditulis oleh Ratna Lukito (1998) di Universitas Gadjah Mada dengan judul Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia. Penelitian ini difokuskan kepada permasalahan taliq talaq yang didasarkan kepada adat Indonesia yang diwarnai oleh hukum Islam, Harta Gono-gini atau Harta Bersama dalam perkawinan yang juga didasarkan pada adat kebiasaan di masyarakat, dan Wasiat Wajibah di mana dalam hukum adat Indonesia dikenal istilah mengadopsi anak yaitu mengangkat anak orang lain sebagai anaknya sendiri. Rekomendasi dari penelitian ini adalah hubungan dialogis antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia harus terus dipertahankan dan dikembangkan. Selanjutnya Tesis dengan judul Aplikasi Doktrin Al-Urf Dalam Insturumen Pasaran Kewangan Islam di Malaysia oleh Ahmad Sufyan Che Abdullah pada Universiti of Malaya. Penelitian ini memfokuskan diri pada eksistensi Urf dalam hukum Islam khususnya pada bidang keuangan Islam di Malaysia. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Al-Urf bisa dijadikan salah satu sumber hukum Islam bagi penetapan system keuangan yang ada di Malaysia, tentunya dengan syarat tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Quran dan AsSunnah. Penelitian mengenai Kampung Naga sudah banyak dilakukan, hanya saja sebatas skripsi dan tesis. Tema yang diteliti lebih banyak mengenai budaya dan lingkungan hidup, misalnya

Tesis di Universitas Gadjah Mada oleh Oyon Sutarya (2005) dengan judul Kearifan lokal dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Kampung Naga Tasikmalaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kearifan lokal masih efektif dalam pelestarian lingkungan. Efektivitas pelestarian ini berjalan karena kuatnya nilai yang dianut baik dalam bentuk religi, tabu dan pikukuh (ajaran yang bermakna). Ketiga unsur ini menjadi pandangan hidup bagi mereka. Dalam implementasi keseharian tidak terlepas dari unsur ini, termasuk mengelola lingkungan alam. Lingkungan alam bagi mereka merupakan tempat kehidupan dan sekaligus tempat menuju kematian, sehingga lingkungan alam tidak bisa terpisahkan dari kehidupan mereka. Kehidupan yang selamanya menyatu dengan alam, mereka menjadi paham benar tentang sifat alam baik fenomenanya, lingkungan fisik dan biotic, pemanfaatannya maupun upaya pelestariannya. Pengaruh aksesbilitas masyarakat luar terhadap Masyarakat Kampung Naga khususnya dalam pelestarian lingkungan yang dianggap mengganggu adalah panca usaha tani, dalam menghasilkan padi dianggap bagus namun ada pengaruh lain yaitu menurunnya kesuburan tanah dan boros penggunaan air. Aktivitas yang mereka lakukan dalam usaha pelestarian lingkungan alam, lebih ditujukan kepada pelestarian pemanfaatan untuk tempat tinggal, untuk mata pencaharian dan untuk kestabilan ekosistem kawasan Kampung Naga. Semua bentuk pengelolaan lingkungan alam yang mereka lakukan bukan atas pengetahuan yang mereka miliki, namun merupakan nilai yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka bahwa alam itu harus dikelola berdasarkan kaidah-kaidah alam. Itulah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga, bahwa mengelola lingkungan alam merupakan kegiatan moral yang kadang sulit dirasionalkan. Selanjutnya Tesis di Universitas Padjadjaran oleh T. Abdulah (2002) dengan judul Tabu Dalam Kehidupan Masyarakat Kampung Naga tesis ini merupakan penelitian yang cukup

komprehensif mengenai tabu (pantangan/larangan) yang ada di Kampung Naga. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa seluruh tabu yang ada di Kampung Naga adalah aturan yang diwariskan oleh leluhur mereka secara turun temurun, tidak ada satu orangpun yang berani melanggarnya. Pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sangsi berupa hukuman dalam bentuk diusir dari kampung dan kesengsaraan hidup. Dalam masalah hukum kewarisan di Kampung Naga, Harpat Ade Yandi (2008) telah melakukan penelitian mengenai hal ini. Penelitian ini terfokus pada pola-pola kewarisan yang dianut oleh masyarakat adat Kampung Naga. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan perspektif hukum Islam. Hasil dari penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan hukum waris di Kampung Naga tidak sesuai dengan system hukum waris Islam, mereka melaksanakan hibah dan hibah wasiat yaitu harta dari orang tua akan diberikan kepada anak-anaknya sebelum mereka meninggal, penyerahan dari harta tersebut biasanya dilaksanakan setelah orang tua meninggal dunia. Walaupun tidak sesuai dengan system hukum Islam secara tekstual namun bisa diterima oleh hukum Islam dengan dasar kemashlahatan. Penelitian mengenai Masyarakat Baduy Kanekes sudah banyak dilakukan, misalnya Penelitian yang memfokuskan diri dalam masalah kebudayaan adalah disertasi Judistira K. Garna (1988). Dengan judul Tangtu Telu Jaro Tujuh: Kajian Struktural Masyarakat Baduy di Banten Selatan Jawa Barat Indonesia Tesis Ph.D. Universiti Kebangsaan Malaysia. Penelitian ini berbasis anthropologi sehingga hasilnya adalah deskripsi budaya Baduy di Kanekes yang meliputi pola kepercayaan, kebudayaan dan system sosialnya. Penelitian berikutnya adalah Tesis oleh Ferry Fathurokhman (2010) di Universitas Diponegoro dengan judul Hukum Pidana Adat Baduy dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Pidana. Hasil dari penelitian ini adalah hukum pidana adat Baduy merupakan hukum

yang tidak tertulis yang mengorientasikan penyelesaian perkara pidana secara integral yang meliputi pemulihan kepentingan korban, kepentingan pelaku dan kepentingan masyarakat. Hukum pidana adat Baduy mengenal berbagai jenis tindak pidana berikut konsep pertanggungjawaban dan sanksi hukumnya. Hukum pidana adat Baduy juga mengenal tindak pidana santet dan pidana ganti rugi dengan berbagai karakteristiknya yang perlu dipertimbangkan untuk diakomodir dalam konteks pembaharuan hukum pidana nasional. Penelitian yang memfokuskan pada bidang hukum Islam di Baduy Kanekes masih sebatas skripsi dan tesis, misalnya skripsi tentang pengaruh pernikahan Islam terhadap pernikahan Adat Baduy Kanekes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat adat Baduy Kanekes sebagiannya dipangaruhi oleh hukum pernikahan Islam. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini akan menggabungakan dua lokasi penelitian yang berbeda dan memfokuskan pada pola-pola penerimaan hukum Islam oleh masyarakat adat di Kampung Naga dan Baduy.

B. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan empirical legal study yaitu suatu penelitian yang mengkaji mengenai system hukum yang berlaku di masyarakat sebagai living law (hukum yang hidup). Beberapa literature menyebutnya sebagai penelitian yuridis empiris yaitu hukum empirik. Pendekatan ini dianggap paling sesuai untuk digunakan dalam mendeskripsikan secara faktual system hukum yang ada di suatu masyarakat. Dalam hal ini yaitu system hukum masyarakat adat di Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Selain itu pendekatan yuridis normative juga digunakan untuk menilai aspek hukum Islam yang dilaksanakan oleh kedua masyarakat adat tersebut.

2. Metode dan Tekhnik Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, metode ini digunakan dengan dasar bahwa data yang dikumpulkan secara keseluruhan adalah data kualitatif. Tekhnik penelitian yang digunakan adalah observasi, pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan kajian literature terkait obyek penelitian. 3. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), karena data yang diperoleh merupakan hasil dari observasi dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif, yaitu hasil observasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung, hasil wawancara dengan beberapa informan, dan kajian beberapa sumber informasi-informasi yang berbentuk uraian konsep dalam praktik hukum di masyarakat adat. 4. Sumber Data Data dalam penelitian ini bersumber dari hasil observasi, wawancara dan studi pustaka. Observasi dilakukan pada lokasi penelitian yang telah ditentukan yaitu masyarakat adat Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat dan masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Wawancara dilakukan peneliti dengan nara sumber yaitu di Kampung Naga: Kuncen Kampung Naga sebagai orang nomor satu di sana, punduh adat Kampung Naga Bapak Maun, Lebe Kampung Naga yaitu Bapak Ateng, Punduh Pamarintah sekaligus Kepala Dusun yaitu Bapak Suharyo, dan Bapak Tatang Sutisna sebagai tokoh Kampung Naga. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan warga masyarakat Kampung Naga. Di Baduy Kanekes wawancara dilakukan peneliti dengan Jaro Dainah selaku kepala desa Kanekes, Jaro Sami sebagai jaro Kampung Cibeo, Jaro kampung Cikertawana dan Cikeusik.

Pemilihan lokasi didasarkan pada beberapa alasan: Pertama, Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang hingga kini masih memegang teguh tradisi leluhur termasuk system hukumnya. Baduy adalah komunitas yang menutup diri dari dunia luar dan selalu berpegang teguh kepada adat yang mereka dapatkan dari para leluhur. Kedua, masyarakat Kampung Naga saat ini seluruhnya adalah muslim, namun dalam kehidupan sehari-hari mereka juga melaksanakan adat-istiadat secara ketat. Masyarakat Baduy hingga saat ini masih memegang teguh agama mereka yaitu Sunda Wiwitan. Pada perkembangan terakhir ada beberapa keluarga Baduy yang telah masuk Islam. Walaupun mereka menolak Islam namun dalam beberapa adat mereka didapati adanya pengaruh hukum Islam. Ketiga, kondisi masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy hingga saat ini kurang mendapatkan perhatian dari para dai dan mubaligh Islam, sehingga dakwah untuk mengajak mereka kepada pemahaman Islam kurang mendapatkan perhatian. 5. Tekhnik Penggumpulan Data Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui direct observation (pengamatan langsung), dept interview (wawancara mendalam), dan kajian dokumen yang relevan dengan obyek penelitian.16 a. Observasi langsung Metode direct observation (pengamatan langsung) dilakukan peneliti terhadap obyek penelitian yaitu praktek hukum masyarakat adat Kampung Naga dan Baduy Kanekes. Pengamatan dimulai sejak kunjungan pertama hingga terkumpulnya seluruh data. Observasi langsung ini dilakukan agar gambaran realistik perilaku dan aturan-aturan adat dapat terekam secara faktual. Dari jenisnya observasi yang lakukan menggunakan kombinasi pengamatan yang
16

Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya. 2006), hlm. 216.

berupa observasi partisipasi dan observasi tidak terstruktur. Observasi partisipasi (participant observation) yang dilakukan adalah dengan melibatkan diri pada lingkungan masyarakat adat. Sedangkan observasi tidak berstruktur dilakukan dengan mengembangkan berbagai daya pengamatan dalam mengamati setiap norma dan aturan yang dilaksanakan oleh masyarakat adat. b. Wawancara Mendalam Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini berupa wawancara mendalam (indepth interview), tujuan dari wawancara ini adalah agar dapat memperoleh keterangan dan informasi yang lengkap mengenai obyek penelitian. Tekhnik wawancara yang digunakan adalah dalam bentuk tanya jawab sambil bertatap muka secara langsung dengan informan. Penguasaan bahasa Sunda peneliti sangat membantu proses wawancara ini. Proses wawancara dilakukan beberapa kali agar informasi yang didapatkan semakin mendalam. Tempat wawancara disesuaikan dengan kondisi informan, terkadang di rumah, di depan pos ronda, dan di huma. Waktunya sendiri disesuaikan dengan kesediaan dari informan untuk meluangkan waktunya, bisa siang hari, pagi hari atau juga malam hari. Hal ini sangat dimungkinkan karena peneliti juga menginap di tempat penelitian. Tekhnik wawancara lainnya yang peneliti gunakan berupa wawancara bebas dan wawancara terstruktur, pada awal-awal wawancara peneliti menggunakan wawancara yang lebih longgar dalam bentuk percakapan dan ngobrol ngalor-ngidul, namun setelah saling mengenal dan mulai tumbuh kepercayaan dari informan maka wawancara lebih terstruktur dan terfokus pada obyek penelitian. Untuk mengabadikan wawancara dilakukan perekaman dan catatan pada setiap proses wawancara. Pemilihan informan yang peneliti wawancarai adalah para pihak yang memiliki kompeten pada obyek penelitian. Key informan di Kampung Naga adalah Kuncen sebagai kepala adat, Punduh sebagai sesepuh adat dan Lebe sebagai sesepuh adat bidang keagamaan. Pada

masayarakat Baduy wawancara dilakukan dengan Puun, Jaro dan Wakil Jaro di wilayah Baduy Dalam dan Baduy Luar. Selain key informan tersebut, wawancara juga dilakukan dengan warga masyarakat baik di Kampung Naga maupun di Baduy Kanekes. c. Dokumen Beberapa data yang tidak bisa diperoleh dengan metode observasi dan wawancara dilakukan dengan menelaah hasil penelitian sebelumnya baik berupa laporan penelitian, disertasi, tesis, artikel di berbagai media serta film dokumenter yang dibuat oleh pemerintah daerah dan lembaga yang peduli dengan kebudayaan di Kampung Naga dan Baduy Kanekes. 6. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa jenis, pada data yang bersifat fenomenologi dilakukan analisis data yang bersifat deskriptif. Sementara untuk memperoleh bentuk-bentuk relasi hukum maka dilakukan metode analisis data model tiga jalur milik Malinowski. Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.17 Pengumpulan data saya lakukan dengan observasi, wawancara dan penelusuran dokumen. Reduksi data dilakukan secara terus-menerus sejak awal penelitian, proses ini berupa pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar terutama yang muncul dari hasil wawancara di lapangan. Dalam proses pengumpulan data reduksi data juga berupa membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo dan sebagainya. Dalam proses ini saya memilih data-data yang relevan dan membuang data yang tidak relevan, pada data yang relevan dilakukan penajaman, penggolongan, pengarahan, membuang data yang tidak

17

Matthew B. Mills dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. (Jakarta: UI Press. 2009). hlm. 15-

21

perlu dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Selanjutnya tahap penyajian data, pada tahap ini dilakukan penyederhanaan data, penyeleksian dan konfigurasi data kemudian memadukanya sehingga data mudah dipahami dan dapat diambil kesimpulan. Tahap akhir dari analisis data adalah penarikan kesimpulan, tahap ini sebenarnya sudah dimulai sejak awal penelitian berupa kesimpulan sementara (hipotesa) yang belum jelas, seiring berjalannya penelitian maka penarikan kesimpulan semakin terfokus dengan data-data lapangan yang diperoleh hingga akhir penelitian.18 Agar data dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya maka saya melakukan beberapa langkah selama proses penelitian berlangsung : Pertama, Perpanjangan pengamatan berupa perpanjangan waktu tinggal di lokasi penelitian. Kedua, Trianggulasi data berupa trianggulasi sumber, trianggulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Ketiga, pengecekan ulang data dari informan agar data yang diperoleh bisa dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini proses pengecekan data tetap memperhatikan keabsahan data, hubungan dengan data lainnya, proses pemaknaan kata, serta faktor lain yang mempengaruhi pemberian data oleh informan. Selanjutnya, untuk memberikan gambaran alur berfikir dalam penelitian ini maka penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat dapat dilihat dalam bagan berikut:

Imam Suprayogo dan Tobroni , Metodologi Penelitian Sosial Agama. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001), hlm. 196

18

Kampung Naga & Baduy Kanekes

Teori Receptio in Selectio dan Teori Metode Dakwah

Hukum Islam 1. Iba dah 2. Mu am ala h


Bidang Hukum Islam yang diterima masyarakat Adat

Analisis Data

Pola relasi Hukum Islam, Adat Kampung Naga dan Adat Badui Kanekes:
Adat Kampung Naga

Adat Badui Kanekes

Hukum Islam

You might also like