You are on page 1of 7

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA PADA HABITAT MANGROVE DIKAWASAN MANGROVE CENTER JENU TUBAN

MARITA IKA JOESIDAWATI, ST, M.Si Fakultas Perikanan dan Kelautan UNIROW Tuban

ABSTRAK Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme laut maupun darat termasuk salah satunya adalah moluska. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai struktur komunitas moluska yaitu komposisi kepadatan moluska serta keseragaman, keanekaragaman dan dominansi moluska di kawasan mangrove center Jenu, Tuban, Jawa Timur. Daerah penelitian terbagi dalam empat stasiun dan pengambilan data dilakukan saat terjadinya air pasang dengan rata-rata tinggi air pasang 30 cm. Vegetasi mangrove di daerah penelitian didominasi oleh jenis Rhizophora sp. Hasil analisis parameter fisika-kimia menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar 30-31C, salinitas 2,1-3,3o/oo, DO 3,30-5,51 ppm, pH 7,55-7,73 dan rata-rata tekstur substrat daerah penelitian adalah pasir berlempung. Dari hasil pengamatan ditemukan 13 jenis moluska yang sebagian besar berasal dari kelas Gastropoda. Cerithidea cingulata merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dengan kepadatan sebesar 39 ind/m2. Keanekaragaman dan keseragaman spesies relatif rendah karena adanya dominasi dari jenis Cerithidea cingulata. Kata kunci: mangrove, moluska COMMUNITY STRUCTURE OF MOLLUSCS IN MANGROVE HABITAT ON MANGROVE CENTER JENU TUBAN, EAST JAVA ABSTRACT Mangrove is a habitat for many kind marine and terrestrial organisms, including molluscs. This research was done to get information about the community structure of mollusks i.e. density composition of mollusks and uniformity, diversity and dominance in mangrove habitat on Mangrove Center, Tuban, Bali. Research area was divided into four stations and data was collected when tide with the average tidal range of 30 cm occurred. Mangrove vegetation or. the research area mostly was Rhizophora sp. The research data were parameter physic-chemistry of environment and biology data of the mollusks. Analysis on physicchemistry parameters resulted the following data: the waters temperature 30 o-31oC, salinity 2,1-3,32,1-3,3o/oo , DO 3,30-5,51 ppm, pH 7,55-7,73 and the substrate was sandy clay. 13 kinds of mollusks were found and mostly come from class Gastropod. Cerithidea cingulata was the most abundant species with the density as many as 39 ind/m2. Diversity and uniformity of species was relatively low because there was a dominance of Cerithidea cingulata species. Keywords: mangrove, molluscs

PENDAHULUAN Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh aksi pasang surut air laut. Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara laut dan darat mempunyai gradien sifat lingkungan yang sangat tajam. Frekuensi serta volume air tawar dan air laut yang bercampur sangat berpengaruh terhadap kondisi fisika-kimia perairan mangrove. Ekosistem ini selalu tergenang air laut secara berkala baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Hutan mangrove mempunyai berbagai fungsi dalam ekosistem bahari baik berupa fungsi ekologis maupun fungsi ekonomis. Dilihat dari fungsi ekoiogis, mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme laut maupun organisme darat. Mangrove menyediakan perlindungan dan makanan berupa bahan organik bagi organisme yang hidup di sekitarnya. Selain itu mangrove juga berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi organisme-organisme tersebut. Salah satu kelompok fauna mangrove yang menempati berbagai mintakat, baik secara vertikal maupun horizontal adalah moluska. Moluska ditemukan hidup pada daun, batang, ranting dan akar mangrove serta di lantai hutan mangrove. Kelompok moluska yang dominan terdapat dalam hutan mangrove adalah dari kelas Gastropoda dan Bivalvia. Hal ini karena adanya kemampuan dari kelompok ini untuk beradaptasi dalam menghadapi perubahan lingkungan mangrove yang ekstrim seperti perubahan suhu dan salinitas. Dilihat dari penyebarannya, moluska hutan mangrove memperlihatkan adanya zonasi jenis-jenis yang dominan. Kondisi substrat dan komposisi vegetasi mangrove berpengaruh terhadap susunan moluska mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan komposisi kepadatan moluska serta keseragaman, keanekaragaman dan dominansi moluska pada habitat mangrove buatan di kawasan Mangrove Center Jenu Tuban. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada bulan September 2007. Pengukuran beberapa parameter fisika-kimia dan pengambilan contoh moluska dilakukan empat kali, setiap satu minggu sekali. Lokasi penelitian berada pada habitat mangrove buatan di kawasan Mangrove Center Jenu Tuban. Pengamatan terbagi dalam empat stasiun yaitu Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3 dan Stasiun 4 yang berurutan dari arah laut ke darat. Stasiun 1 dan Stasiun 2 merupakan stasiun yang paling dekat dengan laut. Stasiun 3 berada di dekat saluran air yang berhubungan langsung dengan sungai kecil pada daerah tersebut. Stasiun 4 merupakan stasiun yang paling dekat dengan daratan dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Vegetasi mangrove pada keempat stasiun penelitian didominasi oleh jenis Rhizophora sp. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sekop, hand refraktometer, termometer, tongkat berskala, kantong plastik, botol plastik, saringan, kertas label, tali rafia dan alat tulis. sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan alkoho1 70% untuk mengawetkan jenis-jenis moluska yang ditemukan. Untuk mendukung data biologis dari moluska, dilakukan pengukuran parameter fisika-kimia lingkungan. Pengambilan data suhu, salinitas dan ketinggian air pasang dilakukan secara insitu. Untuk pengukuran nilai pH dan DO dilakukan di Laboratorium Perikanan Universitas PGRI Ronggolawe. Pengambilan contoh moluska dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat yang berukuran 1 x 1 m2. Pada setiap stasiun dilakukan dua kali ulangan pengambilan contoh.

Moluska yang berada di dalam transek diambil dengan menggunakan sekop, dan untuk memisahkan contoh moluska dengan substrat digunakan saringan. Untuk contoh moluska yang berada di atas pohon mangrove diambil dengan tangan. Semua moluska yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong plastik, diawetkan dengan menggunakan alkohol 70% dan diberi label. Identifikasi jenis moluska yang tertangkap dilakukan di Laboratorium Perikanan Universitas PGRI Rongolawe. Data kepadatan moluska dihitung dari jumlah individu per satuan luas. Data keanekaragaman dihitung dengan Rumus Indek Keragaman Shanon. Indek dominansi dihitung dengan indek Dominansi Simson. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan Mangrove Center terletak pada di kecamatan Jenu kabupaten Tuban, Jawa Timur. Kawasan ini semula merupakan tanah milik warga yang terletak di pesisir pantai utara yang dalam perkembangannya mengalami penyusutan karena air laut. Mengingat kondisi tanah pantai yang semakin berkurang tersebut, atas usulan Akademi Perikanan PGRI Tuban (sekarang menjadi Fakultas Perikanan dan kelautan Universitas PGRI Ronggolawe) yang didukung Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Tuban melakukan penanaman mangrove jenis Rhizopora sebanyak 1000 pohon pada tahun 2001. Kegiatan ini berhasil dengan baik dan akhirnya warga disekitar daerah tersebut menyumbangkan tanahnya untuk kawasan mangrove center. Pada tahun 2007 Kawasan Mangrove Center mempunyai lahan seluas 5 ha digunakan sebagai hutan mangrove buatan, tempat pembibitan mangrove sekaligus tempat pariwisata. Jenis Mangrove yang ada di daerah tersebut mulai dari waru (bangsa perdu), pandan laut, rhizopora sp, bruguera sp, sampai jenis avecinea sp. Daerah penelitian merupakan hutan mangrove buatan yaitu hasil konversi tambak menjadi hutan mangrove. Parameter Fisika dan Kimia Hasil pengamatan rata-rata parameter fisika dan kimia selama empat kali pengamatan dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan pengamatan, rata-rata tinggi air saat pengambilan data berkisar antara 21,5-30 cm. Tinggi air tertinggi pada Stasiun 1 karena stasiun ini terletak paling dekat dengan laut sehingga volume air yang masuk ke stasiun ini pada saat pasang lebih banyak daripada ke stasiun lain. Sedangkan pada Stasiun 3 lebih tinggi daripada Stasiun 2 karena adanya saluran air yang dipengaruhi oleh aliran sungai. Rata-rata suhu perairan adalah 28C-31C. Pengambilan data yang dilakukan pada siang hari mempengaruhi suhu dimana intensitas penyinaran matahari dapat meningkatkan suhu perairan. Salinitas rata-rata yang diperoleh berkisar 2,1-3,3 %. Kisaran salinitas yang rendah ini karena pengaruh letak stasiun-stasiun pengambilan contoh yang berada jauh dari laut, sehingga pengaruh air laut lebih kecil daripada air tawar yang dapat menurunkan nilai salinitas. Nybakken (1992) menyatakan bahwa di daerah pantai dan laut tertutup sebagian, salinitas lebih bervariasi dan mungkin mendekati nol dimana sungai-sungai mengalirkan air tawar. Namun kisaran salinitas di atas masih termasuk dalam kisaran salinitas air payau, sesuai dengan pernyataan Effendi (2001) bahwa salinitas perairan tawar biasanya 0,5 %, perairan payau adalah 0,5-30 % dan perairan laut 30-40 %. Nilai DO (oksigen terlarut) rata-rata yang diperoleh berkisar 3,30-5,51 ppm. Nilai DO yang diperoleh termasuk rendah, namun masih dapat ditoleransi oleh organisme laut. Rendahnya nilai DO ini karena letak daerah penelitian yang jauh dari laut dan merupakan daerah perairan yang relatif tenang sehingga percampuran antara air tawar dan air laut yang

mampu mensuplai oksigen ke dalam kolom perairan tidak terlalu besar. Selain itu karena tingginya tingkat pencemaran terutama pada Stasiun 4 yang berada di dekat pemukiman yang selalu mendapat limpasan sampah dari daratan. Nilai pH yang diperoleh adalah 7,55-7,73. Nilai pH ini mendekati pH netral karena adanya pengaruh air laut yang secara berkala masuk ke dalam hutan mangrove saat pasang. Menurut Odum (1971) air laut merupakan system penyangga yang sangat luas dengan pH yang relatif stabil sebesar 7,0-8,5. Nilai pH ini termasuk baik untuk perkembangan moluska sebab pH yang kurang dari 5 dan lebih besar dari 9 menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi larva zoobenthos. Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata tekstur substrat daerah pengambilan contoh adalah tipe pasir berlempung. Tekstur pasir berlempung ini didominasi oleh fraksi pasir yang bercampur dengan debu dan liat. Substrat ini cocok sebagai tempat tumbuh mangrove yang merupakan habitat bagi moluska. Kondisi substrat berpengaruh terhadap perkembangan komunitas Gastropoda dimana substrat yang terdiri dari lumpur dan pasir dengan sedikit liat merupakan substrat yang disenangi oleh Gastropoda (Rangan, 1996). Komposisi Kepadatan Moluska Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan 13 jenis moluska yang terdiri dari 6 Kelas Gastropoda dan 1 Kelas Bivalvia (lihat Lampiran). Kelas Gastropoda merupakan kelompok yang dominan di hutan mangrove. Menurut Barnes (1987), Kelas Gastropoda mempunyai anggota terbanyak dan merupakan moluska yang paling sukses karena mempunyai jenis habitat yang bervariasi. Selain itu, Gastropoda memiliki adaptasi yang cukup besar dengan perubahan faktor lingkungan yang disebabkan oleh pasang surut air laut, suhu dan salinitas. Sedangkan Bivalvia merupakan kelas moluska yang menetap pada suatu tempat dan cangkangnya terdiri dari dua keping yang mempunyai toleransi lebih terbatas dibandingkan dengan Gastropoda. Bivalvia dapat menyesuaikan diri dengan cangkangnya yang kedap air untuk mencegah kehilangan air karena penguapan dan kekeringan. Tetapi Bivalvia yang menempel pada pohon mangrove cenderung bersifat sesil dan tidak dapat bergerak menghindari pasang seperti halnya Gastropoda. Persentase kepadatan moluska yang ditemukan adalah 95 % Gastropoda dan 5% Bivalvia yang terdiri dari famili Potamididae 54%, Cerithiidae 25%, Assimineidae 9%, Littorinidae dan Tellinidae 5%, dan Neritidae, Nassariidae masing-masing sebesar 1%. Famili Potamididae paling banyak ditemukan karena merupakan salah satu spesies asli hutan mangrove (Budiman dan Dwiono 1986) yang hidup pada daerah yang terkena pasang surat dan menyukai areal berlumpur, berair dan terlindung (Reksodihardjo dkk., 1986). Spesies Potamididae yang ditemukan paling banyak adalah Cerithidea cingulata, pada hampir semua stasiun. Hal ini karena Cerithidea cingulata memiliki wilayah sebaran yang sangat luas di hutan mangrove. Selain itu kondisi substrat pasir berlempung sangat cocok untuk kehidupan Cerithidea cingulata dimana menurut Roberts dkk. (1982) Cerithidea cingulata merupakan salah satu Gastropoda kelompok asli yang menyukai habitat bersubstrat pasir atau lumpur dan umumnya sangat berlimpah di hutan mangrove. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Jenis Moluska Keanekaragaman jenis suatu komunitas tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jumlah jenis yang ditemukan tetapi juga ditentukan oleh keseragaman dan adanya dominansi jenis.

Tabel 1. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Indeks H H max E C taksa St 1 1,46 3,00 0,49 0,54 8 St 2 St 3 St 4 1,92 1,79 1,09 3,17 3,17 2,58 0,61 0,57 0,42 0,36 0,39 0,64 9 6 7

Berdasarkan Tabel 1, nilai Indeks Keanekaragaman (H`) yang berada pada kisaran 1<H'<3 menunjukkan stabilitas komunitas yang sedang (moderat) yang berarti bahwa kondisi komunitas ini mudah berubah hanya dengan mengalami pengaruh perubahan lingkungan yang relatif kecil. Nilai Indeks Keseragaman (E) pada Stasiun 2 dan Stasiun 3 yang lebih tinggi dari Stasiun 1 dan stasiun 4 menunjukkan bahwa pada Stasiun 2 dan 3 keseragaman antar spesies relatif merata atau dengan kata lain jumlah individu pada masing-masing spesies relatif sama, perbedaannya tidak mencolok (Lind, 1979 dalam Basmi 2000). Nilai Indeks Keseragaman yang rendah menunjukkan kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda. Hal ini ditunjukkan dengan ditemukannya jumlah individu Cerithidea cingulata yang lebih tinggi dibandingkan individu lain pada Stasiun 1 dan 4. Nilai Indeks Dominansi pengamatan berkisar antara 0,36-0,64. Indeks dominansi ratarata yang diperoleh mendekati 1 kecuali pada Stasiun 2 d an 3 yang lebih mendekati 0. Indeks dominansi yang mendekati 1 berarti ada spesies yang mendominansi spesies lainnya. Sedangkan nilai Indeks Dominansi yang mendekati 0 berarti bahwa hampir tidak ada dominansi oleh suatu spesies dalam komunitas tersebut. Adanya dominansi karena kondisi lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan spesies tertentu. Selain itu dominansi juga dapat terjadi karena adanya perbedaan daya adaptasi tiap jenis terhadap lingkungan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian, ditemukan 13 jenis moluska yang berasal dari Kelas Gastropoda dan Bivalvia dan yang paling mendominasi adalah dari Famili Potamididae. Jenis-jenis yang ditemukan meliputi Cerithidea cingulata, Terebralia sulcata, Telescopium telescopium, Cerithium morus, C. rubus, C. patulum. C. zebrum, Assiminea drevicuia, Littorina scabra, L. filosa, L. Pallescens, Neritina crepidularis, Nassarius comptus, Peristernia nassatula dan Tellina sp. Cerithidea cingulata merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dengan kepadatan sebesar 39 ind/m2. Keanekaragaman dan keseragaman spesies relatif rendah karena adanya dominasi dari jenis Cerithidea citagulafa. Saran Perlu dilakukan penelitian pada daerah lain mengingat luasnya hutan mangrove buatan di Kawasan Mangrove Center, Jenu Kabupaten Tuban, sehingga dapat diketahui jenisjenis moluska yang ada dan dapat dibandingkan dengan moluska yang terdapat pada habitat mangrove alam.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. 197 8. Invertebrate Zoology; 5th Ed. W.B. London: Philadelphia. Saunder Company. Basmi, J. 2000. Planktonologi: Plankton Sebagai Bio indikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Budiman, A. dan S.A.P. Dwiono. 1986. Ekologi Moluska Hutan Mangrove di Jailolo, Halmahera: Suatu Studi Perbandingan. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove di Denpasar, Bali: 121-128 Effendi, H. 2001. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Manajemen Sumberdaya Perairan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Kitamura, S. 1997. The Final Report on The Ecosystem Component of The Development of Sustainable Mangrove Management Project, Bali and Lombok, Republic of Indonesia. JICA. Bali. 242 hal. Nybakken, J.W 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: M. Eidman. D.G Bengen dan Koesoebiono, M. Hutomo dan Sukristijono. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 459 hal. Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3th Edition. W.B. Philadelphia: Saunders Co. 546 hal. Rangan, J. 1996. Struktur dan apologi Komunitas Gastropoda pada Zona Hutan Mangrove Perairan Kulu Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Bogor: Program Pasca Sarjana. IPB. 94 hal. Reksodiharjo, G,Y Irmawati dan D.S Moro. 1986. Pola Sebaran Moluska Suku Potamididae di Hutan Mangrove Legon Lentah, Pulau Panaitan . Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove di Denpasar, Bali: 137-139 Roberts. D., S. Soemodiharjo dan W. Kastoro. 1982. Shallow Water Marine Molluscs of North-West Java. Jakarta: LON LIPI. 28-31.

LAMPIRAN Nilai rata-rata Parameter Fisika-Kimia Hasil Pengamatan Tinggi Air Suhu Salinitas DO Stasiun pH (cm) (oC) (0/00) (ppm) 1 30 31 3,3 5,21 7,55 2 21 31 3,2 5,33 7,69 3 26,5 31 3,2 5,12 7,73 4 21,5 30 2,6 3,55 7,63 Kepadatan (ind/m2) Moluska No Jenis Organisme a. Kelas Gastropoda . 1. Famili Potamididae 1. Cerithidea cingulata 2. Terebralia sulcata 3. Telescopium telescopium 2. Famili Cerithiidae 1. Cerithium morus 2. Cerithium rubus 3. Cerithium serratum 4. Cerithium zebrum . 3. Famili Assimineidae Assiminea brevicula . 4. Famili Littorinidae 1. Littorina filosa 2. Littorina scabra . 5. Famili Neritidae 1. Neritina crepidularia . 6. Famili Nassariidae 1. Nassarius comptus b. Kelas Bivalvia . l. Famili Tellinidae Tellina sp St 1 17 1 0 3 3 1 0 1 0 1 0 0 St 2 7 1 1 1 4 1 0 1 0 1 0 0 St 3 9 0 0 2 2 0 1 4 1 1 0 1

Tekstur Substrat Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung St 4 6 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 Jumlah 39 2 1 7 9 3 1 7 1 3 1 1

1 28

1 18

1 22

1 11

4 79

You might also like