You are on page 1of 9

A. Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Pendidikan 1.

Pengertian Filsafat Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan

secara terminology. Secara etimologi, kata filsafat dalam bahasa Arab adalah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy, adapun dalam bahasa Yunani adalah philosophia. Kata philosophia ini terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya (Surajiyo, 2009:6).

Sutrisno dan Rita Hanafi (2007: 20) mengartikan cinta sebagai hasrat yang besar atau berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Sementara kebijaksanaan berarti kebanaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi fiilsafat diartikan sebagai hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Pengertian filsafat secara terminologi adalah arti dari filsafat menurut beberapa tokoh. Arti filsafat itu banyak sesuai dengan bagaimana orang memandang filsafat. Pengertian filsafat ini mulai dikenal sejak zaman Yunani kuno. Beberapa tokoh-tokoh filsafat Yunani kuno mengartikan filsafat sebagai berikut: Phytagoras mengatakan bahwa manusia adalah ukuran segala-galanya. Selanjutnya Socrates yang menyatakan bahwa manusia harus mencari kebenaran dan mengatakan kebenaran dengan cara berpikir dielektis. Sementara Plato yang merupakan murid Socrates mengatakan bahwa kebenaran hanya ada dalam ide yang bisa diselami dengan akal. pendapat selanjutnya yang muncul adalah pendapat yang dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran harus dicari melalui pengalaman panca indera. Pendapat dari Aristoteles ini dianggap sebagai peletak dasar empirisme. Defenisi yang lain dinyatakan oleh Pidarta (2007:76) yang pemikirannya didasarkan dari pendapat tokoh-tokoh filsafat Yunani kuno tersebut. Menurutnya, filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Lebih lanjut, Pidarta menjelaskan bahwa sesuatu yang dimaksud bisa berarti terbatas dan tidak terbatas. Terbatas, apabila membatasi diri akan hal tertentu dan tidak terbatas berarti membahas segala sesuatu yang ada di alam ini. Contoh filsafat yang terbatas adalah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, dan sebagainya. Pendapat yang lain mengenai arti filsafat adalah pendapat dari R.F Beerling (dalam Rapar, 1996) menyatakan bahwa filsafat adalah suatu

usaha untuk mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud juga akar pengetahuan tentang diri sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka filsafat secara terminologi dapat diartikan sebagai hasil pemikiran secara mendalam hingga ke akar-akarnya tentang sesuatu hal yang tujuannya adalah mencapai kebenaran yang hakiki. Sehubungan dengan filsafat, ciri-ciri berfikir filosofi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berpikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi 2. Berfikir secara sistematis 3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan 4. Menyeluruh. Secara garis besar manfaat filsafat adalah: 1. Sebagai dasar dalam bertindak 2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan 3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik 4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah Secara garis besar terdapat empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistemology, logika, dan etika. Penjelasan dari cabang-cabang filsafat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat di alam ini. Dalam kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu : a. Manusia pada hakekatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasi diri. Pandangan ini dianut oleh kaum Idealis, Scholastik, dan bebrapa Realis. b. Manusia adalah organisme materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis, Materialis, Eksperimentalis, Pragmatis, dan bebrapa realism. Pendidikan adalah untuk hidup, Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi menyenangkan. 2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, Ada lima sumber pengetahuan yaitu : a. b. c. Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi Common sense, yang ada pada adat dan tradisi. Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.

d. e.

Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman. Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.

3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Ddengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bias berpikir dan

mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar. 4. Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia, nilai, dan norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik. 2. Pengertian Ilmu dan Ilmu Pendidikan Menurut Jujun (dalam Pidarta, 2007:79) Suatu ilmu baru muncul setelah terjadi pengkajian dalam filsafat. Ilmu muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan dari beberapa orang ahli yang tidak puas dengan kebanaran dalam filsafat. Berawal dari tersebut maka para ahli tersebut mencari jalan tersendiri untuk menemukan kebenaran yang memuaskan mereka. Hasil dan upaya dari apa yang mereka itulah yang melahirkan ilmu. Jadi dengan demikian, Filsafat dalam hal ini disebut sebagai induk dari semua bidang ilmu. Ilmu lebih

mengungkapkan pada penemuan-penemuannya yang hanya berdasarkan pada apa yang ada di lapangan. Ilmu mengemukakan bahwa alam beserta isinya sebagaimana adanya, bebas dari norma-norma yang diciptakan oleh manusia. Persamaan antara filsafat dengan ilmu adalah memiliki objek yang sama. Objek yang sama itu adalah sesuatu yang ada dan mungkin ada. Sementara perbedaan yang terletak diantara keduanya adalah dari segi penyelidikannya. Objek penyelidikan ilmu hanya terbatas pada sesuatu yang bias diselidiki secara alamiah saja, jika sudah tidak dapat diselidiki lagi maka ilmu pengetahuan akan terhenti. Penyelidikan filsafat tidaklah demikian. Filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai ke akar-akarnya. Bahkan filsafat baru menampakkan hasil kerjanya manakala ilmu sudah terhenti penyelidikannya yakni ketika ilmu tidak mampu member jawaban atas masalah (Praja, 2003:18). Menurut Jujun (dalam Pidarta, 2007:80) proses perkembangan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat empiris ialah ilmu yang baru ditemukan di lapangan. Ilmu yang masih berdiri sendiri-sendiri, baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis. Pada tingkat ini wujud ini belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi penemuannya karena belum lengkap. 2. Tingkat penjelasan atau teoritis adalah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis. Dengan struktur ini ilmu-ilmu empiris masih terpisah-pisah itu dicari kaitannya satu dengan yang lain dan dijelaskan sifat kaitan itu. Dengan cara ini struktur berusaha mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola yang berarti. Untuk lebih memahami seperti apa itu ilmu, maka jauh lebih baik jika kita mengetahui defenisi dari ilmu. Menurut Harsojo (dalam sakwati, 2012) ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dari suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Anonim (2012) menyatakan bahwa ilmu adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka dituliskan, bahwa Ilmu adalah Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Kemudian Melalui defenisi tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa disimpulkan bahwa ilmu adalah bagian dari filsafat yang terdiri dari pengetahuan-pengetahuan yang membentuk suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lain yang kebenarannya dapat diuji secara empiris, riset, dan eksperimental. Pendidikan merupakan suatu bidang ilmu. Pendidikan ini lahir dari filsafat. Ilmu pendidikan ini muncul pada zaman nasionalisme dimana filsafat hidup manusia dikuasai oleh keinginan yang kuat untuk membentuk Negara sendiri. Ilmu pendidikan yang dibentuk ini berorientasi kepada kepentingan bangsa bangsa dan Negara sendiri. Banyak orang yang memberikan defenisi mengenai ilmu pendidikan. Anonim (2012) menjelaskan bahwa ilmu pendidikan terdiri dari dua kata yaitu ilmu dan pengetahuan. Ilmu

sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa ilmu adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistema mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental sedangkan pendidikan adalah suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, dan sebagai usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna. Atau juga bisa diartikan suatu usaha yang dilakukan orang dewasa dalam situasi pergaulan dengan anak-anak melalui proses perubahan yang dialami anak-anak dalam bentuk pembelajaran atau pelatihan dan perubahan itu meliputi pemikiran (kognitif), perasaan (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Dengan demikian ilmu pendidikan adalah suatu kumpulan pengetahuan atau konsep yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik atau suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna. Prof. Brodjonegoro (dalam Anonim, 2012) mengemukakan bahwa Ilmu Pendidikan adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti yang luas ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang timbul dalam praktik pendidikan. Defenisi ilmu pendidikan dapat disimpulkan dari pendapat di atas yaitu kumpulan pengetahuan-pengetahuan atau konsep yang berhubungan dengan pendidikan yang saling terkait satu sama lain secara sistematis dan bersifat ilmiah.

B. Filsafat Pendidikan Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraaan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti

apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan. Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai pemikiran filsafati-filsafati tentang

pendidikan. Filsafat pendidikan berkaitan dengan filsafat tentang proses pendidikan dan filsafat tentang disiplin ilmu pendidikan. Filsafat tentang proses pendidikan berkaitan dengan cita-cita, bentuk, metode, atau hasil dari proses pendidikan. Adapun filsafat tentang disiplin ilmu pendidikan bersifat multidisipliner dalam arti bersangkut paut dengan konsep-konsep, ide-ide, dan metode-metode disiplin ilmu pendidikan (Rapar, 1996:82). Menurut Bilal (2011) Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumatmaklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspekaspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara peraktis. Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai pemikiran secara mendalam dan teratur yang menjadikan filsafat sebagai dasar untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan prsoses pendidikan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Ada beberapa aliran filsafat yang mempengaruhi perkembangan filsafat sampai saat ini. Beberapa aliran yang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Filsafat analitik. Filsafat ini menganalisis serta menguraikan istilah-istilah dan konsepkonsep pendidikan seperti pengajaran, kemampuan, pendidikan, dan sebagainya. 2. Progresivisme yang berpendapat bahwa pendidikan bukan sekedar mentransfer pengetahuan kepada anak didik, melainkan melatih kemampuan dan keterampilan berpikir dengan memberi ransangan yang tepat kepada anak didik. 3. Eksistensialisme yang menyatakan bahwa yang menjadi tujuan utama pendidikan bukan agar anak didik dibantu mempelajari bagaimana menanggulangi masalah-masalah

eksistensial mereka. Para pendidik eksistensialis akan mengukur hasil pendidikan bukan semata-mata pada apa yang telah dipelajari dan dikembangkan oleh si anak didik, tetapi yang lebih penting adalah apa yang mampu mereka ketahui dan alami. 4. Rekonstruksionisme yang melihat bahwa pendidikan dan reformasi sosial itu sesungguhnya sama. Mereka memandang kurikulum sebagai problem-centered.

Maksud dari filsafat pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Zanti Arbi (dalam Pidarta, 2007: 86) adalah sebagai berikut: 1. Menginspirasikan. Yaitu memberi inspirasi kepada para pendidikan untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. 2. Menganalisis. Yang berarti memeriksa secara teliti bagian-bagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. 3. Mempreskriptifkan. Yang dimaksud dengan mempreskripsikan adalah upaya untuk menjelaskan dan memberi pengarahan kepada pendidik mengenai pendidikan. 4. Menginvestasi. Yaitu memeriksa atau meneliti kebenaran suatu teori pendidikan. makna dari

Uraian-uraian yang telah dipaparkan mengenai filsafat, ilmu, ilmu pendidikan, dan filsafat pendidikan dapat dikemukakan bahwa aspek filsafat sesungguhnya merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kinerja dan mutu pendidikan di suatu negara, meskipun bukan satu-satunya determinan. Di samping kajian filsafat mengenai eksistensi ilmu pendidikan, perumusan dan kejelasan filsafat pendidikan itu sendiri akan menentukan kebijakan dasar pendidikan, dan selanjutnya menentukan tingkat kemajuan dan perkembangan pendidikan nasional. Atas dasar itu ilmu dan aplikasi pendidikan secara komprehensif membahas berbagai aspek dan persoalan pendidikan teoritis/filosofis, pendidikan praktis, pendidikan disiplin ilmu, dan pendidikan lintas bidang, sangatlah tepat dan strategis. Sejumlah ahli mengungkapkan bahwa di tengah kecendrungan pragmatisme dalam dunia pendidikan, ilmu pendidikan merupakan ilmu yang cenderung kurang berkembang. Ilmu pendidikan bukan saja tidak memiliki daya pikat dan daya tarik yang kuat, tapi juga bersifat konservatif, statis, kurang menghiraukan aspirasi kemajuan, dan semakin terlepas dari konteks budaya masyarakat.

Ilmu pendidikan, dengan demikian dianggap mengalami reduksi dan involusi. Salah satu akar persoalannya, ilmu pendidikan dianggap tidak didukung oleh body of knowledge yang relevan dengan masyarakat Indonesia, serta tidak dibangun atas dasar pengetahuan yang relevan dengan perkembangan jiwa dan fisik anak-anak Indonesia. Pada sisi lain, falsafah yang mendasari ilmu pendidikan serta kebijakan dasar pendidikan secara umum, pada saat ini dihadapkan pada konteks masyarakat Indonesia yang sedang berubah, suatu masyaerakat reformasi transisional yang diharapkan menuju masyarakat yang sejahtera, berkeadilan, demokrasi, egaliter, menghargai kenyataan pluralitas masyarakat dan sumber daya, otonomi, dsbnya. Kenyataan ini merupakan tantangan baru di tengah keringnya ilmu pendidikan. Tantangan semacam itu, tentu perlu disikapi oleh para pakar pendidikan dengan upaya menemukan dan merumuskan parameter yang bersifat menyeluruh, untuk membangun ilmu pendidikan sebagai ilmu yang multidimensi baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis), maupun secara ilmiah. Dari segi ini, yang diinginkan adalah ilmu pendidikan yang berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilainilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu. Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan kultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan

anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap

You might also like