You are on page 1of 76

Ungkapan-ungkapan di atas mencerminkan, bahwa hakikat rumah balai adalah tempat melakukan kegiatan bermasyarakat dan kegiatan sosial,

termasuk tempat mengadakan musyawarah dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan di atas memberi petunjuk, bahwa rumah balai melambangkan falsafah hidup gotong royong, senasib sepenanggungan dan kesetiakawanan sosial pada masyarakat Melayu.

Balai Kerapatan Adat Siak Tampak dari Sungai

Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Rumah Ibadah
Yang dimaksud dengan rumah ibadah, adalah bangunan yang didirikan dan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan ibadah dan kegiatan lain yang berkaitan dengan keagamaan. Rumah ibadah yang dipakai untuk berjamaah sembahyang Jumat, sembahyang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha disebut masjid. Tempat pengajian dan sembahyang berjamaah selain sembahyang Jumat dan sembahyang Hari Raya disebut surau. Sedangkan madrasah adalah sekolah khusus untuk belajar agama Islam.

Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang (Dibangun Tahun 1832) Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Masjid Tuan Guru Syeh Abdurrahman Siddiq di Parit Hidayat, Sapat, Indragiri Hilir (Dibangun Tahun 1926)
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Masjid dan surau pada umumnya berbentuk bujur sangkar. Karena kebanyakan bangunan ini didirikan di atas tiang, maka dapat pula disebut sebagai bangunan panggung. Bentuk panggung dipilih agar bangunan tidak terendam oleh air atau dimasuki binatang ternak seperti ayam, kambing, atau binatang peliharaan lainnya. Selain itu, kepandaian membuat rumah panggung sudah turun-temurun, sehingga apapun bangunan yang didirikan, selalu memakai tiang. Hanya saja tiang rumah ibadah tidak setinggi tiang rumah kediaman.

Interior Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang

Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Rumah Penyimpanan
Yang dimaksud rumah penyimpanan adalah segala bangunan yang dipergunakan untuk tempat menyimpan benda-benda keperluan hidup. Bangunan ini antara lain tempat menyimpan padi yang disebut kepok padi atau rumah petak, dan tempat menyimpan benda-benda lainnya yang disebut rumah bangsal atau limbungan atau disebut juga pondok bagan. Di dalam ungkapan dikatakan: Yang disebut rumah penyimpanan Tempat menyimpan mana yang patut Menyimpan padi di rumah petak Menyimpan kayu di bangsal panjang Menyimpan bahan dalam Limbungan

BAGIAN-BAGIAN RUMAH MELAYU Atap


Bahan utama atap adalah daun nipah dan daun rumbia, tetapi pada perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Atap dari daun nipah atau rumbia dibuat dengan cara menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut bengkawan, biasanya dibuat dari nibung atau bambu. Pada bengkawan tersebut atap dilekatkan, dijalin dengan rotan, kulit bambu atau kulit pelepah rumbia. Jika atap dibuat dari satu lapis daun saja maka disebut kelarai, sedangkan jika terdiri atas dua lapis disebut mata ketam. Atap mata ketam lebih rapat, lebih tebal, dan lebih tahan dari atap kelarai. Isi perut rotan atau membuat liet bambu atau Sesudah beberapa waktu rotan yang lazim dipakai bambu dipakai sebagai penjalin atau disebut liet. Untuk rotan dilayuh dengan api, kemudian direndam ke dalam air. baru dibelah dan diambil isinya, dibuat seperti helai-helai sebagai anyaman.

Untuk memasang atap dipergunakan tali rotan, sedangkan untuk memasang perabung dipergunakan pasak yang terbuat dari nibung. Pekerjaan memasang atap disebut dengan menyangit.
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Rumah Melayu asli memiliki bubungan panjang sederhana dan tinggi. Ada kalanya terdapat bubungan panjang kembar. Pada pertemuan atap dibuat talang yang berguna untuk menampung air hujan. Pada kedua ujung perabung rumah induk dibuat agak terjungkit ke atas, dan pada bagian bawah bubungan atapnya melengkung, menambah seni kecantikan arsitektur rumah Melayu. Pada bagian belakang dapur bubungan atap dibuat lebih tinggi, berjungkit. Bagian ini disebut Gajah Minum atau Gajah Menyusu. Pada ujung rabung yang terjungkit diberi sekeping papan bertebuk sebagai hiasan, yang juga berfungsi sebagai penutup ujung kayu perabung. Selanjutnya pada bagian bawah, papan penutup rabung ini dibuat semacam lisplang berukir, memanjang menurun sampai ke bagian yang sejajar dengan tutup tiang.

Bubungan Atap Menjungkit (Gajah Minum)

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Lambang pada

Atap

Perabung memiliki bentuk lurus, sebagai lambang lurusnya hati orang Melayu. Sifat lurus itu haruslah dijunjung tinggi di atas kepala dan menjadi pakaian hidup. Dalam ungkapan dikatakan: Lurus perabung rumah Melayu Bagai damak baru diayuh Bagai direntang benang arang Lurusnya lurus bersifat Kalau malam dipeselimut Kalau tidur galang kepala Kalau berjalan menjadi tongkat Kalau mati menjadi kafan

Atap Kajang
Bentuk atap yang disebut Atap Kajang dikaitkan pula dengan fungsi kajang, yakni tempat berteduh dari hujan dan panas. Hendaknya sikap hidup orang Melayu dapat pula menjadi naungan bagi keluarga dan masyarakat.

Perpustakaan Islam di Bandar Seni Raja Ali Haji, Pekanbaru


lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Dalam ungkapan dikatakan: Adat kajang menahan hujan Adat kajang menyangga panas Adat yang patut ditiru salin Untuk pengungkung rumah tangga Untuk penaung kampung halaman

Atap Layar
Bentuk atap yang bertingkat disebut Atap layar, Ampar Labu, Atap Bersayap, atau Atap Bertinggam, mengandung makna tertentu pula: Tadahan angin atap layar Sampan laju pula terjangkau Tak ada gawai di laut Kabul niat dengan pinta Atap bertingkat ampar labu Dicarak melepas haus Dituntung pencuci tangan Dibenam kian berisi Menguak ke samping atap bersayap, Terbang menyisi-nyisi langit Membubung ke langit hijau Tak kan lekat getah di ranting Tak kan binasa jerat di tanah Berempang leher atap bertinggam Leher jenjang berterawang Tampak alam sekelilingnya

Bangunan Beratap Layar

Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Atap Lontik
Atap yang kedua ujung perabungnya melentik ke atas melambangkan bahwa pada awal dan akhir hidup manusia akan kembali kepada penciptanya, Allah Yang Maha Besar. Sedangkan lekukan pada pertengahan perabungnya melambangkan "Lembah kehidupan" yang kadang kala penuh dengan berbagai ragam cobaan:

Rumah Tradisional dengan Atap Lontik di Bandar Seni Raja Ali Haji, Pekanbaru

Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Atap Limas
Hingga saat ini belum diketahui apa makna lambang pada bentuk atap limas. Kemungkinan dahulu orang Melayu mengenal lambang pada bentuk ini, terutama yang berkaitan dengan kepercayaan dalam agama Hindu atau Budha, atau juga terpengaruh atap bangunan Eropa. Namun demikian, bentuk limas ini sudah menjadi salah satu bentuk bangunan tradisional Melayu, tersebar di banyak tempat, bahkan beberapa istana dan Balai Raja-raja Melayu mempergunakan bentuk limas ini.

Rumah Tradisional dengan Atap Limas di Bandar Seni Raja Ali Haji, Pekanbaru

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Selembayung
Selembayung yang disebut juga Sulo Bayung dan Tanduk Buang, adalah hiasan yang terletak bersilang pada kedua ujung perabung bangunan belah bubung dan rumah lontik. Pada bagian bawah adakalanya diberi pula hiasan tambahan seperti tombak terhunus, menyambung kedua ujung perabung. Hiasan tambahan ini disebut tombaktombak.

Selembayung, Hiasan Bersilang pada Kedua Ujung Pertemuan Atap Selembayung mengandung beberapa makna, antara lain ^ Tajuk Rumah: selembayung membangkitkan Seri dan Cahaya rumah. Dalam ungkapan disebutkan: Sepasang tajuk di ujung Sepasang tajuk di pangkal Tajuk pembangkit seri pelangi Membangkit cahaya di bumi Membangkit cahaya di langit Membangkit cahaya di laut Membangkit cahaya di rumah
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Pekasih Rumah: yakni sebagai lambang keserasian dalam kehidupan rumah tangga. Selembayung jantan sebelah kanan Selembanyung betina sebelah kiri Bagai balam dua selenggek Kalau mengukur balam jantan Angguk mengangguk balam betina Pasak Atap: yakni sebagai lambang sikap hidup yang tahu diri: Terpacak selembayung bubung Melayu Tegak pemasak atap rumah Bagai tangan tadah-tadahan Yang tahu kecil dirinya Yang tahu papa dengan kedana Yang tahu nasib dengan untungnya Yang bercakap di bawah-bawah Yang mandi di hilir-hilir Tangga Dewa: yakni sebagai lambang tempat turun para dewa, mambang, akuan, soko, keramat, dan sisi yang membawa keselamatan bagi manusia. Selembayung balai belian Tangga Dewa nama asalnya Tempat berpijak Deo mambang Tempat turun soko Akuan Tempat injakan Keramat Sidi Tempat melenggang Wali-wali Yang turun ke Balai puncak Yang turun ke bilik Dalam Yang turun ke tanah sekepal mula jadi
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Yang turun ke bumi selebar dulang Yang turun dari langit sekembang payung Dalam upacara Bedukun, selembayung yang terdapat pada "Balai Ancak"nya, mengandung makna yang mirip dengan Tangga Dewa. Selembayung dua kemuncak Ujungnya menyundak langit Kaki menyusur-nyusur atap Tempat turun nenek di gunung Tempat turun nenek di padang Tempat turun nenek bunian Tempat turun nenek bia sati Turunnya turun beradat Turun berpijak pada kemuncak turun ke Balai Deo Balai Ancak Ancak berisi panggang mondung Lengkap dengan nasi kunyitnya Di muka tempat pelesungan Di belakang beras berteh Di bawah lantai selari Di atas berselembayung Turun segala penunggu lawang Turun bermanis-manis muka Membawa Obat dengan penawar Membuang salah dengan silih Rumah Beradat: yakni sebagai tanda bahwa bangunan itu adalah tempat kediaman orang berbangsa, balai atau tempat kediaman orang patut-patut. Di mana tegak selembayung Di Balai tingkat bertingkat Di Istana beranjung tinggi
Rumah Melayu Tradisional I

Di rumah besar berbilik dalam Tempat berunding bermufakat Tempat bertitah raja berdaulat Tempat berpetuah datuk-datuk Tempat Dubalang kuat kuasa Tempat Penghulu pemangku adat Tempat orang nan patut-patut Tempat beradat berlembaga Kalau tingginya tampak jauh Kalau dekatnya tidak tergamak Tuah Rumah: yakni sebagai lambang bahwa bangunan itu mendatangkan tuah kepada pemiliknya. Yang bernama Sulo bayung bagi mengetam bulan naik Yang bernama Tanduk Baung bagi mengetam bulan turun Mengetam cahaya ke muka Menyimbah tuah ke rumah Mengetam cahaya ke kaki Menyimbah tuah mendaki Selembayung ini adalah selembayung yang bentuknya seperti bulan sabit atau tanduk kerbau. Lambang Keperkasaan dan Wibawa: selembayung yang dilengkapi dengan tombaktombak melambangkan keturunan dalam rumah tangga, sekaligus sebagai lambang keperkasaan dan wibawa pemiliknya. Dalam ungkapan dikatakan: Selembayung bertombak-tombak Untuk penunggu-nunggu rumah Untuk penyedap-nyedap hati
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Kan penahan balak dengan bala Kan penahan salah dengan silih Tombak-tombak ujung perabung Tak membilang-bilang lawan Tahan asak dan tahan banting Lambang Kasih Sayang: motif ukiran selembayung (daun-daun dan bunga) melambangkan perwujudan, tahu adat dan tahu diri, berlanjutnya keturunan serta serasi dalam keluarga. Jalin berjalin akar pakis lapis berlapis kelopak bunga Susun bersusun kuntum jadi Seluk berseluk dahan kayu Yang berjalan kasih sayang Yang berlapis panggilan gelar Yang bersusun gadis pingitan Yang berseluk sanak saudara

Sayap Layang-layang atau Sayap Layangan


Hiasan ini terdapat pada keempat sudut cucuran atap. Bentuknya hampir sama dengan selembayung. Setiap bangunan yang berselembayung haruslah memakai sayap layangan sebagai padanannya.

Sayap Layang pada Keempat Cucuran Atap


Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Letak sayap layang-layang pada keempat sudut cucuran atap merupakan lambang "empat" pintu hakiki sebagaimana disebut dalam ungkapan: Empat sudut cucuran atap Empat sayap layang-layangan Empat alam terkembang Empat pintu terbuka Pertama pintu rizki Kedua pintu hati Ketiga pintu budi Keempat pintu Ilahi Sayap layang-layang juga merupakan lambang kebebasan, sesuai dengan namanya. Dalam ungkapan disebutkan: Nan bernama sayap layangan Nan membubung ke langit tinggi Menengok alam sekelilingnya Di tebang tidak tertebang Di tebas jua jadinya Dihempas tidak terhempas Di lepas jua jadinya Tapi walaupun dilepas Di beri bertali panjang Hendak menyimpang tali di genjur Jadi, kebebasan yang tergambar dalam sayap layang-layang adalah kebebasan yang tahu batas dan tahu diri.

Lebah Bergantung
Hiasan yang terletak di bawah cucuran atap (lisplang) dan kadang-kadang di bagian bawah anak tangga disebut Lebah Bergantung atau Ombak-ombak. Ada beberapa
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

jenis lebah bergantung antara lain Kembang Jatun, Tampuk Manggis, Kuntum Setaman, Kelopak Empat, dan sebagainya. Hiasan ini melambangkan 'manis'nya kehidupan rumah tangga, rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri. Lambang ini berpijak pada motif sarang lebah yang tergantung di dahan kayu.

Lebah Bergantung Kembang Jatun

Lebah Bergantung Kuntum Setaman

Lebah Bergantung Kelopak Empat

Lebah Bergantung Tampuk Manggis

Berbagai Ragam Hias Lebah Bergantung

Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Dalam ungkapan disebut: Lebah bergantung di cucuran atap Di muka perpagar madu Di belakang pagar manisan Manisnya cucuran ke bilik dalam Manisnya rasa merasa Manisnya isap mengisap Sikap rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri diangkat dari sifat lebah yang memberikan madunya untuk kepentingan manusia. Dari ungkapan disebutkan: Kalau kumbang menyeri bunga manisnya ditelan diam-diam kalau lebah mengisap madu manisnya tumpah ke tangan orang Di daerah Riau, upacara mengambil madu lebah disebut menumbai. Lebah dipuja sebagai putri yang baik laku, yang mengorbankan madunya untuk manusia. Pohon Sialang tempat lebah bersarang dipuja pula sebagai Balai yang indah. Upacara ini sampai sekarang masih banyak dijumpai, terutama di Riau daratan.

Perabung
Hiasan yang terdapat pada perabung rumah adalah hiasan yang terletak di sepanjang perabung, disebut Kuda Berlari. Hiasan ini amat jarang dipergunakan. Lazimnya hanya dipergunakan pada perabung istana, Balai Kerajaan dan balai penguasa tertinggi wilayah tertentu. Hiasan ini mengandung beberapa lambang, antara lain: Lambang kekuasaan: yakni pemilik bangunan itu adalah penguasa tertinggi di wilayahnya. Kalau tampak kuda berlari Dari jauh mengangkat tangan
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Sudah dekat menjunjung duli Si situ tempat raja berdaulat Di situ berhimpun kuat kuasa Di situ adat diadakan Lambang lainnya terdapat pada bentuk dan nama ukirannya. Ukiran yang terdapat di tengah-tengah terlenggek-lenggek disebut Kunyit-kunyit atau Gombakgombak. Dalam ungkapan dikatakan: Yang di tengah kunyit-kunyit Yang tegak bergombak-gombak Di situ berhimpun segala tuah Di situ berkumpul segala daulat Yang dijunjung di atas kepala Yang memayung orang banyak Nama kunyit-kunyit berasal dari kunyit yakni sejenis umbi yang lazim dipergunakan sebagai bumbu dapur. Dalam kehidupan orang Melayu dipergunakan pula untuk pewarna nasi kunyit dan beras kunyit. Kegunaan lainnya yang penting adalah untuk obat tetemas atau keteguran. Sebab itulah hiasan kunyit-kunyit itu melambangkan tangkal atau penangkal bala. Dalam ungkapan disebut: Kunyit penangkal hantu setan Yang dipalit di tengah kening Tetemas di laut balik ke laut Keteguran di darat balik ke darat Pulang ke asal mula jadinya Pergi segala bala Pergi segala bala

Rumah Melayu Tradisional I

Ukiran lainnya yang berbentuk memanjang di atas perabung, dari kunyit-kunyit ke selembayung, disebut Ular-ular atau Awan Larat. Ular-ular pada umumnya memakai motif ular naga, tetapi ada pula motif akar-akaran. Penggunaan motif ular naga, kemungkinan ada kaitannya dengan arsitektur Cina. Awan larat memiliki motif akar, daun, dan bunga. Kedua bentuk motif diatas mengandung makna tertentu. Ular-ular sebagai lambang keperkasaan dan Awan Larat lambang "panjang umur" atau keabadian. Dalam ungkapan disebut: Membangun ular kuda berlari Membangun seri pelangi Membangun kuat dengan kuasa Membangun daulat dengan tuah. Awan Larat berjunjung tinggi Berangkat bersambung panjang Panjang tidak ada ujungnya Kalau genting tidak memutus Kalau patah tidak bercerai Kalau habis tidak memunah

Singap/Bidai
Singap disebut Teban layar, Ebek, atau Bidai. Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus berfungsi sebagai ventilasi. Pada bagian yang menjorok keluar diberi lantai yang disebut Teban Layar atau Lantai Alang Buang atau disebut juga Undan-undan. Bidai lazimnya dibuat dalam tiga bentuk, yakni bidai satu, bidai dua dan bidai tiga. Setiap nama itu mempunyai lambang tertentu. Bidai satu. adalah bidai rata. Bangunan dengan bidai satu ini adalah bangunan umum, yang dapat dibuat oleh siapa saja.

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Salah Satu Tipe Rumah Adat Melayu hewan yang sangat kecil saja mampu membangun "rumah" kediaman, maka mustahillah manusia tidak mampu mendirikan rumah kediamannya. Orang tua-tua mengatakan: "kalau manusia tidak berumah, seperti beruk buta di dalam rimba". Ungkapan ini bagi orang Melayu sangat memalukan, bukan saja bagi pribadinya, tetapi juga bagi keluarga dan kaum kerabatnya. Orang Melayu juga mendambakan rumah kediaman yang baik dan sempurna, yaitu yang bangunan fisiknya memenuhi ketentuan adat dan keperluan penghuninya, sedangkan dari sisi spiritualnya rumah itu dapat mendatangkan kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian, dan ketenteraman. Hal ini menjadikan rumah mustahak dibangun dengan berbagai pertimbangan yang cermat, dengan memperhatikan lambang-lambang yang merupakan refleksi nilai budaya masyarakat pendukungnya. Dengan cara demikian diyakini sebuah rumah akan benar-benar dapat memberikan kesejahteraan lahir dan batin, bagi penghuni rumah dan bagi masyarakat sekitarnya. Lambang-lambang yang berkaitan dengan bangunan tradisional Melayu bukan saja terdapat pada bagian-bagian bangunan, tetapi juga dalam bentuk berbagai upacara, bahan bangunan dan n a m a - n a m a n y a , serta letak sebuah bangunan. Bangunan tradisional Melayu adalah suatu bangunan yang utuh, yang dapat dijadikan tempat
Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Bidai satu bidai selapis Yang dipakai orang banyak Kecilnya tidak bernama Besarnya tidak bergelar

Ukiran Dasar Bidai Susun Satu Bidai Dua. adalah bidai dua tingkat. Pada setiap tingkat diberi lantai yang disebut Lantai Buang atau Teban Layar dan Undan-undan. Bangunan ini melambangkan bahwa pemilik bangunan itu adalah orang berbangsa atau orang patut-patut.

Kalau bidai bertingkat dua Dua lapis lantai buangnya Dua kaum penghuninya Pertama orang berbangsa Kedua orang patut-patut Orang berasal dan berusul Orang beradat berlembaga

Ukiran Dasar Bidai Susun Dua Rumah Melayu Tradisional

Bidai Tiga: adalah bidai tiga tingkat. Bangunan ini khusus untuk istana, balai kerajaan, balai adat, atau kediaman Datuk-datuk dan orang besar kerajaan. Rumah besar berumah kecil Bagai kayu beranak laras Tiga tingkat bidai di kanan Tempat beradu raja berdaulat Tempat titah diturunkan Tempat runding diselesaikan Tempat perkara diputuskan Tempat Datuk pemegang adat Tempat Penghulu beraneka

Ukiran pada Bidai Susun Tiga


lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Tiang
Bangunan tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau bersegi. Sanding tiang yang bersegi diketam dengan ketam khusus yang disebut kumai. Sanding tiang adalah sudut segi-segi tiang. Di antara tiang-tiang itu terdapat tiang utama, yang disebut Tiang Tua dan Tiang Seri. Tiang Seri adalah Tiangtiang yang terdapat pada keempat sudut rumah induk, merupakan tiang pokok rumah tersebut. Tiang ini tidak boleh bersambung, harus utuh dari tanah sampai ke tutup tiang. Sedangkan tiang yang terletak di antara tiang seri pada bagian depan rumah, disebut Tiang Penghulu. Jumlah tiang rumah induk paling banyak 24 buah, sedangkan tiang untuk bagian bangunan lainnya tidaklah ditentukan jumlahnya. Pada rumah bertiang 24, tiang-tiang itu didirikan dalam 6 baris, masing-masing baris 4 buah tiang, termasuk tiang seri. Jika keadaan tanah tempat rumah itu didirikan lembek atau rumah itu terletak di pinggir laut, maka tiang-tiang itu ditambah dengan tiang yang berukuran lebih kecil. Tiang tambahan itu disebut Tiang Tongkat. Tiang Tongkat biasanya hanya sampai ke rasuk atau gelagar. Untuk menjaga supaya rumah tidak miring, dipasang tiang pembantu sebagai penopang ke dinding atau ke tiang lainnya. Tiang ini disebut Sulai. Bahan untuk Tiang Seri haruslah kayu pilihan, biasanya teras kayu Kulim, Naling, Resak, dan Tembesu. Untuk Tiang Tongkat atau Sulai cukup mempergunakan kayu biasa. Tiang-tiang lainnya mempergunakan kayu keras dan tahan lama. Bila di daerah itu kayu sukar dicari, maka nibung (kayu dari pohon kelapa) dipergunakan sebagai Tiang Tongkat atau Sulai. Tetapi nibung tidak dapat dipergunakan untuk Tiang Seri atau tiang-tiang lainnya. Ukuran maksimum dan minimum sebuah tiang tidak ditentukan. Ukuran ini bergantung kepada besar atau kecilnya rumah. Semakin besar rumahnya, besar pula tiang-tiangnya. Tiang yang kelihatan di bagian dalam rumah selalu diberi hiasan berupa ukiran. Untuk pemilik rumah yang mampu, seluruh tiangnya dibuat persegi. Tetapi bagi yang kurang mampu, tidak seluruh tiang persegi melainkan hanya tiang seri atau beberapa tiang lainnya, atau bahkan semuanya bulat.
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Tiang Berjajar pada Pintu Masuk Kantor Bupati Kabupaten Pelalawan

Lambang-lambang pada

Tiang

Tiang Tua : adalah tiang utama yang terletak di sebelah kanan dan kiri pintu tengah, atau tiang yang terletak di tengah bangunan yang pertama kali ditegakkan. Dalam ungkapan, tiang tua ini melambangkan tua rumah, yakni pimpinan di dalam bangunan itu, pimpinan di dalam keluarga dan masyarakat. Yang disebut tiang tua Tua umur tua marwahnya Tua sebagai pucuk rumah Tua menjadi ikatan kaum Tua tanda rumah beradat Kalau serai ada rumpunnya Kalau ayam ada induknya Kalau rumah ada tuanya Tua terletak di tiang tua
160 Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Tiang Seri: adalah tiang yang terletak di keempat sudut bangunan induk, dan tidak boleh bersambung dari tanah terus ke atas. Tiang Seri melambangkan Datuk Berempat atau "induk berempat", serta melambangkan empat penjuru mata angin. Di dalam ungkapan dikatakan: Apa tanda rumah beradat Di sana tertegak tiang yang empat Empat cahaya di langit Empat cahaya di bumi Empat penjuru alamnya Tempat dinding bertemu kasih Tempat belebat bergalang ujung Tempat adat didirikan Tempat lembaga ditegakkan Bila tertegak tiang yang empat Tiang Seri mengandung adat Tanda Empat sahabat nabi Tanda Empat alam ditunggui Tanda Empat datuk negeri Tanda Empat asal mula jadi Tiang Penghulu : adalah tiang yang terletak di antara pintu muka dengan tiang seri di sudut kanan muka bangunan. Tiang ini melambangkan bahwa rumah itu didirikan menurut ketentuan adat istiadat, dan sekaligus melambangkan bahwa kehidupan didalam keluarga wajib disokong oleh anggota keluarga lainnya. Kalau terdiri Tiang Penghulu Di sana adat dilabuhkan
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Di sana lembaga dituangkan Tanda hidup bertolongan Tanda senasib sepenanggungan Tiang Penghulu bertiang panjang Lurusnya bagaikan alif Yang menahan beban rumah Yang memikul beban atap Yang menyangga berat dinding Beban hutang kepada umat Beban hutang kepada Allah Beban hidup kepada keluarga Beban bersama orang ramai Tiang Tengah: ialah tiang yang terletak di antara tiang-tiang lainnya, terdapat di antara tiang seri dan tiang tua. Dalam ungkapan dikatakan: Kalau berdiri tiang tengah Berdiri adil dengan benarnya Duduk di tengah dengan timbangan Tegak di tengah dengan takaran Menimbang menurut adilnya Menyukat menurut benarnya Tiang Bujang : ialah tiang yang dibuat khusus di bagian tengah bangunan induk, tidak bersambung dari lantai sampai ke loteng atau alangnya. Tiang ini melambangkan kaum kerabat dan anak istri. Di dalam ungkapan dikatakan: Bila terdiri tiang bujang Tanda berkembang sanak saudara Tanda berbiak anak cucunya Di situ adat diletakkan Di situ tunjuk ajar diberikan Di situ kasih disampaikan
Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Tiang dua belas : ialah tiang gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah, 2 buah tiang tua, 1 buah tiang penghulu, dan 1 buah tiang bujang. Tegak rumah dengan tiangnya Tiang tua dengan tiangnya Tiang penghulu dan tiang bujang Tiang tengah ragam beragam Disebut tiang dua belas Dua belas tuahnya naik Dua belas pusaka turun Tongkat menjadi penumpu rumah Sulai menjadi penjaga rumah Bunga menjadi tuah rumah Gantung menjadi perias rumah Tiang nan banyak penjaga tua Kalau tertegak tiang bulat Bulat tertuang dalam mufakat Bulat tercurah dalam pembuluh Bulat Ucap dengan kata Bulat niat dengan hajat Bulat hati bulat pikiran Bulat seperti bulan penuh Kalau tiang bersegi empat Empat alam dikandungnya Empat pintu ditunggunya Kalau tiang bersegi lima Lima hukum dikandungnya Lima rukun di dalamnya Kalau tiang bersegi enam Enam rukun di dalamnya Enam iman diyakininya Kalau tiang bersegi tujuh Tujuh lapis petala langit Tujuh lapis petala bumi
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Susun Sirih adalah cara pemasangan seperti memasang atap rumah, yakni papan yang berada di bagian atas menindih sebagian papan yang ada di bawahnya. Pada umumnya dinding Susun Sirih tidak diketam, karena biasanya dinding ini tidak permanen. Pemiliknya akan berusaha menggantinya dengan dinding Tindih Kasih atau Pian. Pemasangannya tidak vertikal, tetapi horizontal. Pada umumnya dinding terbuat dari kayu meranti, punak, medang, atau kulim. Tetapi untuk dinding telo atau dapur, ada kalanya dipergunakan kulit kayu meranti, pelepah rumbia, atau bambu. Papan dinding umumnya berukuran tebal 25 cm, lebar 1520 cm, sedangkan panjangnya bergantung kepada tinggi jenjang.

Hiasan

dan

Perlambang pada

Dinding

Makna dinding selalu dikaitkan dengan sopan santun, yakni sebagai batas kesopanan. Dalam ungkapan disebutkan: Kalau rumah tidak berdinding Angin lalu tempias lalu Bagai tepian tengah malam Siapa pelak siapa mandi Siapa haus siapa minum Dinding disusun apit mengapit Dinding dipasang tindih menindih yang mengapit malu di rumah Yang menindih aib di bawah
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Dinding Lidah Pian dengan Ikat Pinggang Penutup Papan Lantai Lambang lain terdapat pada papan pertemuan dinding yang disebut pengepih, dan pada lis-lis dinding yang disebut tekop. Dalam ungkapan disebut: Pengepih penuntun retak Tekop penutup lubang Tak terbuka retak di rumah Tak terbakar lubang di bilik Yang retak dilapisi Yang lubang dikunci mati
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Hiasan lain yang terdapat pada bagian bawah dinding adalah hiasan Gando Ari, yaitu hiasan sepanjang kaki dinding muka dan belakang rumah lontik. Hiasan ini melambangkan: a. Bentuk seperti lancang atau pelancang, melambangkan sikap hidup orang Melayu yang bersebati dengan laut. Makna lain adalah gambaran manusia yang menjalani hidup di dunia seperti perahu layar. Sebab itulah bangunan ini disebut Rumah Lancang atau Rumah Pencalang. Hiasan Sepanjang Kaki Dinding Kaki dinding Lancang mengambang Lancang memupuk laut luas Nan Bertenggek di puncang ombak Nan menukik-nukik ke pusaran arus Kalau di lambung-lambung gelombang Ke atas tercium anyir langit Ke bawah tampak Kerak Bumi Itu tanda hidup di Dunia b. Motif ukiran berbentuk daun, bunga, kuntum, dan akar-akaran, sebagai lambang kehidupan manusia dengan alam sekitarnya, sekaligus lambang kemakmuran dan kesuburan. Jalin berjalin akar di rimba Berselang tindih daun kayu Kuntum berangkai dengan bunga Di situ tempat orang menumpang Di situ benih ditaburkan Di situ letak dilepaskan

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

r diaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat beradat berketurunan, tempat :---indung siapa saja yang memerlukannya. Hal itu tergambar dari sebuah ungkapan tradisional di Riau yang berbunyi: Yang bertiang dan bertangga Beratap penampung hujan penyanggah panas Berdinding penghambat angin dan tempias Berselasar dan berpelantar
Rumah Melayu Tradisional I

Dinding rumah dibuat dari papan yang dipasang vertikal dan dijepit dengan kayu penutup (dinding kembung). Kira-kira 20 cm di bawah tutup tiang biasanya dibuat lubang angin. Pada lubang angin ini diberi hiasan dengan tebukan. Makin tinggi nilai tebukan ini, makin tinggilah martabat serta makin terpandang si empunya rumah. Anggai terdapat pada dinding dapur, dibuat berbentuk para-para kecil, menonjol keluar dinding dan terletak di bawah atap. Pada anggai ini dipisahkan tempat untuk meletakkan piring, mangkuk, periuk, dan alat-alat dapur lainnya. Nama lain untuk anggai adalah selang pinggan. Selain itu terdapat pula anggai tikar, tempat menyimpan tikar yang terdapat pada serambi belakang. Selang luar, jambur dan peranginan, beranda, dan anjungan tidak ditutup dengan dinding, tetapi cukup dibatasi dengan kisi-kisi setinggi tiga kaki.

Gando Ari, Hiasan Sepanjang Kaki Dinding Rumah Lontik

Rumah Melayu Tradisional

SUSUNAN RUANGAN
Susunan ruangan pada rumah Melayu tradisional pada umumnya dapat dilihat pada denah di bawah.

Keterangan: 1. Selang depan 2. Serambi depan 3. Rumah induk 4. Selang samping 5. Serambi belakang 6. Dapur 7. Lantai selang 8. Guci tempat air

Denah Lantai Ruangan Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Selang Depan. Ruang ini merupakan tempat untuk meletakkan barang yang tidak perlu dibawa ke dalam rumah, dan merupakan bagian depan yang terendah. Di samping anak tangga yang berjumlah tiga buah untuk naik ke selang depan, biasanya ditempatkan sebuah guci berisi air untuk mencuci kaki. Serambi Depan. Letaknya lebih tinggi satu kaki dari selang depan. Untuk sampai ke ruangan ini, orang harus menaiki beberapa anak tangga yang berjumlah ganjil. Pada serambi depan biasanya tidak dijumpai kursi ataupun meja, hanya tikar atau permadani yang terbentang. Ruang ini memiliki banyak jendela setinggi bahu orang duduk. Dari jendela orang yang sedang duduk di lantai ruangan dapat melihat ke halaman. Ruang Induk. Ruang di belakang serambi depan adalah serambi tengah atau ruang rumah induk. Lantainya lebih tinggi 30 cm dari serambi depan. Pada zaman dahulu antara serambi depan dan rumah induk tidak dibatasi dinding, tetapi karena perkembangan zaman, maka sekarang terdapat dinding pemisah antara ruang serambi depan dan rumah induk. Pada ruang induk ini terdapat tangga menuju ke loteng atau tempat tidur anak gadis. Jendela-jendela di ruang ini serupa dengan serambi depan, letak daunnya setinggi bahu orang yang duduk di lantai dan dihiasi dengan terawang ukiran Melayu. Serambi Belakang. Pada sisi kanan rumah, terdapat selang samping yang mirip bentuknya dengan selang depan. Juga terdapat guci berisi air di dekat kaki tangga naik. Anak tangga menuju ruang ini berjumlah ganjil. Dari selang samping ini dengan melalui beberapa anak tangga berjumlah ganjil orang sampai ke serambi belakang. Letaknya di belakang rumah induk dan tingginya sama dengan serambi depan. Keadaan di ruang ini sama dengan ruang serambi depan. Ruang Dapur dan Lantai Selang. Dari serambi belakang melalui sebuah pintu sampailah ke ruang dapur dengan menuruni anak tangga berjumlah ganjil. Jadi, lantai dapur lebih rendah dari serambi belakang dan serambi depan. Pada dinding dapur dibuat selangan -pinggan, tempat meletakkan piring dan mangkuk yang telah dicuci. Di samping dapur, terdapat suatu tempat tidak beratap yang disebut lantai selang. Susunan lantai selang dibuat jarang, dan untuk sampai ke tanah orang harus menuruni lagi beberapa anak tangga berjumlah ganjil. Di dekat kaki tangga terdapat guci tempat menyimpan air untuk pencuci kaki.
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

wanita. Rumah tradisional Melayu yang berbentuk rumah panggung selain untuk menjaga keselamatan penghuni dari ancaman binatang buas, juga dimaksudkan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan pemilik rumah. Banyaknya jendela dan lubang angin menjamin kesegaran dan kenyamanan orang yang menempati rumah. Rumah serta letak jendela dan pintu yang tinggi membuat kedatangan tamu ataupun ancaman telah tampak dari jauh, sehingga persiapan penyambutan dapat dilakukan dengan baik.

RAGAM HIAS

Hiasan yang menstilir tumbuh-tumbuhan amat banyak dipergunakan. Motif tumbuh-tumbuhan hampir menguasai setiap bentuk hiasan yang dibuat. Namun secara umum, berbagai ragam ukiran itu dimasukkan ke dalam tiga kelompok induk yang menjadi dasar ukiran, yaitu kelompok Kaluk Pakis, kelompok Bunga-bungaan, dan kelompok Pucuk Rebung.

Kelompok

Kaluk

Pakis

Ukiran kaluk pakis biasanya ditempatkan pada bidang memanjang, seperti pada papan tutup kaki dinding, daun pintu, ambang pintu, lis dinding, tiang, dan lis ventilasi. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah semua bentuk bermotif daun-daunan dan akar-akaran.

Ukiran Motif Dasar Kaluk Pakis


Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Yang memakai motif daun-daunan adalah: a. Daun Susun : yakni segala bentuk daun baik bergerigi atau tidak, panjang atau pendek. Daun susun berarti daun yang disusun bertindihan, sambungmenyambung atau sejajar tegak lurus. Dalam variasinya, daun-daun dapat diberi garis-garis penghubung berbentuk lengkungan atau spiral. Daun Tunggal: yaitu daun sehelai yang tidak bersambung, bertindihan atau berjejer dengan daun lain. Variasinya diletakkan pada keliling daun, berupa garis lengkung atau spiral. Daun Bersanggit: yaitu ukiran bermotif daun yang bersanggit (bertemu) antara ujung yang satu dengan ujung daun yang lain. Variasinya sama seperti pada ukiran daun lainnya. Akar Pakis: yaitu bentuk ukiran yang mempergunakan garis lengkung lemas dan pada setiap ujung ukiran berbentuk spiral. Akar Rotan: yaitu ukiran dengan mempergunakan garis lengkung lemas juga tetapi setiap ujungnya tidak diberi lingkaran spiral. Akar Tunjang: bentuk ukiran dengan garis lemas, dan biasanya gabungan antara ukiran akar pakis dengan ukiran akar rotan.

b.

c.

Yang memakai motif akar-akaran adalah: a. b. c.

Makna Pada Ukiran


Ukiran daun susun: melambangkan kasih sayang antara sepasang suami istri, kerukunan rumah tangga dan keluarga. Ukiran daun tunggal: melambangkan kepribadian yang kuat, tetapi kekuatan itu baru dapat dimanfaatkan dan berguna kalau dilengkapi dengan ilmu pengetahuan. Garis-garis variasinya melukiskan liku-liku kehidupan dalam masyarakat. Lengkungan ke atas melambangkan kejayaan dan lengkungan ke bawah melukiskan kemelaratan. Sedangkan garis-garis datar melambangkan kehidupan yang wajar. Ukiran daun bersanggit: melambangkan kehidupan bermasyarakat. Keakraban dan persaudaraan hendaknya dijalin dengan sungguh-sungguh antara semua pihak, sehingga melahirkan keharmonisan dalam kehidupan.
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Ukiran akar pakis: melambangkan kehidupan yang akhirnya kembali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Seru Sekalian Alam. Lingkaran-lingkaran berbentuk spiral pada ujung setiap ukiran mencerminkan lingkaran dalam berbagai tingkat "alam", yakni alam dunia, alam akhirat dan alam akhir setelah nasib manusia ditentukan di Yaumil Mahsyar (surga atau neraka). Oleh karena itu lingkaran berbentuk spiral setidak-tidaknya dibuat tiga buah. Jika dibuat lebih, tidak menjadi masalah, asal jumlahnya ganjil. Ukiran akar rotan: melambangkan kehidupan yang harus dapat berkembang. Rotan, walaupun batangnya kecil tetapi liat dan kuat, sehingga dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Pucuknya akan terus memanjang ke atas, bahkan melampaui pucuk-pucuk kayu rimba. Oleh karena itu walaupun manusia pada lahirnya lemah, tetapi memiliki berbagai kelebihan dari alam, sehingga harus dapat hidup dan berkembang serta memberi manfaat kepada alam sekitarnya. Ukiran akar tunjang: melambangkan tempat berpijak, yakni dasar hidup manusia. Setiap manusia harus menyadari, bahwa dalam menjalani hidup hendaknya sesuai menurut adat, agama dan kepercayaan yang dianutnya. Betapapun kaya raya dan tinggi martabatnya dalam masyarakat, namun kesemuanya itu baru bermanfaat dan berguna bagi sesamanya apabila ia berpijak atas landasan dasar yang benar dan kuat. Selain motif daun-daunan dan akar-akaran di atas, yang termasuk ke dalam kelompok kaluk pakis adalah Genting Tak Putus dan Lilit Kangkung. Genting Tak Putus merupakan lengkung yang berlilit-lilit ke kanan dan ke kiri, kait-mengait dengan variasi daun yang disesuaikan dengan tempatnya berada. Ada kalanya lilitan daun digabung dengan bentuk-bentuk fauna seperti burung ataupun ikan. Makna yang terkandung dalam ragam hias genting tak putus adalah bahwa sesusah-susahnya manusia menjalani hidup, tidak akan sampai habis sama sekali. Ragam Hias Genting Tak Putus
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Genting Tak Putus ditempatkan pada lubang bawah bagian dalam. Yang dimaksud dengan lubang bawah bagian dalam adalah batas antara serambi tengah dengan ruang kamar, dibatasi oleh dinding sebagai penyekatnya. Pada bagian atas dinding penyekat ini ditempatkan papan yang diberi ukiran terawang, dapat berbentuk segi tiga ataupun segi empat, sesuai dengan bentuk konstruksi atap rumah. Ragam hias ini berfungsi sebagai ventilasi pada bagian dalam. Lilit Kangkung merupakan hiasan yang memanjang mengikuti garis-garis lurus, meliuk ke kanan atau ke kiri dengan berbagai variasi, sehingga mengesankan menjunjung bagi arah yang tegak dan melebar bagi arah horizontal. Ragam hias Lilit Kangkung banyak ditempatkan pada tiang atau sebagai lis dinding rumah. Ragam hias Lilit Kangkung memiliki makna semangat yang tak kunjung padam, maju terus walaupun mendapat halangan, namun tujuan disesuaikan dengan kondisi waktu itu.

Ragam Hias Lilit Kangkung

Kelompok

Bunga-bungaan

Bunga Tunggal
a. Bunga Kundur: motif ini diambil dari bentuk bunga kundur (sejenis sayuran). Bentuk asli bunga kundur tidak jauh berbeda dari bentuk motifnya.
Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

b.

Bunga Melati: motif ini diambil dari bunga melati. Bentuk motif sama seperti bentuk bunga melati.

Motif Bunga Melati 2

Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

c.

Bunga Manggis: disebut juga tampuk manggis. Bentuk motif ini sama seperti bentuk kelopak tampuk manggis dan bunga yang ada di bagian bawah buah manggis.

Motif Bunga Manggis d. Bunga Cengkih: bentuk motif sama seperti bunga cengkih.

Motif Bunga Cengkih e. Bunga Melur: bentuk motif sama seperti bunga melur.

Motif Bunga Melur


lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

f.

Bunga Cina: disebut juga bunga Susun Kelapa. Bunganya berkelopak seperti bunga melati, berwarna putih.

Motif Bunga Cina

g.

Bunga Hutan: motif ini menggambarkan segala bentuk bunga, baik yang ada dalam kenyataan, maupun tidak. Biasanya bentuk ini adalah gabungan dari berbagai bentuk kelopak bunga yang disusun menjadi satu bunga, (misalnya: pada bagian bawahnya berkelopak runcing, bagian atasnya berkelopak bulat dan sebagainya).

Motif Bunga Hutan

Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Rumah ada adatnya Tepian ada bahasanya Jalan bersetabik Cakap bersetina Duduk berbatuh Makan berkatab

Salah Satu Tipe Rumah Tradisional Melaka Rumah Melayu Tradisional

Arti Simbolik
Bunga Kundur: melambangkan ketabahan dalam hidup. Bunga kundur berukuran kecil, berwarna kuning dan selalu kelihatan di dalam semak. Dalam masyarakat Melayu Riau bunga kundur selalu ditanam di ladang. Bunganya akan kelihatan di sela-sela padi. Buah kundur selain dimasak sebagai sayur, juga dipergunakan untuk obat panas. Daging buah itu diparut, diremas di dalam air dan dijadikan kompres bagi si sakit. Bunga Melati dan Bunga Melur, melambangkan kesucian. Kedua jenis bunga ini selalu dipergunakan di dalam berbagai upacara sebagai alat upacara. Bunga Manggis dan Bunga Cengkih; melambangkan kemegahan. Bunga Cina; melambangkan keikhlasan hati. Bunga Hutan, melambangkan keanekaragaman dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat banyak ragam manusia, dan banyak pula tingkatan sosialnya.

Bunga Rangkai a. Bunga Matahari


Ragam hias Bunga Matahari berbentuk setangkai bunga matahari yang dikelilingi secara simetris dengan sulur daun-daunan. Di sebelah kanan-kiri diberi hiasan bunga lengkap dengan vasnya. Pada bagian atas terdapat sederetan susunan bunga matahari

Ragam Hias Bunga Matahari


lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

tanpa daun. Ragam hias Bunga Matahari tidak memiliki arti khusus, hanya berfungsi sebagai lubang angin (ventilasi) dan menambah keindahan rumah saja. Walaupun demikian ada juga sebagian orang yang berpendapat bahwa hiasan ini bermakna ketenteraman dan kerukunan pemilik rumah, serta memberi berkah dan rasa nyaman bagi penghuninya. Ukiran Bunga Matahari ditempatkan pada singap dalam, yaitu penyekat bagian atas antara ruang induk dengan ruang belakang atau ruang depan. Bagian bawah antara ruang induk (serambi tengah) dan ruang belakang tidak dibatasi oleh dinding penyekat. Ruangan ini seolah-olah merupakan suatu ruangan besar, dan hanya singap dalam inilah yang membedakan ruang tengah dengan ruang belakang.

b. Tampuk Pinang
Ragam hias Tampuk Pinang merupakan susunan tampuk pinang. Satu dengan lainnya saling berkaitan dan berhubungan, sehingga mengingatkan pada bentuk tegel. Ragam hias ini dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan tempat yang tersedia. Ragam hias tampuk pinang diletakkan pada singap dalam.

Ragam Hias Tampuk Pinang


Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

c. Roda Bunga
Ragam hias Roda Bunga berbentuk setengah lingkaran, yang mengingatkan pada bentuk setengah roda dengan hiasan jarijarinya dibuat dari tangkupan bunga. Pada bagian atas di sudut kanan dan kiri diisi dengan hiasan berbentuk mahkota dari sulursulur daun dan bunga. Kesemuanya ini dibingkai dengan bentuk empat persegi. Ragam hias roda bunga berarti ketenteraman bagi pemilik rumah.

Ragam Hias Roda Bunga

Kelompok

Pucuk

Rebung

Pucuk Rebung berbentuk segitiga dengan garis-garis lengkung dan lurus di dalamnya. Pada umumnya di dalam segitiga tersebut terdapat satu garis tegak lurus

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Beberapa Motif Pucuk Rebung yang dirangkai dengan ranting (garis-garis) melengkung ke kiri dan ke kanan. Garisgaris lengkung inilah yang membentuk pola ukiran pucuk rebung. Motif ini diambil dari pucuk bambu yang baru tumbuh. Sulo Lalang, bentuknya sama dengan pucuk rebung, tetapi segitiganya tidak sama kaki. Dalam sebuah ukiran sulo lalang, terdapat beberapa segitiga yang disusun berlenggek (bertindihan satu dengan yang lainnya) semakin ke atas semakin kecil. Nama kedua ukiran di atas sesuai dengan motif dasarnya, yang diambil dari bentuk rebung bambu dan cula lalang, yang runcing ke atas. Ukiran ini melambangkan kesuburan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Dalam hal pemilihan warna, tidak ada ketentuan khusus yang harus diikuti. Umumnya dipakai warna-warna primer, tetapi lazim pula dipakai warna hijau untuk daun. Putih, kuning, merah, atau warna emas untuk kelompok bunga. Hijau dan biru untuk tangkainya. Warna hitam jarang dipakai. Dalam tata hidup tradisional, warna kuning hanya boleh dipakai oleh golongan bangsawan. Ukiran dibuat dengan pahatan timbul, cekung, tembus, atau dengan cat. Sebelum ukiran dibuat di atas kayu atau bahan lainnya, terlebih dahulu dibuat "mal"nya dengan pensil atau arang dapur. Untuk bahan ukiran kayu, dipilih kayu yang keras atau liat, yakni kayu kemuning, surian, tembesu, dan cempedak. Bahan lainnya adalah logam atau tempurung. Pengrajin yang belum mahir biasanya terlebih dahulu membuat ukiran percobaan pada kayu pulai. Setelah sesuai dan kelihatan bagus, barulah ia mulai mengukir di atas bahan sesungguhnya.
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Ukiran pucuk rebung ditempatkan di bagian bawah tiang yang tampak di dalam rumah, serta untuk hiasan pinggir ukiran lainnya. Bila ditambah variasi tertentu dengan sedikit mengubah bentuk segitiga bidang dasarnya sehingga mirip separuh lengkungan, dapat pula dipergunakan sebagai hiasan lisplang.

Di daerah Riau tidak banyak ragam hias yang memakai motif hewan. Pada beberapa bentuk hiasan yang mempergunakan hewan sebagai motifnya, penggambaran detail dari hewan distilir (disamarkan). Misalnya ukiran Semut Beriring, disebut demikian karena bentuknya mirip semut yang berjalan beriringan. Ukiran Itik Sekawan, dinamakan demikian karena bentuknya mirip itik berjalan berkawan-kawan. Demikian pula, nama ukiran Lebah Bergantung muncul karena bentuknya mirip sarang lebah bergantung. Hewan yang pernah dijadikan motif dalam bentuk yang agak jelas adalah Naga. Tetapi ukiran ini tidak dipergunakan sebagai hiasan pada rumah, melainkan terbatas pada beberapa benda perhiasan tertentu, dan hanya boleh dipergunakan oleh orang tertentu pula, misalnya ukiran untuk hiasan kepala atau kopiah pengantin golongan bangsawan di Kerajaan Pelalawan atau hiasan gelang di Bukit Batu.

Nama dan Bentuk Ukiran Fauna a. Semut Beriring


Bentuknya mirip semut yang berjalan beriringan. Bagian badan dan kepala semut diberi hiasan berupa lengkungan atau daun-daunan, sedangkan pada bagian kakinya diberi hiasan berupa kuntum atau kembang.

Ukiran Motif Semut Beriring

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

b. Lebah Bergantung
Diambil dari bentuk sarang lebah yang tergantung di dahan kayu. Diberi variasi dengan lekukan dan bunga-bungaan. Ukiran ini disebut juga ombak-ombak.

Lebah Bergantung Kuntum Setaman

c. Itik Sekawan
Biasa pula disebut Itik Pulang Petang, memiliki bentuk dasar huruf "S" yang bersambung. Huruf S itu dapat dibuat tegak atau pun miring. Di bagian tengah diberi variasi berupa daun-daunan, bunga, dan sebagainya. Huruf "S" itulah yang mirip seekor itik.

Ukiran Motif Itik Sekawan dan Itik Pulang Petang

d. Siku Keluang
Bentuk ukiran ini hampir sama dengan ukiran pucuk rebung. Pada ukiran siku keluang garis-garis segitiganya saling bersusun berderetan, ke kiri, dan ke kanan. Dinamakan demikian sesuai dengan gerak sayap keluang (kalong) yang terbang. Jika sayapnya ke atas, seakan segitiga terbalik dan jika sayapnya ke bawah seakan segitiga tegak. Oleh karena itu ukiran ini berbentuk segitiga yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, sekurang-kurangnya dua segitiga.
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Sket Siku Keluang Padu

e.

Burung-burung:

Ukiran ini mengambil motif dari berbagai jenis burung. Yang banyak dipergunakan adalah burung merpati. Nama ukiran ini hanya burung-burung saja, tidak ada nama khusus, walaupun bentuk burung yang digambar bisa saja bermacam-macam.

Motif Burung-burung Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

/. Ular-ularan:
Bentuk ukiran ini ada dua macam. Bentuk yang pertama hampir sama dengan ukiran akar pakis dan akar rotan, sedang yang kedua berbentuk ular atau ular naga. Pada ukiran berbentuk ular ularan, yang banyak dipergunakan adalah ukiran berbentuk ular naga. Badannya seperti ular biasa atau ular naga yang terdapat pada kelenteng Cina, tetapi pada kepalanya terdapat mahkota. Bentuk mahkota tersebut bermacam-macam. Ada yang berupa mahkota biasa dan ada pula yang dibuat seperti daundaunan. Ular naga dalam ukiran dan lukisan Cina memiliki kaki, sedangkan dalam ukiran Melayu Riau tidak memiliki kaki. Di sekeliling badan diberi hiasan ukiran yang dijalin seperti daundaunan.

Penempatan

Ukiran

Ukiran Lebah Bergantung biasanya ditempatkan pada lisplang. Tempat lainnya adalah sebagai hiasan pada pinggir bawah bidang yang memanjang. Ukiran Semut Beriring dan Itik Pulang Petang atau Itik Sekawan, ditempatkan pada bidang yang memanjang, seperti kerangka pintu, lis dinding, lis pintu dan jendela, tiang, dan sebagainya.

Arti

dan

Maksud

Semut dianggap sebagai binatang yang baik, rukun, dan penuh kegotongroyongan. Pengertian lainnya adalah bahwa semut mendatangkan rezeki. Semakin banyak semut, bertambah banyak pula rezeki bagi pemilik rumah itu. Lebah adalah binatang yang mendatangkan manfaat bagi manusia. Madunya amat berguna untuk kesehatan tubuh. Di dalam menumbai, yakni upacara mengambil madu
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

lebah, lebah dianggap sebagai "putri" yang amat cantik, baik hati, dan mendatangkan kebahagiaan bagi penduduk. Karena itu pada waktu upacara berlangsung, sang Kemantan menyanyikan tumbainya (pantun puji-pujian) untuk membujuk lebah itu supaya jangan menyakiti manusia. Itik lambang kerukunan dan ketertiban. Mereka akan serentak ke kandang di waktu senja, dan serentak keluar di pagi hari. Ini adalah teladan yang baik bagi manusia, supaya seia sekata dalam mencari kehidupannya. Ular-ularan melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Ular biasa melambangkan kecerdikan saja, sedangkan ular naga melambangkan kecerdikan dan kekuasaan. Oleh karena itu ukiran ular naga lazimnya hanya dipergunakan oleh raja-

Ragam Hias Naga Berjuang pada Lambang Kerajaan Pelalawan


lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

raja (di antaranya Sultan Kerajaan Siak dan Sultan Kerajaan Pelalawan yang memakai simbol Naga pada mahkotanya). Ragam hias ukiran Melayu yang mengambil motif fauna lainnya adalah ragam hias Naga Berjuang dan Roda Bunga dan Burung. Ragam hias Naga Berjuang berbentuk dua ekor naga yang berhadapan dalam bentuk setengah lingkaran. Menurut beberapa pendapat bentuk ragam hias Naga Berjuang ini hanya dipergunakan sebagai lambang. Walaupun bentuk yang digambarkan tidak berupa naga, melainkan sulur-suluran dengan bunga dalam bentuk simetris, ragam hias seperti ini bisa digolongkan ke dalam Naga Berjuang. Mengingat di Indonesia tidak ada naga, maka besar kemungkinan ragam hias ini berasal dari atau mendapat pengaruh dari Cina.

Lambang Kerajaan Siak Sri Indrapura


Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Karena luasnya kandungan makna dan fungsi bangunan dalam kehidupan orang Melayu, yang akan menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup, bangunan sebaiknya didirikan melalui tata cara pembuatan yang sesuai dengan ketentuan adat. Dengan memakai tata cara yang tertib, barulah sebuah bangunan dapat disebut "Rumah sebenar Rumah". Iklim setempat turut menentukan bentuk/arsitektur tradisional rumah Melayu. Hal ini terlihat pada kampung Melayu yang berbentuk memanjang, berbanjar mengikuti jalur sungai atau jalur jalan. Pada umumnya rumah Melayu memiliki halaman yang luas dan ditumbuhi dengan pohon buah-buahan. Sirkulasi udara dan cahaya matahari harus cukup memasuki setiap ruangan rumah, sehingga penghuni merasa segar dan nyaman. Berdasarkan iklim ini pula maka bentuk arsitektur rumah Melayu baik Salah Satu Rumah Melayu Lama di Pekanbaru di darat maupun dekat dengan sungai dan pantai pada dasarnya berkolong atau berpanggung dan bertiang tinggi. Bentuk rumah panggung ini sangat berguna untuk penyelamatan dari bahaya banjir dan ancaman binatang buas, mengatasi kelembapan udara, dan merupakan tempat kerja darurat serta menyimpan perkakas kerja. Dalam membangun rumah tradisional Melayu syariat agama Islam sangat diperhatikan. Letak ruang kaum lelaki berbeda dengan ruang para wanita. Ragam hias ukiran jarang dibuat dengan motif hewan ataupun manusia. Tetapi dengan
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Ragam hias Roda Bunga dan Burung berbentuk roda bunga dengan burung-burung yang sedang mengisap madu pada bunga. Ragam hias ini berbentuk bunga dengan sulur-suluran daun, dengan burung di sebelah kanan dan kiri serta dibatasi dengan bingkai yang berbentuk setengah lingkaran di dalam sebuah empat persegi panjang. Ragam hias Naga Berjuang Lubang Angin dengan Motif Roda Bunga diletakkan pada lubang angin di dan Burung-burung atas pintu depan. Ragam hias Roda Bunga dan Burung dapat diletakkan pada lubang angin pintu depan ataupun di atas sebuah jendela. Juga ragam hias tumbuh-tumbuhan dan burung diletakkan di atas daun pintu atau jendela yang berfungsi sebagai lubang angin. Ragam hias Naga Berjuang mengandung arti kemampuan dan keberanian. Dengan demikian hiasan ini dipakai oleh penduduk yang serba kecukupan, berani, kaya, dan terpandang. Ragam hias Roda Bunga dan Burung melambangkan kemakmuran. Jika diteliti, kedua ragam hias ini mirip dengan bunga balai, yaitu bunga yang dibuat dari kertas dengan telur yang dibungkus, tergantung pada seuntai benang. Benang ini terikat pada tangkai yang dibuat dari kertas kuning yang melambangkan keagungan. Jadi dapat disimpulkan bentuk ragam hias

Lubang Angin dengan Motif Naga Berjuang

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Roda Bunga dan Burung ini mengangkat bentuk bunga balai, diterapkan dalam bentuk tebukan pada lubang angin. Ragam hias Roda Bunga dan Burung dimaksudkan agar pemilik rumah memperoleh berkah dan keagungan dalam hidup dan kehidupan. Demikian pula dengan ragam hias tumbuh-tumbuhan dan burung. Memiliki makna kemakmuran dan kebahagiaan bagi pemilik rumah.

Motif alam tidak banyak dipergunakan. Yang agak mendekati bentuk alam adalah ukiran bintang-bintang, sedangkan ukiran Awan Larat hanya namanya saja yang dari alam (awan) sedangkan bentuknya tidak mirip dengan awan. Motif Bintang-bintang dinamakan demikian karena bentuknya agak menyerupai bintang yang bersinar. Bintang-bintang berbentuk seperti bintang dengan segi ganjil atau genap. Jumlah seginya tidak terbatas. Motif ini dapat dibuat berlapis-lapis (saling bertindihan) semakin ke atas semakin kecil. Sudutnya boleh sejajar dan boleh bersilangan. Bentuk sudutnya dapat berupa segitiga, tetapi dapat pula berupa daun-daunan. Bagian tengahnya boleh berbentuk segi empat, bulat, atau oval, tetapi dapat pula berupa bunga dengan kelopak terbuka, separuh terbuka, atau kuntum.

Ukiran Motif Bintang-bintang


Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Bentuk ukiran Awan Larat tidak terikat, tetapi pola dasarnya berupa garis-garis lemas dan lengkung. Hiasannya berupa daun-daunan, bunga dan kuntum. Ukiran ini hampir sama dengan ukiran Kaluk Pakis. Ukiran Bintang-bintang umumnya berwarna putih, kuning, dan keemasan. Sedangkan Awan Larat lazimnya berwarna hijau, biru, merah, kuning, putih. Cara membuatnya sama seperti membuat ukiran lainnya. Ukiran Bintang-bintang lazim ditempelkan pada loteng sebagai tempat tali gantungan lampu. Tempat lainnya adalah hiasan pada panel daun pintu dan daun jendela. Ukiran Awan Larat ditempatkan pada bidang memanjang, bersegi atau bulat, jadi tidak terikat pada bagian tertentu.

Ukiran Bintang-bintang mengandung makna keaslian, kekuasaan Tuhan dan sumber sinar dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya ukiran ini biasanya ditempatkan di loteng sebagai tempat gantungan lampu. Ukiran Awan Larat, melambangkan kelemahlembutan dalam pergaulan dan dapat ditempatkan dimana saja, serta dapat masuk kemana saja. Ukiran ini tidak mempengaruhi ruangan dimana ia ditempatkan, tetapi menyesuaikan dirinya dengan tempat dimana ia berada.

Agama Islam dianut oleh sebagian besar masyarakat Melayu sehingga pengaruh Islam sangat menonjol. Pengaruh kebudayaan Islam antara lain tampak pada bentuk kubah masjid yang diterapkan pada ragam hias Pucuk Rebung, ataupun ragam hias Gigi Belalang. Kepercayaan yang merupakan tradisi turun-temurun umumnya tidak terlalu menonjol karena sudah tergambar dalam bentuk-bentuk ukiran flora, fauna, dan alam. Pengaruh Islam terlihat pada motif ukiran kaligrafi Arab yang lazim disebut kalimah, maupun ragam hias ukiran dengan pola-pola geometris.
lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Bentuk kaligrafi adalah huruf-huruf Arab yang dibuat dalam berbagai variasi. Tulisan ini adalah kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab suci Al Qur'an atau lazim disebut ayat-ayat Al Qur'an. Jalinan huruf-huruf itu dibentuk menyerupai burung, orang, dan sebagainya. Secara pasti belum diketahui siapa yang membawa ukiran ini. Tetapi karena ukiran ini berbentuk kaligrafi, tidak mustahil masuknya akibat pengaruh Islam, terutama di zaman kerajaan-kerajaan Melayu Riau masih jaya. Bentuk tulisan tidak menunjukkan asal-usul kaligrafi, karena umumnya gaya tulisan kaligrafi yang ditemukan adalah gaya tulisan biasa (yang lazim dipergunakan di dalam kitab Alquran), sedangkan gaya tulisan Arab lainnya belum dijumpai. Ayat-ayat yang lazim dipergunakan adalah Ayat Qursi, Fatihah, Surat Ikhlas, Allah, Muhammad, Bismillahirrahmanirrahim, Allahu Akbar, dan ayat-ayat lainnya yang pendek-pendek. Prinsip pembuatan kaligrafi sama seperti membuat ukiran lainnya. Keahlian khusus yang harus dimiliki pembuatnya adalah teknik menulis Arab dengan berbagai bentuk hurufnya. Variasinya dapat berupa jalinan terpadu antara huruf (khat) itu dengan daun-daunan, bunga, dan kuntum, tidak boleh ada hewan. Kalau ayat itu ditulis khusus, "bingkainya dapat dibuat ukiran lainnya. Ukiran ini biasanya ditempatkan pada tempat ketinggian, terutama di atas ambang pintu. Karena hiasan ini umumnya diambil dari ayat-ayat suci, maka amatlah pantang terlangkahi. Di rumah tempat tinggal, ukiran ini biasanya ditempatkan di ruang muka dan ruang tengah, sedangkan di rumah ibadah (masjid atau surau), terutama diletakkan di mimbar dan dinding. Kaligrafi dipakai sebagai alat pendidikan agama Islam di dalam keluarga. Penghuni rumah diajarkan membaca ayat-ayat tersebut, kemudian secara berangsurangsur diberikan penjelasan apa makna dan hakikat ayat itu. Di kalangan umat Islam di daerah Riau terdapat kepercayaan, bahwa ayat-ayat kitab suci itu mengandung "khasiat" tertentu. Pemilihan ayat-ayat biasanya dilakukan oleh orang yang ahli, kemudian barulah diukir oleh pengukir. Di antara ayat-ayat itu adalah Surat Ikhlas, Qursi, Fatihah, dan ratusan ayat lainnya.
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Di dalam Islam terdapat larangan untuk membuat hiasan makhluk bernyawa, seperti binatang ataupun manusia. Akan tetapi dengan adanya perkembangan zaman, bertambahnya pengalaman putra-putra Melayu yang merantau, dimana setelah pulang ke kampung pengaruh dari daerah-daerah yang dilihatnya di perantauan diterapkan di kampungnya. Oleh karena itu, pada perkembangannya muncul ragam hias yang bermotifkan hewan berupa burung, ikan-ikan, ular naga, dan lain-lain. Tentu saja tidak semudah yang bisa dilihat saat ini. Motif-motif hewan ini tentu saja menjadi perdebatan sengit di antara keluarga dan masyarakat. Namun dengan prinsip bahwa gambar hewan tersebut bukan untuk disembah, melainkan hanya sebagai hiasan, maka pada saat sekarang ini sudah banyak terdapat ragam hias yang bermotifkan hewan.

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Selain ragam hias seperti yang telah dibahas terdahulu, masih ada lagi beberapa ragam hias yang termasuk dalam khazanah perbendaharaan Melayu. Ragam hias itu antara lain adalah a. Jala-jala, b. Terali Biola, dan c. Ricih Wajid. Ragam hias Jala-jala berbentuk belah ketupat, dengan cara penyusunan kayu yang sejajar dan saling berlawanan arah. Ragam hias Terali Biola berbentuk lekuk-lekuk tebukan yang disesuaikan dengan bentuk biola, yang terbentuk dari kepingan papan yang diukir kemudian disatukan. Ragam hias Ricih Wajid atau disebut juga Gigi Belalang, berbentuk potongan wajid, yaitu sejenis makanan yang terbuat dari beras pulut. Terbentuk dari kepingan papan yang diukir kemudian disatukan. Ragam hias Jala-jala hanya berwarna kecokelat-cokelatan atau warna putih kapur saja. Ragam hias ini sangat sederhana, namun banyak dipakai. Ragam hias Terali Biola berwarna keemasan, kuning putih ataupun hijau dan warna kayu saja. Ragam hias Jala-jala paling mudah dibuat, yaitu dengan cara menyilangkan beberapa papan kecil, sehingga terbentuk lubang-lubang berbentuk belah ketupat. Ragam hias Terali Biola dibuat dari kepingan papan yang diukir menurut pola biola kemudian digergaji pada tepi kanan dan kiri papan dan ditebuk pada bagian tengah papan. Selanjutnya semua papan yang telah diukir tersebut disatukan. Cara membuat ragam hias Ricih Wajid sama dengan ragam hias Terali Biola.

Motif Jala-jala
Rumah Melayu Tradisional I

Ragam hias Jala-jala terdapat pada bagian atas jendela, pintu ataupun lubang angin di dapur. Ragam hias Terali Biola terdapat pada jerajak atau teralis beranda, teralis jendela, ataupun sebagai hiasan pada lisplang. Ricih Wajid dapat juga dibuat bertingkat, ditempatkan pada bagian bawah tepi lantai, sehingga fungsinya sebagai hiasan pada tutup angin atau ikat pinggang. Ragam hias Jala-jala tidak memiliki arti apa-apa, hanya berfungsi sebagai ventilasi dan keindahan. Ragam hias Terali Biola juga tidak memiliki arti apa-apa, hanya berfungsi sebagai pagar beranda atau jendela. Ragam hias Ricih Wajid (Gigi Belalang) adalah lambang pemersatu pada masyarakat Melayu.

Motif Terali Biola

Motif Ricih Wajid


lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Masjid Lama Senapelan, Pekanbaru

Masjid Sultan Riau, Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Riau

Masjid Lama Kraton Melayu Sambas, Kalbar

Masjid Syeh Abdurrahman Siddicj Al Banjari, di Sapat, Indragiri Hilir, Riau

Masjid Lama Sultan Kadriah, Pontianak, Kalbar

160 Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Masjid Raya Siak, Riau

Masjid Tinggi di Bagan Serai, Perak

Masjid Kampung Keling Melaka

Masjid Lama Majlis Agama Islam Perak

Masjid Jamik Airtiris, Kabupaten Kampar


Arsitektur Melayu Dalam Gambar

Istana Siak Sri Indrapura, Siak

Istana Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang

Istana Sultan Langkat "Darul Aman", Tanjungpura

Istana Kerajaan Rokan, di Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu

Balai Kerapatan Kerajaan Deli

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

masuknya pengaruh kebudayaan timur jauh dan negara-negara tetangga, serta motifmotif yang diperoleh pengukir-pengukir Melayu dari perantauan, maka muncullah ukiran-ukiran yang bermotifkan margasatwa, berupa gambar naga, ikan, burung, atau binatang lain. Motif-motif ini sudah barang tentu telah disesuaikan dengan iklim, adat resam, dan syariat agama Islam.

LAMBANG-LAMBANG DALAM BANGUNAN MELAYU RIAU


Hal penting yang harus diperhatikan dalam mewujudkan bangunan dan lambanglambangnya adalah musyawarah. Oleh karena itu langkah pertama sebelum mendirikan sebuah bangunan adalah melakukan musyawarah, baik antar keluarga ataupun dengan melibatkan anggota masyarakat lainnya. Di dalam musyawarah itu dibicarakan tentang jenis bangunan yang akan didirikan, kegunaannya, bahan yang diperlukan, lokasi bangunan, tukang yang akan mengerjakannya, dan waktu dimulainya pekerjaan. Biasanya dalam musyawarah itu dijelaskan pula segala pantangan dan larangan, adat dan kebiasaan yang harus dijalankan dengan tertib. Pengerjaannya ditekankan pada asas gotong royong yang disebut Batobo, Besolang, ataupun Betayan. Seorang anggota masyarakat yang mendirikan sebuah bangunan tanpa mengadakan musyawarah dapat dianggap orang yang 'kurang adab' atau 'tak tahu adat'. Orang tua-tua merasa dilangkahi dan orang muda-muda merasa ditinggalkan. Bangunan yang didirikan tanpa musyawarah terlebih dahulu akan menyebabkan pemiliknya mendapat umpatan dari masyarakat sedangkan bangunan itu sendiri dianggap gawai atau sewal yaitu mendatangkan sial, seperti diungkapkan: Rumah siap pahat berbunyi Yang mati berbalik hidup Terkena tangkap sesentak Berseliu bulan berkalan Bersilang tongkat dengan tugal Lantai berjungkat tengah rumah Kasau jantan menyundak kepala Ke hilir terhelah-helah Ke hulu terdudu-dudu
Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Istana Sultan Asahan

Istana Maimun Deli, Medan

Kraton Melayu Al Watziqubillah, Sambas, Kalbar

Istana Datuk Lima Laras

Istana Al-Kadriah, Pontianak, Kalbar


Arsitektur Melayu Dalam Gambar \

Istana Balai Besar Kedah

Bangunan Kerajaan Negeri Perak Darul Ridzuan

Muzium DiRaja Kuala Kangsar

Istana Seri Menanti Negeri Sembilan

Istana Teratak Perpatih Negeri Sembilan

160 Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Rumah Melayu Indragiri Hilir (Riau)

Rumah Melayu Indragiri Hulu, Riau

Rumah Adat Melayu Batam (Riau)

Rumah Adat Melayu Kepulauan Riau

Rumah Adat Melayu Pekanbaru Arsitektur Melayu Dalam Gambar

Rumah Adat Melayu Kampar (Riau)

Rumah Kediaman Haji Tenas Effendy di Pekanbaru

Rumah Datuk Laksamana di Bukit Batu, Bengkalis

Rumah Arsitektur Melayu Bengkalis

Salah Satu Rumah Lama Melayu di Pekanbaru

160 Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Rumah Melayu Lama di Sedanau, Natuna

Rumah Tradisional Melayu di Negeri Sembilan Rumah Tradisional Riau

Salah Satu Rumah Lama, di Rokan Hulu, Riau

Rumah Tradisional Melayu di Kulim, Kedah


Arsitektur Melayu Dalam Gambar

Rumah Tradisional di Johor

Rumah Baitul Rahmah Bukit Candan (Perak)

Rumah Lama di Bukit Semanggol, Kerian

Rumah Melayu Tradisional Kelantan

Rumah Lama di Mukim Beriah, Kerian

I Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Gedung DPRD Provinsi Riau

Balai Kerapatan Adat Kabupaten Siak

Kantor Kabupaten Pelalawan, Riau

Gedung Daerah Indragiri Hilir, Engku Kelana

Kantor Kabupaten Indragiri Hilir, Riau


Arsitektur Melayu Dalam Gambar

KARAKTERISTIK RUMAH MELAYU Nama


Rumah tradisional Melayu pada umumnya terdiri atas tiga jenis, yaitu: Rumah Tiang Enam, Rumah Tiang Enam Berserambi, dan Rumah Tiang Dua Belas, atau Rumah Serambi. Rumah Tiang Dua Belas atau Rumah Serambi merupakan rumah besar dengan tiang induk sebanyak dua belas buah.

Tipologi
Tipologi rumah tradisional Melayu adalah rumah panggung atau berkolong, dan memiliki tiang-tiang tinggi. Hal ini sesuai dengan iklim setempat serta kebiasaan yang

Rumah Panggung Melayu dengan Dinding Papan Rumah Melayu Tradisional

sudah turun-temurun. Tinggi tiang penyangga rumah sekitar dua sampai dua setengah meter. Tinggi rumah induk bagian atas sekitar tiga atau tiga setengah meter. Suasana di dalam ruangan sejuk dan segar karena banyak memiliki jendela serta lubang angin (ventilasi).

Fungsi Tiap-tiap Ruangan


Setiap ruangan pada rumah Melayu memiliki nama dan fungsi tertentu. Selang depan berfungsi sebagai tempat meletakkan barang-barang tamu, yang tidak dibawa ke dalam ruangan. Ruang serambi depan berfungsi sebagai tempat menerima tamu pria, tetangga dekat, orang-orang terhormat, dan yang dituakan. Ruang serambi tengah atau ruang induk berfungsi sebagai tempat menerima tamu agung, dan yang sangat dihormati. Ruang selang samping berfungsi sebagai tempat meletakkan barang yang tidak dibawa ke dalam ruang serambi belakang. Tempat ini merupakan jalan masuk bagi tamu wanita. Ruang dapur dipergunakan untuk memasak dan menyimpan barangbarang keperluan dapur. Karena susunan papan lantainya jarang, maka sampah dapat langsung dibuang ke tanah. Ruangan kolong rumah biasanya digunakan sebagai tempat bekerja sehari-hari dan menyimpan alat-alat rumah. Sedangkan WC dan kandang kambing atau ayam letaknya agak di belakang rumah.

JENIS RUMAH MELAYU Rumah Kediaman


Rumah kediaman lazim disebut rumah tempat tinggal atau rumah tempat diam, yaitu rumah yang khusus untuk tempat kediaman keluarga. Di dalam ungkapan dikatakan: Tuah semut ada sarangnya Tuah ayam ada sangkaknya

lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

You might also like