You are on page 1of 9

BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy)

Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform Encephalopathy/BSE) adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru dikenal dan disebut PRION. Agent penyebab BSE adalah PRION. BSE termasuk salah satu penyakit yg tergolong dalam Transmissible Spongiform Encephalopathy (TSE) yaitu penyakit yg menyerang susunan syaraf pusat dengan gejala histopatologik utama adanya degenerasi spongiosus atau terbentuknya lubanglubang kosong di dalam sel-sel otak, dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE). Secara eksperimental, BSE dapat ditransmisikan ke mencit, domba, babi, sapi, monyet, mink, dan marmoset. BSE pertama kali didiagnosa di Britania Raya pada tahun 1986 dengan temuan pada preparat histopatologi pada otak yang terinfeksi. Diduga penyebab adanya prion ini adalah penggunaan meat bone meal pada pakan sapi. Willesmiths dkk, 1985 di Inggris menjumpai pada sapi perah, yaitu jenis penyakit yang mnyerupai penyakit scrapie pada domba kemudian pada November 1986 mereka mulai mengidentifikasi penyakit ini. Oktober 1987 Wells dkk melaporkan penyakit dengan gangguan neurologis di Inggris bagian selatan. Ia menyatakan bahwa penyakit ini sebagai penyakit scrapie pada domba yang dikaitkan dengan transimissible spongiform

encephalopathy. Ia memberi nama penyakit ini Bovine Spongio form Encephalopathy (bSE). Kasus pertama kali didiagnosis secara histopatologis pada November 1986. sedangkan pada juni 1987 dilaporkan epidemiologi penyakit BSE. Lamanya hidup mulai saat kelihatan sampai saat kematian paling lama 14 hari tapi banyak dipotong sebelum mati. Masa inkubasi BSE adalah 2,5 tahun 8 tahun dengan rata-rata masa inkubasi 6 tahun. Sebagian besar yang menjadi penderita penyakit BSE adalah sapi perah juga dijumpai pada sapi potong. Yang banyak diserang antar umur 2-11 tahun dengan rata-rata terbanyak pada umur 2-4 tahun. Walaupun diakatakan bahwa adanya keterkaitan antara penyakit scrapie pada domba dengan BSE pada sapi, kombinasi peternakan domba dengan peternakan sapi tidak memiliki pengaruh terhadap penularan penyakit BSE. Demikian pun pemakaian hormon, vaksinasi, penggunaan herbisida, insektisida, penggunaan anting-anting telinga (ear tag) dan pemberian antelmentik tidak berpengaruh terhadap penularan penyakit BSE (Wilesmiths,1988). Kasus penyakit sapi gila akhir tahun 1987 sejumlah 130 kasus (Matthews,1990). Pada tahun 1988 dijumpai 2000 kasus BSE atau diperkirakan 60 kasus/bulan. Pada tahun-tahun selanjutnya kasus BSE menjadi-jadi

diperkirakan 50-60 kasus setiap minggu yang kemudian meningkat terus mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sejumlah 4292 kasus (MAFF,1999). BSE lebih banyak menyerang sapi perah dari pada sapi potong. Saat ini penyakit BSE lebih dikenal dengan penyakit PRION. 1. Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru setiap kali ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mengungkapkan sesuatu yang baru seperti PRION. 2. PRION PROTEIN (PRP) atau biasa disebut PRION adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya yang disebut bovine spongiform encephalopathy 3. Prion bukan benda hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa. 4. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease, sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan 5. Namun yang mengherankan prion memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui. 6. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), GerstmannStraussler Syndrome dan penyakit Kuru sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami degenerasi menjadi benda yang berlubang. lubang kecil seperti layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy.

Etiologi Penyebab BSE blum diketahui secara pasti, teori yang paling banyak diterima adalah penyakit ini berhubungan dengan membran protein yang abnormal PrP (prion). Agen ini juga menyebabkan penyakit scrapie pada kambing dan domba, CJD pada manusia, Chornic wasting dissease pada rusa dan elk, dan transmisible mink encephalopathy pada cerpelai. BSE berkembang sebagai akibat dari paparan bawaan makanan dengan protein menular melalui terkontaminasi hewan-sumber protein dalam ransum ternak. Transmisi horizontal bukanlah sumber signifikan dari infeksi baru BSE. Betis yang lahir sapi yang

terinfeksi berada pada risiko yang lebih besar untuk tertular BSE daripada anak sapi yang lahir sapi tidak terinfeksi, namun, ini modus penularan adalah kurang penting dibandingkan dengan infeksi yang diperoleh melalui sumber pakan yang terkontaminasi.

Penyebab Penyakit BSE BSE dikategorikan kedalam penyakit transimissible spongio form encephalopathy. Semula penyebarannya diperkirakan adalah virus lamban (slow virus), kemudian dikatakan sebagai virino dan teori terakhir dikemukakan oleh Prusiner sebgai prion. Prion berbeda dengan jasad renik lainnya yang memerlukan karier atau kendaraan pembawa untuk ditularkan tapi bukan sebagai hospes. Penyebab BSE blum diketahui secara pasti, teori yang paling banyak diterima adalah penyakit ini berhubungan dengan membran protein yang abnormal PrP (prion). Agen ini juga menyebabkan penyakit scrapie pada kambing dan domba, CJD pada manusia, Chornic wasting dissease pada rusa dan elk, dan transmisible mink encephalopathy pada cerpelai.

Penularan Penyakit BSE Dari efidemiologi penyakit BSE yang telah dikemukakan oleh Wells dkk,1986 serta telah ditelusuri ternyata ada keterkaitan antara penyakit BSE pada sapi dan penyakit scrapie pada domba sehingga Hope dkk,1988 menyatakan ada keterkaitan antara penyakit BSE dan penyakit transimissible spongiform encephalopathy yang disebabkan oleh unconventional infectious agent atau yang disebut oleh Prusiner dengan nama Prion. Dari epidemiologi penyakit sapi gila, Wells dkk,1987 menyatakan pencetus penyakit sapi gila melalui pakan yang dimakan. Hal ini dikaitkan dengan adanya penyakit transimissible spongiform encephalopathy pada hewan mink yang diberikan pakan tulang dan daging berasal dari domba yang mati menderita penyakit scrapie (Marsh-Hanson,1975). Demikian pun pemberian pakan berasal dari domba menderita scrapie pada Janis hewan Fragelaphusagasi dan Oryx-gazella dikebun binatang menimbulkan gejala penyakit scrapie (Wells dkk,1988).Pakan ternak yang diberikan serta dapat menularkan penyakit sapi gila dikatakan oleh Wells sebagai karier dari penyakit BSE .Penggunaan MBM dan tallow dapat tercemar dengan agen penyakit prion yang masih dapat menularkan penyakit scrapie atau sapi gila sendiri kepada sapi lainnya.

Gejala Klinis Gejala klinis yang timbul pada BSE adalah gejala neurologic. Sapi yang terinfeksi BSE akan mengalami penurunan waktu untuk ruminasi, peningkatan frekuensi menjilat lidah, bersin atau mendengus, nyengir (mengerutkan hidung), menggosokkan dan menggoncang kepala, dan tooth grinding dimana semua gejala ini mengindikasikan adanya gangguan pada nervus trigeminus. Hewan yang dikekang menunjukkan respon yang berlebihan pada ancaman, refleks kornea, sensasi mukosa nasal, tidak tenang, head shyness dan menendang, pada hewan yang tidak direstrain menunjukkan respon yang berlebihan terhadap sesuatu yang mengejutkan baik visual audio, amupun sentuhan. Pada sapi penderita BSE juga mengalami penurunan produksi susu dan penurunan berat badan. Hewan yang yang terinfeksi BSE parah akan mengalami hypokine, menhghabiskan waktu dengan berdiam diri dan posisi kepala pada posisi rendah dan kaku, ekspresi muka yang tidak normal. Hewan juga akan mengalami ataxia, hypermetria, trjatuh dan mengalami pruritus pada bagian moncong. Lesio pada penyakit ini dapat diamati pada preparat histopatologi berupa spongiosis pada otak seperti lesio pada penyakit scrapie. Gejala-gejala penyakit sapi gila umum menurut Wells dkk,1987. Berdasarkan pengamatan Wells dkk,1987 serta berbagai penelitian lainnya gejala penyakit sapi gila pada umumnya merupakan kombinasi antara gejala neurologis dan gejala umum lainnya. Gejala neurologis dibedakan menjadi : -. Perubahan mental : ketakutan, gelisah dan mudah terkejut apabila diganggu -. Perubahan sikap : ataksia, tremor dan kadang-kadang tidak dapat bangun apabila terjatuh. -. Perubahan sensasi (hiperastesia) : khususnya rangsangan rabaan dan rangsangan suara.

Tanda-tanda yang berkaitan dengan gejala umum lainnya ialah kehilangan berat badan dan kondisi tubuh serta penurunan produksi susu, sedabgkan nafsu makan masih terus dipertahankan.

Perubahan patologis Perubahan histopatologis dan perubahan molekuler dari susunan syaraf pusat menunjukkan sifat yang karakteristik. Dijumpai adanya vakuolisasi pada neuron dari substansi abu-abu (grey matter). Disinilah pembentukan vakuolisasi yang paling menonjol. Pada neuro perikarya juga terjadi pembentukan vakuolisasi. Bentuk vakuolisasi pad greymatter merupakan bentuk vakuolisasi yang terbanyak dijumpai. Hipertropi dari astrosit sering menemani pembentukan vakuolisasi. Adanya sereberal amiloidosis merupakan gambaran yang normal dijumpai penyakit pada sapi gila. Banyaknya vakuola dijumpai paling banyak pda medulla oblongata disusul pada otak tengah, thalamus, hipotalamus dan area septal.

Mengenal prion dan penyakit prion atau TSE Virus lamban adalah penyebab penyakit dengan efek primer disentral nervus system, masa inkubasi lama dan akhirnya akan mengalami kematian. Virus lamban dibedakan menjadi tiga bagian : Agen virus konvensional, misalnya virus papovaviruses, bersifat progresif multiflokal leukoencsephalopathy. Virus dengan bentuk defektif konvensional, misalnya virus defektif measles sebagai penyebab penyakit panencephalitis. Virus unconvensional, misalnya prion merupakan penyebab dari penyakit subakut spongiform encephalopathy, berbeda dengan sifat virus biasanya (Rubenstein and Federman,1994).Virus unconvensional tidak memerlukan asam nukleat hanya merupakan protein yang bersifat infeksius. Julukan single-cel protein bersifat infectious disebut prion protein (PrP) dan prion brasal dari kata proteinaceous infectious particle (Prusiner, 1982). Prion protein dapat berkembang tanpa memiliki Dna dan RNA serta yang disebut unconvensional infection, yaitu masa inkubasi berbulan atau bertahun-tahun, tidak menimbulkan immunitas dan menimbulkan keadaan spesifik dalam otak penderitanya (Prusiner,1984).

Manifestasi Klinis 1. Gangguan Motorik (pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi semakin lama semakin berat menimbulkan kematian) 2. Ataksia, tremor, kelemahan, haus dan mengalami kegatalan dengan derajat yang hebat. 3. Sensitif terhadap suara dan sinar

4. Perubahan perilaku Penyebaran penyakit BSE/PRION 1. Dari hewan ke hewan, melalui pemberian pakan hewan yang berasal dari hewan sakit (serbuk tulang dll) 2. Hewan ke Manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) sakit BSE, material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yang menggunakan biakan sel otak yang berasal dari hewan sakit. 3. Manusia ke Manusia, melalui jalur Iatrogenik seperti transplantasi kornea, penggunaan electrode pada EEG, alat-alat nekropsi terkontaminasi, hormon pituitary dan transfusi

Penyebaran penyakit BSE/PRION 1. Dari hewan ke hewan, melalui pemberian pakan hewan yang berasal dari hewan sakit (serbuk tulang dll) 2. Hewan ke Manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) sakit BSE, material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yang menggunakan biakan sel otak yang berasal dari hewan sakit. 3. Manusia ke Manusia, melalui jalur Iatrogenik seperti transplantasi kornea, penggunaan electrode pada EEG, alat-alat nekropsi terkontaminasi, hormon pituitary dan transfusi

Resiko Masyarakat Terkena Penyakit BSE/PRION 1. Karena pola konsumsi makan manusia yang hampir memakan seluruh bagian tubuh sapi/ruminansia termasuk otak dan sop buntut. 2. Importasi daging sapi/atau bahan pakan ternak yang berasal dari negara yang belum bebas penyakit BSE 3. Importasi bahan-bahan medis yang berasal dari materi sapi/ruminansia terkontaminasi BSE

Diagnosa Pemeriksaan klinis tidak memberikan diagnosis definitif. Metode diagnostik konfirmatori meliputi histopatologi, imunohistokimia, dan mikroskop elektron, setelah ekstraksi deterjen, untuk scrapie-fibril terkait untuk mendeteksi protein prion abnormal. Terakhir 2 metode yang dapat digunakan pada jaringan otak autolyzed, dan positif imunohistokimia mendahului morfologi, perubahan vacuolar. Perubahan histologis terbatas pada SSP dan termasuk bilateral, vacuolation simetris neuropil materi abu-abu (spongiosis) dan neuron dan akumulasi protein fibril karakteristik prion terkait penyakit. Dua spesifik ELISA metode dan metode imunoblot Barat tersedia untuk surveilans aktif populasi ternak. Diagnosis diferensial meliputi ketosis saraf, hypomagnesemia,polioencephalomalacia, keracunan timbal, rabies, dan konsumsi tanaman atau tremoragens jamur. Berbeda dengan diagnosa ini diferensial lainnya BSE biasanya memiliki onset lambat gejala klinis, dengan perjalanan klinis diperpanjang dan progresif. Dokter hewan mempertimbangkan BSE sebagai diagnosis diferensial kemungkinan harus menghubungi personil peraturan dan memastikan bahwa post-mortem definitif tes diagnostik dilakukan.

Pencegahan Pencegahan adalah cara terbaik bagi penyakit BSE/PRION, karena hingga kini belum ada obatnya. Maka langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan: 1. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi, penggunaan material dari sapi, kondisi pengumpulan material asal sapi dan besarnya material asal sapi yang digunakan, cara pemberian/penggunaan material asal sapi 2. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari manusia seperti: a. Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen, hormn pituitary dan durameter b. Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah

Resiko transmisi dari CJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal dari hewan sapi/ruminansia seperti: 1) 2) 3) Keamanan susu Resiko kejadian BSE/Prion pada Domba Penggunaan gelatin pada rantai makanan

Pengobatan Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan progresifitasnya tidak dapat diperlambat. Bisa diberikan obat-obatan untuk mengendalikan perilaku yang agresif (misalnya obat penenang, anti- psikosa).

Pencegahan heliks menjadi beta-sheet inilah yang menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP. Lantas, bagaimana mekanisme penyebarannya ke dalam tubuh inang?-sheet.Dari hasil studi ini menyarankan bahwa perubahan -heliks menjadi Menghindari pencangkokan jaringan manusia yang terinfeksi atau menghindari makan jaringan hewan yang terinfeksi. Hasil studi kristalografi dengan menggunakan sinar X ditemukan adanya dua struktur protein PrP yang berbeda. Pada protein PrP normal , semua struktur sekundernya adalah alpha-heliks, sedangkan pada PrP yang menyebabkan penyakit, terdapat perubahan struktur pada daerah tertentu dari -heliks menjadi beta-sheet inilah yang menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP.-sheet.Dari hasil studi ini menyarankan bahwa perubahan heliks menjadi beta-sheet inilah yang menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP.

Antisipasi Terhadap Penyakit Bse Di Indonesia 1. 2. Mengadakan survei dan monitoring ternak sapi pada daerah kantong ternak Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas lapangan yang bersentuhan langsung dengan ternak yang rentan penyakit prion. 3. Sosialisasi pada masyarakat luas terutama konsumen produk asal ternak tentang bahaya, cara penanganan dan pengendalian penyakit BSE/PRION 4. Melarang importasi ternak, bahan (pakan, medis dan lainnya) yang dapat menularkan BSE dari negara yang tidak bebas penyakit tersebut. 5. Penegakan Hukum dan aturan yang berlaku setiap kegiatan yang berkaitan dengan peternakan, khususnya masuknya bahan yang dapat menularkan BSE 6. Melarang penggunaan bahan baku pakan ternak yang terbuat dari tepung daging dan tulang sapi/ruminansia (meat and bone meal/MBM) yang tercemar Prion

Kerugian Ekonomi Penyakit BSE mendatangkan kerugian ekonomi yang cukup besar dikarenakan negara yang bebas BSE akan menolak produk sapi dari negara yang tidak bebas.

Resiko Zoonosis BSE diperkirakan mempunyai resiko zoonosis. Kasus varian baru CJD pada manusai yang pertama kali terlihat pada tahun 1996 diduga akibat mengkonsumsi sapi yang terinfeksi BSE.

You might also like