You are on page 1of 55

Kelompok

Tutor : drg.Beta Widya Oktiani

Anggota o Achmad Riwandy o Zuhda Febrina R o Puteri Islami Savitri o Gt. Febby Aprilia o Nida Amalia o Najma Shofi o Nina Annisa H o Tommy Agustinus Ongo o Kasma Ernida Haida o Adib Muntasir

Seorang pria umur 30 tahun datang ke klinik bagian Bedah Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut setelah dirujuk dari IGD, pria tersebut semalam mengalami kecelakaan lalu lintas, pada rekam medis pasien didapatkan keadaan umum pasien baik, perdarahan dan laserasi pada bibir atas dan bawah yang disebabkan gigi anterior atas dan bawah yg patah dan menembus bibir. Pada periksaan Ro tampak adanya garis radiolusen dari daerah tulang hidung dan terus menyusuri sinus maksilaris dan berakhir pada dasar orbita.

Definisi

Komplikasi

Klafisikasi

Fraktur Maksilofasial
Prognosa Pemeriksaan Klinis

Tata Lakasan

Pemeriksaan penunjang

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Diagnosa pada skenario Klasifikasi Trauma Maksilofasial? Gejala Klinis Trauma Maksilofasial Pathogenesa fraktur hingga pembentukan tulang Pemeriksaan klinis Pemeriksaan penunjang Tatalaksana Proses penyembuhan luka Komplikasi pada fraktur Prognosa pada skenario

Fraktur Le Fort II garis fraktur melalui os nasal, os lakrimalis, dasar orbita, pinggir infra orbita dan menyeberang ke bagian atas dari sinus maksilaris ke arah lamina pterigoid fossa pterigo palatine. Disebut juga fraktur piramid.

(Tawfilis, 2006)

(Tawfilis, 2006)

Le fort I : Garis fraktur berjalan dari apertura piriformis di bagian spina nasalis, kmdian ke dinding sinus maksilaris, krista zigomatikoalveolaris, tuber maksila, bag ujung kaudal prosesus pterigoedeus, dinding posterior sinus maksilaris dan kmbli ke apertura piriformis Le fort II: disebut juga fraktur piramida, garis fraktur di daerah tulang hidung dan terus menyusuri sinus maksilaris dan berakhir pd dsar orbita Wassmund I: sama dg Le fort II, hnya di bag apeks hidung tdk mengalami fraktur Le fort III: Terjadi fraktur yg memisahkan viserokranium dan neurokranium Wassmund III: sama dg Le fort III, hnya tanpa fraktur pd frontonasalis (Setiawan,2012)

Gejala Klinis
Nyeri Gangguan menggigit Perdarahan nasopharing

Tanda Klinis
Maloklusi (openbite, crossbite) Elongasi muka Pembengkakan midfacial Deformitas Gigi goyang atau lepas Laserasi pada intra oral sering menyertai fraktur os palatina (Kris S, 2009)

Dislokasi Rasa nyeri pada sisi fraktur Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur Perdarahan pada daerah fraktur Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur Numbness, kelumpuhan dari bibi bawah, bila fraktur terjadi d bawah nervus alveolaris Pada fraktur orbita dapat dijumpai pengkihatan kabur atau ganda Laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur Gigi goyang atau lepas Maloklusi (openbite, crossbite) Gangguan menggigit

(Fahrev. 2009; Kris S, 2009)

Fraktur Pembentukan hematoma pada area fraktur

Pembuluh darah dan periosteum menginvasi hematoma


Membentuk jaringan granulasi

Lanjutan....
Kalus terbentuk diantara fragmen fraktur

Kalus mengalami kalsifikasi garam-garam mineral


Tulang diperbaharui dan kembali terbentuk

ekstra oral 1. visualisasi : terlihat pupil cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital. 2. palpasi : terdapat tulang hidung bergerak bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah kulit yang dipersarafi oleh n. infraorbitalis Intra oral 1. Visualisasi : terlihat adanya gangguan oklusi tetapi tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort I. 2. Palpasi : terdapat bergeraknya lengkung rahang atas

(Pedersen,1996)

Foto Anterior-Posterior Foto TMJ Foto panoramik Foto gigi (oklusal dan periapikal) Foto lateral kanan-kiri Waters view CT Scan tidak menghasilkan gambaran tumpang tindih, mempertahankan detail jaringan lunak Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan Darah lengkap, untuk evaluasi hemoglobin dan hematokrit bila terjadi perdarahan, mengetahui gol.darah, dan pemeriksaan koagulasi
(Beebe, 2012; Fahrevy, 2009)

1. Penanganan pertama Prinsip ABCDE: A: Airway with cervical spine control Mempertahankan jalan napas baik scr manual atau menggunakan alt bantu B: Breathing and ventilation Menjaga pernapasan dg cr pemberian oksigen (10-15 ltr/menit) C: Circulation and hemorrage control Mengontrol sumber perdarahan dan mempertahankan sirkulasi

D: Disabiliity/ neurological status Pemeriksaan utk mengetahui kemungkinan adanya gangguan neurologis E: Exposure and Environment Pemeriksaan tubuh pasien scr keseluruhan dan jg mnjga pasien dr hipotermi (Setiawan,2012)

1. Penanganan perdarahan
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. Penekanan dengan tangan atau dengan kasa Dapat dilakukan klem dan pengikatan pembuluh darah Cadangan darah untuk transfusi Reposisi, bisa tertutup atau terbuka Fikasasi, dengan kawat atau plat dan sekrup Imobilisasi, pemasangan fiksasi intermaksila dengan arch bar atau miniplat Rehabilitasi Luka jaringan lunak harus ditutup dalam waktu 24 jam pasca trauma Dibersihkan perlahan, jika perlu antiseptik ringan Dapat dilakukan rekonstruksi pada bibir dan jaringan lunak

2. Penanganan sementara fraktur maksilofasial

3. Penanganan trauma jaringan lunak


2. 3.

(Fahrevy, 2009)

1 Fraktur mahkota Fraktur mahkota yang terjadi dapat berupa infraksi email, fraktur email, dan fraktur email-dentin. 1.1 Infraksi email Infraksi adalah fraktur inkomplit tanpa hilangnya substansi gigi dan garis fraktur berujung pada enamel dentinal junction. Garis infraksi akan terlihat jelas dengan menggunakan cahaya langsung dengan arah paralel terhadap sumbu panjang gigi. Tidak diperlukan perawatan khusus pada kasus ini dan pasien hanya disarankan untuk kontrol rutin untuk pemeriksaan gigi. 1.2 Fraktur email Pada fraktur ini akan tampak sedikit bagian email hilang. Tidak semua fraktur email dilakukan penambalan oleh karena pada beberapa kasus batas sudut fraktur memberikan gambaran yang baik sehingga hanya dilakukan penyesuaian pada gigi kontralateral agar tampak simetris.

1.3 Fraktur email-dentin Pemberian kalsium hidroksida, Melekatkan kembali fragmen mahkota / Composite crown build up
1.4 Complicated crown fracture Fraktur ini melibatkan email dan dentin dengan disertai terlibatnya sedikit kamar pulpa. Tujuan perawatan adalah untuk mempertahankan vitalitas. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi parsial.

2. Fraktur Mahkota-Akar Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
3. Fraktur Akar Apabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka pencabutan adalah perawatan terbaik. 4. Concussion Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma. Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1-2 minggu.

5. Subluksasi Lakukan splinting dan pasien diminta untuk memakan makanan lunak selama selama 1-2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin.

6. Extrusive luxation Mengevaluasi gigi tersebut. Reposisi segera dan fiksasi menggunakan splint selama 2-3 minggu
7. Lateral luxation Mengevaluasi gigi tersebut. Reposisi segera dan fiksasi menggunakan splint selama 3-4 minggu 8. Intrusive luxation Menggunakan peralatan orto 9. Avulsi Replantasi gigi

Roberts, M.W. 1980.

Hal yang perlu mendapat perhatian khusus operasi daerah wajah/ maksilofasial adalah : Reposisi seanatomis mungkin dng. prioritas fungsi. Tidak menimbulkan kerusakan pd. saraf saat manipulasi. Seminimal mungkin menimbulkan bekas operasi (approach intraoral) Selama proses penyembuhan, fungsi buka mulut dan fungsi bicara tidak terganggu. Perhatikan biomekanik konstruksi wajah pada penempatan implant

Area untuk pemasangan implant dan jenisnya

Posisi matabor dan obeng yang benar sewaktu operasi untuk mencapai hasil yang baik dan mencegah kerusakan alat

A. Arah matabor tangensial, stabil

B. Jangan eksentrik/ naik turun

C. Arah obeng tangensial, stabil

Optimalisasi dan observasi px diruangan ABC, oksigenasi Infus kalau perlu transfusi Oral hygiene Persiapan operasi Operator; rencana operasinya Teamnya; anestesi, perawat OK, Penderita; persetujuan operasi, keluarga Alat dan instrumen; implant

Operator Rencana operasi dan perawatannya, pola sayatan Menjelaskan pada penderita & keluarga tentang rencana operasi serta untung ruginya, komplikasi yang mungkin terjadi Persiapan alat, implant, obat2 lainnya

Team Anestesi ; persetujuan pembiusan Perawat OK ; persiapan kelengkapan dan sarana pelaksanaan operasi

Penderita Mandi keramas dng. Shampo betadine Cukur kumis, jenggot (alis & idep jangan!) Oral hygiene, kumur2 antiseptik Persetujuan pembiusan dan operasi Antibiotika prfilaksis diberikan pada kasus bersih kontaminasi (hubungan dng. oral) saat induksi.

Lapangan operasi ditutup dengan duk steril.

Insisi diperpanjang sampai frontonasal daerah fraktur

Insisi infraorbital, diperdalam sampai periosteum disingkap sampai grs fraktur

Fiksasi dengan snaar wire 0,6mm

Graft dipasang untuk menutupi defek, difiksasi dengan snaar wire 0,5mm

Tampak defek dasar orbita

Fraktur Zygoma

Perawatan pasca operasi

Px puasa dulu, infuse RL / D5 1:4 teruskan 1 hari Antibioatika profilaksis terus, 3 kali pemberian Analgetika diberikan untuk mengurangi rasa sakit Observasi jalan nafas, kalau banyak lendir dari mulut, lakukan penghisapan dengan alat hisap periodik, kalau muntah miringkan dan bila penderita terpasang arc bar maka karetnya boleh dilepas dulu supaya tidak aspirasi

Bila operasi intraoral, pasang sonde lambung untuk feeding (selama 5hari), bila mukosa tidak banyak terbuka, bisa dimulai diet cair dengan sedotan diet cair isokalori 2500 ml perhari. Diet lunak selama satu bulan lagi.
Hari ke 3 setelah operasi, kendorkan karet. Kumur-kumur antiseptik setiap habis makan, selalu menjaga higiene rongga mulut, karet dilepas setelah 4minggu, fisioterapi buka-tutup mulut, interdental wiring dilepas setelah hari ke-30. Angkat jahitan kulit hari ke-7 setelah operasi

Kontrol X-foto Waters 3 bulan setelah operasi untuk evaluasi penyembuhan fraktur, bisa dimulai makan keras setelah kontrol fotonya garis fraktur hilang. Kawat diangkat apabila ada tanda infeksi, atau pada kondisi sudah sembuh akan tetapi menimbulkan keluhan penderita.
Suspensi dan arc bar atas di lepas di kamar operasi dengan bius lokal setelah 3 bulan.

Ada 3 fase penyembuhan luka normal : 1. fase inflamasi Tahap peradangan luka, bengkak dan nyeri berwarna merah. 2. fase proliferasi yaitu tahap pertumbuhan sel-sel jaringan di tempat luka 3. fase maturasi (fase epithelisasi dan remodelling) yaitu tahap pertumbuhan jaringan kulit (epitel) dan perbaikan menuju seperti kulit semula.

(Robert,2004)

Sensitibilitas pd daerah persarafan infraorbitalis Asimetri wajah Perdarahan yg banyak

(Setiawan,2012)

Jaringan parut Cedera saraf Malunion dan maloklusi Komplikasi neurologik (sobeknya durameter, laserasi otak) Komplikasi mata (hematoma, ptosis, epifora) Komplikasi hidung (perubahan bentuk, gangguan penciuman)
(Prabhu, 2009)

Bila pengobatan diperoleh dengan tepat dan cepat maka setelah traua maksilofasial, prognosis bisa menjadi baik Jika penderita mempunyai penyakit kronik atau osteoporosis maka penyembuhannya bisa menjadi masalah Pengaruh obat-obatan dan stimulasi tertentu dapat mempercepat penyembuhan dan prognosis bisa menjadi baik
(Sudjatmiko,2007; Tania, 2010)

Setiawan A Budihardja, Rahmat M. Trauma Oral dan Maksilofacial. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Indonesia. 2012 Sudjatmiko, G. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekontruksi. Yayasan Khasanah Kebajikan. 2007. p :74-78 Tania Parsa, MD. Initial Evaluation and Management of Maxillofacial Injuries. Attending Physician, Eastern Maine Medical Center. E medicine Journal. 2010 Beebe, Richard., Jefrey, Myer. Professional Paramedic Trauma Care & EMS Operation. Vol III. Delmar Cengage Learning United. United Stated of Amerika. 2012 Roberts, M.W. Traumatic injuries to the primary and immature permanent dentition. Dalam Braham R.L., Moris, M.E. Textbook of pediatric dentistry. Baltimore : Williams & Wilkins. 1980.

Kris S.M. Facial Trauma, Maxillary Fracture. Division of Facial Plastic and Reconstructive Surgery. University of Washington School of Medicine. 2009. Fahrevy. Penanganan Kegawatdaruratan Pada Pasien Trauma Maksilofasial. Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Medan, Indonesia. 2009. Prabhu, L.V., et al. The Nasal Septum: An Osteometric Studyof 16 Cadaver Speciment. Ear Nose Throat J. August 2009;88(8):1052-6 Tawfilis, A. R. Facial Trauma, Painfacial Fractures. eMedicine Journal. 2006.

Robert F. Diegelmann at all, (2004), Wound healing: an overview of acute, fibrotic and delayed healing, Frontiers in Bioscience, no. 9, hal. 283-289. Converse JM : Reconstructive Plastic Surgery, Vol 2, Ed 2 Hartono, Andry. Enseklopedia Keperawatan. EGC. 2008. Jakarta. Indonesia. hal : 139-140 Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 : 221-55

You might also like