You are on page 1of 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teknik Relaksasi Napas 1. Definisi Teknik Relaksasi Napas Dalam Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara

perlahan,selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & bare,2002). 2. Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam Teknik relaksasi merupakan tindakan pereda nyeri non invasif, teknik relaksasi yang teratur dapat bermanfaat untuk mengurangi keletihan dan ketegangan otot yang dapat meningkatkan kualitas nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002). 3. Metode Teknik Relaksasi Napas Dalam Teknik Relaksasi Napas Dalam Menurut (Smeltzer & Bare, 2002) adalah : 1. Menciptakan lingkungan yang tenang. 2. Posisikan Klien Untuk Duduk

3. Letakkan satu tangan diatas abdomen (perut) tepat dibawah iga dan satu tangan lainnya ditengah-tengah dada untuk merasakan gerakan dad dan abdomen saat bernafas. 4. Pejamkan mata dan konsentrasi pada pernafasan. 5. Tarik nafas pelan-pelan dan dalam melalui hidung sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik. 6. Hembuskan nafas melalui mulut, rasakan ketenangan dan relaks. 7. Ulangi latihan nafas dalam tersebut. 8. Lakukan selama 10-15 menit.

4. Manfaat Teknik Relaksasi Napas Dalam Teknik relaksasi nafas dalam dapat dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu : 1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic. 2. Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare, 2002).

3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehungga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. 5. Proses Penurunan Nyeri dengan Teknik Relaksasi Napas Dalam Relaksasi merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang menstimulasis turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-masing saraf parasimpatis dan simpatis saling

berpengaruh, maka bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu mnghambat atau menekan fungsi yang lain. Teknik relaksasi napas dalam dapat di percaya menurunkan intensitas nyeri. Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat merangsang tubuh untuk melepasan opoiodendogen yaitu endorphin dan ekefalin. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi napas dalam terletak pada fisiologis sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan merangsang saraf simpatis terhambat sehingga menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan oksigenasi darah akhirnya menurunkan tonus otot lalu spasme otot dan tidak menekan pembuluh darah kemudian darah mampu mengalir dengan lancar dan menurunkan kecepatan metabolisme otot dan menimbulkan pengiriman implus nyeri dari medulla spinalis ke otak tidak dipersepsikan sebagai nyeri (Smeltzer & Bare,2002).

B. ARTRITIS REUMATOID (Rematik) 1. Definisi Artritis Reumatoid Artritis Reumatoid adalah penyakit yang menyerang sendi dan tulang atau jaringan penunjang sekitar sendi, golongan penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang banyak di derita oleh kaum lanjut usia (usia 50 tahun ke atas). Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh penyakit rematik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yang menimbulkan kecacatan seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari, tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas tetapi dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta resiko tinggi terjadi cidera (Kisworo,2008).

2. Etiologi Artritis Reumatoid Menurut Green (2010), Penyebab utama penyakit Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti. Mungkin disebabkan oleh bakteri, mikoplasma dan virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Faktor penyebab Artritis reumatoid yakni :

10

a. faktor usia Meski artritis rematoid kadang-kadang dapat menyerang orang mudah, tapi lebih umum menyerang pada usia 40 tahun ke atas. Ini mungkin disebabkan oleh perubahan tubuh yang disebabkan penuaan, seperti otot melemah, peningkatan berat badan dan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri mulai menurun. b. jenis kelamin Sebelum usia 45 tahun artritis rematoid lebih umum menyerang pria. Namun, setelah usia diatas 55 tahun, wanita yang rentan terserang artritis rematoid. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara menopause dengan artritis rematoid, beberapa peneliti menyimpulkan kalau estrogen dapat melindungi tulang rawan dari inflamasi dan efek ini akan menghilang setelah menoupose. Faktor penyebab lain yang telah diteliti adalah tendon wanita yang lebih elastis daripada pria supaya bisa melahirkan. Sendi wanita kurang stabil dan lebih rentan terkena luka. c. serta faktor genetik Penelitian telah menunjukkan adanya kaitan genetik pada perkembangan artritis rematoid. Beberapa gen yang terlibat dalam sistem imun dikaitkan dengan peningkatan resiko pengembangan kondisi artritis reamatoid. Namun, gen bukanlah

11

penyebab artritis rematoid. Gen hanya memberi kecenderungan bagi seorang untuk mengembangkan kondisi tersebut.

Umumnya timbul penyakit disebabkan faktor eksternal lain. 3. Patofisiologi Artritis Reumatoid Artritis rematoid 2 lebih sering menyerang perempuan daripada lakilaki. Insiden meningkat bertambahnya usia, terutama pada perempuan. Insiden puncak adlah antara usia 40 hingga 60 tahun. Penyebab rematoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui 2 cara, pertama : pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dari enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzimenzim ini memecah kartilago, ligament, tendon, dan tulang pada sendi serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabilit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan synovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara local. Kedua : Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus rematoid. Panus merupakan jaringan granulasi vascular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut. ( Amril Idris, 2010).

4. Tanda dan Gejala Arthritis Reumatoid

12

a. Nyeri sendi, sakit dan kekakuan datang secara bertahap. Diikuti dalam beberapa minggu dengan pembengkakan sendi, kemerahan dan kehangatan. b. Tangan, pergelangan tangan, bahu, siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut biasanya terlibat pada kedua sisi tubuh, tetapi peradangan pada sendi tunggal dapat presentasi awal. c. Gejala cenderung parah di pagi hari, akan berkurang menjelang siang. d. Benjolan kecil di bawah kulit (nodul reumatoid) muncul pada beberapa pasien, terutama di sekitar siku. e. Sering lelah dan mengalami kesulitan tidur.

5. Manisfestasi Klinis Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukkan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. a. Gejala-gejala konstitusional,misalnya lelah,anoreksia,berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi ditangan,namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang. c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan

13

kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dalam 1 jam. d. Artritis Erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram. e. Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar dan deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah

beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam

melakukan gerakan ekstensi. f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan. g. Manisfestasi ekstra-artikular, artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi, jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak.

6. Komplikasi Artritis Rematoid Komplikasi Artritis Rematoid menurut Taufan Nugroho (2012)

14

a. Mengalami kecacatan. b. Pembengkakan sendi c. Deformitas dan vaskulitis pada penyakit reumatoid. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit disease modifying antirheumatoid drug (DMARD).

C. NYERI 1. Definisi Nyeri Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berada pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatanya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialami (Hidayat,2008). Menurut Mubarak (2008), nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjectif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Menurut Tamsuri (2007), nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.

2. Etiologi Nyeri Menentukan penyebab nyeri sering sulit dilakukan, namun beberapa nyeri memang berguna untuk menentukan diagnosis medik. Lokasi nyeri

15

dan penyebarannya memberikan

informasi

yang berguna dalam

menegakan diagnosis medik. Namun, perlu disadari bahwa pada beberapa kasus, terutama nyeri psikologik, sangat sulit ditentukan adanya kelainan organ sebagai penyebab nyeri (Tamsuri,2007). 3. Fisiologi Nyeri Fisiologi nyeri terdiri atas 3 fase, yaitu resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter&Perry,2005). a. Resepsi Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus nyeri tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor merupakan ujungujung saraf yang bebas, tidak bermielin atau sedikit bermieln dari neuron aferen. Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur-struktur yang lebih dalam seperti pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu (Kozier,2004).

16

Nosiseptor memberi respon terhadap stimuli yang membahayakan seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau mekanis. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah yang menjadi anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat tekanan (stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang menghubungkan jaringan

(Kozier,2004). b. Persepsi Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak. Setelah transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.

(Potter&Pery,2005). c. Reaksi Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. (Potter & Perry,2006).

4. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri Pada saat implus nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan hipotalamus.Sistm saraf otonom menjadi tersimulasi sebagai bagian dari respon stress.Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang

17

superfisial menimbulkan reaksi flight atau fight yang merupakan sindrom adaptasi umum.Respon fisiologis terhadap nyeri dapat membahayakan individu kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang berat yang menyebabkan individu mengalami syok kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal (Potter & Perry,2006). 5. Respon Prilaku Terhadap Nyeri Respon prilaku terhadap nyeri menurut Smaltzer & Bare (2002), adalah sebagai berikut : 1) Pertanyaan verbal (mengaduh,menangis,sesak napas). 2) Ekspresi wajah (meringis,menggigit bibir). 3) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jantung dan tangan). 4) Interaksi sosial (menghindari percakapan,menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktifitas menghilangkan nyeri). 6. Klasifikasi Nyeri a) Nyeri Akut Menurut Hidayat (2008), Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi enam bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Menurut Tamsuri (2007), nyeri akut adalah keadaan ketika individu mengalami atau melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang.

18

b) Nyeri Kronik Menurut Tamsuri (2007), nyeri kronik adalah keadaan seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau intermiten dan berlangsung lebih dari enam bulan. Menurut Hidayat (2008), nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan. Yang termasuk kedalam nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. 7. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Menurut Saryono & Widianti (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain sebagai berikut : a. Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu perbedaan usia dalam berespon terhadap nyeri.Anak kecil sangat kesulitan untuk memahami dan mengekspresikan nyeri. Pada pasien lansia seorang perawat harus melakukan pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang berbedabeda yang diderita lansia menimbulkan gejala yang sama, sebagai contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasikan serangan jantung, nyeri dada dapat timbul karena gejala arthritis pada spinal dan gejala gangguan abdomen. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka

19

rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari. b. Jenis Kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri. c. Kebudayaan Beberapa kebudayaan meyakini bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang wajar namun ada kebudayaan yang mengajarkan untuk menutup prilaku untuk tidak memperlihatkan nyeri. d. Makna Nyeri Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan adaptasi terhadap nyeri, dapat terjadi dengan tiba-tiba dapat berpengaruh dengan individu. e. Perhatian Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri.Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan

meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri. Konsep ini lah yang

mendasari berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. f. Ansietas

20

Ansietas sering meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri dapat menimbulkan ansietas, penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka. g. Keletihan Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu. h. Pengalaman Nyeri Seseorang dengan pengalaman nyeri akan lebih terbentuk koping yang baik dibanding orang yang pertama kali mengalami nyeri. i. Gaya Koping Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan, seperti dirumah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Dengan demikian gaya koping mempengaruhi keadaan individu tersebut untuk mengatasi nyeri.

21

8. Skala Nyeri a. Skala Numerik ( Numerik Ranting Scale, NRS) Menurut Potter dan Perry (2006), skala penilain numerik (Numerik Ranting Scale, NRS) lebih digunakan sebagai alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala sangat efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri

Nyeri Ringan

Nyeri sedang

Nyeri Hebat Terkontrol

Nyeri Hebat Tidak Terkontrol

9. Nyeri Artritis Rematoid Nyeri sendi merupakan salah satu keluhan yang paling sering diutarakan saat berobat ke dokter. Nyeri yang kadang disertai bengkak di sendi buku disebut sebagai penyakit artritis rematoid. Padahal penyakit atau penyakit gout hanya salah satu jenis dari sekitar 100-an jenis artritis rematoid. Angka kejadiannya pun tidak besar, yaitu sekitar 7%. Namun masalah diagnosis yang kurang tepat oleh dokter umum dapat dimaklumi

22

karena memang gejala dan tanda dari jenis-jenis penyakit artritis seringkali sulit dibedakan (Widodo,2011). 10. Penatalaksanaan Nyeri a. Penatalaksanaan Farmakologis Menurut potter dan Perry (2006), ada tiga jenis analgetik yaitu: 1. Analgetik Non-narkotik dan Obat Anti inflamasi Nonsteroid (NSAID). a) Analgetik Non-narkotik Seperti: Asetaminofen (Tyenol). Indikasi: nyeri pasca operasi ringan dan Asam asetilsalisilat (Aspirin). Indikasi: demam b) Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID) Seperti: Ibuprofen (Motrin, Nuprin). Indikasi: dismenore Naproksen (Naprosyn). Indikasi: nyeri kepala vaskular Ketorolak (Toradol). Indikasi: nyeri pasca operasi traumatik berat.

2. Analgesik Narkotik atau Opiat Seperti: Meperidin (Demerol). Indikasi nyeri kanker, morfin Sulfat 3. Obat Tambahan (adjuvan) atau Koanalgesik Seperti: Amitriptilin (Elavil). Indikasi: cemas Hidroksin (Vistaril). Indikasi: depresi Klorpromazin (Thorazine). Indikasi: mual Diazepam (Valium). Indikasi: mual

23

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi Menurut (Potter dan Perry,2006 dan Tamsuri,2007), penatalaksanaan secara non farmakologis sebagai berikut: 1. Bimbingan Antisipasi Memodifikasikan secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk menghilangkan nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat jika klien mengantisipikasi pengalaman nyeri.

Pengetahuan tentang nyeri membantu klien mengontrol rasa cemas dan secara kognitif memperoleh penanganan nyeri dalam tingkatan tertentu suatu contoh bimbingan antisipasi ialah penyuluhan praoperasi. 2. Biofeedback Merupakan terapi prilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon fisiologis. Terapi ini digunakan untuk menghasilkan relaksasi napas dalam dan sangat efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala. 3. Hipnosis Diri Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugestif positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. 4. Mengurangi Persepsi Nyeri

24

Salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman adalah membuang atau mencegah stimulus nyeri. Hal ini terutama penting bagi klien yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi ketidaknyamanan: a) Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri 1) Pilih musik yang sesuai dengan selera klien. Pertimbangan usia dan latar belakang. 2) Gunakan earphone supaya tidak menggangu klien atau staf yang lain dan membantu klien berkonsentrasi pada musik. 3) Pastikan tombol-tombol kontrol di radio atau pesawat tapi mudah ditekan, dimanipulasi, dan dibedakan. b) Menggunakan Stimulus Nyeri di Lingkungan Klien 1) Rengangkan dan luruskan line tempat tidur yang berkerut. 2) Atur posisi selang di tempat klien berbaring. 3) Longgarkan balutan yang menekan (kecuali apabila balutan yang terpasang khusus ditujukan untuk menekan). 4) Ganti balutan yang basah. 5. Masase Kulit Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut diameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. 6. Kompres

25

Penggunaan kompres panas dingin meliputi penggunaan kantong es, masase mandi air dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal panas. Kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan. 7. Imobilisasi Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri. Kasus seperti artritis rematoid mungkin memerlukan teknik ini untuk mengatasi nyeri. 8. Distraksi Distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivitas retikular menghambat stimulus nyeri. 9. Sentuhan Terapeutik Terapi ini sangat dapat dipercaya dapat menolong klien yang sedang menderita nyeri. Teknik yang digunakan adalah perawat melakukan meditasi dalam waktu singkat sebelum kontak dengan klien. Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi prilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikologis dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologi melawan ketegangan dan kecemasan.

26

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis

D. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Lansia adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoadmodjo, 2007).

2. Batasan Lanjut Usia Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : a. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun b. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun c. lanjut usia tua (old) 75 90 tahun d. usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Ramadhan (2009) menjadi tiga kelompok yakni :

27

a. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas). c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. 3. Perubahan Pada Lanjut Usia Menurut Ina (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis. a. Perubahan biologis meliputi : 1) Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap. 2) Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran. 3) Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.

28

4) Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir. 5) Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari. 6) Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. 7) Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah. 8) Inkotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang

mengakibatkan dehidrasi.

29

b. Kemunduran psikologis Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaianpenyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan. c. Kemunduran sosiologi Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin. 4. Penyakit Yang Bisa Menimpa Lanjut Usia Penyakit yang biasa menimpa lansia adalah Tekanan darah tinggi, Kencing manis, Radang sendi, Jantung koroner, Stroke, Kanker, Katarak, Kekurangan darah, Kerapuhan tulang, Sembelit, Artritis rematoid pada lansia (Najamuddin, 2010).

You might also like