You are on page 1of 149

SKRIPSI FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MEDISTRA JAKARTA

Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh RIANA PUSPA DEWI MARGHA 2009-31-103

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2011

UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SKRIPSI, SEPTEMBER 2011 RIANA PUSPA DEWI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MEDISTRA JAKARTA 6 Bab, 124 Halaman, 6 Tabel, 15 Gambar, 8 Grafik

ABSTRAK ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain kecuali vitamin, mineral dan obat pada bayi dibawah umur 6 bulan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 hanya 15,3% bayi di Indonesia yang mendapat ASI eksklusif, sementara target nasional adalah 80%. Dilingkungan perawat RS Medistra sebagai tenaga kesehatan yang salah satu perannya sebagai role model bagi masyarakat, masih ada yang tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan harus kembali bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. Metode penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dan sampel adalah seluruh perawat wanita yang bekerja di RS Medistra, mempunyai suami (belum meninggal/bercerai), mempunyai anak berusia 7-24 bulan dengan riwayat umur kehamilan cukup bulan (37-41 minggu) sebanyak 70 orang. Faktor-faktor diteliti terbatas pada umur ibu, tingkat pendidikan ibu, sikap, lama waktu bekerja, sarana menyusui ditempat kerja, dukungan suami, dan dukungan atasan yang diukur melalui wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan 25,7% perawat yang memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis bivariat diperoleh ada hubungan yang bermakna antara pendidikan (x2=11,609; p=0,003), sikap (x2=6,895; p=0,009), sarana menyusui di tempat kerja (x2=4,815; p=0,043) dan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu (x2=1,716; p=0,190), lama waktu bekerja (x2=0,041; p=0,840), dukungan suami (x2=2,715; p=0,092), dukungan atasan (x2=1,310; p=0,271) dan pemberian ASI eksklusif. Upaya meningkatkan prilaku ibu untuk memberikan ASI eksklusif harus terus dilakukan.

Daftar bacaan : 43 (1982 2010)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat dan Anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan yang datang dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Bapak Idrus Jusat, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul

2.

Ibu Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH, sebagai pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan membagi

pengetahuannya. 3. Ibu Iskari Ngadiarti, SKM, MSc, sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan dan dukungan bagi penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu dr. Mayang Anggraeni, sebagai penguji yang telah memberikan banyak masukan dan pengarahan untuk skripsi ini. 5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul yang telah banyak memberi bantuan, pengarahan dan bimbingan selama melaksanakan pendidikan. 6. RS Medistra, tempat penulis melakukan penelitian dan para perawat yang telah bersedia menjadi responden. 7. Seluruh teman-teman Ekstensi angkatan 2010 terutama untuk Endang, Channe, Dadan dudul, terima kasih untuk saling memberikan masukan, dukungan satu sama lain, tetap semangat ya teman. 8. Teristimewa untuk suamiku, Dr. Robert J. Alief, MBBS, FRCS, MRCOG(UK), SpOG, atas doa, dukungan, semangat, kasih sayang, kesabaran yang tak pernah putus untuk penulis.

viii

9.

My beloved boys; Audric, Owen & Jason, yang selalu menjadi kebanggaan, penghiburan dan sumber kekuatan penulis.

10.

Ayah tercinta, Drs. Mohamad Margha, MSc (alm), atas semua motivasi dan inspirasi hidup kepada penulis, semoga suatu hari bisa seperti babeh.

11.

Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, teimakasih telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, semuanya sangat berarti.

Semoga Tuhan selalu menjaga dan memberkati kita semua.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik sebagai masukan bagi penulis guna perbaikan di kemudian hari. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada siapa saja yang membacanya.

Jakarta, 16 September 2011

Penulis

viii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIAT .......................................... ABSTRAK............................................ iii PERNYATAAN PERSETUJUAN..... iv PENGESAHAN SKRIPSI ..... v ii

RIWAYAT HIDUP...... vi KATA PENGANTAR ................................................................................ vii DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR GRAFIK ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................... 1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 BAB II Identifikasi Masalah ....................................................... 6 Pembatasan Masalah ...................................................... 8 Perumusan Masalah ........................................................ 9 Tujuan Penelitian ........................................................... 9 Manfaat penelitian .......................................................... 10 xv xvi ix xii xiv

KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1 Kerangka Teori ............................................................... 2.1.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI) dan Asi Eksklusif 2.1.2 Anatomi Payudara & Fisiologi Laktasi ................. 2.1.3 Komposisi ASI ...................................................... 2.1.4 Kandungan Gizi ASI ............................................. 2.1.5 Manfaat ASI ........................................................... 11 11 14 24 26 31

2.1.6 Alasan Pemberian ASI eksklusif ........................... 37 2.1.7 Teknik Menyusui .................................................... 39

ix

A. Posisi & pelekatan menyusui B. Langkah-langkah menyusui yang benar C. Lama & frekuensi menyusui D. Pola menyusui bayi E. Pengeluaran ASI / ASI perah 2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................................................................. 56 A. Umur

B. Pendidikan Ibu C. Sikap D. Lama Waktu Kerja E. Keterpaparan terhadap Iklan Susu Formula F. Dukungan Suami G. Dukungan Atasan H. Sarana menyusui di tempat kerja 2.1.9 Undang-Undang yang Melindungi Pemberian ASI 2.2 2.3 2.4 Kerangka Berfikir ............................................................ Kerangka Konsep ............................................................ Hipotesis .......................................................................... 71 74 76 77

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian ......................................... 78 3.2 3.3 3.4 3.5 Metode Penelitian ........................................................... 78 Teknik Pengambilan Sampel........................................... 79 Instrumen Penelitian ....................................................... 79 Pengujian Hipotesis ........................................................ 86

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian .............................. 4.1.1 Deskripsi Umum .................................................... 90 90

ix

4.1.2 Ketenagaan ............................................................ 4.2 Deskripsi Data ................................................................

91 92 92 102 109

4.2.1 Analisa Univariat .................................................. 4.2.2 Analisa Bivariat .................................................... 4.2.3 Keterbatasan Penelitian ........................................

BAB V

PEMBAHASAN 5.1 Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di RS Medistra Jakarta ............................................................. 5.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di RS Medistra Jakarta....... 112 110

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 6.2 Kesimpulan .................................................................... Saran ............................................................................... 122 123

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi kandungan ASI ............................................................. 25 Tabel 2.2 Ringkasan perbedaan ASI, susu sapi, susu formula ....................... 37 Tabel 3.1 Instrumen penelitian untuk variabel dependen .............................. Tabel 3.2 Skoring untuk variabel dependen .................................................. Tabel 3.3 Instrumen penelitian untuk variabel independen ........................... Tabel 3.4 Skoring untuk variabel sikap ........................................................ Tabel 4.1 Ketenagaan RS Medistra ............................................................... Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur responden perawat di RS Medistra ...... Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan responden perawat di RS Medistra ......................................................................................... Tabel 4.4 Distribusi frekuensi lama waktu bekerja responden perawat di RS Medistra ......................................................................................... Tabel 4.5 Distribusi frekuensi sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif pada responden perawat di RS Medistra ........................ Tabel 4.6 Distribusi frekuensi sikap responden perawat di RS Medistra ...... Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dukungan suami responden perawat di RS Medistra ......................................................................................... Tabel 4.8 Distribusi frekuensi dukungan atasan responden perawat di RS Medistra ......................................................................................... Tabel 4.9 Distribusi frekuensi sarana menyusui di tempat kerja responden perawat di RS Medistra ................................................................. Tabel 4.10 Distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif responden perawat di RS Medistra .............................................................................. Tabel 4.11 Distribusi responden menurut umur dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ...................................................... 102 101 100 99 98 96 97 94 93 82 82 85 85 91 92

Tabel 4.12 Distribusi responden menurut pendidikan ibu dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ......................................... 103

ix

Tabel 4.13 Distribusi responden menurut lama waktu bekerja dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra .................................. 104 Tabel 4.14 Distribusi responden menurut sikap dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ........................................................ Tabel 4.15 Distribusi responden menurut dukungan suami dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ................................. Tabel 4.16 Distribusi responden menurut dukungan atasan dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra ................................. Tabel 4.17 Distribusi responden menurut sarana menyusui di tempat kerja dan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra......... 108 107 106 105

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5

Payudara tampak depan ......................................................... 15 Struktur anatomi payudara ..................................................... 16 Bentuk-bentuk puting susu ..................................................... 17 Refleks aliran dan pengawasan hormonal terhadap laktasi .... 20 Respon Penyusuan .................................................................. 22

Gambar 2.6 Diagram Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI awal dan ASI akhir ................................................................................ 25 Gambar 2.7 Posisi menyusui....................................................................... 40 Gambar 2.8 Posisi pelekatan menyusui ...................................................... 40

Gambar 2.9 Teknik menyusui ..................................................................... 42 Gambar 2.10 Definisi menyusui ................................................................... 44 Gambar 2.11 Teknik memijat payudara dan memerah ASI .......................... 48 Gambar 2.12 Pompa tangan & pompa elektrik ............................................. 51 Gambar 2.13 Tempat penyimpanan ASI perah ............................................. 54 Gambar 2.14 Mencairkan ASI perah ............................................................ 55 Gambar 2.15 Hubungan sikap dan prilaku ................................................... 63

ix

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1

Distribusi Frekuensi Umur Responden Perawat di RS Medistra ................................................................................. 93

Grafik 4.2

Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Perawat di RS Medistra ................................................................................. 94

Grafik 4.3

Distribusi Frekuensi Lama Waktu Bekerja Responden Perawat di RS Medistra ......................................................... 95

Grafik 4.4

Distribusi Frekuensi Kelompok Sikap Responden Perawat di RS Medistra ....................................................................... 97

Grafik 4.5

Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden Perawat di RS Medistra ....................................................................... 98

Grafik 4.6

Distribusi Frekuensi Dukungan Atasan Responden Perawat di RS Medistra ...................................................................... 99

Grafik 4.7

Distribusi Frekuensi Sarana Menyusui di Tempat Kerja Responden Perawat di RS Medistra ...................................... 100

Grafik 4.8

Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada Responden Perawat di RS Medistra ...................................... 101

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4

Kuesioner Distribusi Hasil Jawaban Kuesioner Output Analisa Data Statistik Formulir Bimbingan Skripsi

ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi. Sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan, sangat dianjurkan (Arief, 2009).

ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat (Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI terus diberikan sampai 2

tahun(Prasetyono, 2005).

World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan pertumbuhan bayi yang optimal.

Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam kurun waktu 1990-2015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32). Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) (Sitaresmi, 2010).

Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31% pada tahun 2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2004).

Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi dari WHO dan The United Nations Childrens Fund (UNICEF), sebagai salah satu program perbaikan gizi bayi atau anak balita. Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30.000 balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%.dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% menjadi 27,9% (Sutama, 2008). Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi dibawah umur 6 bulan yang diberi ASI eksklusif hanya 15,3%.

Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2005), karena adanya zat antibodi juga zat gizi lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare dan volume tinja (Sidi,dkk, 2003).

Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrilon and Health Surveilance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang,

Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif di perkotaan antara 3-18%, sedangkan pedesaan 6-19%. Rendahnya cakupan ASI diperkotaan dikarenakan peratutan cuti hamil/melahirkan belum sesuai dengan masa pemberian ASI eksklusif berakhir (Kodrat,2010). Siregar (2008) melaporkan bahwa 98 dari 290 orang (33,8%) ibu bekerja di perusahaan swasta di Jakarta yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif dengan cara memerah ASI sebelum ibu pergi. ASI perah dapat tahan disimpan selama 24 jam di dalam termos es yang diberi es batu atau dalam lemari es. Tidak terdapat perbedaan kualitas maupun kuantitas ASI ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja (Roesli, 2001).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk memberikan ASI eksklusif adalah pengetahuan. Pengetahuan didapat melalui proses belajar yaitu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Kurangnya pengetahuan ibu menyusui tentang keunggulan ASI dan manfaat ASI juga menyebabkan ibu mudah terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti air susu ibu, sehingga semakin banyak ibu menyusui memberikan susu botol yang sebenarnya merugikan (Depkes,2008). Faktor lain yang

menjadi bagian dari perilaku

adalah sikap.

Sikap adalah

suatu

kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh dalam cerminan perilaku seseorang, namun pembentukan perilaku itu sendiri tidak terjadi hanya berdasarkan pengetahuan dan sikap, tapi masih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain (Sarwono, 1999).

RS Medistra adalah salah satu Rumah Sakit swasta terbaik di Jakarta yang berlokasi di kawasan strategis Jenderal Gatot Subroto Jakarta didirikan pada 1990 merupakan suatu organisasi yang memiliki SDM sebanyak 953 orang dengan profesi yang beragam (medis dan non medis) termasuk perawat wanita sebanyak 341 Orang. Survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada 5 orang perawat yang mempunyai bayi umur 724 bulan, hanya 1 orang perawat (20%) yang memberikan ASI eksklusif karena harus kembali bekerja.

Di lingkungan tenaga kesehatan khususnya perawat di RS Medistra yang dinilai mempunyai pengetahuan yang cukup tentang manfaat ASI eksklusif juga sikap sebagai tenaga kesehatan yang memberikan penyuluhan tentang pemberian ASI eksklusif ternyata masih dijumpai para ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif, dikarenakan harus kembali bekerja sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

1.2

Identifikasi Masalah Pemberian ASI eksklusif sangat penting, karena dengan ASI eksklusif mampu menurunkan angka kematian bayi akibat berbagai penyakit infeksi, diantaranya penyakit diare dan infeksi saluran pernapasan akut. Berbagai penelitian juga melaporkan bahwa ASI dapat mengurangi kejadian penyakit radang telinga tengah, radang selaput oak, infeksi saluran kemih dan infeksi radang usus halus dan usus besar akibat jaringan kekurangan oksigen atau akibat terapi antibiotik (Necrotizing Enterocolitis).

ASI memberikan perlindungan kepada bayi melalui beberapa mekanisme, antara lain memperbaiki pertumbuhan mikroorganisme nonpatogen (tidak berbahaya), mengurangi pertumbuhan mikroorganisme patogen (berbahaya) saluran cerna, merangsang perkembangan barier (pembatas) antara mukosa saluran cerna dan saluran nafas, mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah melalui mukosa (dinding) saluran cerna, faktor spesifik (IgA sektori,zat kekebalan), mengurangi reaksi inflamasi (peradangan) dan sebagai imunomodulator (perangsang

kekebalan). Karenanya bayi yang diberi ASI eksklusif lebih tahan penyakit daripada yang diberi susu formula.

Perilaku ibu yang memberikan ASI ekslusif dipengaruhi beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam individu maupun yang berasal dari luar individu. Faktor yang berasal dari dalam individu, salah satunya yaitu pengetahuan yang merupakan domain yang pertama dan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmojo (2007) perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Faktor lain yang berperan penting bagi keberhasilan pemberian ASI eksklusif dapat berasal dari luar individu misalnya dukungan atasan dan dukungan suami dan sarana menyusui di tempat kerja. Dukungan emosional suami sangat berarti dalam menghadapi tekanan ibu dalam menjalani proses menyusui, agar ibu menjadi tenang sehingga memperlancar produksi ASI. Agar proses menyusui lancar, diperlukan breastfeeding father, yaitu ayah membantu ibu agar bisa menyusui dengan nyaman sehingga ASI yang dihasilkan maksimal. Dan sering kali bekerja menjadi kendala untuk memberikan ASI eksklusif, karena keterbatasan waktu untuk memberikan ASI, sehingga diperlukan suatu sarana yang memungkinkan ibu memerah ASI saat bekerja. Masalah lain belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur agar kantor atau pihak pengusaha menyediakan fasilitas bagi kelangsungan pemberian ASI eksklusif bagi pekerja wanitanya, misalnya tempat penitipan anak atau pojok laktasi yang dapat membantu keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

1.3

Pembatasan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif tetapi karena berbagai keterbatasan yang ada khususnya dari segi pengetahuan, kemampuan, waktu, biaya dan tenaga, maka ruang lingkup penelitian dibatasi pada faktor-faktor: umur, pendidikan, sikap, lamanya waktu bekerja, dukungan suami, dukungan atasan dan sarana menyusui ditempat kerja pada perawat di RS Medistra Jakarta.

1.4

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas maka permasalahan yang akan di teliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta?.

1.5

Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta 1.5.2 Tujuan Khusus A. Mengetahui prevalensi pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. B. Menganalisis hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

C. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. D. Menganalisis hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. E. Menganalisis hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. F. Menganalisis hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. G. Menganalisis hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. H. Menganalisis hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

1.6

Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat bagi peneliti Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 1.6.2 Manfaat Bagi Institusi Sebagai bahan masukan bagi RS Medistra agar ikut berperan aktif dalam mensukseskan program ASI eksklusif. 1.6.3 Manfaat bagi Universitas

10

Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian tentang pemberian ASI eksklusif pada tenaga kesehatan, dan dapat menambah bahan referensi bagi kepustakaan Universitas Esa Unggul.

11

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

2.1

Kerangka Teori 2.1.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI) dan ASI Eksklusif A. Pengertian ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang desekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. ASI merupakan makanan yang telah disiapkan untuk calon bayi saat seorang ibu mengalami kehamilan. Semasa kehamilan, payudara akan mengalami perubahan untuk menyiapkan produksi ASI (Khasanah, 2011).

ASI adalah sebuah cairan ajaib yang tidak tertandingi. ASI dapat memenuhi semua kebutuhan gizi bayi usia 0-6 bulan. ASI juga dapat melindungi bayi untuk melawan segala kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI memiliki kualitas terbaik dibanding yang lain. Zat-zat yang terkandung dalam ASI memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang

12

mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf (Kodrat, 2010).

ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistim pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, karena itu yang terbaik adalah memberikan bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun.

Kandungan zat gizi ASI yang sempurna membuat bayi tidak akan kekurangan gizi tetapi, makanan ibu harus bergizi guna

mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI. Memberikan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan akan meningkatkan risiko diare, dan sudah pasti memboroskan dana rumah tangga karena harga susu formula tidak murah (Arif, 2009).

13

B.

Pengertian ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat. ASI dapat diberikan sampai usia 2 tahun (Roesli, 2009).

ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI, tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin (Departemen Kesehatan RI, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan lain walaupun hanya air putih sampai bayi berumur enam bulan (Purwanti, 2004).

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. Pada tahun 2001 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.

14

2.1.2 Anatomi Payudara & Fisiologi Laktasi A. Anatomi Payudara Payudara ( mammae,susu) adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada dan fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, dengan berat kira-kita 200 gram, yang kiri umumnya lebih besar dari yang kanan. Pada waktu hamil payudara membesar, mencapai 600 gram dan waktu menyusui bisa mencapai 800 gram.

Ada 3 bagian utama payudara, yaitu: 1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar 2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah 3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara

Dalam korpus mammae terdapat alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Beberapa alveolus mengelompok membentuk lobulus, kemudian beberapa lobulus berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara. Dari alveolus ASI disalurkan ke dalam saluran kecil (Duktulus), kemudian beberapa saluran kecil bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).

15

Gambar 2.1 Payudara tampak depan (a. Badan b. Areola c. Papilla)

Dibawah areola saluran yang besar melebar, disebut sinus laktiferus. Akhirnya semua memusat kedalam puting dan bermuara keluar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran, terdapat otot polos yang apabila berkontraksi memompa ASI keluar.

Gambar 2.2 Struktur anatomi payudara

16

Ada 4 macam bentuk puting, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam. Namun bentuk-bentuk ini tidak terlalu berpengaruh pada proses laktasi, yang penting adalah bahwa puting susu dan areola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan atau dot ke dalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak lentur, terutama pada bentuk puting terbenam, sehingga butuh penanganan khusus agar bayi bisa menyusu dengan baik

Gambar 2.3 Bentuk-bentuk puting susu Pada papilla dan areola terdapat saraf peraba yang sangat penting untuk refleks menyusui. Bila puting dihisap, terjadilah rangsangan saraf yang diteruskan ke kelenjar hipofisis yang kemudian merangsang produksi dan pengeluaran ASI.

B.

Fisiologi Laktasi Laktasi mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya

17

hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti insulin, tiroksin dan sebagainya.

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu:

1. Refleks prolaktin : Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila ini dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI ditingkat alveoli. Dengan demikian mudah dipahami bahwa makin sering rangsangan penyusunan makin banyak pula produksi ASI.

18

2. Refleks Aliran (Let Down Reflex) Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kenjenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI di pompa keluar. Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan menyusui akan makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya mengganggu penyusuan, tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi.

Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi rahim makin cepat dan baik. Tidak jarang perut ibu terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui dan ini adalah mekanisme alamiah untuk kembalinya rahim ke bentuk semula.

Gambar 2.4 Refleks aliran dan pengawasan hormonal terhadap laktasi

19

Tiga refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi, adalah: 1. Refleks menangkap (Rooting Refleks) Timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Dan bila bibirnya dirangsang dengan papilla mammea, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha untuk menangkap puting susu. 2. Refleks menghisap Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting. Supaya puting mencapai bagian belakang palatum, maka sebagian besar areola harus tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan antara gusi, lidah dan palatum, sehingga ASI terperas keluar. 3. Refleks menelan Bila mulut bayi terisi ASI, ia akan menelannya.

Mekanisme menyusu pada payudara berbeda dengan mekanisme minum dari botol, karena dot karetnya panjang dan tidak perlu diregangkan, maka bayi tidak perlu menghisap kuat. Bila bayi telah biasa minum dari botol/ dot akan timbul kesulitan bila bayi menyusu pada ibu, karena ia akan menghisap payudara seperti halnya ia menghisap dot. terjadilah bingung puting. Pada keadaan ini ibu dan bayi perlu bantuan untuk belajar menyusui dengan baik dan benar.

20

Gambar 2.5 Respon Penyusuan

a. Bibir bayi menangkap puting selebar areola b. Lidah menjulur ke muka untuk menangkap puting c. Lidah ditarik mundur, membawa puting menyentuh langit-langit di dalam mulut d. Timbul refleks menghisap pada bayi dan refleks aliran pada ibu

Menyusui bayi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi karena secara alamiah bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Demikian halnya bayi yang lapar atau kembar, dengan daya hisapnya maka payudara akan memproduksi ASI lebih banyak, karena semakin kuat daya hisapnya, semakin banyak ASI yang diproduksi.

21

Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah payudara disusukan, maka akan terasa kosong dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu tidak akan kekurangan ASI, karena ASI akan terus diproduksi asal bayi tetap menghisap, ibu cukup makan dan minum serta adanya keyakinan mampu memberi ASI pada anaknya. Produksi ASI antara 600cc-1 Liter sehari. Dengan demiian ibu dapat menyusui bayi secara eksklusif sampai 6 bulan, dan tetap memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun bersama makanan lain.

Bila kemudian bayi disapih, refleks prolaktin akan terhenti. Sekresi ASI juga akan terhenti. Alveolii mengalami apoptosis (kehancuran), kemudian bersama siklus menstruasi dimana hormon estrogen dan progesteron berperan, alveoli akan terbentuk kembali. Siklus berulang ketika ibu hamil (alveoli matur, siap produksi) dan laktasi (alveoli memproduksi ASI) kemudian penyapihan (alveoli gugur) disebut siklus latasi dan selalu berulang selama wanita belum menopause (Sidi,dkk 2003)

2.1.3 Komposisi ASI Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu: A. Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah. kolostrum antara 150-300 ml/24 jam, volume tersebut Volume mendekati

22

kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari harus diberikan pada bayi.

dan

kolostrum

B.

ASI transisi/ peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sebelum menjadi ASI yang matang, kadar protein semakin rendah sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi dengan volume yang makin meningkat (Roesli,2001). Biasanya ASI ini akan berakhir 2 minggu setelah kolostrum. Kandungan ASI peralihan ini memang tidak selengkap kolostrum (Kodrat, 2010).

C.

ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke 14 sampai seterusnya, dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI merupakan satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan (Roesli,2001). ASI matur adalah cairan yang berisi 90% air yang diperlukan untuk memelihara hidrasi bayi sedangkan 10%

kandungannya adalah karbohidrat, protein dan lemak yang diperlukan untuk kebutuhan hidup dan perkembangan bayi (Kodrat, 2010).

23

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan ASI

dikutip dari : Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia

24

Gambar 2.6 Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI awal dan ASI akhir 2.1.4 Kandungan Gizi ASI ASI mengandung banyak zat-zat gizi dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh bayi, Zat-zat tersebut antara lain adalah: A. LCPUFAs ASI memang mengandung beberapa contoh zat gizi yang tinggi. Contoh zat gizi yang dimiliki ASI dan tidak dimiliki oleh susu lain adalah LCPUFAs (long chain polyunsaturated fatty). LCPUFAs sangat diperlukan oleh bayi dalam membantu fungsi mental, penglihatan dan perkembangan psikomotor bayi. Di dalam LCPUFAs ada 3 komponen yaitu: Asam arakhidonat, Asam dokosaheksanoat, merupakan komponen dasar korteks otak dan ARA (Arachidonic Acid) yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang otak. Menurut studi selama 17 tahun pada tahun 1025 anak-anak yang mengkonsumsi ASI terdapat peningkatan IQ dan keterampilannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kemampuan reflek kognitif merupakan efek dari LCPUFAs pada masa awal

perkembangan saraf bayi. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa ASI dapat berperan sangat penting untuk pertumbuhan anak. Bahkan dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Willats dan Forsyth pada 44 bayi yang sehat dan lahir normal dimana bayi-bayi tersebut secara acak diberikan susu formula yang didalamnya ditambahkan LCPUFAs dan sebagian lagi tidak ditambahkan. ternyata bayi-bayi yang

25

diberikan susu formula dengan penambahan LCPUFAs menunjukan kemampuan berpikir cepat.

B.

Protein Protein dalam ASI terdiri dari protein yang sulit dicerna dan protein yang mudah dicerna. ASI lebih banyak mengandung protein yang mudah dicerna dibandingkan protein yang tidak mudah dicerna sedangkan pada susu sapi kebalikannya. ASI mempunyai kadar protein yang paling rendah diantara air susu mamalia. Dibandingkan dengan beberapa jenis mamalia lainnya. Walaupun demikian, protein yang terkandung di dalam ASI merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh otot dan tulang bayi manusia, agar dapat berkembang baik dan berfungsi optimal. Protein di dalam ASI benar-benar diciptakan dengan tepat, sehingga sesuai dengan tingkat metabolisme yang dijalankan oleh berbagai sistem organ di tubuh bayi, dengan demikian tubuh bayi akan dengan mudah menerimanya.

C.

Lemak Lemak pada ASI merupakan lemak penghasil energi utama. ASI juga merupakan komponen gizi yang sangat bervariasi. ASI lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. Penelitian OSBORN membuktikan, bayi yang tidak mendapat ASI lebih banyak menderita penyakit jantung koroner di usia muda. Lemak adalah zat gizi yang berperan penting dalam proses metabolisme. Seperti juga protein

26

dalam ASI, kadar lemak dalam ASI juga lebih mudah diuraikan dan diserap oleh tubuh bayi dibandingkan lemak yang terdapat didalam air susu sapi. Lemak ASI terdiri dari beberapa jenis antara lain; DHA, ALA, AA, dan lain sebagainya. DHA merupakan zat yang penting untuk membantu pertumbuhan, perkembangan serta mempertahankan fungsi kerja jaringan otak. Jadi semakin lama menyusui semakin tinggi pula kadar DHA di dalam otak bayi. ASI juga mengandung kolesterol yang diperlukan untuk membangun sel-sel anak,

membentuk hormon, serta vitamin D. Selain itu, lemak yang terdapat didalam ASI juga berpengaruh untuk membentuk kulit sehat.

D.

Karbohidrat Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Laktosa merupakan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak. Dari hasil penelitian yang dilakukan para ahli bahwa semakin pintar jenis mamalia semakin banyak ditemukan laktosa dalam air susunya, dan didalam ASI lah jumlah tertinggi diantara susu mamalia.

E.

Laktosa Laktosa merupakan karbohidrat utama pada ASI. Fungsinya sebagai sumber energi. Fungsi lainnya meningkatkan absorbs kalcium dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus.

27

F.

Zat besi Meskipun ASI mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0mg/liter), bayi yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini dikarenakan zat besi pada ASI memang lebih mudah diserap.

G.

Mineral ASI memang mengandung mineral yang lebih sedikit daripada susu sapi. Bahkan susu sapi mengandung empat kali lebih banyak daripada ASI. Namun, jika bayi lebih banyak mengkonsumsi susu sapi maka ginjal bayi akan bekerja semakin keras.

H.

Sodium Ternyata jumlah sodium pada ASI sangatlah cocok dengan kebutuhan bayi. Sodium yang ada pada susu sapi lebih rendah daripada ASI setelah mendapat proses modifikasi (proses perubahan dari susu segar ke susu kaleng atau bubuk).

I.

Kalsium Fosfor dan Magnesium Pada dasarnya, Kalsium, Fosfor dan Magnesium pada susu botol memang lebih tinggi dibandingkan dengan ASI. Namun akibat proses modifikasi maka nilai ketiga zat dalam susu botol tersebut menjadi menyusut atau berkurang. Oleh karenanya, meski secara umum kandungan ketiga zat tersebut di dalam ASI lebih sedikit namun ASI harus diberikan secara eksklusif selama 6 bulan.

28

J.

Vitamin Kadar Vitamin A,B,C, D,E dalam ASI lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadarnya dalam susu sapi, namun dalam ASI kadar vitamin K memang terdapat dalam jumlah yang sedikit.

K.

Taurin Fungsi taurin adalah berperan dalam perkembangan mata bayi. Pada mata, taurin banyak terdapat di retina, terutama terkonsentrasi di epitel pigmen retina dan lapisan fotoreseptor. Asupan taurin yang adekuat dapat menjaga penglihatan sikecil dari gangguan retina. Selain itu, juga berperan dalam perkembangan otak dan sistem saraf.

L.

Lactobacillus Lactobacillus dalam ASI berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E.Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi.

M.

Lactoferin dan Lisozim Lactoferin dapat bermanfaat bagi kebutuhan nutrisi bayi. Lactoferin berfungsi menghambat bakteri Staphylococcus dan jamur candida. Sedangkan kandungan lizosim dapat memecah dinding bakteri sekaligus mengurangi insidens caries dentis dan maloklusi (kebiasaan

29

lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan dot atau botol).

N.

Air Sebagian besar ASI mengandung air, karenanya ibu haus banyak minum air saat sedang menyusui (Kodrat, 2010).

2.1.5 Manfaat ASI Manfaat ASI adalah sebagai berikut: A. Manfaat ASI bagi bayi : 1. Perlindungan terhadap infeksi dan diare, ASI mengandung

berbagai zat antibodi yang mampu melindungi tubuh terhadap infeksi serta zat-zat lain yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri.

2. Perlindungan terhadap alergi, salah satu zat yang terkandung dalam ASI adalah immunoglobulin yang mampu melindungi tubuh terhadap alergi. Sedangkan immunoglobulin pada tubuh manusia baru terbentuk setelah bayi berusia beberapa minggu. Oleh sebab itu apabila bayi lahir langsung diberi ASI, kemungkinan terserang alergi relatif kecil. 3. Mempererat hubungan dengan ibu, ASI bagi seorang bayi selain untuk memenuhi kebutuhan gizinya, juga untuk lebih bisa mengenal ibunya dan mendapatkan rasa nyaman. Belaian ibu pada saat menyusui anak terlindung. akan membuatnya merasa aman dan

30

4. Memperbagus gigi dan bentuk rahang, pemberian ASI dapat mengurangi kerusakan pada gigi dan bentuk rahang. 5. Mengurangi kegemukan/obesitas, zat mineral yang terdapat dalam ASI hanya sedikit, jika dibandingkan dengan mineral yang terdapat pada susu sapi, sehingga bayi cenderung cepat haus dan orang tua cenderung memberikan kembali susu botol/sapi. Akibatnya bayi akan kelebihan kalori sehingga bayi tersebut menjadi gemuk (obesitas). 6. Perlindungan dalam penyempurnaan otak, ASI mampu memproduksi hormon tixoid yang dapat melindungi otak bayi. Walaupun bayi mampu memproduksi hormon tersebut namun kemampuannya terbatas. Selain hal tersebut asam lemak yang terkandung pada ASI sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan penyempurnaan sel-sel otak.

7. Dengan ASI bayi selalu mendapat susu yang segar, ASI yang masih tersimpan dalam payudara ibu, selalu bersih, aman, segar, dan tidak pernah basi. Bagi ibu pekerja, sekembali dari bekerja, ASI dapat diberikan langsung kepada bayi, ibu tidak perlu membuang ASI terlebih dahulu. 8. Semakin sering menyusukan semakin banyak produksi ASI, beda dengan susu bubuk apabila semakin sering diberikan kepada bayi semakin cepat habis (mahal) justru sebaliknya, semakin sering

31

dihisap semakin banyak ASI diproduksi, khususnya pada tahun pertama menyusui.

B.

Manfaat ASI bagi ibu 1. Memberi kepuasan batin, ibu-ibu yang berhasil menyusui anaknya akan merasa senang dan puas karena dapat memenuhi kebutuhan bayi dan melaksanakan tugas mulianya sebagai seorang ibu. 2. Lebih praktis dan ekonomis, pemberian ASI lebih praktis dan murah, karena tidak merepotkan, yakni ibu tidak perlu

mensterilkan botol,

menyiapkan air hangat dan sebagainya.

Disamping itu tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk membeli susu kaleng. 3. Mengembalikan bentuk tubuh, apabila ibu-ibu menyusui bayinya dengan baik dan teratur maka tubuh yang bertambah besar selama kehamilan akan kembali seperti semula dengan cepat. Hari-hari pertama saat menyusui maka rahim akan berkontraksi saat bayi menghisap puting susu. Kontraksi tersebut akan mempercepat pengembalian bentuk rahim dan mengeluarkan darah serta jaringan yang tidak diperlukan dalam rahim. 4. Menunda masa subur (efek KB), pemberian ASI dapat membantu menjarangkan kelahiran dengan cara menunda terjadinya evolusi dan haid, namun itu tidak berarti bahwa dengan menyusui tidak akan terjadi kehamilan, bila tanda-tanda haid muncul ibu tetap dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi.

32

5. Mencegah pembengkakan, pemberian ASI secara terus-menerus akan membantu mencegah payudara membengkak dan sakit. Untuk ibu yang sibuk selama bekerja, ASI dapat dipompa dan disimpan ditempat yang aman (pada gelas dan disimpan dilemari es atau termos), dan segera diberikan kepada bayi dengan sendok setelah ibu tiba di rumah (UNICEF, 1994).

C.

Manfaat ASI Bagi Negara 1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak Adapun faktor protektif dan nutrien yag sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah.

Kejadian diare paling tinggi terdapat pada anak dibawah 2 tahun, dengan penyebab rotavirus. Anak yang tetap diberikan ASI, mempunyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare lebih sedikit, serta lebih cepat sembuh dibanding anak yang tidak mendapat ASI. Manfaat ASI, seperti asam amino, dipeptid, heksose menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare dan volume tinja. Bayi yang diberi asi ternyata juga terlindungi dari diare karena Shigela, karena kontaminasi makanan

33

yang tercemar bakteri lebih kecil, mendapatkan antibodi terhadap Shigela dan imunisasi seluler dari ASI, memacu pertumbuhan flora usus yang berkompetisi terhadap bakteri. Adanya antibodi terhadap Helicobacter jejuni dalam ASI melindungi bayi dari diare oleh mikroorganisme tersebut. Anak yang tidak mendapat ASI mempunyai resiko 2-3 kali lebih besar menderita diare karena Helicobacter jejuni dibanding anak yang mendapat ASI.

2. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gaung akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapat susu formula. 3. Mengurangi devisa untuk membeli susu formula ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui, diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp.8,6 milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula. 4. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin (Sidi,dkk 2003).

34

Tabel 2.2 Ringkasan Perbedaan ASI, Susu Sapi dan Susu Formula

Dikutip dari : Kodrat, Laksono, 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta: Media Baca.

35

2.1.6 Alasan pemberian ASI eksklusif A. ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzime, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proposional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat, yang tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia. Komposisi ASI sesuai secara alamiah dengan kebutuhan untuk tumbuh kembang secara khusus bagi bayi . B. Bayi dibawah usia 6 bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan selanjutnya. C. Ginjal bayi masih muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan termasuk susu sapi biasanya mengandung banyak mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal bayi yang belum sempurna. D. Makanan tambahan mungkin mengandung zat tambahan yang berbahaya bagi bayi, misalnya zat warna dan zat pengawet. E. Makanan tambahan bagi bayi yang belum berumur 6 bulan mungkin menimbulkan alergi. F. ASI sudah didisain sedemikian rupa oleh Tuhan sehingga mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, ASI juga disertai oleh zat- zat yang mengandung enzim-enzim yang berfungsi untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI

36

mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara whei dan kasein yang sesuai untuk bayi.

2.1.7 Teknik Menyusui Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui, yang sebenarnya hanya karena tidak tahu teknik menyusui. Cara meletakan bayi pada payudara ketika menyusui berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Bayi, walaupun sudah dapat menghisap tetapi dapat mengakibatkan puting terasa nyeri. Selain itu mungkin masih ada masalah lain, terutama pada minggu pertama setelah persalinan, secara emosional lebih peka/ sensitif. Sebenarnya kepekaan tersebut sangat membantu dalam proses pembentukan ikatan batin antara ibu dan anak. Ibu menunjukan cintanya, kasih sayangnya kepada anak. Disisi lain ibu baru menjalani proses pemulihan dan mungkin

menjadikannya mudah tersinggung. Dalam hal ini ibu memerlukan pendamping, yang dapat membimbing untuk merawat bayi, termasuk menyusui. Suami, keluarga, kerabat, atau kelompok ibu pendukung ASI, juga tenaga kesehatan (dokter, bidan dan lain-lain).

A.

Posisi & Pelekatan Menyusui Ada berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring. Ada

37

posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti pasca oprasi sesar, bayi diletakan disamping kepala ibu dengan kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan seperti memegang bola, kedua bayi disusui bersamaan, dipayudara kanan dan kiri. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedak.

Gambar 2.7 Posisi menyusui

38

Gambar 2.8 Posisi pelekatan menyusui

B.

Langkah - langkah Menyusui 1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu. 2. Bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara. 3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja. 4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara: - Menyentuh pipi dengan puting susu atau - Menyentuh sisi mulut bayi 5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukan ke mulut bayi.

39

Gambar 2.9 Teknik menyusui

C.

Lama dan frekuensi menyusui Sebaiknya bayi disusui nir-jadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing,

kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian.

40

Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui nir- jadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja diluar rumah dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari.

Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara dan sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI menjadi lebih baik. setiap kali menyusui, dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan.

D.

Pola Menyusui Bayi Menurut WHO tahun 1991, pola menyusui bayi terdiri dari: 1. Menyusui secara eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat, vitamin dan mineral.

2. Menyusui secara predominan adalah menyusui ASI tapi pernah diberi cairan/ makanan lain seperti air putih, teh, air manis, sari buah, tetesan atau sirup, sebelum ASI keluar. 3. Menyusui secara parsial adalah menyusui ASI pada bayi tetapi diberikan makanan buatan (susu formula, biskuit, bubur susu/

41

makanan lain) sebelum bayi berumur 6 bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelaktal.

Gambar 2.10 Definisi menyusui

E.

Pengeluaran ASI/ ASI Perah 1. Tujuan memerah - Meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibu bekerja. - Mengurangi bengkak atau sumbatan pada payudara. - Memberi ASI sementara bagi bayi yang belajar menyusu dari puting terbenam. - Memberi ASI perah kepada bayi yang menolak menyusu. - Memberi ASI perah kepada bayi dengan berat lahir rendah yang tidak dapat menyusu.

42

- Mencegah ASI menetes ketika ibu jauh dari bayinya. - Mempertahankan pasokan ASI ketika ibu atau bayinya sakit.

2. Persiapan Dasar Sebelum memerah ASI Sebelum memerah ASI, ada beberapa tahap dasar yang perlu dipersiapkan, seperti: - Pilih waktu yang tepat, yaitu saat payudara dalam keadaan yang paling penuh terisi, padaumumnya terjadi di pagi hari. - Semua peralatan yang akan digunakan telah dibersihkan terlebih dahulu. Jika menggunakan breast pump (pompa payudara) sebaiknya segera dibersihkan segera setelah digunakan agar sisa susu tidak mengering sehingga sulit dibersihkan.

- Pilih tempat yang tenang dan nyaman pada saat memerah susu, tempat yang tidak bising. - Cuci tangan dengan sabun, sedangkan payudara dibersihkan dengan air. - Sebelum memulai, minumlah segelas air atau cairan lainnya, misal susu, jus, teh atau sup. Disaran kan munuman hangat agar membantu payudara mengeluarkan ASI. - Usahakan untuk santai, jika bisa dengan kaki diangkat - Kompres payudara kira-kira 5-10 menit atau mandi air hangat sambil memijat payudara sehingga membantu air susu keluar dengan lancar.

43

3. Proses Memerah ASI a. Memerah dengan tangan Cara paling praktis dalam memerah ASI adalah dengan tangan dan tidak menggunakan peralatan, sehingga ibu dapat melakukannya kapan dan dimana saja. Berikut adalah teknik memerah ASI dengan tangan: 1) Letakan cangkir di meja atau dipegang, sedangkan satu tangan lain digunakan untuk menampung air susu yang ibu peras (ASI). 2) Condongkan badan ke depan dan letakan ibu jari disekitar areola diatas puting dan jari telunjuk pada areola bawah puting 3) Lakukan pijatan halus dengan ibu jari dan telunjuk ke dalam menuju dinding dada. 4) Tekan ibu jari dan jari telunjuk sedikit ke arah dada, tetapi jangan terlalu kuat agar tidak menyumbat aliran susu. kemudian, tekan sampai teraba pada tempat untuk

menampung ASI dibawah areola, yang bentuknya seperti polong-polong atau kacang tanah. Bila ibu merasakannya, ibu dapat menekan disitu. 5) Lakukan prosedur tekan dan lepas. Kalau terasa sakit, berarti tekniknya salah. Apabila pada mulanya ASI tidak keluar,

44

maka jangan berhenti. Lakukan proses ini beberapa kali sehingga ASI akan keluar. 6) Tekan dengan cara yang sama disisi sampingnya untuk memastikan memeras ASI di semua bagian payudara. 7) Sebaiknya, jangan memencet puting ataupun menggerakan jari sepanjang puting payudara. Hal ini karena menekan atau menarik puting payudara tidak dapat memeras ASI. 8) Perahlah ASI 3-5 menit sampai ASI berkurang pada satu payudara, lalu pindah ke payudara satu lagi, demikian seterusnya secara bergantian. Hal ini sama dengan yang terjadi bila bayi menghisap dari puting payudara saja. Memerah ASI perlu waktu sekitar 20-30 menit, dan usahakan jangan terlalu cepat dari waktu tersebut. ASI yang diperah harus dikeluarkan sebanyak mungkin.

(a)

45

(b)

Gambar 2.11 Teknik memijat payudara (a) dan memerah ASI (b)

b. Memerah dengan pompa payudara Pompa payudara bekerja dengan cara menyedot dan menarik keluar air susu. Sedotan ini dibuat, baik secara manual ataupun dengan tenaga listrik. Kekuatan sedotan biasanya bisa diatur.

Beberapa pompa lebih mudah dilepaskan dibandingkan yang lain. Beberapa pompa biasanya dilengkapi dengan perisai plastik lunak yang disebut flexishield yang dipasang ke dalam selang plastik yang kaku, yang ditempatkan di area puting ibu. Perisai ini lentur dan membungkus payudara dan ketika pompa bekerja, gerakannya meniru penghisapan bayi. Oleh karenanya, perangsangan peyudara dan air susu yang dikeluarkan akan lebih baik. Yang harus diperhatikan, bagian-bagian dari pompa kontak langsung dengan ASI harus dapat disterilkan. Pemerahan menggunakan pompa biasanya lebih cepat dibandingkan menggunakan tangan.

46

1) Jenis-jenis pompa a) Pompa tangan - Mudah disterilkan. - Kebanyakan difungsikan dengan tuas tekan atau dengan menarik tabung keluar masuk. - Pompa yang bertuas tekan dirancang untuk penggunaan satu tangan. Beberapa wanuta dapat menyusui beyi disatu sisi dan memompa disisi yang lainnnya. - Pompa tangan pada umumnya berukuran kecil, mudah dibawa dan tidak mengeluarkan suara sehingga cocok untuk memerah susu di tempat kerja. - Namun, beberapa bagian plastik dari pompa tangan cepat rusak jika sering digunakan. - Hindari penggunaan pompa tangan yang terdiri dari bola karet yang direkatkan pada tabung plastik yang dipasang pada payudara, kadang-kadang disambung dengan botol susu karena pompa ini tidak bisa di sterilkan secara menyeluruh. b) Pompa elektrik - Pompa elektrik digerakan oleh beterai atau listrik atau keduanya.

47

- Pompa ini bervariasi dari yang kecil, ringan , bertenaga baterai, portable (mudah dipindahkan) sampai model elektrik yang lebih besar berat sekitar 2,5 kg (unportable). - Pada penggunaan yang teratur, baterai akan cepat habis. Sebaiknya membeli baterai yang bisa diisi ulang beserta alat pengisinya (charger). - Pompa listrik yang besar memiliki sambungan untuk memompa dua payudara sekaligus (pemompaan ganda) yang akan lebih cepat dan biasanya menambah jumlah susu yang dihasilkan. - Jenis pompa ini bersuara (berisik). - Pompa elektrik yang besar biasanya bisa disewa dari rumah sakit atau lembaga menyusui setempat.

(a)

(b)

48

Gambar 2.12 Pompa tangan (a) dan pompa elektrik (b)

4. Penyimpanan ASI perah a. Jika ruangan tidak ber AC, ASI perah sebaiknya disimpan kurang dari 4 jam sebelum digunakan. b. Jika ruangan ber AC, ASI perah bisa disimpan selama 6-8 jam. Dengan syarat AC-nya stabil. Jika ragu maka tempatkan ASI perah (ASper) didalam termos kecil yang diisi es batu. c. ASI dapat disimpan dalam lemari es selama 2x24 jam. Simpan di bagian paling belakang lemari es atau kulkas, jangan dibagian pintu. ASI dalam freezer lemari es 1 pintu tahan 2 minggu. Bila disimpan dalam freezer yang terpisah dari lemari es, ASI bisa tahan selama 3-4 bulan. Jika memiliki freezer yang terpisah, atau deep freezer (biasanya memiliki suhu lebih rendah dari freezer biasa -200o C). ASper dapat disimpan 6-12 bulan. d. ASper beku yang sudah dicairkan, tapi belum dihangatkan, bisa disimpan dalam lemari es atau kulkas sampai dengan 24 jam. Namun jika di dalam suhu ruangan, sebaiknya diminum sebelum 4 jam setelah dicairkan. e. Jika ASper sudah terlanjur dihangatkan, sebaiknya dihabiskan sebelum 1 jam. f. ASper yang sudah diminum oleh bayi dari botol yang sama, sisanya tidak boleh diminum kembali.

49

Cara menyimpan ASI Perah: 1) Simpan ASI di dalam wadah yang telah disterilkan terlebih dahulu. Botol yang paling baik yang terbuat dari gelas atau kaca yang bertutup cukup kedap. Jika menggunakan botol plastik, pastikan plastiknya cukup kuat (tidak meleleh di dalam air panas). Dapat juga menggunakan plastik khusus ASI yang biasanya dijual di toko kesehatan. 2) Hindari pemakaian botol susu bergambar atau berwarna, karena ada kemungkinan catnya meleleh jika terkena panas. Selain itu, sebaiknya botol yang tertutup rapat, jangan ditutup dengan dot karena masih ada peluang untuk terinfeksi dengan udara. 3) Jangan mengisi wadah yang terlalu penuh agar ada ruang bagi ASI untuk memuai selama pembekuan. 4) ASper dibekukan dalam jumlah sekali minum dalam satu tempat penyimpanan sehingga tidak ada ASper yang terbuang. 5) Jangan lupa bubuhkan label yang mencantumkan tanggal dan jam ASI diperah pada setiap botol. 6) Jika dalam satu harimemompa atau memeras ASI beberapa kali, bisa saja ASI digabungkan dalam botol yang sama, dengan syarat suhu tempat botol stabil antara 0-15o C dan jangka waktu tidak lebih dari 24 jam.

50

7) ASI segar yang baru dikeluarkan dapat ditambah kedalam ASper yang telah dikeluarkan atau dibekukan sebelumnya, tetapi dinginkan susu segar terlebih dahuli secara terpisah, dan jangan menambah lebih dari setengah ASper beku ke ASper yang belum dibekukan. 8) Simpanlah ASper di tempat yang terdingin dalam lemari es, letaknya biasanya di bagian belakang atau bawah, terpisah dari bahan makanan lain. Jika tidak terdapat emari pendingin simpan ASper dalam cooler box atau kantong yang diberi blue ice atau es batu.

Gambar 2.13 Tempat penyimpanan ASI perah

51

5. Penyajian ASI perah a. Cairkan susu beku dengan cara menempatkan botol ASper di dalam wadah yang berisi air dingin. b. Lanjutkan dengan menggunakan air hangat hingga suhunya seperti suhu tubuh, atau gunakan alat penghangat botol. Jangan menggunakan microwave untuk mencairkan dan

menghangatkan ASper karena terlalu panas atau panas tidak merata. Selain itu, penggunaan microwave bisa merusak beberapa gizi pada ASI. c. Berikan dengan menggunakan cangkir atau sendok. Sebaiknya hindari penggunaan dot. Usahakan diberikan oleh orang lain, bukan ibu, agar bayi terhindar dari bingung puting. d. Jika selama penyimpanan, lemak susu terpisah, kocoklah sampai merata.

Gambar 2.14 Mencairkan ASI perah

52

6. Manfaat ASI perah a. Bayi tetap memperoleh ASI walaupun ibu terpisah dengan bayi (karena bekerja, bepergian atau sakit). b. Ketika ibu membutuhkan istirahat, orang lain bisa memberikan ASper pada bayi. c. Sangat bermanfaat pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau bayi yang tidak dapat menyusu langsung pada ibunya karena berbagai masalah. d. Menghilangkan bendungan ASI, mencegah payudara bengkak. e. Menjaga kelangsungan produksi ASI. f. Memudahkan bayi minum jika ASI terlalu deras. g. Menunjukkan kasih sayang dan memelihara ikatan khusus (bonding) ibu terhadap bayi walaupun ibu tidak bersamanya.

2.1.8 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Menurut Soetjiningsih (1997) faktor yang memghambat pemberian ASI adalah: - Faktor sosial budaya (ibu bekerja, meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberi susu botol, merasa ketinggalan jaman jika menyusui). - Faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik sebagai wanita, tekanan batin).

53

- Faktor fisik ibu (ibu yang sakit, misalnya mastitis, panas dan sebagainya). - Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. - Meningkatnya iklan susu formula. - Perkembangan zaman yang menuntut segalanya serba praktis menjadikan susu formula banyak dipilih para ibu, terutama mereka yang bekerja.

Menurut Laurence W. Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor yang menjadi dasar atau motivasi terjadinya perilaku, yang mencakup: pengetahuan, umur, sikap, tradisi, kepercayaan/ tradisi/ nilai, tingkat pendidikan, pengalaman, kepercayaan, keyakinan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan. 2. Faktor pendukung/ pemungkin (enabling factors) yaitu faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di masyarakat misalnya ketersediaan sumber daya manusia, pengetahuan petugas, peran petugas, jarak ke pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, keterjangkauan informasi kesehatan, ketersediaan waktu menyusui (lamanya waktu bekerja)

54

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk

berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya peraturan dan kebijakan pemerintah, dukungan keluarga, dukungan suami, dukungan atasan, sikap dan perilaku petugas kesehatan/tokoh masyarakat.

A.

Umur
Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan (Depdikbud, 2001). Menurut Notoatmodjo (2003), terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, semakin cukup umur maka semakin dewasa dan matang dalam berfikir dan bertindak. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup kedewasaannya. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan semakin

bertambahnya umur ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Maka semakin tua umur ibu, semakin tinggi kecenderungan menyusui bayinya dibandingkan dengan ibu-ibu muda, hal ini disebabkan karena semakin tua seorang ibu maka semakin banyak pengalaman dalam merawat dan menyusui bayi (Daldjoni, 1982). Pengalaman ini akan memberikan pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan menberi sikap positif terhadap pemberian ASI (Erlina, 2008).

Ibu yang masih muda keadaan psikologinya belum stabil dengan sendirinya akan lebih banyak timbul benturan antara kasih sayang

55

seorang ibu dengan egonya yang masih ingin bebas sebagai orang muda. Hal inilah yang dapat berpengaruh terhadap motivasi untuk memberikan ASI eksklusif.

Kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri dari situasi-situasi baru seperti mengingat halhal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berpikir kreatif mencapai puncaknya serta kecepatan respon maksimal dalam pelajaran dan menguasai atau menyesuaikan diri dari situasisituasi tertentu, terjadi pada masa dewasa dini, terutama pada usia 20-35 tahun.

Usia reproduksi wanita terjadi pada 18-40 tahun. Umur ibu sewaktu
hamil juga sangat penting untuk pembentukan ASI, kehamilan dan kelahiran. Usia 1620 tahun dianggap masih berbahaya secara fisik dan secara mental dianggap masih belum cukup matang dan dewasa untuk menghadapi kehamilan dan kelahiran. Umur 2030 tahun adalah kelompok umur yang paling baik untuk kehamilan sebab secara fisik sudah cukup kuat juga dari segi mental sudah cukup dewasa. Umur 3135 tahun dianggap sudah mulai bahaya lagi sebab secara fisik sudah mulai menurun apalagi jika jumlah kelahiran sebelumnya cukup banyak atau lebih dari tiga (Depkes RI, 2008). Ibu yang umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi ASI dibanding ibu yang sudah tua (Winarno, 1987).

56

Ibrahim (2000), membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan pola menyusui namun demikian penelitian Kristina (2003), memberikan hasil sebaliknya bahwa tidak ada pengaruh antara umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p>0,05).

B.

Pendidikan Ibu
Pendidikan bertujuan untuk mengubah pengetahuan, pengertian, pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku/kebiasaan baru kepada seseorang dengan pendidikan rendah serta meningkatkan pengetahuan yang

cukup/kurang bagi seseorang yang masih memakai pengetahuan lama (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan membantu seseorang untuk menerima informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi, misalnya cara memberikan ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan. Proses pencarian dan penerimaan informasi ini akan cepat jika ibu berpendidikan tinggi (Soetjiningsih, 1997). Sehingga pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses belajar yang memberikan latar belakang berupa mengajarkan kepada manusia untuk dapat berpikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan untuk menilai apakah budaya masyarakat dapat diterima atau

mengakibatkan seseorang merubah tingkah laku.

57

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia baik jasmani maupun rohani yang berlangsung seumur hidup baik di dalam maupun di luar sekolah (Depdiknas, 2005). Secara luas, pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu berupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun informal. Kegiatan formal maupun informal berfokus pada proses belajar mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat menjadi dapat. Contoh: Individu yang berpendidikan S1 perilakunya akan berbeda dengan yang berpendidikan SMP (Sunaryo, 2004). Pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif.

Penelitian Unika Atma Jaya (1995) memberikan hasil bahwa pendidikan ibu merupakan merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh kuat terhadap pemberian ASI. Namun bertolak belakang dengan penelitian Maisni (1992) yang membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI pada ibu bekerja.

C.

Sikap Sikap adalah suatu bangun psikologis seperti kepercayaan, opini, minat, perlakuan, nilai dan perilaku suatu (Myers, dalam untuk

Gerungan,1996).

Sikap

adalah

kecenderungan

mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak

58

menyenangi obyek tersebut. Sikap adalah bagian dari perilaku. (Notoatmojo, 2007)

Ciri khas dari sikap adalah; - Mempunyai objek tertentu (orang, prilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya). - Mengandung penilaian (setuju atau tidak setuju) - Mengarahkan perilaku

Wirawan (1999) mengungkapkan bahwa sikap mengandung 3 bagian yaitu kognitif (kesadaran), affektif (perasaan) dan behavior (perilaku).

Pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh dalam cerminan perilaku seseorang, namun pembentukan perilaku itu sendiri tidak terjadi hanya berdasarkan pengetahuan dan sikap, tapi masih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Misalnya, sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja belum tentu dapat memperkirakan perilaku pemberian ASI eksklusif (Sarwono, 1999). Tetapi sikap dapat menentukan perilaku jika dimunculkan dalam kesadaran seseorang (Wirawan,1999)

59

Gambar 2.15 Hubungan sikap dan perilaku

Penelitian Unika Atma Jaya (1995) memberikan hasil bahwa sikap ibu berpengaruh positif terhadap perilaku menyusui.

D. Lama waktu bekerja Seorang ibu terkadang tidak hanya menyusui dan mengurus suami dan anak-anaknya, juga harus bekerja diluar rumah. Pekerjaan merupakan segala usaha yang dilakukan atau dikerjakan untuk mendapatkan hasil atau upah yang dapat dinilai dengan uang.

Salah satu kendala pemberian ASI ekslusif adalah meningkatnya tenaga kerja wanita, sedangkan cuti melahirkan hanya 12 minggu, dan 4 minggu harus diambil sebelum melahirkan. Sekitar 70 % perempuan Indonesia adalah pekerja, baik sektor formal maupun informal dan bekerja sering menjadi alasan seorang ibu untuk tidak menyusui jika ibu mempunyai motivasi yang kuat dan pengetahuan

60

yang cukup, maka pemberian ASI eksklusif dapat dilakukan sambil bekerja (Ariani, 2009).

Menyusui paling baik dilakukan sesuai permintaan bayi (on demand) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali sehari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat berkurang bila menyusui terlalu sebentar(Badriul, 2008). Pada ibu bekerja, lamanya waktu bekerja dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif karena semakin lama waktu kerja seorang ibu maka semakin lama juga dia meninggalkan bayinya di rumah sehingga ibu tersebut tidak dapat menyusui bayinya (Roesli, 2009).

Menurut Marini (1998), ibu yang tidak bekerja selalu ada di rumah, lebih memungkinkan untuk pemberian ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang bekerja, karena tidak selalu bersama bayinya sehingga kurangnya waktu untuk menyusui. Hal ini sejalan dengan penelitian Hartatik (2010) yang menyatakan ibu yang bekerja > 6 jam/hari mempunyai kemungkinan memberikan ASI eksklusif 1,182x lebih kecil dari ibu yang bekerja < 6 jam/ hari.

61

E.

Dukungan Suami Dukungan suami pada pemberian ASI eksklusif adalah peran suami yang mendukung pemberian ASI eksklusif. Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya. Pada ibu ada 2 macam reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya, reflek tersebut adalah reflek prolaktin merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi susu. Jumlah prolaktin yang di sekresi dan jumlah susu yang di produksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas, dan lama bayi mengisap. Ejeksi susu dari alveoli dan duktus susu terjadi akibat refleks let-down. Akibat stimulus isapan, hipotalamus melepaskan oksitosin dari hipofisis posterior. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar.

Karena itu peran suami sangat menentukan keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks

pengeluaran ASI (left down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-

62

bantuan

praktis

lainnya,

seperti

mengganti

popok

atau

menyendawakan bayi, menggendong bayi, atau memijat bayi. Membesarkan dan memberi makan anak adalah tugas bersama antara ayah dan ibu, dengan memberikan nafkah yang cukup untuk memenuhi gizi ibu dalam menyusui juga merupakan bentuk dukungan dalam pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2001), maka dengan dukungan suami yang tinggi akan meningkatkan

keberhasilan pemberian ASI eksklusif seperti yang dikatakan Hartatik (2010) bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan suami mempunyai kemungkinan 35x lebih kecil memberikan ASI eksklusif dari pada yang mendapat dukungan suami.

F.

Dukungan Atasan Dukungan atasan terhadap pemberian ASI eksklusif adalah dukungan sosial atasan yang terwujud dalam perilaku atasan terhadap pemberian ASI eksklusif. Hak menyusui dijamin dalam pasal 99 dan 101 Undang-Undang ketenagakerjaan. Hak ini termasuk waktu ekstra menyusui diluar jam istirahat dan fasilitas atau ruang laktasi di kantor (pasal 105).

Ibu memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar baik rekan kerja dan atasan untuk mendukung kegiatan menyusui sambil bekerja, kurangnya dukungan dari mereka dapat menyebabkan gagalnya ibu menyusui (Ariani,2009). Namun penelitian Afriana

63

(2004) menyatakan dukungan atasan tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif.

Penelitian Raharjo dan Purnamasari (2005), mengatakan ada hubungan yang signifikan antara dukungan atasan dan praktek pemberian ASI eksklusif.

H.

Sarana menyusui di tempat kerja Masyarakat umumnya merasa tidak nyaman untuk menyusui di depan umum dan juga agar bayi tidak terganggu saat menyusu maka perlu disediakan suatu tempat atau fasilitas menyusui di tempat umum misalnya kantor, mall, stasiun, bandara dan sebagainya.

Salah satu kendala mensukseskan program ASi eksklusif adalah meningkatnya tenaga kerja wanita, sehingga perlu disiapkan hal seperti menjadikan tempat bekerja menjadi mother-friendly working place dimana terdapat fasilitas untuk memerah dan menyimpan ASI, bila mengizinkan disediakan tempat penitipan anak. Seperti dikatakan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 128 (ayat 2 dan 3) yaitu selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas diadakan ditempat kerja

64

dan tempat sarana umum akan mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Penelitian afriana mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI secara eksklusif. Selain faktor-faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif tersebut, menurut IDAI (2010) ada beberapa kendala yang menghambat pemberian ASI eksklusif, yaitu: 1. Produksi ASI kurang. 2. Ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar. 3. Ibu ingin menyusui kembali setelah bayi diberi formula (relaktasi). 4. Bayi terlanjur mendapatkan prelakteal feeding (pemberian air gula/ dekstrosa, susu formula pada hari-hari pertama kelahiran). 5. Kelainan ibu: puting ibu lecet, puting ibu luka, payudara bengkak, engorgement, mastitis dan abses. 6. Ibu hamil lagi padahal masih menyusui. 7. Ibu bekerja. 8. Kelainan bayi: bayi sakit, abnormalitas bayi.

Dan penggunaan susu formula yang makin marak disebabkan beberapa faktor seperti: 1. Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga

65

Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang setelah keluarga pindah ke kota, sehingga pengaruh orang tua (seperti nenek, kakek, mertua, dan orang terpandang dilingkungan keluarga) secara berangsur berkurang. Sebab, pada umumnya, mereka tetap tinggal didesa sehingga pengalaman mereka dalam merawat bayi tidak dapat diwariskan. Salah satu tradisi yang mulai memudar adalah ibu mulai meninggalkan ASI dan lebih memilih susu formula. 2. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi Berbagai merk dagang susu formula sebagai kemajuan teknologi yang dianggap setara dengan ASI dan mudah didapatkan oleh ibu membuatnya beranggapan bahwa pemberian ASI dan susu formula untuk bayi adalah sama saja. Disamping itu pembuatan dan pemberian susu formula untuk bayi yang dapat dilakukan orang lain juga membuat ibu beralih ke susu formula. 3. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol Persepsi masyarakat mengenai gaya hidup mewah membawa dampak menurunnya kesediaan ibu meyusui, bahkan terdapat pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu formula sangat cocok untuk bayi dan merupakan nutrisi yang terbaik untuknya. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu mau meniru orang lain atau hanya untuk prestise (gengsi). 4. Meningkatnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI

66

Distribusi, iklan dan promosi susu formula berlangsung terus tidak hanya di tv, radio, surat kabat, melainkan juga sudah dipromosikan di tempattempat praktik swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat.

2.1.9 Undang-Undang yang Melindungi Pemberian ASI Setiap bayi mempunyai hak dasar atas makanan, kesehatan terbaik serta kasih sayang untuk kebutuhan tumbuh kembang optimal. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Hak tersebut mencakup: 1. Nondiskriminasi. 2. Kepentingan terbaik bagi anak. 3. Hak kelangsungan hidup. 4. Perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak (Bab I pasal I no.12 dan Bab II pasal 2 Undang-Undang RI no. 23 tentang Perlindungan Anak tahun 2003).

Para ahli gizi mengatakan ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dan bermanfaat dari berbagai aspek, (untuk bayi dan ibu), sehingga mendapatkan ASI merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi.

Berbagai pasal dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009: A. Pasal 128 (1) Setiap bayi berhak mendapat air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

67

(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

B. Pasal 129 (1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

C. Pasal 200 Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

D. Pasal 201 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200 dilakukan korporasi, selain dapat dijatuhkan pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan

68

pemberatan 3(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200. (2) Selain pidana denda sebagaimana pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. Pencabutan izin usaha; dan/ atau b. Pencabutan status badan hukum

Menurut undang-undang tersebut, ASI adalah hak setiap bayi yang dilindungi undang-undang dan harus didukung semua pihak. Untuk mendukung hal tersebut, telah dikeluarkan berbagai konvensi atau kesepakatan yang bersifat regional maupun global yang bertujuan melindungi, mempromosikan dan mendukung pemberian ASI. Dengan ini, diharapkan setiap ibu di seluruh dunia dapat melaksanakan pemberian ASI dan setiap bayi di seluruh dunia memperoleh haknya mendapat ASI.

Berkaitan dengan hal tersebut, berikut kiranya hal yang perlu diperhaikan bahwa ibu bekerja perlu upah selama cuti agar dapat menyusui secara eksklusif (ILO,1997). WHO dan UNICEF (2001) menganjurkan proses menyusui eksklusif selama 6 bulan sehingga wajar negara Eropa misalnya Prancis, ibu diizinkan untuk cuti menyusui selama 6 bulan.

69

Selanjutnya setelah kembali bekerja, ibu mendapat kesempatan menyusui dengan fasilitas menyusui atau memerah ASI di tempat kerjanya. Ternyata, hak menyusui dijamin dalam pasal 99 dan 101 UndangUndang Ketenagakerjaan. Hak itu termasuk waktu ekstra menyusui atau memerah diluar jam istirahat dan mendapat fasilitas atau ruang menyusui di kantor (Ariani,2010).

2.2

Kerangka Berfikir Perilaku diartikan sebagai suatu tindakan nyata manusia yang terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan rangsangan, reaksi atau tanggapan dan terwujud dalam bentuk sikap.

Perilaku ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya adalah tindakan seorang ibu melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan berupa tindakan memberi bayinya hanya ASI tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat sampai bayi berumur 6 bulan.

Pembentukan perilaku dapat dipengaruhi beberapa faktor, berdasarkan teoriteori tentang perilaku salah satunya teori Green (2000) yang menyatakan bahwa perilaku manusia, dipengaruhi oleh faktor predisposisi

(Predisposing) yang terdiri dari pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan. Faktor

70

pemungkin (enabling) yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, sarana dan prasarana, pengetahuan petugas, peran petugas, jarak ke pelayanan kesehatan, keterjangkauan informasi kesehatan dan faktor penguat (reinforcing) yang terdiri dari, undang-undang, peraturan, dukungan keluarga, dukungan suami, sikap dan perilaku petugas/ pemerintah/ tokoh masyarakat. Dengan demikian faktor-faktor tersebut berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi, akan tetapi hal ini masih dibutuhkan pembuktian-pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kebenaran mengenai hubungan dari variabel-variabel tersebut.

71

2.3

Kerangka Konsep Pada penelitian ini faktor predisposisi (predisposing) yang diteliti, terdiri dari umur ibu, tingkat pendidikan ibu, sikap. Faktor pemungkin (enabling) yang diteliti adalah lama waktu bekerja, sarana menyusui ditempat kerja dan faktor penguat (reinforcing) yang akan diteliti adalah dukungan suami, dukungan atasan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif. Gambaran konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

72

2.4

Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 2. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 3. Ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 4. Ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 5. Ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 6. Ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. 7. Ada hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

73

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Medistra Jakarta Selatan pada

bulan Agustus - September 2011

3.2

Metode Penelitian 3.2.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan studi deskriptif kuantitatif yaitu data yang dikumpulkan dideskripsikan secara sistematis, dianalisa untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menggunakan pendekatan observasional yaitu cross sectional, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dalam waktu yang bersamaan, artinya hasil pengamatan dan pengukuran dalam penelitian dilakukan pada waktu yang bersamaan.

3.2.2 Jenis Data Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh langsung dari subjek penelitian menggunakan alat ukur yaitu kuesioner yang telah disediakan pada responden.

74

3.3

Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (bahan penelitian). Populasi dalam penelitian ini adalah para perawat wanita yang bekerja di RS Medistra, mempunyai suami (belum meninggal/bercerai), mempunyai anak berusia 7-24 bulan dengan riwayat umur kehamilan cukup bulan (aterm/ 37-41 minggu) sebanyak 70 orang.

3.3.2

Sampel Sampel diambil secara sampling jenuh (sensus) yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

3.4

Instrumen Penelitian Penelitian ini meliputi variabel-variabel independen: umur, pendidikan, sikap, lama waktu bekerja, dukungan suami, dukungan atasan, sarana menyusui ditempat kerja dan pemberian ASI eksklusif sebagai variabel dependen.

75

3.4.1

Variabel Dependen A. Definisi konseptual Pemberian ASI eksklusif adalah tindakan ibu yang memberikan ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.

B. Definisi operasional Pemberian ASI eksklusif diperoleh dari jawaban yang dibuat khusus untuk mengukur pemberian ASI eksklusif atau tidak, diukur dengan skala ordinal yang dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu: 1. Memberi ASI eksklusif bila responden hanya memberi ASI saja tanpa tambahan cairan/ makanan lain kecuali vitamin dan mineral dan obat sampai bayi berumur 6 bulan. 2. Tidak memberi ASI eksklusif bila responden memberi tambahan cairan/ makanan lain selain ASI, vitamin, kalsium dan mineral seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim atau sama sekali tidak memberikan ASI pada bayi dibawah umur 6 bulan.

76

C. Alat Ukur Untuk mengukur pemberian ASI eksklusif, peneliti

menggunakan alat ukur kuesioner, responden menjawab sesuai dengan keadaan. Pengolahan data dilakukan secara

komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut: - Data Editing Setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan dan pernyataan yang terdapat dalam kuesioner telah terisi semua. - Data Coding Pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul dalam kuesioner untuk memudahkan proses pengolahan data. - Data Processing Pemindahan atau pemasukan (entry data) dari kuesioner ke dalam komputer untuk diproses. Entry data ke dalam komputer dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak. - Data Cleaning Setelah data masuk ke komputer, dalam proses ini data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah, dibersihkan dalam proses cleaning ini.

77

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian Untuk Variabel Dependen

Variabel

Dimensi

Pemberian Tindakan ibu yang hanya ASI eksklusif memberikan ASI sampai usia bayi 6 bulan

Skala Ukur Variabel - Memberikan ASI saja pada Ordinal bayi dibawah umur 6 bulan Indikator - Tanpa tambahan makanan dan minuman lain kecuali obat, vitamin dan mineral

Tabel 3.2 Skoring Untuk Variabel Dependen


Umur bayi / makanan bayi
Bln ke-1 (0-1) Bln ke-2 (1-2) Bln ke-3 (2-3) Bln ke-4 (3-4) Bln ke-5 (4-5) Bln ke-6 (56)

Hasil

ASI Makanan atau Minuman Tambahan lain

Kolom I Kolom II

HASIL ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif

: Jika semua kolom I terisi tanpa ada kolom II yang terisi : - jika kolom I terisi sebagian/ tidak semua terisi/ tidak terisi sama sekali - jika kolom II terisi 1 kolom

3.4.2

Variabel Independen A. Definisi konseptual dari variabel independen adalah sebagai berikut: 1. Umur adalah lama hidup sejak dilahirkan.

78

2.

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang memberikan latar belakang untuk dapat berfikir objektif.

3.

Lama waktu bekerja adalah lama waktu ibu bekerja di luar rumah dalam 1 hari.

4.

Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut.

5.

Dukungan suami adalah peran suami yang mendukung

pemberian ASI eksklusif. 6. Dukungan atasan adalah dukungan sosial atasan yang

terwujud dalam sikap dan perilaku atasan. 7. Sarana menyusui di tempat kerja adalah suatu wahana

yang memungkinkan ibu dapat memberikan ASI kepada bayinya atau memerah ASI.

B. Definisi operasional variabel independen adalah sebagai berikut: 1. Umur adalah lama hidup ibu sejak lahir sampai saat dilakukan wawancara. 2. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan responden. 3. Lama waktu bekerja adalah lama waktu ibu bekerja di luar rumah dalam 1 hari.

79

4.

Sikap adalah skor akhir yang diperoleh dari hasil penjumlahan dari tangapan setuju atau tidak terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja.

5.

Dukungan suami adalah pernyataan responden tentang suami yang mendukung pemberian ASI eksklusif.

6.

Dukungan Atasan adalah pernyataan responden tentang pandangan / dorongan atasan terhadap pemberian ASI eksklusif dan kesempatan yang diberikan untuk menyusui/ memerah susu pada jam kerja.

7.

Sarana menyusui ditempat kerja adalah pernyataan responden mengenai tersedia atau tidaknya suatu wahana di unit kerja yang memungkinkan ibu untuk menyusui diwaktu kerja (memerah atau menyimpan ASI).

C. Alat Ukur Untuk mengukur variabel-variabel independen, peneliti

menggunakan alat ukur kuesioner kepada responden. Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban. Responden memilih jawaban yang paling sesuai dengan keadaan. Peneliti telah menentukan skor untuk setiap jawaban, nilai skor kemudian dijumlahkan dan dicatat pada setiap responden.

80

Tabel 3.3 Instrumen Penelitian Untuk Variabel Independen


Butiran NO Variabel Definisi Operasional Lama hidup ibu sejak lahir sampai saat dilakukan wawancara. Pendidikan formal terakhir yang diselesaikan responden. Hasil Ukur + 1 Umur < 30 tahun > 30 tahun SPK D III Strata I 3 Lama waktu Lama waktu ibu bekerja di bekerja luar rumah dalam 1 hari. < 8 jam 8 jam 1,2 5,6 9 10 3 4 7 8 Ordinal Ordinal Ordinal Skala ukur Ordinal

2 Pendidikan

4 Sikap

Tanggapan ibu dalam bentuk Negatif : bila pernyataan setuju/ tidak thd skor < 30 pemberian asi eksklusif oleh Positif : bila ibu bekerja skor > 30 Pernyataan responden Mendukung tentang suami yang mendukung pemberian ASI Tidak eksklusif. Mendukung Dukungan sosial atasan yang Mendukung terwujud dalam sikap dan prilaku atasan thd pemberian Tidak ASI eksklusif Mendukung Tersedia Tidak tersedia

5 Dukungan suami

Ordinal

7 Dukungan Atasan

Ordinal

8 Sarana Tersedianya suatu wahana menyusui di yang memungkinkan ibu tempat kerja untuk menyusui diwaktu kerja (memerah atau menyimpan ASI)

Ordinal

Tabel 3.4 Skoring Untuk Variabel Sikap


Indikator Positif Sangat Setuju Setuju 5 4 Butiran Negatif 1 2

81

Tidak Tahu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

3 2 1

3 4 5

3.5

Pengujian Hipotesis Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding, yaitu memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Entry data yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer.

3.5.1 Teknik Analisa Data Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik dengan komputer. Teknik analisa data bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel yaitu variabel dependen

(pemberian ASI eksklusif) dan variabel independen (umur, pendidikan, lama waktu bekerja, sikap, dukungan suami, dukungan atasan, sarana menyusui di tempat kerja). A. Analisa Univariat Uji statistik univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel baik dependen maupun independen dengan tujuan untuk mempermudah dalam pengelompokan data penelitian dengan menggunakan uji statistik deskriptif analitik. Yang

82

disajikan dalam bentuk tabel distribusi P=


X Y

x 100 %

frekuensi dan persentase dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: P = Kategori x = Jumlah kategori sampel yang diambil y = Jumlah sampel B. Analisa Bivariat Analisa ini digunakan untuk melihat hubungan antara 2 (dua) variabel yaitu variabel dependen dengan variabel independen. Uji yang dipakai adalah Chi Square dengan batas kemaknaan nilai = 0,05

3.5.2 Hipotesis Statistik Berdasarkan pokok permasalahan dan kajian teoritis yang telah

dikemukakan diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: A. HO : P1 = P2 - Tidak ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Tidak ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Tidak ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

83

- Tidak ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Tidak ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

- Tidak ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Tidak ada hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

B. Ha : P1 P2 - Ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta. - Ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

- Ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

84

- Ada hubungan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta.

85

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1

Gambaran Umum Tempat Penelitian (RS Medistra, Jakarta) Rumah Sakit Medistra didirikan pada tahun 1990 dan mulai berjalan pada tanggal 28 November 1991 melalui ijin

penyelenggaraan oleh Yayasan Surya Dian Kasih yang kemudian beralih menjadi PT. Baktiparamita Putrasama. Rumah Sakit Medistra memiliki terletak di Jl. Jendral Gatot Subroto Kav 59 Jakarta Selatan.

Rumah Sakit Medistra memiliki dua gedung yaitu Gedung A yang dibangun delapan lantai yang sebagian besar dipergunakan untuk fasilitas rawat inap dan penunjang medis, sedangkan gedung B dibangun empat lantai yang digunakan untuk pelayanan poliklinik umum dan spesialis. Fasilitas menyusui yang dimiliki RS Medistra terletak di kamar perawatan bayi di gedung A lantai 5. Dimana terdapat 1 pompa elektrik yang diperuntukan bagi karyawan dan pasien yang ingin memerah ASI.

Peraturan di RS Medistra yang mendukung proses menyusui secara eksklusif adalah adalah kebijakan cuti hamil bagi karyawan yang telah berstatus karyawan tetap selama 3 bulan yang diambil 1 bulan

86

sebelum tanggal taksiran lahir dan 2 bulan setelah taksiran lahir. Waktu kerja untuk tenaga perawat adalah 7,5 jam/ hari (termasuk waktu istirahat 30 menit) dan dibagi ke dalam 3 shift (kecuali untuk poliklinik, medical check-up, Unit Hemodialisa terdapat 2 shift) .

4.1.2 Ketenagaan Tabel 4.1 Ketenagaan Rumah Sakit Medistra Tahun 2010

Berdasarkan data tersebut jumlah karyawan di Rumah Sakit Medistra adalah 953 karyawan dimana jumlah karyawan terbesar terdapat pada divisi medik dan keperawatan sebesar 672 karyawan. Data per 14 Mei 2011 menunjukan jumlah tenaga perawat wanita adalah 341 orang dan jumlah perawat wanita yang bekerja di RS Medistra, mempunyai suami (belum meninggal/bercerai), mempunyai anak berusia 7-24 bulan dengan riwayat umur kehamilan cukup bulan (aterm/ 37-41 minggu) yang dijadikan sampel penelitian sebanyak 70 orang.

87

4.2

Deskripsi Data Hasil penelitian ini disajikan dalam dua bagian, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

4.2.1 Analisa Univariat A. Umur

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Responden Perawat di RS Medistra


Umur < 30 tahun > 30 tahun Frekuensi 26 44 Presentase (%) 37.2% 62.8%

Dari tabel 4.2 diatas diketahui bahwa responden berumur lebih dari 30 tahun memiliki frekuensi tertenggi yaitu 44 orang (62,8%). Sedangkan yang berumur kurang dari 30 tahun memiliki jumlah frekuensi lebih rendah. Distribusi frekuensi umur responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Perawat di RS Medistra

88

B. Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Perawat di RS Medistra


Pendidikan SPK D III Strata I Frekuensi 5 52 13 Presentase (%) 7.1% 74.3% 18.6%

Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa 52 responden (74,3%) berpendidikan Diploma III Keperawatan memiliki jumlah frekuensi tertinggi. Sedang yang berpendidikan SPK dan Strata I memiliki jumlah frekuensi lebih rendah. Distribusi frekuensi pendidikan responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Perawat di RS Medistra

89

C. Lama Waktu Bekerja Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lama Waktu Bekerja Responden Perawat di RS Medistra
Lama Waktu Bekerja < 8 jam 8 jam Frekuensi 48 22 Presentase (%) 68.6% 31.4%

Dari tabel 4.4 diatas diketahui bahwa 48 responden (68,6%) memiliki waktu kerja kurang dari 8 jam. Sedang yang memiliki waktu kerja lebih dari 8 jam frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 22 responden (31,4%). Distribusi frekuensi lama waktu kerja responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Lama Waktu Bekerja Responden Perawat di RS Medistra

90

D. Sikap Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Bekerja Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada responden Perawat di RS Medistra
Skor Sikap 26 27 28 29 30 31 33 34 35 36 37 38 Mean : 37,93 Median : 38 Modus : 50 Frekuen si 3 5 2 3 4 2 4 2 2 3 2 6 Persen (%) 4.3% 7.2% 2.8% 4.3% 5.8% 2.8% 5.8% 2.8% 2.8% 4.3% 2.8% 8.6% Jumlah 70 100% Skor Sikap 40 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Frekuensi 4 3 1 6 1 1 2 5 1 8 Persen (%) 5.8% 4.3% 1.4% 8.6% 1.4% 1.4% 2.8% 7.2% 1.4% 11.4%

Standar Deviasi : 7,933 Minimum : 26 Maksimum : 50

Tabel 4.5 di atas menujukkan distribusi skor penilaian sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif, didapatkan nilai median= 38 , standar deviasi (SD) = 7.933, nilai minimum = 26 dan nilai maximum =50. Nilai batas pengelompokan dengan kategori sikap negatif jika skor < 30 dan kategori sikap positif bila skor > 30.

91

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kelompok Sikap Responden Perawat di RS Medistra


Sikap Positif Negatif Frekuensi 43 27 Presentase (%) 61.4% 38.6%

Dari tabel 4.6 diatas diketahui bahwa 43 responden (61,4%) memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Sedang yang memiliki sikap negatif frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 27 responden (38.6%). Distribusi frekuensi sikap dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.4 Distribusi Frekuensi Kelompok Sikap Responden Positif


Negatif

Per

92

E.

Dukungan Suami Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden Perawat di RS Medistra
Dukungan Suami Mendukung Tidak Mendukung Frekuensi 57 13 Presentase (%) 81.4% 18.6%

Dari tabel 4.6 diatas diketahui bahwa 57 responden (81,4%) mendapat dukungan dari suami untuk memberikan ASI eksklusif sambil bekerja. Sedang yang tidak mendapat dukungan suami frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 13 responden (18,6%). Distribusi frekuensi dukungan suami responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.5 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Responden Perawat di RS Medistra

93

F. Dukungan Atasan Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Dukungan Atasan Responden Perawat di RS Medistra
Dukungan Atasan Mendukung Tidak Mendukung Frekuensi 66 4 Presentase (%) 94.3% 5.7%

Dari tabel 4.7 diatas diketahui bahwa 66 responden (94,3%) mendapat dukungan dari atasan untuk memberikan ASI eksklusif saat bekerja. Sedang yang tidak mendapat dukungan atasan frekuensinya lebih rendah yaitu sebanyak 4 responden (5,7%). Distribusi frekuensi dukungan atasan responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.6 Distribusi Frekuensi Dukungan Atasan Responden Perawat di RS Medistra

94

G. Sarana Menyusui di Tempat Kerja Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Sarana Menyusui di Tempat Kerja Responden Perawat di RS Medistra
Sarana Menyusui Tersedia Tidak tersedia Frekuensi 9 61 Presentase (%) 12.9% 87.1%

Dari tabel 4.8 diatas diketahui bahwa 61 responden (87,1%) menyatakan tidak tersedia sarana menyusui di unit kerjanya. Sedang responden yang menyatakan tersedia sarana menyusui di unit kerja lebih rendah yaitu sebanyak 9 responden (12,9%). Distribusi frekuensi sarana menyusui di tempat kerja responden dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.7 Distribusi Frekuensi Sarana Menyusui di Tempat Kerja Responden Perawat di RS Medistra

95

H. Pemberian ASI eksklusif Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada Responden Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif Frekuensi 18 52 Presentase (%) 25.7% 74.3%

Dari tabel 4.9 diatas diketahui bahwa 52 responden (74,3%) tidak memberikan ASI eksklusif dan responden yang

memberikan ASI eksklusif lebih rendah yaitu sebanyak 18 responden (25,7%). Distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 4.8 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif pada Responden Perawat di RS Medistra

96

4.2.2 Analisis Bivariat Uji chi square ini dilakukan untuk mengetahui hubungan umur, pendidikan, lama waktu bekerja, sikap, dukungan suami, dukungan atasan, sarana menyusui ditempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra Jakarta. Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik antara variabel independen dan dependen digunakan batas kemaknaan 0,05 atau 5%. Hasil uji statistik dikatakan bermakna (signifikan) apabila nilai hitung lebih kecil dari alpha (p<0,05) dan sebaliknya dikatakan tidak bermakna apabila nilai hitung lebih besar dari alpha (p>0,05).

A. Hubungan Umur Ibu dengan pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.11 Distribusi Responden menurut Umur dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Umur ASI Eksklusif F < 30 Tahun > 30 Tahun Total 9 9 18 % 34.6 20.5 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 17 35 52 % 65.4 79.5 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 26 44 70

% 100 100 100 0.190

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak berusia kurang dari 30 tahun (34,6%) dibandingkan dengan responden berusia lebih dari 30 tahun (20,5%).

97

Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,190) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.

B. Hubungan Pendidikan Ibu dengan pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.12 Distribusi Responden menurut Pendidikan Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Pendidikan Ibu ASI Eksklusif F SPK D III SI Total 0 10 8 18 % 0 19.2 61.5 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 5 42 5 52 % 100 80.8 38.5 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 5 52 13 70

% 100 100 0.003 100 100

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak berusia pada ibu yang berpendidikan S1 (61.5%), D III (19,2%). Hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,003) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan pemberian ASI eksklusif diterima.

C. Hubungan Lama Waktu Bekerja dengan pemberian ASI Eksklusif

98

Tabel 4.13 Distribusi Responden menurut Lama Waktu Bekerja dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Lama Waktu Bekerja ASI Eksklusif F < 8 Jam > 8 Jam Total 12 6 18 % 25 27.3 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 36 16 52 % 75 72.7 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 48 22 70

% 100 100 100 0.840

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada ibu yang bekerja lebih dari 8 jam/ hari (27,3%) dibandingkan dengan responden yang bekerja kurang dari 8 jam/ hari (25%).

Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara lama waktu kerja dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,840) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara lama waktu kerja dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.

D. Hubungan Sikap Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Terhadap Dengan Pemberian ASI Eksklusif

99

Tabel 4.14 Distribusi Responden menurut Sikap dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Sikap ASI Eksklusif F Positif Negatif Total 17 1 18 % 34.7 4.8 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 32 20 52 % 65.3 95.2 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 49 21 70

% 100 100 100 0.009

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak yang memiliki sikap positif terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja (34,7%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap negatif (4.8%).

Hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,009) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara sikap dengan pemberian ASI eksklusif diterima

100

E. Hubungan Dukungan Suami dengan pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.15 Distribusi Responden menurut Dukungan Suami dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Dukungan Suami ASI Eksklusif F Mendukung Tidak Mendukung Total 17 1 18 % 29.8 7.7 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 40 12 52 % 70.2 92.3 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 57 13 70

% 100 100 100 0.092

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang didukung oleh suami (29,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak mendapat dukungan suami (7.7%).

Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,092) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.

101

F. Hubungan Dukungan Atasan dengan pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.16 Distribusi Responden menurut Dukungan Atasan dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Dukungan Atasan ASI Eksklusif F Mendukung Tidak Mendukung Total 16 2 18 % 24.2 50 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 50 2 52 % 75.8 50 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 66 4 70

% 100 100 100 0.271

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang tidak didukung oleh atasan (50%) dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan atasan (24,2%).

Hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan antara dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,271) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif ditolak.

102

F. Hubungan Sarana Menyusui di Tempat Kerja dengan pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.17 Distribusi Responden menurut Sarana Menyusui di Tempat Kerja dan Pemberian ASI Eksklusif pada Perawat di RS Medistra
Pemberian ASI Eksklusif Sarana Menyusui ASI Eksklusif F Tersedia Tidak Tersedia Total 5 13 18 % 55.6 21.3 25.7 Tidak ASI Eksklusif F 4 48 52 % 44.4 78.7 74.3 TOTAL p value( Uji X2)

F 9 61 70

% 100 100 100 0.043

Proporsi responden yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang mempunyai sarana menyusui di unit kerjanya (55.6%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai sarana menyusui (21.3%).

Hasil analisis menunjukan ada hubungan antara dukungan sarana menyusui di unit kerja dengan pemberian ASI eksklusif (nilai p = 0,043) artinya hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara sarana menyusui atasan dengan pemberian ASI eksklusif diterima.

103

4.2.4 Keterbatasan Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai perawat di RS Medistra yang mempunyai bayi 7 bulan sampai 2 tahun. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui wawancara dikumpulkan menggunakan dalam kuesioner. ini Kualitas sangat data yang dari

penelitian

tergantung

kemampuan pewawancara serta kemampuan mengingat kembali peristiwa atau apa yang telah dilakukan selama menyusui, faktor lupa bisa menjadi penyebab recall bias. Usaha memperkecil kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi peneliti mempersempit waktu untuk mengingat, sehingga sasaran penelitian dibatasi ibu yang memiliki anak usia 7 bulan sampai 2 tahun. Peneliti juga tidak bisa mengontrol jawaban responden dan mengoreksi

kesalahpahaman. Dari sisi responden, terdapat kemungkinan dipengaruhi oleh rasa segan dan takut dalam menjawab kuesioner.

104

BAB V PEMBAHASAN

5.1

Pemberian

ASI

Eksklusif

pada

Perawat

di

Rumah

Sakit

Medistra Jakarta

Pemberian ASI diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu pemberian ASI eksklusif dan Tidak ASI eksklusif. Pengklasifikasian ini ditentukan dari jawaban responden mengenai makanan/minuman yang diberikan pada bayi dibawah usia 6 bulan. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel 4.10 yang menunjukan persentase pemberian ASI eksklusif pada perawat yang bekerja di RS Medistra sangat rendah 25,7%, sangat jauh dari target nasional yaitu 80% (Depkes, 2009). Responden diantaranya telah memberikan makanan semi padat berupa pisang yang dihaluskan, atau bubur susu pada usia bayi 4 bulan ataupun teh manis, madu dan air putih. World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan pertumbuhan bayi yang optimal.

ASI eksklusif memiliki banyak manfaat, yang utama bagi bayi adalah memberikan nutrisi terlengkap dan terbaik, juga melindungi bayi dari

105

berbagai macam penyakit dan alergi serta meringankan kerja pencernaan dan berbagai manfaat lainnya.

Pemberian ASI secara eksklusif sangat dianjurkan, karena ASI terbukti dapat menurunkan atau meminimalkan angka kematian bayi. Salah satu penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia adalah dikarenakan bekerja sehingga para ibu sulit untuk bisa memberikan ASI sepanjang hari, selain itu faktor sosial budaya dan juga kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI akan menyebabkan banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI kepada bayinya.

Rumah Sakit Medistra sebagai salah satu penyedia fasilitas kesehatan merupakan suatu organisasi dengan profesi beragam, termasuk perawat. RS Medistra memiliki tenaga perawat wanita sebanyak 341 orang. Tenaga kesehatan khususnya perawat dinilai mempunyai pengetahuan yang baik dan sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif, tetapi masih saja dijumpai perawat yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dengan alasan bekerja.

5.2

Faktor-Faktor

Yang

Berhubungan

Dengan

Pemberian

ASI

Eksklusif pada Perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

A.

Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

106

Berdasarkan hasil penelitian diketahui umur responden kurang dari 30 tahun sebanyak 26 responden dan lebih dari 30 tahun sebanyak 44 responden. Pemberian ASI eksklusif yang paling banyak pada usia kurang dari 30 tahun yaitu sebanyak 34.6%. Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,190 (> 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan umur dengan pemberian ASI eksklusif. Hal ini tidak sesuai dengan teori Daldjoni (1982) yang mengatakan semakin tua umur ibu, semakin tinggi kecenderungan menyusui bayinya dibandingkan dengan ibu-ibu muda, hal ini disebabkan karena semakin tua seorang ibu maka semakin banyak pengalaman dalam merawat dan menyusui bayi.

Umur merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pemberian ASI eksklusif, karena dengan bertambahnya umur akan

mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dimana pengalaman akan memberikan pengetahuan dan sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif. Usia reproduksi wanita terjadi pada usia 18-40 dan usia 20-30 tahun adalah kelompok umur paling baik untuk kehamilan, karena umur ibu sewaktu hamil juga sangat penting untuk pembentukan ASI. Namun dalam penelitian pada responden perawat ini, pengalaman dan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pertambahan usia tetapi juga karena selama menjalankan pendidikan sebagai perawat, materi ASI eksklusif

107

yang telah dipelajari dan masuk kedalam kurikulum tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kristina (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan umur dengan pemberian ASI eksklusif, pengetahuan tentang ASI eksklusif yang cukup akan memotivasi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif.

B.

Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui pendidikan responden adalah SPK sebanyak 5 orang, D III sebanyak 52 orang dan S I sebanyak 13 orang. Pemberian ASI eksklusif paling banyak ditemukan pada ibu dengan pendidikan SI yaitu 61.5%. Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,003 (< 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan teori Soetjiningsih (1997) yang mengatakan pendidikan akan membantu seseorang untuk menerima informasi termasuk informasi tentang pertumbuhan dan

perkembangan bayi misalnya pemberian ASI eksklusif. Proses penerimaan informasi ini akan lebih cepat jika seseorang berpendidikan tinggi.

108

Pendidikan bertujuan untuk mengubah pengetahuan, pengertian, pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku/kebiasaan baru kepada seseorang dengan pendidikan rendah serta meningkatkan pengetahuan yang cukup/kurang bagi seseorang yang masih memakai pengetahuan lama (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Semakin baik pengetahuan Ibu tentang ASI eksklusif, maka semakin tinggi kecenderungan ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif, maka semakin sedikit pula peluang ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Unika Atma Jaya (1995) yang memberikan hasil bahwa pendidikan ibu merupakan merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh kuat terhadap pemberian ASI Eksklusif. C. Hubungan Lama Waktu Bekerja dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada responden yang merupakan perawat di RS Medistra 22 responden mempunyai waktu kerja > 8 jam diantaranya yaitu Kepala Unit Perawatan, Ketua Tim Perawatan, Koordinator Pengembangan Perawat dan

109

lain- lain yang merasa kesulitan untuk mendelegasikan tugasnya, sehingga waktu kerja menjadi lebih panjang, 48 responden mempunyai waktu kerja < 8 jam yaitu perawat pelaksana yang bekerja dalam shift yaitu 7 jam per shift. Pemberian ASI eksklusif paling banyak pada kelompok ibu bekerja dengan waktu kerja > 8 jam/ hari yaitu 27.3%.

Pekerjaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendapatkan hasil atau upah yang dapat dinilai dengan uang. Roesli (2009)mengatakan lama waktu bekerja dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif karena semakin lama waktu kerja seorang ibu maka semakin lama juga dia meninggalkan bayinya di rumah sehingga ibu tersebut tidak dapat menyusui bayinya.

Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,840 (> 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif, Hal ini dikarenakan adanya fasilitas memerah ASI di lingkungan kerja RS Medistra tepatnya di unit perawatan bayi, sehingga memudahkan ibu untuk memerah atau menyimpan ASI yang dapat ibu lakukan saat jam istirahat bekerja. Bertolak belakang dengan penelitian Hartatik (2010) yang menyatakan ada hubungan lama waktu kerja dengan pemberian

110

ASI eksklusif, karena semakin lama ibu meninggalkan bayinya untuk bekerja, maka waktu untuk menyusui menjadi terbatas.

D.

Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui 49 orang mempunyai sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif dan 21 orang mempunyai sikap negatif. Pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang mempunyai sikap positif (34,7%). Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,005 (<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Sesuai dengan Notoatmojo (2007) yang mengatakan sikap dapat menentukan perilaku jika dimunculkan dalam kesadaran seseorang. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh dalam cerminan perilaku seseorang, termasuk sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, sikap ibu yang positif akan memotivasi ibu sehingga meningkatkan keberhasilan

pemberian ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan penelitian Unika

111

Atma Jaya (1995) yang memberikan hasil bahwa sikap ibu berpengaruh positif terhadap perilaku menyusui.

E.

Hubungan Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

Berdasarkan penelitian diketahui 57 orang mendapat dukungan dari suami dan 13 orang tidak mendapat dukungan dari suami. Pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang mendapat dukungan suami (29,8%). Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,092 (>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif, tidak sesuai dengan teori Roesli (2001) yang menyatakan pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sehingga peran suami sangat menentukan keberhasilan menyusui, karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks

pengeluaran ASI (left down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari pihak lain selain suami, misalnya keluarga, teman dan lainnya yang dapat memberikan motivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif dan masih banyak faktor yang

112

mempengaruhi

perilaku

seseorang

misalnya

pengetahuan,

pengalaman, sikap dan lain sebagainya. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Hartatik (2010) yang mengatakan bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan suami mempunyai kemungkinan 35x lebih kecil memberikan ASI eksklusif dari pada yang mendapat dukungan suami.

F.

Hubungan Dukungan Atasan dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui 66 orang mendapat dukungan dari atasan dan 4 orang tidak mendapat dukungan dari atasan. Pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang mendapat dukungan atasan (50%). Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,271 (>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif. Tidak sesuai dengan teori yang dikatakan Ariani (2009) yaitu ibu memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar baik rekan kerja dan atasan untuk mendukung kegiatan menyusui sambil bekerja, kurangnya dukungan dari mereka dapat menyebabkan gagalnya ibu menyusui. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari pihak lain selain atasan, misalnya teman-teman dan peraturan di tempat kerja dan lain-lain yang dapat memberikan motivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

113

Afriana

(2004)

yang

mengatakan

dukungan

atasan

tidak

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif, karena pengetahuan yang menjadi motivasi utama bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

G.

Hubungan Sarana Menyusui di Tempat Kerja dengan Pemberian ASI Eksklusif pada perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui 61 orang tidak tersedia sarana menyusui di unit kerjanya dan 9 orang yang mempunyai sarana menyusui yaitu perawat yang bekerja dikamar perawatan bayi. Dari hasil analisa data diperoleh nilai p = 0,043(<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif, seperti dikatakan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 128 (ayat 2 dan 3) yaitu selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas diadakan ditempat kerja dan tempat sarana umum akan mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Salah satu kendala mensukseskan program ASI eksklusif adalah meningkatnya tenaga kerja wanita, sehingga perlu disiapkan

114

fasilitas untuk memerah dan menyimpan ASI di tempat kerja, sehingga pemberian ASI eksklusif dapat dilakukan ibu sambil bekerja yaitu dengan cara memerah dan menyimpan ASI. Di RS Medistra terdapat satu tempat memerah ASI yaitu kamar perawatan bayi, untuk semua karyawan dan pasien, sehingga dirasakan kurang mendukung. Terutama jika karyawan tersebut berbeda lantai atau berbeda gedung dengan kamar perawatan bayi, saat jam istirahat, tempat menyusui dan memerah ASI penuh oleh ibu yang mengantri menggunakan pompa ASI elektrik.

Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Afriana (2004) yang mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana menyusui di tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif, karena para ibu membawa alat memerah ASI dari rumah dan karena para ibu diberikan waktu ekstra (kebijakan perusahaan) menyusui diluar jam istirahat, sehingga dapat memerah ASI sewaktu-waktu.

115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan 1. Persentase pemberian ASI eksklusif pada perawat yang bekerja di RS Medistra adalah 25,7%, masih jauh dari target nasional yaitu 80%. 2. Tidak ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. 3. Ada hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. 4. Tidak ada hubungan lama waktu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. 5. Ada hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra . 6. Tidak ada hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. 7. Tidak ada hubungan dukungan atasan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. 8. Ada hubungan sarana menyusui ditempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra

116

6.2

Saran 6.2.1 Saran untuk RS Medistra Keberhasilan pemberian ASI eksklusif perlu didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana menyusui, seperti pojok laktasi yang di lengkapi pompa elektrik di setiap unit pelayanan atau di setiap lantai. Selain itu kebijaksanaan mengenai tambahan waktu istirahat kepada perawat yang sedang menyusui perlu diberikan agar dapat memerah ASI.

6.2.2 Bagi Perawat Perlu upaya meningkatkan pengetahuan dan motivasi perawat mengenai pentingnya ASI eksklusif, dengan penekanan bahwa dirinya bukan saja sebagai ibu tetapi juga sebagai contoh/ model bagi masyarakat. Misalnya dengan dilakukan pelatihan manajemen laktasi kepada para perawat.

6.2.3 Bagi Universitas Diharapkan Universitas Esa Unggul dapat memberikan penyuluhan tentang manfaat asi kepada seluruh mahasiswa, misalnya dengan diadakan seminar tentang ASI eksklusif untuk mahasiswa atau memasang iklan pentingnya ASI di lingkungan kampus. Juga dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, misalnya kebijakan melahirkan selama masa ASI eksklusif (6 bulan). cuti

DAFTAR PUSTAKA

Arif, N, 2009. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Penerbit. Yogyakarta: MedPress. Ariani, dr.,2010. Ibu, Susui Aku!. Bandung : Khazanah Intelektual. Afriana, Nia, 2004. Analisis Praktek Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Instansi Pemerintah DKI Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana UI. Badriul, Hegar dkk. 2008. Bedah Asi. Jakarta: Balai Pustaka FKUI. Depkes RI, 2008. Profil Depkes RI 2007. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI, 2004. Rencana Strategis Departemen Kesehatan tahun 2005-2009. Jakarta : Depkes. Daldjoni, 1982. Seluk Beluk Masyarakat Kota Bandung. Bandung: Alumni. Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas, 2005. Kumpulan Hasil Presentasi Unit Utama Depdiknas pada Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Green, L.W. Kreuter, M.W, 2000. Health Promotion Planning an Educational and Environmental Approch; Second Edition, Mayfield Publishing Company. Houston. Gerungan,W.A.1996.Psikologi Sosial. edisi kedua).Bandung:PT Refika Aditama. Hartatik, 2010. Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kesehatan Wanita dalam Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Bahorok Kab. Langkat. Skripsi FKM UI. Ibrahim, Tilaili,2000. Analisis Pola Menyusui Bayi di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar provinsi DI Aceh. Tesis FKM UI. Depok. IDAI, 2010. Kendala Pemberian ASI eksklusif. http://www.idai.or.id/asi.asp, diakses 24 Juni 2011 Khasanah, Nur, 2011. ASI atau Susu Formula ya?. Jogyakarta: Flashbooks. Kristina, 2003. Pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di Indonesia, Tesis FKM UI. Depok Kodrat, Laksono, 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta: Media Baca.

Khasanah, Nur, 2011. ASI atau Susu Formula ya?.Yogyakarta: Flashbook. Labbok, Miriam H,MD,MPH.,Tessa Wardlaw, PhD.,Ann Blanc, PhD., David Clark,LLB (Hons). and Nancy Terreri, MPH.2006. Trends in Exclusive Breastfeeding: Findings From the 1990s. http://www.sph.unc.eduimages/ stories/centers_institutes/CIYCFC/Documents/trends_in_exclusive_bf _2006.pdf, diakses 24 Juni 2011. Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Marini, R., 1998, Hubungan antara Karakteristik dan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Praktek Pemberian Kolostrum, Jawa Barat. Skripsi FKM UI. Depok. Maisni, Childa, 1992. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Pemberian ASI pada Pegawai Wanita Departemen Kesehatan, Tesis FKM UI, Depok. Prasetyono, Dwi sunar. 2005. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta : Diva Press Purwati, S., Hubertin, 2004. Konsep Penerapan ASI eksklusif, Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC. Unicef, 1994, Peranan Dokter Dalam Peningkatan Penggunaan Air Susu. Jakarta : Depkes RI. Unika Atma Jaya, 1995. Praktek Pemberian ASI di DKI Jakarta dan Sekitarnya, Jakarta: Pusat Penelitian Atma Jaya. Roesli, U, 2001. Mengenal ASI Eksklusif Seri 1. Jakarta : Trubus Agriwidya. Roesli, U, 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Sarwono, Sarlito Wirawan, 1999. Psikologi Sosial: Individu & Teori Psikologi. Jakarta: Balai Pustaka. Siregar, A,M, 2008. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor yang Memengaruhinya. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.pdf, diakses 24 Juni 2011. Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia

Sitaresmi,M,N, 2010. Isu Kebijakan Tentang Pemberian ASI secara eksklusif, diakses 24 Juni 2011. Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta: EGC. Sutama,2008.Pemberian ASI Eksklusif Masih Rendah.http://asiku.wordpress.com/2008/08/07/pemberian-asi-eksklusif-masih-rendah/, diakses 24 Juni 2011. Sunaryo, 2004. Psikologi untuk Perawatan. Jakarta: ECG Setyowati., Rahardjo, 2008, Fakor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian ASI satu jam pertama setelah melahirkan. Jurnal Kesmas Nasional, No.1, Vol 1. Sugiyono, Prof, DR. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Saryono, SKp. M.Kes.,2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Mitra Cendikia Wirawan, Sarlito, 1999. Psikologi Sosial, Individu dan teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: Balai Pustaka. Winarno, F.G.,1987. Gizi dan Makanan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Wicitra, 2009. Faktor yang mempengaruhi lama pemberian ASI pada Ibu Bekerja sebagai Pegawai Swasta di Jakarta. Skripsi Kedokteran Universitas Indonesia. World Health Organization, United Nations Childrens Fund. 2003. Global strategy for infant and young child feeding. Geneva, Switzerland: World Health Organization

LEMBAR KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA

Ibu yang terhormat, saat ini kami mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul sedang melakukan penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. Ibu diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam pengisian kuesioner ini, meskipun demikian ibu tetap memiliki hak untuk menolak keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa konsekuensi apapun. Kami mengharapkan partisipasi ibu dalam penelitian ini dengan cara menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan secara jujur karena informasi yang diperoleh dari anda sangat berguna bagi penulis. Adapun identitas pribadi maupun informasi yang ibu berikan kepada kami akan tetap menjadi rahasia dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Sebelum menjawab pertanyaan, penulis mohon kesediaaan anda untuk membaca terlebih dahulu petunjuk pengisian.

Terima Kasih

Riana Puspa Dewi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PERAWAT DI RS MEDISTRA, JAKARTA

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Usia Alamat : : : ........................................................................... ...................tahun ..........................................No.telp.......................... .............................. Pendidikan :...........................

Pekerjaan :

Telah mendapat informasi secara lengkap tentang penelitian ini menyetujui untuk ikut dalam penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada perawat di RS Medistra. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini dilakukan secara sukarela dan tanpa dipungut bayaran. Saya menyadari bahwa segala informasi pada penelitian ini adalah rahasia dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian. Saya juga menyadari bahwa saya dapat menarik keikutsertaan saya dari penelitian ini tanpa adanya keharusan membayar ganti rugi.

Jakarta ............................... 2011 Yang membuat pernyataan,

( Petunjuk Pengisian:

Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan anda saat ini pada kolom yang telah disediakan dengan tanda ( )

A.

Identitas Responden NO. Urut Nama Responden Umur Pendidikan : : : : ............................ ........................................................................ ............................. tahun

SPK Diploma III Strata I (SKp, SKM) Usia Bayi : ............................... bulan/ tahun rumah per hari: < 8 jam 8 jam

Lama waktu bekerja di luar

B.

Pemberian ASI eksklusif Petunjuk Pengisian: Berikan tanda ( ) pada kolom yang tersedia
Umur bayi / makanan bayi Bln I Bln 2 Bln 3 Bln 4 Bln 5 Bln 6

ASI Makanan atau Minuman Tambahan lain **kecuali vitamin, mineral, obat

Sebutkan jenis makanan dan minuman tambahan, jika ada? ...........................

C.

Sikap ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayinya Petunjuk Pengisian: Berikan tanda ( ) pada kolom yang tersedia, pada jawaban yang paling sesuai dengan pilihan anda.

NO 1

PERNYATAAN Cuti melahirkan lebih dari 3 bulan seharusnya diberikan kepada wanita yang bekerja Ibu yang bekerja harus diijinkan untuk menyusui bayinya atau memerah ASI dalam jam kerja Ibu yang bekerja tidak perlu menyusui bayinya secara eksklusif (6 bulan) Peran suami tidak terlalu penting dalam mendukung keberhasilan menyusui pada ibu bekerja Menyusui memberikan citra keibuan dan kewanitaan bagi seorang ibu Ibu yang bekerja harus menyusui sesering mungkin bila sedang berada di rumah Ibu yang bekerja tidak mungkin dapat menyusui bayinya secara eksklusif karena keterbatasan waktu menyusui dan beban pekerjaan. Ibu yang bekerja harus membiasakan bayi menyusu dari botol Jika suami tidak membantu pekerjaan rumah tangga atau mengurus bayi, ibu yang bekerja akan mengalami kesulitan untuk memberikan ASI eksklusif Saya akan merasa bahagia jika dapat bekerja dan tetap menyusui secara eksklusif

SANGAT TIDAK SETUJU

TIDAK SETUJU

TIDAK TAHU

SETUJU

SANGAT SETUJU

5 6

8 9

10

Petunjuk Pengisian: Lingkarilah jawaban yang menurut anda paling benar pada pilihan yang telah disediakan. D. Dukungan Suami

Apakah tanggapan suami ibu terhadap pemberian ASI eksklusif ketika ibu harus kembali bekerja? a. Mendukung (tetap memberikan hanya ASI) b. Tidak mendukung (menganjurkan makanan/ minuman tambahan)

F.

Dukungan Atasan Apakah atasan ibu memberikan kesempatan pada ibu untuk menyusui pada jam kerja? a. Ya b. Tidak

G.

Sarana menyusui di tempat kerja Apakah di unit kerja ibu ada pojok laktasi (tempat khusus untuk memerah ASI)? a. Ya b. Tidak

Case Processing Summary Cases Valid N kelompok umur * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

kelompok umur * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif kelompok umur >31 tahun Count Expected Count 20-30 tahun Count Expected Count Total Count Expected Count 35 32.7 17 19.3 52 52.0 ASI eksklusif 9 11.3 9 6.7 18 18.0 Total 44 44.0 26 26.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.691 70 1 .193
b

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

df
a

sided) 1 1 1 .190 .304 .195

1.716

1.054 1.681

.259

.152

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.69. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases Valid N pendidikan ibu * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

pendidikan ibu * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif pendidikan ibu SPK Count Expected Count D III Count Expected Count SI Count Expected Count Total Count Expected Count 5 3.7 42 38.6 5 9.7 52 52.0 ASI eksklusif 0 1.3 10 13.4 8 3.3 18 18.0 Total 5 5.0 52 52.0 13 13.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 11.609
a

df 2 2 1

sided) .003 .003 .001

11.570 10.667 70

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.29.

Case Processing Summary Cases Valid N lama waktu bekerja ibu * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

lama waktu bekerja ibu * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif lama waktu bekerja ibu lebih/= 8 jam Count Expected Count kurang dari 8 jam Count Expected Count Total Count Expected Count 16 16.3 36 35.7 52 52.0 ASI eksklusif 6 5.7 12 12.3 18 18.0 Total 22 22.0 48 48.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases .040 70 1 .841
b

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

df
a

sided) 1 1 1 .840 1.000 .840

.041

.000 .041

1.000

.529

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.66. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases Valid N kelompok sikap * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

kelompok sikap * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif kelompok sikap negatif Count Expected Count positif Count Expected Count Total Count Expected Count 25 20.1 27 31.9 52 52.0 ASI eksklusif 2 6.9 16 11.1 18 18.0 Total 27 27.0 43 43.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 7.601 70 1 .006
b

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

df
a

sided) 1 1 1 .005 .013 .003

7.712

6.230 8.783

.005

.005

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.94. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases Valid N Dukungan suami * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

Dukungan suami * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif Dukungan suami Tidak mendukung Count Expected Count Mendukung Count Expected Count Total Count Expected Count 10 9.7 42 42.3 52 52.0 ASI eksklusif 3 3.3 15 14.7 18 18.0 Total 13 13.0 57 57.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases .057 70 1 .811
b

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

df
a

sided) 1 1 1 .809 1.000 .808

.058

.000 .059

1.000

.558

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.34. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases Valid N Dukungan atasan * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

Dukungan atasan * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif Dukungan atasan Tidak mendukung Count Expected Count Mendukung Count Expected Count Total Count Expected Count 2 3.0 50 49.0 52 52.0 ASI eksklusif 2 1.0 16 17.0 18 18.0 Total 4 4.0 66 66.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.291 70 1 .256
b

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

df
a

sided) 1 1 1 .252 .579 .283

1.310

.308 1.152

.271

.271

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.03. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary Cases Valid N Sarana menyusui di tempat kerja * kelompok pemberian ASI eksklusif 70 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 70 Total Percent 100.0%

Sarana menyusui di tempat kerja * kelompok pemberian ASI eksklusif Crosstabulation kelompok pemberian ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif Sarana menyusui di tempat kerja tersedia Tidak tersedia Count Expected Count Count Expected Count Total Count Expected Count 45 45.3 7 6.7 52 52.0 ASI eksklusif 16 15.7 2 2.3 18 18.0 Total 61 61.0 9 9.0 70 70.0

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases .065 70 1 .799
b

Exact Sig. (2sided)

Exact Sig. (1sided)

df
a

sided) 1 1 1 .797 1.000 .795

.066

.000 .068

1.000

.580

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.31. b. Computed only for a 2x2 table

You might also like