You are on page 1of 9

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU POST PARTUM DI SELURUH WILAYAH KERJA

PUSKESMAS SINGOSARI KABUPATEN MALANG

(IN ALL THE RELATION OF EARLY AMBULATION WITH PERINEUM INJURY RECOVERY AT POST PARTUM MOTHER WORK AREAS OF SINGOSARI LOCAL CLINIC OF MALANG REGENCY) Dina Dewi SLI1*), Retty Ratnawati2), Intan Berlian3)
1,2,3)

Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang 65145
*)

e-mail: dinadewi@ub.ac.id

ABSTRAK Mobilisasi dini merupakan kebijakan untuk secepat mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan berjalan. Mobilisasi dini bisa mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan terjadinya thrombosis vena dalam dan bisa menyebabkan infeksi. Mobilisasi dini faktor lain dari luar selain perawatan luka. Faktor dari dalam yaitu budaya makan atau pola konsumsi. Juga mempengaruhi cepat lambatnya kesembuhan luka perineum. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbandingan mobilisasi dini 2-4 jam dan 6-8 jam dengan kecepatan kesembuhan luka perineum pada ibu post partum di wilayah kerja Puskesmas Singosari Kabupaten Malang. Metode penelitian menggunakan desain komparatif dengan pendekatan kohort. Sample dipilih dengan tehnik purposive sampling sebanyak 16 responden ibu post partum dengan luka perineum grade 2. Analisis data menggunakan fisher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 1,000 dimana lebih besar daripada alfa = 0,05. Dari hasil analisa data disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara mobilisasi dini 2-4 jam dengan 6-8 jam. Kata kunci: mobilisasi dini, luka perineum, ibu post partum

ABSTRACT Early ambulation is policy to guide the patients out of their bed and guide to walk as son as possible. Early ambulation able to avoid blood flow obstruction. The blood flow obstruction able to cause interior thrombosis vena and able to cause infection. Early ambulation is external factor beside injury treatment. While the internal factor is eat pattern or consumption pattern. Also influence the recovery sped of perineum injury. The research aimed at knowing the early mobilization 2-4 hours and 6-8 hours with recovery speed of perineum injury of post partum mother in the work areas of Singosari local clinic of Malang Regency. The research method was comparative design with cohort approach. Samples were selected by purposive sampling of 16 respondents of post partum mother with perineum 1

injury of grade 2 and independent variable that were measured was early ambulation and dependent variable was recovery speed of perineum injury. Data analysis by fisher. The results showed that significant value of 1,000 that higher than alfa = 0,05. From data analysis it can be concluded that it means no differences between early mobilization 2-4 hours with 6-8 hours. Keywords: early ambulation, perineum injury, post partum mother

LATAR BELAKANG Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing secepat mungkin untuk berjalan (Manuaba, 2004). Menurut Kasdu (2003) akibat tidak melakukan mobilisasi dini dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi. Salah satu tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh, perdarahan abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uterus akan keras, maka resiko perdarahan abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka. Mobilisasi dini tidak hanya mempercepat kesembuhan luka perineum tetapi juga memulihkan kondisi tubuh ibu jika dilakukan dengan benar dan tepat. Mobilisasi dini atau gerakan sesegera mungkin bisa mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan terjadinya thrombosis vena dalam (deep vein trombosis) dan menyebabkan infeksi. Mobilisasi dini merupakan factor eksternal lain selain perawatan luka. Sedangkan factor internal yaitu budaya makan atau pola konsumsi memengaruhi kecepatan kesembuhan luka perineum (Manuaba, 2004). Fenomena yang ada di RB Devita Tulungagung sudah diterapkan mobilisasi dini akan tetapi dilakukan setelah kondisi pasien sehat yaitu 2-4 jam dan bisa ditingkatkan menjadi 6-8 jam post partum. Pada paska persalinan dapat terjadi masalah kesehatan seperti infeksi nifas yang dapat menyebabkan kematian. Menurut WHO di seluruh dunia setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan nifas. Dengan kata lain 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan dan nifas (Riswandi, 2005). Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tertinggi di negara ASEAN. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia dan negara lainnya di dunia hampir sama yaitu akibat perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sementara penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain kurang energi kronis pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). AKI di Indonesia tergolong masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut 3-6 kali dari AKI negara ASEAN dan 50 kali AKI negara maju, dan salah satunya disebabkan karena infeksi dengan proporsi 20-30% (Hanifa, 2005). Dari kasus infeksi ini 25-55% disebabkan oleh infeksi jalan lahir (Rustam, 1998). Berdasarkan studi pendahuluan pada ibu post partum fisiologis di RB Devita Tulungagung terdapat 20 persalinan normal dan yang mengalami rupture perineum spontan didapatkan 50% dan yang melakukan mobilisasi dini terdapat 65% dan yang tidak melakukan 35%. Berdasarkan derajat 2

tingkatan luka, robekan derajat satu 30%, derajat dua 70%, sedangkan derajat tiga dan empat tidak ditemukan. dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurdiana dengan jumlah pasien 30 ibu post operasi secar didapatkan hasil 77% yang melakukan mobilisasi dini proses penyembuhan lukanya cepat dan 23% yang tidak melakukan mobilisasi dini proses penyembuhan lukanya lambat. Persalinan sering mengakibatkan perlukaan jalan lahir, luka biasanya ringan tetapi kadangkadang terjadi luka yang luas dan berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya (Wiknjosastro, 2005). Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan rahim maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin (Wiknjosastro, 2005). Menurut derajat atau tingkatan luka robekan perineum terbagi menjadi 4 derajat. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat atau karena kepala janin lebih besar daripada sirkumferensia suboksiputbregmatika sehingga anak dilahirkan dengan episiotomi (Sarwono, 2006). Perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan pula robekan pararektal sehingga rectum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis rupture perineum ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka dijahit kembali secara cermat untuk mencegah terjadinya ruang mati. Adanya ruangan mati antar jahitan memudahkan tertimbunnya darah beku dan terjadinya radang. Penanganan perineum tingkat III memerlukan teknis penjahitan khusus. Perlukaan perineum pada waktu persalinan sebenarnya dapat dicegah sekecil mungkin. Perlukaan ini umumnya terjadi pada saat lahirnya kepala. Untuk mencegah terjadinya perlukaan perineum yang tidak terarah dengan bentuk yang tidak teratur, dianjurkan untuk melakukan episotomi (Sarwono, 1999). Factor penyebab terjadinya infeksi nifas bisa berasal dari perlukaan pada jalan lahir yang merupakan media yang baik untuk berkembangnya kuman. Hal ini diakibatkan oleh daya tahan tubuh ibu yang rendah setelah melahirkan, perawatan yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga (BKKBN, 2004). Kematian ibu dapat disebabkan oleh masalah pengetahuan ibu tentang pra dan pasca persalinan, factor tempat pelayanan kesehatan, factor gizi, sepsis puerperalis, perdarahan, gestosis, perlukaan jalan lahir dan tromboembolismes (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan menurut Manuaba (2009) penyebab kematian terjadi terutama karena perdarahan, infeksi, dan keracunan hamil, serta terlambatnya sistem rujukan. Komplikasi luka perineum adalah terjadinya perdarahan robekan jalan lahir, terjadinya prolaps uteri dan infeksi luka. Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih atau pada jalan lahir. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu post partum mengingat kondisi ibu post partum masih lemah (Suwiyoga, 2004). Menurut Christina dalam Krisnawati (2007) mobilisasi dini pada ibu post partum pelaksanaannya tergantung pada kondisi penderita, apabila penderita melakukan persalinan dengan normal, bisa dilakukan setelah 2-4 jam setelah persalinan. 3

Menurut Hamilton (2008) ibu yang melahirkan secara normal bisa melakukan mobilisasi 6 jam sesudah bersalin dan 8 jam setelah bersalin pada ibu yang menjalani cesar. Gerakan mobilisasi dini waktu pelaksanaannya dilakukan secara teratur, intensif dan makin lama makin bagus, apabila kondisi ibu dalam keadaan baik maka pelaksanaannya dapat dilakukan 3-4 kali dalam sehari, misalnya pada saat bangun tidur pagi, siang dan malam. Latihan mobilisasi ini bermanfaat untuk mempercepat kesembuhan luka, melancarkan pengeluaran lochea, mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, sirkulasi darah normal dan mempercepat pemulihan kekuatan ibu (Mochtar, 2005). Pada ibu post partum diharapkan tidak perlu khawatir dengan adanya jahitan karena mobilisasi dini baik buat jahitan, agar tidak terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah dan untuk ibu post partum dengan operasi sesar dalam melakukan mobilisasinya lebih lamban dan perlu mencermati serta memahami bahwa mobilisasi dini jangan dilakukan apabila kondisi ibu post partum masih lemah atau memiliki penyakit jantung, tetapi mobilisasi yang terlambat dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh, aliran darah tersumbat, serta fungsi otot (Imam, 2006). Salah satu solusi yaitu dengan memberikan mobilisasi dini selama 2-4 jam dan 6-8 jam untuk mempercepat kesembuhan luka perineum grade 2 pada ibu post partum.

METODE Jenis penelitian adalah penelitian noneksperimen dengan desain observasional menggunakan pendekatan komparatif. Sample penelitian sebanyak 16 responden dengan luka episiotomy yang diambil dengan tehnik purposive sampling sesuai dengan karakteristik responden yaitu: 1) ibu dalam 2-4 jam dan 6-8 jam post partum sampai 7 hari masa nifas dengan luka perineum grade 2 dengan kriteria ibu post partum dengan riwayat persalinan normal tanpa tindakan dengan luka perineum grade 2; 2) ibu post partum dengan riwayat persalinan normal tidak dengan komplikasi; 3) ibu yang kooperatif pada saat dilakukan tindakan dan bersedia menjadi responden. Observasi proses penyembuah luka dilakukan selama 7 hari. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Singosari Kabupaten Malang. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan lembar observasi untuk mengetahui proses penyembuahan luka pirenium. Data yang didapat dilakukan uji analisis statistik menggunakan fisher exact probability test dengan nilai signifikan lebih besar dari alfa = 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Responden Berdasar Mengonsumsi Obat, Pantangan Makanan, Personal hygiene Tabel 1. Karakteristik responden berdasar mengonsumsi obat, pantangan makanan, personal hygiene No 1. Rutin 4 Mengonsumsi Obat n 13 % 81,3

2.

Tidak rutin Total

3 16 Pantangan Makanan n 5 11 16 Personal Hygiene n 10 2 4 16

18,8 100 % 31,3 68,8 100 % 62,5 12,5 25 100

No 1. 2. Memilik Tidak memiliki Total No 1. 2. 3.

Melakukan dengan benar Kurang melakukan Salah melakukan Total

Dari tabel 1 didapatkan responden yang rutin dalam mengonsumsi obat sebanyak 13 orang (81,3%). Pada responden yang tidak memiliki pantangan makanan sebanyak 11 orang (68,8%). Pada responden yang melakukan personal hygiene dengan kategori benar sebanyak 10 orang (62,5%).

Distribusi Frekuensi Berdasar Kecepatan Kesembuhan Luka Tabel 2. Distribusi frekuensi kecepatan penyembuhan luka Luka berwarna kemerahan Tidak (hari ke-3) Ya (hari ke-3) Total Luka mulai kering dan menutup Ya (hari ke-3) Tidak (hari ke-3) Terdapat jaringan parut Tidak (hari ke-7) Tidak (hari ke-7) Luka menutup dengan baik Ya (hari ke-7) Tidak (hari ke-7) 16 100 Lambat 6 37,5 Kecepatan penyembuhan luka Cepat Freku ensi 10 Persen tase 62,5

Dari tabel 2 didapatkan frekuensi kecepatan kesembuhan luka perineum sebagian besar termasuk dalam kategori cepat bila pada hari ke-3 luka mulai mengering dan menutup dan pada hari ke-7 luka menutup dengan baik yaitu sebanyak 10 orang (62,5%).

Distribusi Silang Waktu Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan Kesembuhan Luka Tabel 3. Distribusi silang waktu mobilisasi dini dengan kecepatan kesembuhan luka Kecepatan kesembuhan luka Waktu mobilisasi N Cepat % 5 N Lambat % Total %

2-4 jam 6-8 jam Total

4 6 10

25,0 37,5 62,5

2 4 6

12,5 25,0 37,5

6 10 16

37,5 62,5 100

Dari tabel 3 didapatkan distribusi silang waktu mobilisasi 2-4 jam dengan kriteria kecepatan penyembuhan luka yang cepat sebanyak 4 orang (25%). Responden yang termasuk dalam kategori waktu mobilisasi 6-8 jam dengan kriteria kecepatan penyembuhan luka yang cepat sebanyak 6 orang (37,5%).

Perbandingan Waktu Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan Kesembuhan Luka Tabel 4. Perbandingan waktu mobilisasi dini dengan kecepatan kesembuhan luka Variabel Waktu mobilisasi dini dengan kecepatan kesembuhan luka Sig 2 tailed 1,000 Keterangan Tidak ada perbedaan

Dari tabel 4 didapatkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji fisher terhadap perbandingan antara waktu mobilisasi dini 2-4 jam dan 6-8 jam dengan kecepatan kesembuhan luka dengan taraf signifikansi 5% dengan nilai sig. 2 tailed sebesar 1,000 dimana lebih besar daripada alfa = 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara waktu mobilisasi dini 2-4 dan 6-8 jam dengan kecepatan kesembuhan luka perineum.

Pembahasan Karakteristik Responden Berdasar Mengonsumsi Obat, Pantangan Makanan, Personal hygiene Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 16 responden yang rutin dalam mengonsumsi obat sebanyak 13 orang (81,3%). Responden yang tidak memiliki pantangan makanan sebanyak 11 orang (68,8%). Responden yang melakukan personal hygiene dengan kategori benar sebanyak 10 orang (62,5%). Dari penelitian diketahui bahwa sebagian kecil ibu nifas dengan luka perineum grade 2 yang melakukan mobilisasi dini adalah kesembuhan lukanya lambat yaitu 6 orang (37,5%), hal ini dikarenakan selain ibu tidak mengonsumsi obat secara teratur juga karena cara menjaga kebersihan diri yang salah terutama pada daerah luka perineum. Ini menunjukkan bahwa selain mobilisasi dini ada faktor lain yang ikut andil dalam kecepatan kesembuhan luka seperti yang diungkapkan oleh Mochtar (1998) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan luka perineum adalah dari faktor makanan atau nutrisi yang dikonsumsi dan dari perawatan luka selain early ambulation.

Frekuensi Berdasar Kecepatan Kesembuhan Luka

Luka perineum dikatakan cepat sembuh apabila luka pada hari ke-3 mulai mengering dan mulai menutup, serta pada hari ke-7 luka sudah menutup dengan baik disertai adanya jaringan parut. Sedangkan luka perineum yang dikatakan lambat sembuh apabila luka pada hari ke-3 belum mengering dan belum menutup akan tetapi baru hari ke-7 luka mulai menutup. Dalam kategori cepatlambat kesembuhan luka ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa proses penyembuhan luka berlangsung selama 6-7 hari (Barbara, 1996).

Distribusi Silang Waktu Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan Kesembuhan Luka Dari 16 responden yang termasuk dalam kategori yang melakukan mobilisasi 2-4 jam sebanyak 6 orang dengan kriteria kecepatan penyembuhan luka yang cepat terdapat sebanyak 4 orang (25%) dan sisanya termasuk kriteria lambat sebanyak 2 orang (12,5%). Responden yang termasuk dalam kategori waktu mobilisasi 6-8 jam sebanyak 10 orang dengan kriteria kecepatan penyembuhan luka yang lambat sebanyak 6 orang (37,5%) dan sisanya termasuk kriteria lambat sebanyak 4 orang (25%). Keterlambatan ibu pasca melahirkan disebabkan faktor kelelahan setelah proses melahirkan, terlebih bila persalinan berlangsung lama, sehingga ibu harus cukup beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jam post partum untuk mencegah perdarahan post partum. Kemudian ibu boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk dan hari ketiga telah dapat berjalan. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka (Kasdu, 2003). Fase immediate post partum juga menjadi faktor penghambat selama proses mobilisasi dini, hal ini disebabkan faktor kelelahan ibu dikarenakan berkurangnya energi selama proses persalinan dan membutuhkan waktu untuk mengembalikan tenaga selama 24 jam pertama (Muchtar, 1998).

Perbandingan Waktu Mobilisasi Dini Dengan Kecepatan Kesembuhan Luka Perineum Hasil uji fisher dengan nilai signifikansi sebesar 1,000 (alfa = 0,05) bahwa tidak ada perbedaan antara waktu mobilisasi dini dengan kecepatan penyembuhan luka perineum. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa waktu mobilisasi dini dilakukan 2-4 jam post partum (Magna, 2001) dan waktu mobilisasi 6-8 jam post partum (Hamilton, 2008). Dari kedua teori tersebut tidak ada perbedan kecepatan kesembuhan luka perineum dikarenakan semua responden melakukan mobilisasi dini secara bervariasi yaitu ada yang melakukan mobilisasi dengan cepat dan ada yang lambat. Faktor yang paling berpengaruh dari kecepatan kesembuhan luka perineum adalah factor personal hygiene, makanan dan obat. Selain itu responden ada yang merasa kesulitan atau mengalami keterbatasan dalam melakukan gerakan dan merasa takut terhadap nyeri yang ditimbulkan pada luka jahitannya. Responden juga melakukan mobilisasi dini secara bertahap selama 3-4 kali sehari.

KESIMPULAN DAN SARAN 7

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) ibu yang melakukan mobilisasi dini masing-masing sebagian besar selama 2-4 jam dan 6-8 jam; 2) kecepatan penyembuhan luka perineum yang melakukan mobilisasi dini selama 2-4 jam dan selama 6-8 jam masing-masing sebagian besar dalam kategori cepat; 3) berdasarkan hasil uji fisher didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara waktu mobilisasi dini selama 2-4 jam dan selama 6-8 jam dengan kecepatan penyembuhan luka perineum. Saran yang dapat direkomendasikan yaitu: hendaknya disediakan brosur tentang mobilisasi dini dan memberikan motivasi kepada ibu yang berada dalam stadium 2 jam post partum agar melakukan mobilisasi dini untuk mengurangi terjadinya trombosis pada vena, pada saat pemeriksaan dan pengawasan selama 2 jam post partum dan memberikan penyuluhan tentang tata cara rawat luka yang benar serta cara personal hygiene yang benar dan menghindari tidak berpantang terhadap makanan.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2002 . Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bobak, L., Jensen. 2005 . Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC. Chapman, V. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta: EGC. Depkes RI . 2002. Asuhan Persalinan Normal. Edisi I. Jakarta: JNPK-KR. Depkes RI. 2007. Perawatan Kehamilan (ANC). http://www.depkes.com.id. Diakses pada 4 Juni 2010. Ferrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta: EGC. Forte, R., William & Oxorn, H. 2010. Ilmu kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalainan. Halminton .2008. Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Ibrahim, C. 1997. Perawatan Kebidanan. Jilid I. Jakarta: Bhratara. Ibrahim, C. 1997. Perawatan Kebidanan. Jilid III. Jakarta: Bhratara. Imam. 2006. Antenatal Care. http://www.info-wikipedia.com. Diakses pada 25 Juni 2010. Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Magna. 2001. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: EGC. Manuaba, I.B.G. 1999. Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. Manuaba. 1998 . Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Manuaba, I.B.G. 2004. Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Manuaba, I.A.C. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Manjoer, A. 2000. Ilmu Kebidanan dan Kandungan Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aescuilipius. FKUI. 8

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Jakarta: EGC. Notoatmojo, S. 2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Nursalam . 2003 . Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pitt, B. 1994. Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC. Saunders. 1992. Wound Healing Biochemical and Clinical Aspects. Philadelphia. Sarwono, P. 2001. Buku Acuan Nasional. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono, P. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP. Sarwono, P. 2006. Perawatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP. Sediaoetama, A., Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Jilid. Jakarta: Dian Rakyat. Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP.

You might also like