You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR URETRA BAB I TINJAUAN TEORI A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani. a. Uretra pada wanita Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina. Pria memiliki uretra yang lebih panjang dari wanita. Artinya, wanita lebih berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan infeksi saluran kemih. b. Uretra pada pria Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya: 1) Pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat. 2) Pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vasdeferens. 3) Pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis. 4) Pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis. Histologi Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel bertingkat torak, kemudian sel bertingkat kubis di dekat lubang keluar. Terdapat pula kelenjar uretra kecil yang menghasilkan lendir untuk membantu melindungi sel epitel dari urin yang korosif. tampak ada ekstravasasi kontras keluar dari lumen uretra. pasien diputuskan untuk dilakukan cystostomi untuk diversi urin. B. DEFINISI Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis). C. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI a) Etiologi Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum. Cedera eksternal - Fraktur pelvis : rupture uretra pars membranasea. - Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa. - Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah. - Persalinan lama. - Ruptur yang spontan b) Klasifikasi Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:

1. Ruptur uretra anterior : Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya. Terdapat daerah memar atau hematoma pada penis dan scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine Penyebab tersering : straddle injury ( cedera selangkangan ) Jenis kerusakan : o Kontusio dinding uretra. o Ruptur parsial. o Ruptur total. 2. Ruptur uretra posterior : - Paling sering pada membranacea. - Ruptur utertra pars prostato-membranasea - Terdapat tanda patah tulang pelvis. - Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. - Robeknya ligamen pubo-prostatikum. - Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. - Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum. Klasifikasi rupture uretra menurut Collapinto & Mc Collum : 1. Stretching/teregang. Tidak ada ekstrvasasi. 2. Uretra putus diatas prostato membranasea. Diafragma urogenital utuh. Ekstravasasi terbatas pada diafragma urogenital. 3. Uretra posterior, diafragma uretra, dan uretra pars bulbosa proksimal rusak, ekstravasasi sampai perineum. RUPTUR URETRA TOTAL Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda paksa. Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic. Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh

D. PATOFISIOLOGI Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul karena jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra posterior dan anterior. Ruptur uretran posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena prostat dan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur. Sedangkan uretra membranaseae terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek, sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial. Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras seperti batu, kayu atau palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera uretra anterior selain oleh cedera kangkang juga dapat

di sebabkan oleh instrumentasi urologic seperti pemasangan kateter, businasi dan bedah endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi uretra karena straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis. E. MANIFESTASI KLINIS a) Perdarahan per-uretra post trauma. b) Retensi urine. c) Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter. Lebih khusus: Pada Posterior dan Anterior : Pada Posterior Perdarahan per uretra Retensi urine. Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat. Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis. Pada Anterior: Perdarahan per-uretra/ hematuri. Sleeve Hematom/butterfly hematom. Kadang terjadiretensi urine. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan radiologik Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi bahan kontras uretografi retrograd. G. KOMPLIKASI 1. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra Infeksi Hematoma Abses periuretral Fistel uretrokutan Epididimitis 2. Komplikasi lanjut Striktura uretra Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul : - Impotensi - Inkontinensia H. PENATALAKSANAAN 1) Pada ruptur anterior a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan drainase bila ada. b) ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy. c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang.

d) sistosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika timbul stiktura uretra. e) Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi. 2) a) b) c) Pada ruptur uretra posterior Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu. Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter. Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA RUPTUR URETRA

A.

PENGKAJIAN a. Pengkajian Primer Airway : 1. Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahan, permen karet, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat di sebabkan oleh lidah atau edema karena trauma jaringan. 2. Jika pasien tidak sadar, selalu dicurigai adanya fraktur spinal serfikal dan jangan melakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan. 3. Gunakan chin lift dan jaws thrust secara manual untuk membuka jalan napas. Breathing : 1. Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan observasi untuk ekspansi bilateral dada. 2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya krekels, wheezing atau tidak adanya bunyi napas. 3. Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernapasan pasien dengan suatu alat oksigenasi yang sesuai. Circulation :

1. Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat irama dan ritmenya dan mengkaji warna kulit 2. Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada tertutup. 3. Kaji tekanan darah. 4. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum besar (16-18). Mulai penggantian volume per protokol. Cairan kristaloid seimbang (0,9 % salin normal atau ringers lactate ) biasanya di gunakan. 5. Kaji adanya bukti perdarahan dan kontrol perdarahan dengan penekanan langsung. b. Pengkajian sekunder 1. Kaji riwayat trauma Riwayat penyakit dahulu : Pernah jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena daerah perineum. Riwayat penyakit sekarang : Nyeri tekan, memar atau hematoma, hematuri bila terjadi rupture total uretra anuria 2. Pemeriksaan fisik a. Adanya trauma di daerah perineum b. Adanya perdarahan per uretra c. Adanya nyeri tekan pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah d. Adanya jejas pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah. e. Adanya fraktur tulang pelvis f. Adanya retensi urin g. Pemeriksaan rektal tuse : Floating Prostat 3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multipel : a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian, sering disertai dengan trauma pada lumbal. b. Taruama pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan trauma panggul c. Trauma pada lengan sering menyebaabkab trauma pada siku, sehingga lengan dan siku harus dievaluasi dengan bersamaan d. Trauma pada lutut dan proksimal fibula sering menyebabkan trauma pada tungkai bawah maka lutut dan tungkai bawah harus dilakukan evaluasi bersamaan. e. Trauma apapun yang mengenai bahu harus diperhatikan secara seksama karena dapat melibatkan leher, dada atau bahu. 4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi 5. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur 6. Kaji adanya sindrom kompartemen. Fraktur terbuka atau tertutup, atau kompresi, dapat menyebabkan pendarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan penekanan padaa syaraf, pembuluh darah dan kegagalan sirkulasi 7. Kaji TTV secara kontinue 8. Pemeriksaaan penunjang Radiologi : Tampak adanya defek uretra anterior daerah bullbus dengan ekstravasasi bahan kontraks

uretrografi retrograde. Pada rupture posterior : Ureterografi : eksrtavasasi kontras dan adanya fraktur pelvis Pada rupture anterior : Radiologis : o Kontusio : tidak ada ekstravasasi o Laserasi : ada ekstravasasi bahkan sampai bulbosa 1. BIODATA : Jenis kelamin : laki-laki lebih dari pada wanita 2. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit sekarang : Nyeri tekan , memar atau hematum , hematuri Bila terjadi ruptur total urethra anuria 3. PEMERIKSAAN FISIK 1. Adanya trauma didaerah perineum 2. Adanya perdarahan per urethra 3. Adanya nyeri tekan pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah 4. Adanya jejas pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah 5. Adanya fraktur tulang pelvis 6. Adanya Retensi urine. 7. Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Radiologi tampak adanya defek urethra anterior daerah bulbus dengan ektra vasasi bahan kontras uretrografi retrograde Pada rupture posterior Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis Pada rupture anterior: Radiologis Kontusio : tidak ada ekstravasasi. Ruptur : adaekstravasasi bahkan sampai bulbosa. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra

2. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b/d adanya hematoma dan ekstravasasi 3. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter 4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya C. INTERVENSI 1. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra Tujuan : menyatakan atau menunjukkan nyeri hilang kriterial hasil : menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk tidur/ istirahat dengan tenang Intervensi : a) Kaji nyeri meliputi lokasi , karakteristik , lokasi, intensitas ( skala 0-10 ) R./ membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan deteksi dini terjadinya komplikasi. b) Perhatikan aliran dan karakteristik urine R./ penurunan aliran menunjukkan retensi urine ( s-d edema ), urine keruh mungkin normal ( adanya mukus ) atau mengindikasikan proses infeksi. c) Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi R./ mengembalikan perhatian dan meningkatkan rasa control d) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik R./ menghilangkan nyeri e) Lakukan persiapan pasien dalam pelaksanaan tindakan medis pemasangan douwer kateter drainase cistostomy R./ persiapan secara matang akan mendukung palaksanaan tindakan dengan baik. 2. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b/d adanya hematoma dan ekstravasasi Tujuan : Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih Kriteria Hasil : - Eliminasi urin lancar - Eliminasi urin normal Intervensi : a) perhatikan aliran dan karakteristik urine R/ : penurunan aliran menunjukkan retensi urine, urine keruh mungkin normal ( adanya mucus ) atau mengindikasikan proses infeksi. b) kateterisasi untuk residu urine dan biarkan kateter tak menetap sesuai indikasi. R/ : menghilangkan atau mencegah retensi urin dan megesampingkan adanya striktur uretra c) siapkan alat bantu untuk drainase urin, contoh : sistomi. R/ : diindikasikan untuk mengeluarkan kandung kemih selama episode akut dengan azotemia atau bila bedah dikontra indikasikan karena status kesehatan pasien. 3. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter Tujuan : Menurunkan atau mencegah terjadinya infeksi Kriterial hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi a) Pertahankan tehnik steril dalam pemasangan kateter , berikan perawatan kateter steril dalam manipulasi selang. R./ mencegah pemasukan bakteri dan kontaminasi yang menyebabkan infeksi

b) Gunakan tehnik mencuci tangan yang baik dan ajarkan serta anjurkan pasien melakukan hal yang sama. R./ mengurangi kontaminasi yang menyebabkan infeksi c) Observasi tanda-tanda infeksi R./ deteksi dini adanya infeksi dan menentukan tindakan selanjutnya d) Perhatikan karakter , warna , bau , dari drainase dari sekitar sisi kateter R./ drainase purulent pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi local e) Intruksikan pasien untuk menghindari menyentuh insisi , balutan dan drainase. R./ mencegah kontaminasi penyebab penyakit f) Kolaborasi dalam pemberian anti biotika sesuai indikasi R./ mengatasi infeksi dan mencegah sepsis 4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya Tujuan : Menunjukkan penurunan anxietas dan menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya Kriteria hasil : Mengungkapkan masalah anxietas dan tak pasti pada pemberi perawatan atau orang terdekatmengidentifikasi mekanisme koping yang adaptifmemulai penggunaan tehnik relaksasikooperatif terhadap tindakan yang dilakukan Intervensi : a) Ajarkan tentang proses penyakit dan penyebab penyakit R. /dengan pengajaran meningkatkan pengetahuan pasien , menurunkan kecemasan pasien b) Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengungkapkan tentang rasa takut , berikan privasi tanpa gangguan, sediakan waktu bersama mereka untuk mengembangkan hubungan R. /pasien yang merasa nyaman berbicara dengan perawat , mereka sering dapat memahami dan memasukkan perubahan kebutuhan dalam praktek dengan sedikit kesulitan. c) Beri informasi dan diskusikan prosedur dan pentingnya prosedur medis dan perawatan R. /informasi yang adekuat meningkatkan pengetahuan dan koopereratif pasien d) Orientasikan pasien terhadap lingkungan , obat-obatan , dosis , tujuan , jadwal dan efek samping , diet , prosedur diagnostic R./ pengorientasian meningkatkan pengetahuan pasien D. IMPLEMENTASI Implementasi pada asuhan keperawatan rupture uretra dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat. E. EVALUASI 1. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra Menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk tidur / istirahat dengan tenang. 2. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b/d adanya hematoma dan ekstravasasi Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih 3. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi 4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya Mengungkapkan masalah ansietas dan tak pasti pada pemberi perawatan atau orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA Tucker Susan Martin, Et all , Standar Perawatan Pasien , volume 3 , EGC , Peter Mowschenson , Ilmu Bedah Untuk Pemula , Edisi 2 , Bina Rupa aksara , 1983 JakartaHidayat Samsu , Ilmu Bedah , Edisi revisi, EGC , 1998 , JakartaDepkes RI ASKEP Pasien dengan Gg Penyakit Sistem Urologi , 1996 , JakartaDoungoes Marilin E

BAB I TINJAUAN TEORI A. ANATOMI DAN FISIOLOGI Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani. Uretra pada wanita Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina. Pria memiliki uretra yang lebih panjang dari wanita. Artinya, wanita lebih berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan infeksi saluran kemih.

Uretra pada pria Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya: pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat. pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vas deferens. pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis. pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis.

Histologi Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel bertingkat torak, kemudian sel bertingkat kubis di dekat lubang keluar. Terdapat pula kelenjar uretra kecil yang menghasilkan lendir untuk membantu melindungi sel epitel dari urin yang korosif.

tampak ada ekstravasasi kontras keluar dari lumen uretra. pasien diputuskan untuk dilakukan cystostomi untuk diversi urin

s B. DEFINISI Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis). C. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI a) Etiologi Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum. cedera eksternal o Fraktur pelvis : ruptur uretra pars membranasea. o Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa. o Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah. o Persalinan lama. o Ruptur yang spontan b) Klasifikasi Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam: 1. Ruptur uretra anterior : Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya. Terdapat daerah memar atu hematom pada penis dan scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine Penyebab tersering : straddle injury ( cedera selangkangan )

Jenis kerusakan : Kontusio dinding uretra. Ruptur parsial. Ruptur total. 2. Ruptur uretra posterior : paling sering pada membranacea. Ruptur utertra pars prostato-membranasea Terdapat tanda patah tulang pelvis. Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Robeknya ligamen pubo-prostatikum. Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum. Klasifikasi rupture uretra menurut Collapinto & Mc Collum : 1. Stretching/ teregang. Tidak ada ekstrvasasi. 2. Uretra putus diatas prostato membranasea. Diafragma urogenital utuh. Ekstravasasi terbatas pada diafragma urogenital. Uretra posterior, diafragma uretra, dan uretra pars bulbosa proksimal rusak, ekstravasasi sampai perineum. RUPTUR URETRA TOTAL - Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda paksa. - Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic. - Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh. D. PATOFISIOLOGI E. MANIFESTASI KLINIS a) Perdarahan per-uretra post trauma. b) Retensi urine. c) Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter. Lebih khusus: Pada Posterior: Perdarahan per uretra. Retensi urine. Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat. Ureterografi : ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis. Pada Anterior: Perdarahan per-uretra/ hematuri. Sleeve Hematom/butterfly hematom. Kadang terjadiretensi urine. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN RADIOLOGIK - Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi bahan kontras uretografi retrograd. G. KOMPLIKASI A. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra - Infeksi - Hematoma - Abses periuretral - Fistel uretrokutan - Epididimitis B. Komplikasi lanjut - Striktura uretra - Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul : * Impotensi * Inkontinensia H. PENATALAKSANAAN - Pada ruptur anterior a. Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan drainase bila ada. b. ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy. c. Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang. d. sistosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika timbul stiktura uretra e. Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi. - Pada ruptur uretra posterior a. Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu. tidak boleh dipasang kateter. b. Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter. c. Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.

s BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA RUPTUR URETRA A. PENGKAJIAN

BIODATA Jenis kelamin laki-laki lebih dari pada wanita RIWAYAT KESEHATAN PASIEN Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit sekarang : Nyeri tekan , memar atau hematum , hematuri Bila terjadi ruptur total urethra anuria PEMERIKSAAN FISIK 1.adanya trauma didaerah perineum 2.adanya perdarahan per urethra 3.adanya nyeri tekan pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah 4.adanya jejas pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah 5.adanya fraktur tulang pelvis 6.Adanya Retensi urine. 7.Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat. PEMERIKSAAN PENUNJANG Radiologi tampak adanya defek urethra anterior daerah bulbus dengan ektra vasasi bahan kontras uretrografi retrograde Pada rupture posterior: Ureterografi : ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis. Pada rupture anterior: Radiologis : Kontusio : tidak ada ekstravasasi. Ruptur : adaekstravasasi bahkan sampai bulbosa. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b-d adanya trauma urethra Anxietas b-d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyaPotensial infeksi b d efek pemasangan DK 2. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b-d adanya hematoma dan ekstravasasi 3. Potensial infeksi b-d efek pemasangan DK C. INTERVENSI NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN 1 Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b-d adanya trauma urethra Anxietas b-d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyaPotensial infeksi b d efek pemasangan DK Tujuan : menyatakan atau menunjukkan nyeri hilang 1. Kaji nyeri meliputi lokasi , karakteristik , lokasi, intensitas ( skala 0-10 ) R. membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan deteksi dini terjadinya komplikasi. 2. Perhatikan aliran dan karakteristik urine R. penurunan aliran menunjukkan retensi urine ( s-d edema ), urine keruh mungkin normal ( adanya mukus ) atau mengindikasikan proses infeksi. 3. Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi R. mengembalikan perhatian dan meningkatkan rasa control

4. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik R. menghilangkan nyeri Lakukan persiapan pasien dalam pelaksanaan tindakan medispemasangan DKdrainase cistostomy R. persiapan secara matang akan mendukung palaksanaan tindakan dengan baik 2 Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b-d adanya hematoma dan ekstravasasi Tujuan : menunjukkan penurunan anxietas dan menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya 1. Ajarkan tentang proses penyakit dan penyebab penyakit R. dengan pengajaran meningkatkan pengetahuan pasien , menurunkan kecemasan pasien 2. Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengungkapkan tentang rasa takut , berikan privasi tanpa gangguan , sediakan waktu bersama mereka untuk mengembangkan hubungan R. pasien yang merasa nyaman berbicara dengan perawat , mereka sering dapat memahami dan memasukkan perubahan kebutuhan dalam praktek dengan sedikit kesulitan. 3. Beri informasi dan diskusikan prosedur dan pentingnya prosedur medis dan perawatan R. informasi yang adekuat meningkatkan pengetahuan dan koopereratif pasien 4. Orientasikan pasien terhadap lingkungan , obat-obatan , dosis , tujuan , jadwal dan efek samping , diet , prosedur diagnostik R. pengorientasian meningkatkan pengetahuan pasien

3 Potensial infeksi b-d efek pemasangan DK Tujuan : menurunkan atau mencegah terjadinya infeksi 1. Pertahankan tehnik steril dalam pemasangan kateter , berikan perawatan kateter steril dalam manipulasi selang R. mencegah pemasukan bakteri dan kontaminasi yang menyebabkan infeksi 2. Gunakan tehnik mencuci tangan yang baik dan ajarkan serta anjurkan pasien melakukan hal yang sama R. mengurangi kontaminasi yang menyebabkan infeksi 3. Observasi tanda-tanda infeksi R. deteksi dini adanya infeksi dan menentukan tindakan selanjutnya 4. Perhatikan karakter , warna , bau , dari drainase dari sekitar sisi kateter R. drainase purulent pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi lokal 5. Intruksikan pasien untuk menghindari menyentuh insisi , balutan dan drainase R. mencegah kontaminasi penyebab penyakit 6. Kolaborasi dalam pemberian anti biotika sesuai indikasi R. mengatasi infeksi dan mencegah sepsis 4 5

D. IMPLEMENTASI

Implementasi pada asuhan keperawatan rupture uretra dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat. E. EVALUASI NO DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI 1 Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b-d adanya trauma urethra Anxietas b-d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyaPotensial infeksi b d efek pemasangan DK menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk tidur / istirahat dengan tenang 2 Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b-d adanya hematoma dan ekstravasasi 1. mengungkapkan masalah anxietas dan tak pasti pada pemberi perawatan atau orang terdekat 2. mengidentifikasi mekanisme koping yang adaptif 3. memulai penggunaan tehnik relaksasi kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan 3 Potensial infeksi b-d efek pemasangan DK tidak terdapat tanda-tanda infeksi

You might also like