You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya hayati yang dapat diperbaharui.

Meskipun demikian tidak berarti bahwa hutan dibiarkan begitu saja tanpa pengelolaan yang baik. Sebaliknya, hutan harus dikelola dengan baik dengan memperhatikan aspek-aspek yang ada untuk menuju pada suatu pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Selain berfungsi ekonomi, hutan menempati fungsi yang sangat penting dalam terciptanya keseimbangan iklim dan ekosistem. Dilain pihak, hutan juga membunyai manfaat ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat maupun pemerintah terutama dalam era otonomi daerah ini. Tidak jarang sektor kehutanan dijadikan suatu sektor andalan dalam menyuplai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mewujudkan berbagai upaya tersebut pemerintah sebagai regulator perlu mendorong usaha ekstra dengan memfasilitasi para pihak serta mengajak berbagai komponen daerah baik private sector, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat untuk secara kreatif mengembangkan bentuk-bentuk kolaboratif pengelolaan kawasankawasan hutan lindung yang telah ditetapkan dalam PERDA tata ruang. Ini juga sekaligus merupkan wujud implementasi perda tata ruang dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan serta lebih berpartisipatif. Perlu juga dipikirkan kemungkinan pengembangan terpadu antara unit pengelolaan pada kawasan-kawasan budidaya untuk ikut memelihara kawasan-kawasan hutan lindung baik yang berbatasan langsung atau tidak dalam kebijakan (CSR/ Corporate social responsibility) dari setiap unit usaha. Pengelolaan kawasan ini dapat juga dikemas menjadi kegiatan produktif yang dapat mendukung peningkatan PAD daerah dan memberikan alternative pekerjaan bagi masyarakat yang hidup disekitar kawasan hutan lindung dalam penerapan PERDA tata ruang.

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui Pengelolaan kawasan hutan lindung 2. Mengetahui proses dan tahapan pengelolaan kawasan hutan lindung ( Study kasus di Poliagro Kalimantan Timur).

BAB II PEMBAHASAN A. Pengelolaan kawasan hutan lindung 1. Pengertian Hutan Lindung Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah ilustrasi air laut dan memelihara kesuburan tanah (UU RI No 41 tahun 1999). Sedangkan menurut Derektorat Bina Program Kehutanan (1981), Hutan lindung di defenisikan sebagai kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisik wilayahnya perlu di bina dan di pertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk kepentingan hidrologi (mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah) baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun di luar kawasan hutan yang di pengaruhinya. Apabila hutan lindung di ganggu, maka hutan tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung, bahkan akan menimbulkan bencana alam, seperti banjir, erosi, maupun tanah longsor. 2. Fungsi Hutan lindung 1) Sebagai pengatur tata air, pencegah bencana banjir dan erosi, dan memelihara kesuburan tanah 2) Sebagai kawasan perlindungan system penyangga kehidupan 3. Tujuan pengelolaan 1) Terjaminnya keutuhan kawasan hutan lindung 2) Tercapainya pendayagunaan fungsi dan peranan hutan lindung dengan terkendalinya tata air dan terwujudnya system penyangga kehidupan yang berkualitas. 4. Prinsip dasar pengelolaan kawasan hutan lindung 1) Pendayagunaan potensi hutan lindung untuk kegiatan pemanfaatan air, pemuliaan, pengkayaan dan penangkaran, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyediaan plasma nutfah untuk budidaya oleh masyarakat setempat, diupayakan tidak merubah luas dan fungsi kawasan. 2) Dalam kawasan hutan lindung diperkenankan adanya kegiatan pemanfaatan tradisional berupa hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.

3) Sesuai fungsinya, dalam kawasan hutan lindung dapat di tempatkan alat-alat pengukur klimatologi, misalnya penakar hujan dan stasiun pengamat aliran sungai (SPAS). 4) Dalam hutan lindung di bangun sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata alam terbatas. 5) Jika dijumpai adanya kerusakan vegetasi dan penurunan populasi satwa yang dilindungi undang-undang, dapat dilakukan kegiatan : Pembinaan habitat dan pembinaan kawasan untuk kepentingan peningkatan fungsi lindung. Rehabilitasi kawasan dengan jenis tunbuhan yang cocok dengan kondisi dan tipe tanah. Pengurangan atau penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli kedalam kawasan hutan lindung.

5. Kegiatan pokok Pada prinsipnya kegiatan pokok pada setiap kawasan konservasi (hutan lindung) yaitu : 1) Pementpan kawasan 2) Penyusunan rencana pengelolaan 3) Pembangunan sarana dan prasarana 4) Pengelolaan potensi kawasan 5) Perlindungan dan pengamanan kawasan 6) Pengelolaan penelitian dan pendidikan 7) Pengelolaan wisata alam 8) Pengembangan integrasi dan koordinasi 6. Kriteria Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung a. Kawasan hutan dengan factor-faktor kelas lereng, jenis tanah intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih dan atau kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 m atau lebih.

7. Aspek Hukum dan Kewenangan Pengelolaan Hutan lindung o Undang-undang No. 22 Tahun 1999 maupun PP No. 25 Tahun 2000 menegaskan Kewenangan Daerah Atas Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung. PadaUndang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 10 dapat disimpulkan, bahwa daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab untuk memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. o Keputusan Presiden RI No 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dapat disimpulkan bahwa untuk pemahaman fungsi dan manfaat kawasan lindung perlu diupayakan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemda Propinsi yang mengumumkan kawasan-kawasan tertentu sebagai kawasan lindung. o Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25/2000 dapat disimpulkan pula, bahwa untuk pengelolaan kawasan hutan lindung yang terletak di pemerintahan kabupaten/kotamadya, Pemda Kabupaten atau Kotamadya dapat segera membuat Perda ataupun untuk sementara SK Kepala Daerah. Dari beberapa uraian tentang aspek hukum pengelolaan suatu kawasan lindung terlihat bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan lindung berada di tangan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten. Akan tetapi dalam kaitannya dengan otonomi, PP No. 25 Tahun 2000 tidak tercantum adanya kewenangan pengelolaan hutan lindung pada Pemerintah Propinsi, maka pengelolaan hutan lindung berada di tangan pemerintah Kabupaten/Kota akan tetapi kewenangan tersebut baru efektif apabila pemerintah daerah propinsi, kabupaten maupun kotamadya telah membuat landasan hukumnya. Selain itu di dalam PP 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintaha di bidang kehutanan kepada daerah, dimana hutan Lindung diserahkan kepada daerah maka pada dalam rangka otonomi daerah perlu ditetapkan dengan peraturan daerah.

8. Permasalahan Pengelolaan Hutan Lindung a. Penebangan Liar Penebangan liar atau Illegal logging merupakan permasalahan nasional yang menyebabkan kerusakan dan turunnya nilai hutan. Penebangan liar ini tidak hanya terjadi pada kawasan hutan produksi saja, melainkan telah menjarah kawasan Cagar Alam, Taman Nasional Berbak, maupun Hutan Lindung Gambut di Mendahara Hulu. Dinas Kehutanan Tanjabtim menilai bahwa permasalahan illegal logging ini berawal dari suatu faktor penyebab sosial dan ekonomi. Sebagian para penebang liar merupakan orang yang produktif dan tidak memiliki peluang kerja. Sehingga salah satu cara yang paling cepat dan memungkinkan dilakukan mereka adalah dengan masuk ke hutan dan mengambil kayu sebagai penebang liar. Sementara itu, permintaan kayu di pasaran relatif tinggi yang menyebabkan pemasaran kayu hasil penebangan liar menjadi mudah. Di lain pihak, tidak ada syarat yang berat untuk menjadi seorang penebang liar. Banyak sekali para Toke (pemodal) yang bersedia memberikan modal, sarana, dan prasarana untuk kegiatan penebangan liar ini. b. Kebakaran Hutan Kebakaran hutan adalah faktor penyebab yang sering terjadi dan mampu merusak hutan dengan jumlah luas dan tingkat kerusakan yang tinggi. Lebih dari itu, kebakaran hutan gambut sangatlah memprihatinkan karena selain vegetasi dan material diatas permukaan yang terbakar, terjadi juga kebakaran dibawah permukaan. Pada beberapa kasus juga terjadi hilangnya gambut akibat kebakaran hutan. Kebakaran terparah terjadi pada tahun 1997 akibat adanya kekeringan yang berkepanjangan. Lebih dari 26.000 Ha. areal Taman Nasional Berbak terbakar dalam persitiwa ini. Selain dari akibat kondisi alam (misalnya kemarau panjang), kebakaran ini dapat disebabkan oleh manusia, misalnya puntung rokok yang dibuang sembarangan atau aktifitas memasak di hutan yang sering dilakukan oleh penebang liar.

9. Pola umum pengelolaan kawasan hutan lindung Pengelolaan sumberdaya hayati di kawasan alami yang dilindungi meliputi seluruh proses yang berjalan dalam ekosistem. Ini memerlukan pemahaman prinsip ekologi, suatu apresiasi terhadap proses ekologi yang berjalan dalam kawasan yang di lindungi dan penerimaan konsep bahwa pengelolaan kawasan yang dilindungi merupakan suatu bentuk pengelolaan tanah. Pengelolaan ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan bagi kawasan tertentu. Unsurunsur yang ingin di lestarikan oleh para pengelola dalam kawasan yang di lindungi dapat hilang dengan mudah tanpa adanya pengelolaan. jelas bahwa sejumlah pengelolaan aktif diperlukan untuk memelihara kualitas yang ingin di awetkan dalam kawasan yang dilindungi. Tetapi perlu di tekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam penuh dengan resiko. Pengelolaan yang keliru dapat berakibat lebih buruk dibandingkan tanpa pengelolaan. Pola umum dan tahapan dalam pengelolaan kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut: 1. Tahapan Perencanaan 2. Tahapan Pengorganisasian 3. Tahapan Pelaksanaan 4. Tahapan pemantauan dan Evaluasi 1. Tahapan Perencanaan Perencanaan yang baik merupakan titik tolak bagi keberhasilan pengelolaan kawasan yang dilindungi, tetapi hanya merupakan suatu alat pengelolaan. Perencanaan merupakan sustu proses yang berjalan terus, yang meliputi nperumusan penyerahan dan persetujuan dari tujuan pengelolaan, bagaimana hal ini dapat di capai dan standar pembanding mengukur keberhasilan. Perencanaan yang baik mengarah kepada pengelolaan yang baik, perencanaan yang buruk atau tidak adanya perencanaan menghalangi keberhasilan pengelolaan. Langka pertama dalam perencanaan adalah: a) Perumusan tujuan yang jelas, masuk akal, serta berada dalam kerangka kebijaksanaan otorita pengelolaan kawasan yang di lindungi.

b) Menguraikan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan, (merinci biaya) c) Penerapan pengelolaan d) Pengkajian terhadap hasil yang diperoleh e) Penyiapan terhadap perencanaan selanjutnya Pokok dari rencana semcam ini adalah suatu pernyataan mengenai sasaran dan tujuan yang dapat diukur, yang mamandu pengelolaan kawasan. Sasaran dan tujuan ini membentuk kerangka untuk menentukan tindakan yang di ambil, kapan tindakan tersebut dilakukan, serta dana dan tenaga yang di perlukan untuk menerapkannya. suatu rencana pengelolaan datang. Rencana pengelolaan memberikan bimbingan untuk jangka waktu tertentu, bisanya lima tahun. Rencana kegiatan tahunan di buat selama tahap penerapan dengan menggunakan rencana pengelolaan jangka panjang sebagai pedoman. Langka-langka kegiatan perencanaan 1) Pembentukan tim perencanaan (Baik bila kemampuan berbeda dalam perencanaan, ekologi,sosiologi,ekonomi dan berbagai sumber ilmu) 2) Pengumpulan informasi dasar (meliputi peraturan yang berlaku, data cirri-ciri biofisik, sumber budaya dan data social ekonomi) 3) Inventarisasi lapangan (kerja lapangan untuk mengumpilkan informasi baru, memeriksa dan memperbaharui data yang ada, serta melihat kawasan itu dengan perfektif baru). 4) Penilaian keterbatasan dan modal. 5) Tinjauan hubungan antar wilayah (tim perencana harus mengkaji dampak pembangunan yang berpotensi diluar dan dalam kawasan yang di lindungi) 6) Uraikan tujuan dari kawasan (tujuan yang diidentifikasi sesuai dengan kawasan) 7) 8) Pembagian kawasan dalam zona (kawasan yang dilindungi akan di bagi ke dalam berbagai zona untuk tujuan dan pemanfaatan) Pengkajian batas-batas kawasan (inventarisasi sumberdaya,tujuan pengelolaan dan tinjauan integrasi regional, serta pembuatan zona dapat mempertimbangkan modifikasi batas) merupakan alat yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan, menetapkan perioritas dan mengorganisasikan pendekatan itu ke masa

9)

Desain program pengelolaan (pengelolaan dan perlindungan sumberdaya, pemanfaatan oleh penduduk, penelitian dan pemantauan, administrasi)

10) Pilihan pengembangan terpadu (seluruh fasilitas fisik yang harus di bangun untuk melaksanakan berbagai program pengelolaan) 11) Uraian implikasi biaya (mencantumkan perkiraan biaya yang mereka usulkan) 12) Siapkan dan bagikan suatu konsep rencana 13) Analisis dan evolusi rencana 14) Desain jadwal dan prioritas (menentukan jadwal, waktu dan prioritas tiap-tiap kegiatan) 15) Siapkan dan publikasikan rencana akhir 16) Pemantauan dan perbaikan rencana (lima tahunan dan akhirnya, rencana perlu di tinjau) Jenis rencana Dalam pengelolaan suatu kawasan diperlukan adanya beberapa rencana, yaitu rencana pengelolaan dan rencana teknis. a. Rencana pengelolaan o Jangka panjang (25 tahun) o Jangka menengah (5 tahun) o Jangka pendek (11 tahun) b. Rencan teknis o Peenjabaran dari salah satu atau beberapa kegiatan teknis yang telah tersusun dalam rencana pengelolaan. Cakupan wilayah perencanaan Pada dasarnya setiap unit kawasan konservasi perlu di lengkapi dengan rencana pengelolaan, baik jangka panjang, menengah, ataupun tahunan. Namun demukian, berdasarkan luas dan intensitas pengelolaannya, rencana pengelolaan beberapa lokasi kawasan konservasi yang letaknya berdekatan dan dalam satu unit pengelolaan dapat di sajikan dalam satu rencana pengelolaan. 2. Tahapan Pengorganisasian Implementasi pengelolaan kawasan yang ideal dimulai sejak suatu areal di tunjuk sebagai kawasan konservasi yang kemudian di susul dengan kegiatan yang menyusun rencana pengelolaan, penyelesaian pengukuhan dan penataan, dan pelaksanaan

pengelolaan dan pengembangannya. Namun demukian sesuai kondisi kawasan konservasi kawasan yang ada saat ini, yang mempunyai variasi potensi dan intensitas pengelolaaan masing-masing, implementasi penyususnan rencana dan pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya dapat di lakukan secara simultandengan memperhatiakn kondisi setempat. Organisasi pengelolaan hutan lindung di laksanakan oleh Pemda tingkat I c.q. Dinas Kehutanan Tingkat I. Khusus untuk kawasan hutan lindung di pulau jawa, kecuali DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta, pengelolaanya di lakukan oleh Perum Perhutani. 3. Tahapan Pelaksanaan Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan dalam perlindungan, pengembangan serta administrasi setelah suatu kawasan yang di lindungi ndintetapkan. Pengelolaan adalah pelaksanaan sesungguhnya dari kegiatan yang di lakukan untuk mencapai tujuan kawasan dilindungi. Pelaksanaan merupakan keseluruhan proses perencanaan, penetapan dan pengoperasian kawasan yang dilindungi. Pengelola adalah orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan ini. Tugas utama pengelola adalah mengorganisasikan staf, dana dan perlengkapan yang tersedia untuk mengelola dan melaksanakan rencana tersebut secara efisien mungkin. Pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan memerlukan suatu komitmen pengelola dan stafnya untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan bagi kawasan tersebut. Tindakan yang di perlukan dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung adalah : Pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung adalah : 1) Alokasi tugas dan pemilihan staf Dalam menempatkan staf kedalam kedudukan dan tugas-tugasnya, pengelola sebaiknya mempertimbangkan sejumlah faktor: o Tingkat pendidikan dan latihan, ketrampilan dan kemampuan o Sikap kerja, kemampuan memikul tanggung jawab o Kapasitas mengambil suatu tindakan dalam suatu situasi baru o Sifat dapat di percaya, kejujuran dan keberanian personil serta prestasi kerja o Status sosial dalam masyarakat setempat dan hubungannya dengan orang-orang terkemuka (kepala desa, pejabat dll) 10

2) Pengelolaan staf Efisiensi staf dan cara melakukan pengelolaan akan tercermin melalui proses jalannya pekerjaan di seluruh cagar. pengelola setiap kawasan yang di lindungi perlu membina staf agar berdisiplin, evisien, bermotifasi baik dan setia. 3) Pelaporan Pelaporan menjamin agar pekerjaan dapat selesai pada waktunya, membina sumber informasi berharga, melindungi pelapor dan menyediakan bukti bila diperlukan, serta menyampaikan informasi kepada staf senior. 4) Inspeksi dan pengawasan Peningkatan efisiensi serta hasil kerja yang baik hanya mungkin terjadi bila di adakan suatu system pengawasan yang efektif. 5) Pemeliharaan bangunan fisik dan gudang Perawatan bangunan fisik seperti membersihkan, memperbaiki tempat pengintaian, menara pengintai, jembatan, papan pengumuman, pal batas, membersihkan selokan dan parit,dan memelihara jalan. 6) Patroli Patrol adalah salah satu fungsi mendasar dan terpenting dari satuan pengelola suatu kawasan yang di lindungi. 7) Pengawasan penggunaan sumberdaya Pengawasan yang ketat perlu di kembamgkan untuk menjamin tidak terjadinya kompromi antara sumberdaya yang di gunakan dengan tujuan lainnya dari kawasan yang dilindungi. 8) Penegakan hukum Pengelolaan kawasan yang dilindungi penting untuk memiliki petugas penegak hokum sendiri. Kadang-kadang disebut sebagai pengawas margasatwa, pengawas hutan, pemandu hutan, atau petugas pelestarian. Pengawas harus mengenal baik peraturan kawasan yang dilindungi, peraturan perburuan dari undang-undang margasatwa dan perburuan, yang relevan bagi tugasnya. Kegiatan pelaksanaan dalam kawasan lindung a. Tahapan pelaksanaan pengelolaan

11

1. Pembangunan prakondisi Meliputi pemantapan status hokum kawasan, penyelesaian proses pengukuhan kawasan meliputi penunjukan kawasan, penyelesaian tata batas, dan penetapan kawasan. 2. Penetapan kawasan Mencakup inventarisasi dan identifikasi kondisi kawasan di lanjutkan dengan penetapan zona atau blok pengelolaan. 3. Pembangunan sarana dan prasarana dasar Sarana dan prasarana dasar yang diperlukan dalam tahap awal pelaksanaan pengelolaan terdiri dari : sarana dan prasarana pengelolaan, perlindungan dan pengamanan, penelitian dan pendidikan serta wisata alam. 4. Pengembangan pengelolaan kawasan Meliputi: pengelolaan potensi kawasan, perlindungan dan pengamanan kawasan, pengelolaan pemanfaatan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, wisata alam, dan kegiatan yang menunjang budidaya serta pemantapan integrasi dan koordinasi. b. Arah pengelolaan 1. Pemantapan kawasan Memiliki status hukum yang legal yaitu status penetapan, dimulai dari proses penunjukan, penataan batas penyelesaian penetapannya. Tanda atau pal batas yang sudah ada perlu di pelihara. Penetapan zona atau blok penggelolaan harus selalu di dasarkan pada aspek potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dan rencana pembangunan wilayah. 2. Penyusunan rencana pengelolaan Diupayakan dapat mengakomodir berbagai peluang pembangunan. Dengan demkian, dalam persiapan dan penyusunannya, upaya melibatkan peran serta masyarakat merupakan prasyarat untuk efektif dan efisiennya rencana pengelolaan yang di susun. 3. Pembangunan sarana dan prasarana Di kawasan hutan lindung, diperkenankan dubangun berbagai bentuk sarana dan prasarana pengelolaan sepanjang untuk kepentingan tujuan penetapannya. Harus mempertimbangkan aspek lingkungan, social ekonomi dan budaya masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang ada.

12

4. Tahapan Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap seluruh tahap pengelolaan kawasan yaitu sejak kegiatan perencanaan sampai pada tahap pengembangan potensinya. Evaluasi pengelolaan harus menjadi proses sadar yang bertujuan menilai kemajuan yang di arahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan jangka pendak dan jangka panjang kawasan dilindungi. Pendekatan untuk mengevaluasi akan berbeda menurut keadaan. Tetapi merupakan hal yang bijaksana apabila dapat dijamin agar seluruh program pengelolaan memiliki sumberdaya memadai, yang dapat memungkinkan pengelola, atasan dan sponsornya menilai keefektifan dan kesesuaian tindakannya. Nilai hakiki evaluasi dari suatu program pengelolaan adalah bahwa program tersebut dapat mengambil manfaat dan dibuat berdasarkan pengalaman serta di sesuaikan untuk mencapai sasaran seefisien mungkin. Evaluasi ini penting agar dapat memberi arahan kepada pengelola, yang memungkinkan pengelola menyesuaikan langkah dan tindakannya. Hal yang sama pentingnya adalah kelenturan program agar tanggap terhadap perubahan. Umpan balik semacam ini penting artinya dan dapat di terapkan dalam berbagai tingkat pengelolaan mulai dari penentuan tujuan kebijaksanaan, perencanaan, sampai kepada implementasi strategi pengelolaan. Beberapa keuntungan utama evaluasi pengelolaan adalah: 1. 2. 3. Menentukan apakah kebijaksanaan dan tujuan rencana pengelolaan akan dapat dicapai dan apakah dalam kenyataannya hal ini benar-benar realistis. Menilai apakah sumberdaya manusia dan keuangan yang diberikan untuk maksud ini memadai guna mendapatkan hasil yang diharapkan. Melaporkan kemajuan kepada otorita yang lebih tinggi, termasuk mereka yang mendukung program pengelolaan dan yang berminat dalam pelaksanaanya. 4. Member wawasan mengenai manfaat yang dapat diperoleh dari suatu kawasan dilindungi pada tingkat lokal, regional dan nasional. 5. Membantu persiapan program pengelolaan untuk tahundepan 6. Membantu mengevaluasi kontribusi kawasan yang dilindungi kepada tujuan pelestarian nasional dan internasional Pelaksanaan evaluasi dapat berupa :

13

1. Evaluasi kegiatan pengelolaan kawasan di lakukan oleh unit kerja pengelola yaitu Balai atau Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam, Unit Pelaksanaan Teknik Taman Nasional dan Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I. 2. Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, unit kerja tersebut dapat bekerja sama dengan masyarakat, perguruan tinggi atau lembaga lainya. 3. Hasil evaluasi pelaksanaan disampaikan kepada kantor Wilayah Departemen Kehutanan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perlindumgan Hutan dan Pelestarian Alam. B. Proses dan Tahapan Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung ( Study kasus di Poliagro Kalimantan Timur) Untuk mencapai tujuan mengelola suatu kawasan hutan lindung diperlukan tahapan atau proses pengelolaan yang mengarah kepada pencapaian tujuannya. Ilustrasi berikut hanya sebuah model yang dapat dimodifikasi atau dikembangkan sesuai dengan kondisi dan karakter daerah masing-masing. Tahap I. Identifikasi & deskripsi nilai hutan Pada tahap ini secara jelas perlu diidentifikasi nilai-nilai hutan yang melekat pada kawasan hutan lindung. Saat ini telah dikembangkan beberap metode untuk identifikasi nilai-nilai hutan salah satunya adalah High Conservation Value Forest Indonesia toolkit. Dalam toolkit tersebut mencoba membantu para pihak sesuai dengan tujuan pengelolaan untuk dapat mendeskripsikan nilai-nilai hutan yang terkandung didalamnya. Secara singkat nilai-nilai yang dimaksud adalah sebagai berikut yaitu: 1. 2. Hutan-hutan yang mengandung nilai keanekaragaman hayati penting. Apakah pada kawasan tersebut didiami species-species endemik atau local setempat. Hutan-hutan yang memiliki nilai bentang lahan tutupan hutannya masih utuh atau minimal kurang dari fragmentasi. 3. Hutan yang memiliki keterwakilan tipe-tipe vegetasi setempat. 4. Hutan yang memiliki nilai fungsi penyangga kehidupan, apakah sebagai buffer atau sumber air.

14

5.

Hutan yang memiliki nilai untuk mendukung kebutuhan masyarakat sekitar, apakah untuk sumber protein, obat, karbohidrat, kayu bakar, dsb.

6. Nilai hutan yang bernilai social budaya atau juga sebagai identitas budaya. Identifikasi ini dapat dilakukan untuk memastikan kawasan atau area mana saja yang akan dipadukan dalam tata ruang sebagai kawasan hutan lindung. Tahap II. Perumusan Tujuan Pengelolaan Adanya kejelasan terhadap area-area yang telah diidentifikasi dan eksplorasi kandungan nilai-nilai hutan tersebut, maka menjadi dasar dalam perumusan tujuan pengelolaan dan rencana aksi selanjutnya. Tujuan pengelolaan kawasan hutan lindung dapat diberi label sebagai hutan yang berfungsi sebagai paru-paru kota (jika berada di tengah kota), sebagai penyangga (jika berada di garis pantai dan sepadan sungai), sebagai tangkapan hujan (jika berada di daerah hulu), sebagai kantong keragaman hayati (jika ada species unik atau lokal) sebagai koridor (jika berfungsi untuk menghubung suatu kawasan suaka alam dengan hutan lindung lainnya) dsb. Tahap III. Desain Ruang dan Model/ Sistem Pengelolaan Batas administrasi atau batas wilayah hanya merupakan batas imaginer yang ada diatas peta. Untuk memudahkan dan memperjelas batas kawasan hutan lindung dapat juga dikombinasikan dengan bentuk lahan atau batas-batas alam. Model pengelolaan dapat diselaraskan dengan tujuan pengelolaan. Jika kawasan hutan lindung berada di kota, bisa juga difungsikan sebagai taman kota (ruang terbuka hijau). Pada daerah penyangga dipadukan dengan penataan landscape untuk ruang publik. Juga bisa dikembangkan jalur untuk pejalan kaki, jalur sepeda, kursi taman untuk istirahat dan sebagainya. Begitupula jika hutan lindung diperuntukan untuk perlindungan sumber air, maka kawasan hutan tersebut ditata batas untuk mengetahui cakupan wilayah tangkapan dan kelerengan yang mempengaruhi aliran air permukaan. Pengelolaan dapat dipadukan dengan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara terpadu. Model-model pengelolaan

15

tidak bersifat kaku, tetapi merupakan pilihan sesuai dengan tujuan pengelolaan yang akan dicapai.

Tahap IV. Desain Action Plan Penentuan rencana-rencana tindak berdasarkan pada rancangan tapak dan targettarget pengelolaan. Turunan jenis-jenis kegiatan, seharusnya merefleksikan pencapian tujuan dan target pengelolaan. Arahan aktivitas yang jelas akan memastikan investasi yang dialokasikan untuk pengelolaan kawasan hutan lindung dapat terserap dan termanfaatkan secara optimal. Tahap V. Membentuk pengelola/ kelembagaan Agar dapat mengelola kawasan hutan lindung secara jelas dan pasti, pemerintah sebagai regulator dapat memfasilitasi untuk membentuk unit teknis pengelolaan. Penentuan bentuk unit pengelolaan sepenuhnya diberikan kepada kesepakatan para pihak di masing-masing daerah. Secara garis besar bentuk unit pengelolaan ini dapat dilembagakan secara formal atau non-formal tergantung bagaimana kesiapan baik peraturan pendukung, tenaga, sumber pendananaan dsb. Tentu proses pembentukan kelembagaan juga memakan waktu, baik untuk mengembangkan kapasitas personel maupun secara kelembagaan. Tahap VI. Mekanisme Pendanaan Mekanisme sumber penadanaan menjadi sangat penting untuk memastikan pengelolaan kawasan secara berkelanjutan. Melalui peraturan daerah seharusnya dapat dikembangkan berbagai ekonomi instrumen seperti environment tax atau iuran daerah. Dimana penduduk mendapat manfaat dari jasa-jasa lingkungan seperti udara bersih, air bersih, tempat rekreasi dsb. Selain itu juga dapat dipadukan dengan mekanisme pengelolaan dana perusahaan lewat kebijakan perusahaan terhadap tanggung jawab

16

sosial. Selain itu juga dapat diperoleh dari lembaga-lembaga donor yang memiliki concern terhadap pengelolaan hutan. Termasuk bagaimana menjual Carbon, sebagai hasil dari kita tidak mengkonversi hutan-hutan yang dimiliki daerah. Tahap VII. Sistem Monitoring dan Evaluasi Secara keseluruhan hasil pengelolaan perlu dipertanggung jawabkan. Baik auditor independen terhadap pengelolaan dana yang digunakan dalam pelaksanaan program. Juga keberhasilan kegiatan pengelolaan atau capaian-capaian target-target program. Hal ini sangat diperlukan untuk mengukur apakah unit kelola sudah berjalan efektif atau masih perlu disempurnakan. Beberapa Model Pengelolaan Selama ini yang diketahui hanya pengelolaan Taman Nasional dengan sistem zonasi. Secara prinsip tahapan atau proses pengelolaan juga mengikuti pola yang serupa. Namun untuk pengelolaan kawasan hutan lindung perlu disesuaikan dengan spesifik tujuan kelola dan kondisi serta kemapuan daerahnya. Beberapa program yang telah dilakukan WWF Indonesia, diantaranya dengan meningkatkan kemampuan kelola masyarakat disekitar kawasan lindung untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu. Baik itu madu hutan dari Teso Nilo atau Danau Sentarum. Hasil kerajinan bambu dari Nusa Tenggara. Hasil pahatan kayu dari Ujung Kulon (Banten) dan hasil penyulingan minyak kayu putih dari Merauke, Papua. Konklusi

Pengelolaan kawasan hutan lindung merupakan suatu tantangan bagi pemerintah daerah untuk dapat memberikan kontribusi kepada bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkualitas dan lingkungan yang nyaman serta menjawab

17

komitmen Indonesia terhadap dunia internasional. Peluang untuk pengembangan modelmodel pengelolaan masih sangat terbuka dan sangat beragam tergantung pada kesepakatan para pihak diwilayah tersebut. Sekaligus mengeksplorasi potensi-potensi yang belum tergarap atau dikelola secara maksimal seperti kawasan hutan lindung. Mencegah kerusakan alam dan kerugian dari praktek-praktek illegal akibat tidak adanya pengawasan dan pengelolaan yang effektif. Sebaliknya dapat menjadi pilihan pekerjaan baik formal dan informal kepada masyarakat didalam dan disekitar kawasan hutan lidung. {maryanto_dkp}.

18

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : Pengelolaan sumberdaya alam hayati pada kawasan yang dilindungi diperlukan untuk memelihara kualitas yang ingin dilestarikan dalam kawasan lindung.pengelolaan kawasan hutan lindung secara umum meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Perencanaan yang baik merupakan tolak ukur bagi keberhasilan pengelolaan kawasan hutan lindung. Perencanaan kawasan hutan lindung terdiri dari rencana pengelolaan yang tediri dari rencana jangka panjang, rencana jangka pendek, dan rencana jangka menengah. Pelaksanaan meliputi seluruh proses perencanaan, penetapan dan pengoperasian kawasan yang dilindungi, hal ini di lakukan untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan hutan lindung.kegiatan pelaksanaan dalam kawasan hutan lindung meliputi tahap pelaksanaan pengelolaan yang di mulai dari pemantapan status kawasan, pengelolaaan potensi kawasan, pembangunan sarana dan prasarana. Sedangkan pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap seluruh tahap pengelolaan kawasan yang di mulai dari perencanaan sampai pada pengembangan potensi kawasan. Untuk mencapai tujuan mengelola suatu kawasan hutan lindung diperlukan tahapan atau proses pengelolaan yang mengarah kepada pencapaian tujuannya. Proses dan Tahapan Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung (Study kasus di Poliagro Kalimantan Timur) meliputi tahapan Identifikasi & deskripsi nilai hutan, Perumusan Tujuan Pengelolaan, Desain Ruang dan Model/Sistem Pengelolaan, Desain Action Plan, Membentuk pengelola/ kelembagaan, Mekanisme Pendanaan, Sistem Monitoring dan Evaluasi.

19

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000. Buku pintar Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan. Edisi kedua kumpulan informasi kehutanan. John dan Kathy Mc Kinnon. 1993. Pengelolaan kawasan yang di lindungi di daerah tropika. Penerbit Gadjah Mada Press. Bab 8 - 11 halaman : 159 272. Wiratno dkk, 2011. Berkaca di cermin retak. Publikasi FORest Press, The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement. Bab 5 halaman: 106 121. Anonim, 1996. Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bab II - IV halaman: 6 49. Labels: KPH posted by Poliagro Kalimantan Timur @ 1:01 PM, Thursday, August 30, 2007 Model Pengelolaan Hutan Lindung Sebagai Upaya Pengelolaan Hutan Lestari.

20

You might also like