You are on page 1of 20

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis. 2.2 Etiologi Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor. Pada Sinusitis Akut, yaitu: 1. Infeksi virus Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).

2. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut. 3. Infeksi jamur Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus. 4. Peradangan vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok.

menahun

pada

saluran

hidung

Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis

6. Tonsilitis yg kronik Pada Sinusitis Kronik, yaitu: 1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh. 2. Alergi 3. Karies dentis ( gigi geraham atas ) 4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa. 5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal

2.3 Manifestasi Klinik 1. Sinusitis maksila akut Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada. Gejalanya demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. 2. Sinusitis etmoid akut Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis dan sumbatan hidung. Ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. 3. Sinusitis frontal akut Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.

4. Sinusitis sphenoid akut Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. Gejalanya nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring 5. Sinusitis Kronis Gejalanya pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadangkadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam. 2.4 Klasifikasi Secara klinis sinusitis dibagian atas: 1. Sinusitis akut Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu. Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut. 2. 3. Sinusitis subakut Sinusitis Kronis Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis 1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. 2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)

2.5 Pemeriksaan Penunjang. 1. Rinoskopi anterior Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. 2. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). 3. Transiluminasi (diaphanoscopia), sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal. 4. X Foto sinus paranasalis Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. Posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid. 5. Pemeriksaan CT Scan Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Halhal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level. b. Polip yang mengisi ruang sinus c. Polip antrokoanal d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsurangsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer. 6. Pemeriksaan di setiap sinus a. Sinusitis maksila akut Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadangkadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ). b. Sinusitis etmoid akut Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.

c. Sinusitis frontal akut Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung. d. Sinusitis sfenoid akut Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen. 2.6 Komplikasi 1. Kelainan pada Orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga. Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan : a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini. b. Selulitis orbita Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis. d. Abses orbita Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. e. Thrombosis sinus kavemosus Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. 2. Kelainan intracranial a. Meningitis akut Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b. Abses dura Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

c. Abses subdural Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. d. Abses otak Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. 3. Osteitis dan Osteomylitis. Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil. 4. Mukokel Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. 5. Pyokokel. Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. 2.7 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Mediis.

10

a. Drainage
b. Dengan pemberian obat, yaitu:

Dekongestan

local

efedrin

1%(dewasa)

%(anak).

Dekongestan oral : Psedo efedrin 3 X 60 mg. c. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :

Ampisilin 4 X 500 mg Amoksilin 3 x 500 mg Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1 tablet Diksisiklin 100 mg/hari.

d. Pemberian obat simtomatik parasetamol, metampiron 3 x 500 mg.


e. Untuk Sinusitis kronis bisa dengan

Cabut geraham atas bila penyebab dentogen

2. Penatalaksanaan Pembedahan Pencucian sinus paranasal : a. Pada sinus maksila Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz.

Pembedahan, dilakukan :

11

a. Bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap

kental.
b. Bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.

Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan. Macam pembedahan sinus paranasal 1. Sinus maksila Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.

Operasi Caldwell-Luc yaitu operasi dengan membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi.

2. Sinus etmoid Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal). Etmoidektomi intranasal Etmoidektomi ekstranasal Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan. 3. Sinus frontal Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis. Seringkali pembedahan untuk

12

membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi. 4. Sinus sfenoid Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah frontal, dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan Sinus pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus yang disebut Bedah Endoskopi Fungsional( FESS=functional endoscopic sinus surgery) tanpa melakukan insisis di kulit muka. 2.8 Web of Causation Terlampir

13

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 a. Pengkajian Identitas Klien Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan. b. Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan. c. Riwayat penyakit saat ini

Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang. d. e. Riwayat penyakit dahulu Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT. Klien pernah menderita sakit gigi geraham. Pemeriksaan fisik Pernafasan B1 (breath)

14

Bentuk dada normal, pola napas tidak teratur, suara napas ronkhi, sesak napas, retraksi otot bantu napas, alat bantu pernapasan. Kardiovaskular B2 (blood) Irama jantung : regular, akral : hangat Persyarafan B3 (brain) Ada gangguan penciuman, gelisah. Perkemihan B4 (bladder) Tidah ada keluhan pada sistem perkemihan. Pencernaan B5 (bowel) Nafsu makan menurun. Muskuloskeletal/integument B6 (bone) Kondisi tubuh: kelelahan 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental. 2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung. 3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus. 5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung. 6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).

15

3.3 Intervensi 1 Diagnosa 1 : Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental. Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan. Kriteria hasil : Respiratory Rate 16-20x/menit Tidak ada suara nafas tambahan Ronkhi (-) Dapat melakukan batuk efektif

Intervensi a. Kaji penumpukan secret yang ada R: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya b. Observasi tanda-tanda vital. R: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi c. Ajarkan batuk efektif R: Mengeluarkan sekret di jalan napas d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret R: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret. e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif

16

R: Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya 2 Nyeri oleh Kriteria hasil : Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi. Intervensi : a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4 R: Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri, sehingga dapat dilakukan tindakan yang sesuai. b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman. R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi R: Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan d. Kolaborasi analgesic R: Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang berhubungan dengan peradangan pada hidung. klien

Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi

17

e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari. R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. 3 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat Kriteria hasil : Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl) Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah Intervensi a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien R: Mengetahui kekurangan nutrisi klien. b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan. R: Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi. c. Mencatat intake dan output makanan klien. R: Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien

18

d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit. R: Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya. e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering. R: Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung. f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan R: Meningkatkan selera makan klien. 3.4 Evaluasi Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data subyek, Obyek, Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).

19

DAFTAR PUSTAKA Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher. FKUI: Jakarta Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta Ghorayeb B. Sinusitis. 2009. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis

20

You might also like