You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (1). Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 (2).

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan usia 7 bulan, dibawa ke poliklinik anak dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak nafas sudah dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tiba-tiba waktu bangun tidur dan berbunyi ngiik. Pasien bernafas secara cepat. Sebelumnya pasien menderita panas sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, panas naik turun dan tinggi pada malam hari yang disertai batuk dan pilek. Batuk tidak mengeluarkan dahak tetapi seperti tersangkut tidak bias keluar. Kadang-kadang setelah batuk pasien muntah yang berisi lendir. Ingus tidak bias keluar sehingga ibu pasien sering menghisap dengan mulutnya.

BAB III PEMBAHASAN

IDENTITAS PASIEN Nama : An. X

Jenis Kelamin : Perempuan Umur Alamat Keluhan : 7 bulan :: Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu

ANALISIS MASALAH Tabel 1. Analisis Masalah dan Hipotesis No. Masalah Dasar Masalah Hipotesis 1. Dyspnea Sesak nafas sejak 2 - Bronchopneumonia hari yang lalu 2. Infeksi saluran Demam bawah sejak Pneumonia lobaris Bronchiolitis Asma Atelektasis congenital

- Bronkitis akut 7 Infeksi saluran nafas atas: Faringitis Tonsilofaringitis Laringitis Bronkhitis akut Bronchiolitis Alveolitis Hipotesis

nafas atas dan hari yang lalu

Infeksi saluran nafas bawah:

No.

Masalah

Dasar Masalah

3.

Tachypnea

Nafas cepat

Mekanisme

kompensasi

karena adanya infeksi pada 4. Hipersekresi mukus saluran nafas atas dan bawah Batuk dan muntah Hiperaktivitas kelenjar akibat yang berisi lendir infeksi pada saluran nafas bawah, karena medulla oblongata belum berkembang sempurna, maka pada bayi belum ada refleks batuk. ANAMNESIS Anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan untuk menegakkan diagnosis antara lain: IDENTITAS PASIEN: Identitas pasien, untuk mengatahui alamat pasien agar dapat diketahui kondisi lingkungan tempat tinggal pasien, apakah wilayah dengan kebersihan yang kurang atau padat penduduk Identitas orang tua, untuk mengetahui riwayat pekerjaan orang tua agar diketahui status sosioekonomi pasien RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: Status imunisasi, untuk mengetahui mengenai imunisasi apa saja yang sudah diberikan pada pasien sehingga dapat diketahui apakah ada faktor risiko terkena penyakit infeksi karena pasien belum diimunisasi Nafsu makan dan penurunan berat badan, apabila pasien tinggal di pemukiman yang padat dengan kebersihan yang kurang serta kondisi

sosioekonomi yang rendah, maka ada kemungkinan terkena infeksi kuman TBC, atau kondisi ini menunjukkan adanya malnutrisi pada anak Keluhan buang air besar dan buang air kecil, dengan kondisi pasien yang masih berusia 7 bulan, maka system imunitas pasien belum sempurna, sehingga ada kemungkinan apabila terkena infeksi pada saluran nafas, dapat menyebar sampai ke saluran pencernaan yang ditandai dengan diare RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA: Riwayat keluarga yang menderita batuk kronis, untuk mengetahui apakah pasien pernah kontak dengan dewasa yang mengidap batuk kronis, karena apabila pernah kontak, kemungkinan dapat terjadi infeksi kuman TBC

PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik didapatkan: TANDA VITAL: Anak tampak sakit sedang, kompos mentis. Berat badan 5,6 kg, tinggi badan 97 cm; berat badan ideal untuk bayi usia 7 bulan: (7 : 2) + 4 = 7,5 kg Karena pasien memiliki berat badan yang lebih rendah daripada seharusnya, maka kemungkinan anak mengalami gizi kurang atau malnutrisi. RR: 62x/menit (tachypnea); kemungkinan frekuensi pernafasan meningkat karena adanya infeksi pada saluran nafas yang ditandai dengan demam sejak 7 hari yang lalu.

HR: 120x/menit (takikardi); pada kenaikan suhu sebesar 1C biasanya disertai dengan kenaikan frekuensi denyut antara 8-10 x per menit. Suhu: 38,5C (febris, karena lebih dari 38C); kenaikan suhu tubuh dapat diakibatkan karena infeksi pada saluran pernafasan bagian atas atau bawah. KEPALA Normosefali; ukuran lingkar kepala rata-rata normal. Rambut hitam dan tidak mudah dicabut; mengindikasikan gizi kurang pada pasien bukan disebabkan oleh kwarsiorkor, karena pada kwarsiorkor ditandai dengan warna rambut merah jagung dan mudah dicabut. Fontanella tidak cekung; mengindikasikan pasien tidak mengalami dehidrasi yang berat. MATA Konjungtiva pucat (-); pasien tidak mengalami anemia, karena konjungtiva yang pucat merupakan salah satu tanda anemia yang mengakibatkan berkurangnya perfusi oksigen ke jaringan. Sklera ikterik (-); tidak ada gangguan sirkulasi bilirubin, biasanya ikterik disebabkan oleh gangguan pada duktus biliaris yang mengakibatkan bilirubin terbawa dalam peredaran darah. Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+); mengindikasikan refleks pupil yang normal sehingga dapat dikatakan tidak ada gangguan pada mata. MULUT

Bibir kering; mengindikasikan pasien mengalami dehidrasi, tetapi belum sampai dehidrasi yang berat. Sianosis (-), sianosis dapat terjadi karena pertukaran gas O 2 dan CO2 mengalami gangguan, sehingga terjadi penumpukan CO2 hasil metabolisme jaringan di pembuluh darah. Dapat diakibatkan oleh penyakit jantung bawaan sianotik, obstruksi pada saluran nafas, serta keracunan CN. Mukosa faring tidak hiperemis; hipotesis awal memikirkan kemungkinan mengenai infeksi saluran nafas atas yaitu faringitis, dengan kondisi faring yang tidak hiperemis mengindikasikan tidak ada infeksi pada faring. Tonsil T1-T1 tenang; mengindikasikan ukuran kedua tonsil dalam batas normal dan tidak terjadi infeksi pada tonsil (tonsilitis). LEHER Tidak ada pembesaran KGB regional; mengindikasikan tidak ada peradangan pada KGB regional. Biasanya merupakan salah satu tanda infeksi kuman TBC. Kaku kuduk (-); mengindikasikan pasien tidak mengalami infeksi pada selaput otak (meingitis).

THORAX PARU

Inspeksi: pectus excavatum (funnel chest), retraksi suprasternal (+), pernapasan abdomino-torakal Tingkat sesak napas: I: Sesak napas awal, pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal II: Sesak napas sedang, pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal lebih besar, gerakan intercostalis III: Sesak napas berat, gerakan epigastrium Pada pasien ini mengalami sesak napas tingkat I atau sesak napas awal. Karena mengalami sesak napas tersebut, gerakan pernapasan pun menjadi abdomino-torakal. Palpasi: Fremitus vocal pada kedua toraks sama; vocal fremitus dilakukan untuk menilai getaran yang dihasilkan oleh penghantaran udara yang menerpa dinding toraks. Pada kondisi normal akan sama pada kedua sisi toraks, jika salah satu sisi mengeras kemungkinan karena terdapat infiltrat atau konsolidasi. Perkusi: Sonor (normal); karena paru yang normal berisi udara dan perkusi pada dinding thoraks akan menghasilkan suara yang sonor. Apabila terdapat konsolidasi, maka perkusi akan berubah menjadi redup. Auskultasi: suara napas vesikuler mengeras dikedua lapang paru, ronki basah halus nyaring dikedua paru +/+, mengi -/Pada infeksi saluran nafas bawah akan mengakibatkan hiperaktivitas kelenjar sehingga terjadi hipersekresi mukus. Kondisi ini akan mengakibatkan diameter saluran napas menjadi berkurang sehingga akan menyulitkan udara yang melewati saluran napas. Karena sumbatan pada saluran napas berupa cairan, ronki akan

terdengar basah dan halus. Kemudian suara napas vesikuler yang mengeras merupakan khas untuk bronchopneumonia. JANTUNG Inspeksi: Vossure cardiac (-); tidak ada penonjolan pada precordium yaitu daeran diantara sternum dan apex cordis. Penonjolan dapat terjadi akibat hiperaktivitas ventrikel kiri dan kanan. Palpasi: Iktus cordis teraba sela iga ke IV garis midklavikularis sinistra, thrill (-); kondisi jantung normal karena tidak ada pergeseran ictus cordis dan tidak ada hentakan pada dinding thoraks (thrill) yang dapat terjadi karena adanya gangguan pada jantung. Perkusi: Batas jantung normal; tidak ada pembesaran jantung. Auskultasi: HR 120 x/menit (takikardi), bunyi jantung I/II normal, bising (-), irama gallop (-). ABDOMEN Inspeksi: perut tampak membuncit; mengindikasikan anak mengalami gizi kurang dan didukung oleh berat badan yang kurang pada pasien. Palpasi: supel dan turgor yang cukup, nyeri tekan (-), hati dan limpa tak teraba mengindikasikan tidak ada hepatomegali dan splenomegali. Perkusi: timpani, nyeri ketok (-); tidak ada kelainan pada abdomen dan tidak terdapat peradangan.

Auskultasi: bising usus (+) normal; tidak ada gerak peristaltik usus yang berlebihan, sehingga mengindikasikan pasien tidak mengalami gangguan pencernaan yang ditandai dengan diare. EKTREMITAS Akral dingin; pada pasien mengalami gizi kurang yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga bagian perifer kurang mendapatkan perfusi darah dan oksigen. Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Scar BCG di lengan kanan atas (+); mengindikasikan pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hb : 9,3 g/dL (N: 10-13 g/dL)

Pasien mengalami anemia, hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pasien yang mengalami gizi kurang sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan zat-zat gizi di saluran pencernaan, termasuk zat-zat yang berguna dalam pembentukan Hb. 2. Ht : 27 vol% (N: 33-38 vol%)

Kondisi ini disebabkan oleh viskositas darah menurun sehingga menyebabkan nilai hematokrit menjadi turun. 3. Lekosit : 14.700/L (N: 5000-10000/L)

Terjadi peningkatan lekosit (lekositosis), mengindikasikan pasien mengalami infeksi dan ditunjang dengan pemeriksaan fisik suhu febris dan tachypnea. 4. Trombosit : 520.000/L (N: 150000-450000/L)

Terjadi peningkatan jumlah trombosit; kenaikan dan penurunan jumlah trombosit diatur oleh sistem di dalam tubuh sebagai mekanisme terhadap adanya luka. Apabila terjadi kenaikan kemungkinan akibat kelainan pada darah, namun sebagai penatalaksanaan awal dapat diberikan hidrasi pada pasien untuk menurunkan jumlah trombositnya. 5. LED : 10 mm/jam (N: 0-10 mm/jam)

Nilai LED tersebut dalam batas normal. LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit (sel darah merah) dan plasma. Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik (menyeluruh), trauma, atau infeksi kronis. 6. Hitung Jenis Basofil : 0 (N: 0-1%)

Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1% dari seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain. Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi(radang), leukemia, dan fase penyembuhan infeksi. Penurunan basofil terjadi pada penderita stress dan reaksi hipersensitivitas (alergi).

Eosinofil

: 1% (N: 1-4% )

Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibatdalam alergi dan infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan jumlahnya 1 - 2% dari seluruh jumlah leukosit. Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian alergi dan infeksi parasit. Penurunan eosinofil terdapat pada kejadian shock, stres, dan luka bakar. Netrofil Batang: 1% (N: 2-6% ) Netrofil Segmen: 85% (N: 50-70% ) Peningkatan jumlah neutrofil (shift to the left) biasanya pada kasus infeksi akut. Limfosit : 10% (N: 20-35%)

Terjadi penurunan limfosit. Hal ini dapat menandakan adanya infeksi sehingga terjadi peningkatan pembentukan antibodi oleh limfosit, sehingga jumlah limfosit pada hitung jenis mengalami penurunan. Monosit : 3% (N: 2-8%)

Monosit merupakan salah satu leukosit yang berinti besar dengan ukuran 2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah), terbesar dalam sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Peningkatan monosit terdapat pada infeksi virus,parasit (misalnya cacing), kanker, dan Iain-Iain. Penurunan monosit terdapat pada leukemia limposit dan anemia aplastik.

FOTO TORAKS

Batas jantung dan diafragma tegas. Sinus costofrenicus lancip; mengindikasikan sinus tidak berisi cairan, karena apabila terdapat cairan akan menjadi tumpul.

Terdapat infiltrat yang menyebar di sekitar para hiler pada kedua lapang paru; mengindikasikan adanya infeksi pada saluran napas bagian bawah.

DIAGNOSIS KERJA Bronchopneumoni duplex dengan kurang gizi Diagnosis Banding: Bronchiolitis

Pneumonia lobaris Bronkitis akut TBC Tabel 2. Perbedaan Brochopneumoni dan Bronchiolitis

Masalah Epidemiologi Etiologi

Brochopneumoni Bronchiolitis Sering pada anak usia 2-3 Sering pada anak usia 1-24 tahun bulan Bakteri: RSV 1. Diplococcus pneumonia 2. Staphylococcus aureus 3. Streptococcus pneumonia Virus: 1. RSV 2. Influenza virus 3. Parainfluenza virus 1. Menetap 2. Tidak didahului batuk Napas vesikuler dan Ronki halus nyaring pada krepitasi akhir ekspirasi Lekositosis Lekosit normal Infiltrat difus di sekitar Infiltrat difus di sekitar para hiler para hiler 1. Berlanjut 2. Didahului batuk

Gambaran Klinis: 1. Demam 2. Gejala batuk Auskultasi paru Pemeriksaan Lab Gambaran radiologi

PENATALAKSANAAN 1. Pemasangan oksigen 1-2 L/menit melalui kateter hidung atau masker. Pemberian oksigen dilakukan terutama pada pasien yang mengalami gawat napas, tachypnea disertai retraksi epigastrium, sianosis atau tidak dapat mentoleransi pemberian cairan.

2. Pemasangan infus dekstrosa 10% : NaCl 0,9% (3:1) + KCl 10 meq/500 cc 3. Sesak berkurang, mulai makan dengan NGT (naso gastric tube) 4. Sekresi lendir berlebih, inhalasi dengan -agonis atau salin normal untuk memperbaiki transport mukosilier. 5. Antibiotik: amoxicillin 40mg/kg/hari per oral untuk 7-10 hari; alergi penisilin dapat diberikan azitromycin 10 mg/kg untuk hari pertama kemudian 5 mg/kg/hari untuk 4 hari atau claritromycin 15mg/kg/hari per oral untuk 7-10 hari. 6. Untuk mengurangi ketidaknyamanan dari gejalan demam, dapat diberikan antipiretik yaitu parasetamol 1 x 6 mg, maksimal pemberian 6 x per hari (3).

KOMPLIKASI Apabila brochopneumoni tidak diobati secara adekuat, maka lama kelamaan akan menumpuk eksudat yang dihasilkan oleh proses imun terhadap infeksi. Eksudat dan mukus yang tertimbul di alveol akan meningkatkan permeabilitas membran kapiler. Pada kondisi ini, maka cairan akan berdifusi ke dalam jaringan interstitial. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah empiema, yaitu eksudat yang menempati rongga yang sudah ada dalam tubuh. Eksudat dapat berasal dari reaksi imun terhadap infeksi, apabila infeksi tidak dapat teratasi, maka akan terbentuk abses. Selain itu, abses juga dapat menyebabkan abses paru.

PROGNOSIS Apabila diobati secara adekuat, maka tidak akan terjadi komplikasi. Tetapi pada pasien ini perlu dilakukan perbaikan gizi, agar dapat meningkatkan sistem imunnya sehingga tidak rentan terhadap penyakit infeksi. Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam : Dubia ad Bonam : Dubia ad Bonam : Dubia ad Bonam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI SALURAN NAPAS

Nares anterior

cavum nasi

naso faring bronchus lobaris

laringofaring

trachea

bronchus primarius/principalis

bronchus segmentalis

bronchioli repiratorius

bronchiolus ductus alveolus

bronchiolus terminalis saccus alveoli alveoli

bronchiolus

Berdasarkan tunika mukosanya, dibagi menjadi: Vestibulum nasi Regio repiratoria Regio olfactoria

Pada vestibulum nasi terdapat rambut yang disebut vibrissae yang berfungsi untuk menyaring udara dan menyamakan temperature udara luar dengan bagian dalam cavum nasi. Saluran napas bawah dimulai dari trachea. Trachea memiliki panjang 12 cm, lebar 2.5 cm. Mulai dari baeah cartilago cricoid sampai angulus sterni. Terdiri dari 16-20 cartilago trachealis. Titik percabangan bronkus principalis dextra dan sinistra dimulai dari bifurcation trachea setinggi corpus vertebra Th IV-V atau processus spinosus vertebra Th IV. Bagian paru yang sering mengalami sumbatan atau infeksi adalah bagian paru dextra karena bronchus primarius lebih lebar, lebih pendek, dan vertical terhadap hilus dibandingkan dengan bronchus primarius sinistra.

HISTOLOGI SALURAN NAPAS TRACHEA Terdiri dari pars kartilaginea di bagian anterior dan pars membranasea di bagian posterior. Pada pars membranasea terdapat epitel bertingkat toraks dengan silia dan sel goblet. Kelenjar yang terdapat pada trachea merupakan kelenjar seromukosa.

BRONKUS Terdiri dari bronkus extrapulmonal dan intra pulmonal. Bronkus extra pulmonal sama dengan bronkus primer, pada bronkus primer diameternya lebih kecil dan berbentuk seperti huruf C. Bronkus primer terdiri dari bronkus primer kanan dan kiri, pada bronkus primer kanan diameternya lebih lebar, lebih pendek, lebih vertical daripada yang kiri sehingga aspirasi benda asing lebih sering ke paru kanan. Bronkus primer kanan akan bercabang menjadi tiga bronkus sekunder. Bronkus intrapulmonar sama dengan bronkus lobaris atau bronkus sekunder, dimana bentuknya sferis, tulang rawan berbentuk pulau-pulau irregular, susunan otot seperti spiral, mukosa membentuk lipatan memanjang

BRONCHIOLUS TERMINALIS Memiliki epitel selapis kubis dan terdapat sel Clara. Sel Clara menghasilkan surfaktan sama seperti sel alveolar tipe 2. Sel Clara terdapat di lamina propria bronchiolus terminalis.

BRONCHIOLUS RESPIRATORIUS Merupakan peralihan dari bagian konduksi ke bagian respirasi dengan epitel selapis kubis. Diantara sel kubis terdapat sel Clara.

DUKTUS ALVEOLARIS Sebagian besar terdiri dari alveoli, dimana memiliki dinding yang tipis, sediaan tebal, dan dikelilingi oleh sakus alveolaris. Pada mulut alveolus terdiri dari epitel selapis gepeng jaringan ikat fibro elastin , otot polos kurang lebih seperti titik- titik kecil.

TINJAUAN BRONCHOPNEUMONIA ETIOLOGI Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain (4):
1. Bakteri: Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella. 2. Virus : Legionella pneumonia 3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans 4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru 5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. PATOFISIOLOGI Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman (5). Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut: 1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli. 2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit.

MANIFESTASI KLINIS Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).

BAB V KESIMPULAN

Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Didahului oleh demam yang menetap dan batuk. Kemudian hipereksresi mukus menyebabkan terdengar ronki basah halus. Dan pada gambaran radiologi ditemukan adanya infiltrat disekitar para hiler. Selain itu, pada pasien terdapat kondisi gizi kurang yang ditandai dengan berat badang yang kurang, perut yang membuncit, serta kondisi anemia dan akral dingin. Apabila diobati secara adekuat, maka prognosis untuk pasien baik. Tetapi karena disertai dengan gizi kurang, maka terdapat faktor predisposisi yang membuat pasien rentan terhadap penyakit infeksi. Oleh karena itu prognosis pada pasien yaitu: Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam : Dubia ad Bonam : Dubia ad Bonam : Dubia ad Bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Mc Intosh K. Community Acquired Pneumonia in Children. N Eng J Med 2.

3. 4. 5.

2002; 346 (6): 429-37. Retno AS, Landia S, Makmuri MS. Pneumonia. Dalam: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK Unair, 2006: 2-23. Gunawan SG, Editor. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008: 230-5. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in Infants and Children. Am Fam Physician 2004; 70: 899-908. Lichestein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric Pneumonia. Emerg Med Clin N Am 2003; 21: 437-51.

LAPORAN KASUS
SEORANG ANAK PEREMPUAN UMUR 7 BULAN DENGAN KELUHAN SESAK NAPAS KELOMPOK VII

Melati Hidayanti Mellisa Sibarani Melissa Aslamia Aslim Mentari Mochamad Satrio Faiz Mohamad Haikal Bakry Monica Olivine Muhamad Alfi Auliya Muhamad Lutfi Rahmat Muhammad Agrifian Muhammad Fachri Ridha

030.10.175 030.10.176 030.10.177 030.10.178 030.10.180 030.10.181 030.10.182 030.10.184 030.10.187 030.10.188 030.10.190

Jakarta, 16 Desember 2011

You might also like