You are on page 1of 9

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Kedokteran Keluarga II.1.1 Ilmu Kedokteran Keluarga llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spectrum ilmu kedokteran yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga serta masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya (Wahyuni, A.S). Ilmu kedokteran keluarga mempelajari tentang (Anonim) : a. Dinamika kehidupan keluarga dalam lingkungannya b. Pengaruh penyakit dan keturunan terhadap fungsi keluarga c. Pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit serta permasalahan kesehatan keluarga d. Berbagai cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi keluarga ke keadaan normal. II.1.2 Dokter Keluarga Dokter keluarga adalah dokter yang mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi juga sebagai bagian dari unit keluarga serta tidak hanya menanti pasien secara pasif, melainkan aktif juga mengunjungi penderita atau keluarganya jika dianggap perlu (Wahyuni, A.S).

Definisi Dokter Keluarga menurut Olesen F, Dickinson J dan Hjortdahl P. dalam jurnal General Practice Time for A New Definition, BMJ; 320:3547. 2000, Dokter Keluarga adalah (Anonim) : a. Dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan; bertugas mengambil langkah awal penyelesaian semua masalah yang mungkin dimiliki pasien. b. Melayani individu dalam masyarakat, tanpa memandang jenis penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya, dan memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia dalam sistem pelayanan kesehatan untuk semaksimal mungkin kepentingan pasien. c. Berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif, menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi medis dan sosiologi medis II.1.3 Pelayanan Kedokteran Keluarga Pelayanan kesehatan/asuhan medis yang didukung oleh pengetahuan kedokteran terkini secara menyeluruh (holistik), paripurna (komprehensif) terpadu, berkesinambungan untuk menyelesaikan semua keluhan dari pengguna jasa/pasien sebagai komponen keluarganya dengan tidak memandang umur, jenis kelamin dan sesuai dengan kemampuan sosialnya (Anonim). Prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan dalam penyelenggaraan kedokteran keluarga adalah : Kontak Pertama (first contact), Pelayanan Bersifat Pribadi (personal care), Pelayanan Paripurna (comprehensive care), Pelayanan Menyeluruh (holistic care), Pelayanan terpadu (integrated care), Pelayanan Berkesinambungan

(countinuous care), Prioritas pada Pencegahan (prevention first), Koordinatif dan

Kolaborasi, Berorientasi pada Keluarga dan Komunitas (family and community oriented). (Ditjen BUK Kemenkes RI, 2011) Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Anonim) : 1. Kegiatan yang dilaksanakan Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical services). Karakteristik cmc : jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran yang dikenal di masyarakat. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan (continu). Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik). 2. Sasaran Pelayanan Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit. Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang

dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga.

II.2

Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. (Mansjoer, A. 2001)
II.2.1 Etiologi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

(Mansjoer, A. 2001)
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. 2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosterinisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.

II.2.2 Klasifikasi Penyakit Hipertensi.


Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII (National High Blood Pressure Education Program) Klasifikasi tekanan darah Normal Prehipertensi Hipertensi grade I Tekanan darah sistolik (mmhg) < 120 120-139 140-159 Tekanan darah diastolic (mmhg) dan<80 atau 80-89 atau 90-99 Modifikasi gaya hidup Tanpa indikasi khusus Dengan indikasi khusus

Himbauan Ya Ya Tidak perlu Diuretic golongan tiazid. Dapat dipertimbangkan pemberian ACEI, B, B, CaCB atau kombinasi Kombinasi kedua obat. Biasanya diuretic dengan ACEI, B, B, CaCB atau kombinasi Obat-obatan untuk indikasi tersebut Obat-obatan untuk indikasi khusus tersebut. Ditambah obat antihipertensi (diuretic, ACEI, B, B, CaCB)

Hipertensi gredeII

160

atau 100

Ya

Stadium 1 (Hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 (Hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg

Stadium 3 (Hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg

Stadium 4 (Hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih.

II.2.3 Faktor Risiko a. Usia lebih dari 60 tahun

10

b. Merokok c. Dilipidemia d. Diabetes melitus e. Jenis kelamin (pria dan wanita menopause) f. Riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga (Mansjoer, A. 2001) II.2.4 Manisfestasi Klinis Peninggian tekanan darah kadang-kadang merpakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing. (Mansjoer, A. 2001) II.2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisis, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin), gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG. (Mansjoer, A. 2001) Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi. (Mansjoer, A. 2001) II.2.6 Diagnosis Diagnosis hipertensi tidak bisa ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran

11

dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (80% menutupi lengan). (Mansjoer, A. 2001) Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskular, dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/kebiasaan (seperti merokok), konsumsi makananm riwayat obatobatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan, dan sebagainya). (Mansjoer, A. 2001) Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kolateral. Kemudian dilakukan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk mwncari bising karotid, pembesaran vena, atau kelenjar tiroid. Mencari tanda-tanda gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising, derap, dan bunyi jantung ketiga atau empat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya massa, pembesaran ginjal, dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ekstremitas dapat ditemukan pulsasi arteri perifer yang menghilang, edema, dan bising. Dilakukan juga pemeriksaan neurologi. (Mansjoer, A. 2001) II.2.7 Penatalaksanaan Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat

12

dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi. (Mansjoer, A. 2001) Kelompok risiko dikategorikan menjadi : A : pasien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2, atau 3, tanpa gejala penyakit kardiovaskular, kerusakan organ, atau faktor risiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan, maka harus diberikan obat antihipertensi. B : pasien tanpa penyakit kardiovaskular atau kerusakan organ lainnya, tapi memiliki satu atau lebih faktor risiko, namun bukan diabetes melitus. Jika terdapat beberapa faktor risiko maka harus diberikan obat hipertensi. C : pasien dengan gejala klinis kardiovaskular atau kerusakan organ yang jelas. Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskular : penyakit jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pektoris, gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, stroke, transient ischemic attack, neftropati, penyakit arteri perifer, dan retinopati. (Mansjoer, A. 2001) Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi risiko :
Tabel 2. Penatalaksanaan Hipertensi

Tekanan Darah 130-139/85-89 140-159/90-99 160/100

Kelompok Risiko A Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat

Kelompok Risiko B Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat

Kelompok Risiko C Dengan obat Dengan obat Dengan obat

1. Modifikasi gaya hidup : (Mansjoer, A. 2001) a. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (IMT 27) b. Membatasi alkohol c. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)

13

d. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/ 2,4g Na/ 6g NaCl/hari) e. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari) f. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat g. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan 2. Pilihan Obat : a. Hipertensi tanpa komplikasi : diuretik, beta blocker b. Indikasi tertentu : ACE-Inhibitor, penghambat reseptor angitensin II, alfa blocker, alfa-beta-blocker, beta blocker, antagonis Ca, diuretik c. Indikasi yang sesuai : i. Diabetes melitus tipe 1 dengan proteinuria : ACE-Inhibitor ii. Gagal Jantung : ACE-Inhibitor, diuretik iii. Hipertensi sitolik terisolasi : diuretik, antagonis Ca dihidropiridin kerja lama iv. Infark miokard : beta blocker (non ISA), ACE-Inhibitor (dengan disfungsi sitolik)

You might also like