Professional Documents
Culture Documents
Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan langkah-langkah resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi. Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain: 1. 2. 3. 4. Stabilisasi Ventilasi Kompresi dada Penggunakan medikasi
Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya. Untuk menuju ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung, dan kulit bayi. Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi. Peningkatan atau penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau perburukan. Sianosis sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau hipovolemia merupakan indikasi dari resusitasi lebih lanjut.2,7
Sumber : E1029 : 2005 American Heart Association (AHA) Guidelines for Cardiopulmonary and Neonatal Patients: Neonatal Resuscitation Guidelines Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric . Illinois: American Academy of Pediatrics . 2006.
sniffing position
source : http://www.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/N%20teaching/Neonatal%20Resuscitation%20Supplies %20and%20Equipment.html//
Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari 100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika diperlukan. 5,7 Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha nafas yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit, perlu dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12 French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini diulangi hingga keberadaan mekonium sangat minimal. 5,6,7
Source : http://www.firstaidmonster.com/popup_image.php/pID/7122
sumber: http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Sumber : http://journal.medscape.com/content/1999/00/43/71/437101/437101_fig.html
3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih belum baik, dapat diberikan rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara lembut atau menyentil telapak kaki, atau dapat juga dilakukan dengan menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas bayi. 2,7 Penelitian laboratotium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat maka peride selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7
Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas megap megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif harus diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.7
sumber : http://www.fac.org.ar/scvc/llave/epi/niermeye/nierf3.gif 4. Evaluasi Pernafasan, Laju Nadi, dan Warna Kulit Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi dan warna kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap (gasping ). Gasping menunjukkan adanya usaha nafas yang tidak efektif dan memerlukan ventilasi tekanan positif. Selain itu, laju nadi harus lebih dari 100 kali per menit, yang diukur dengan cara melakukan palpasi tekanan nadi di daerah dasar umbilikus , atau dengan auskultasi dinding dada sebelah kiri. Jika laju nadi kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasi tekanan positif.
sumber : http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh bayi untuk menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya hipoksemia, sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis setelah diberikan oksigen tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju nadi lebih dari 100 kali per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.
1. Pada observasi in vitro , produksi oksigen radikal saat reoksigenasi hipoksia bergantung pada konsentrasi oksigen 2. peningkatan konsentrasi hipoxantine di plasma selama hipoksia mencapai level lebih tinggi pada saat resusitasi. Karena hipoxantine terakumulasi pada neonatus yang asfiksia , maka dapat kita artikan bahwa limitasi oksigen pada masa post asfiksi secara potensial dapat mengurangi luka akibat akumulasi dari oksigen radikal. 3. Selain itu hiperoksia memperlambat aliran darah pada bayi aterm maupun preterm dan pemberian oksigen 100% saat persalinan dapat menyebabkan penurunan aliran darah jangka panjang pada bayi preterm. Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa mortalitas neonatus lebih rendah pada penggunaan oksigen 21% daripada oksigen 100% ( 5,8 % dan 9,5% ) dan pada neonatus preterm juga berlaku hal yang sama yaitu mortalitas pada penggunaan oksigen 21% lebih rendah daripada oksigen 100% ( 21 % dan 35 % ). Hal ini menunjukkan resusitasi menggunakan oksigen 21% ( udara ruangan) tampaknya potensial sebagai strategi untuk menurunkan mortalitas neonatus bahkan pada neonatus preterm. Ini dapat berimplikasi terhadap aturan di negara berkembang yang masih mencari cara lebih murah namun dapat menurunkan angka kematian pada neonatus maupun bayi. 11, 12
Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan jaringan, terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya penggunaan oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan menggunakan oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi udara yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan,
penggunaan oksigen 100% dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%, dimana 70-80% didapatkan pada menit awal kehidupan.
7,10
Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara lain: 1. 2. 3. Bayi yang apnea Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan
sumber : www.emergent.in/images/Neopuff.gif
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping (megap megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit dengan oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi aterm dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20 cm H2O sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan dari laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan sungkup, serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal dengan ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi. Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm
Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar, sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda pernapasan yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu dilakukan intubasi. Alat-alat Ventilasi 7 Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti: 1. 2. 3. 4. 5. Self-inflating bags Flow-inflating bag T-piece resuscitator Laryngeal mask airways Endotracheal tube
Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual. Alat ini memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun katup pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating bags tidak dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan untuk mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).
Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif
Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat dilakukan
PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain itu, dengan alat ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus. T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain itu, dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas. Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila penggunaan sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.
Sumber : http://www.hospitalmanagement.net/contractor_images/intersurgical_2/5_solus.jpg
Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain: 7,8,9 1. 2. 3. 4. 5. Penghisapan mekonium dari trakea Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif Koordinasi dengan kompresi dada Penggunaan Epinefrin Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)
Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan preoksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0 untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube dipilih berdasarkan berat dari neonatus. 9 Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi, adanya pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun pada selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan laringoskop. 7,9
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30 detik. Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method). Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter. Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan. Penghentian Resusitasi 10 Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram, anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.