Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pengolahan makanan adalah kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan. (Wikipedia, 2013) karena tidak semua makanan di konsumsi dalam bentuk segar. Sebagian besar makanan di konsumsi setelah terlebih dahulu diolah menjadi berbagai makanan siap saji/setengah siap saji dalam berbagai jenis. Tujuan Pengolahan bahan pangan adalah untuk meningkatkan kualitas dan
memperpajang masa simpan bahan pangan. Pengolahan bahan pangan identik dengan proses pengawetan. Baik pengawetan secara kimia, fisik ataupun mikrobiologi. Salah satu cara pengolahan tersebut adalah pengolahan buah dengan penambahan gula. Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008, penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009). Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.(wikipedia, 2013) Daging sapi merupakan bahan makanan yang tidak bisa dikonsumsi secara langsung tetapi harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Pangan ini mengandung protein yang tinggi
sehingga sangat cepat mengalami kebusukan dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Agar dapat disimpan dalam waktu yang panjang maka daging sapi harus melalui proses pengolahan dengan kandungan air yang sidikit sehingga akan memperpanjang waktu simpan. Hal ini melatarbelakangi
1.2
1.3
Manfaat a. b. c. d. Mengetahui pengertian pengolahan pangan; Mengetahui tujuan pengolahan pangan; Mengetahui pengertian abon sapi; Mengetahui ciri-ciri abon sapi yang baik;
2.1
Pengolahan Pangan Pengolahan pangan adalah kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan. Pengolahan makanan membutuhkan ladang bersih dan telah panen atau produk hewan yang disembelih dan penjual daging dan menggunakannya untuk memproduksi produk makanan menarik, dapat dipasarkan dan tahan lama. Proses yang sama digunakan untuk membuat pakan hewan. Contoh ekstrem pengolahan makanan meliputi penyiapan ikan fugu mati atau konsumsi dibawah gravitasi nol. (Wikipedia, 2013) Pada prinsipnya pengolahan pangan dilakukan dengan tujuan: (1) untuk pengawetan, pengemasan dan penyimpanan produk pangan (misalnya pengalengan); (2) untuk mengubah menjadi produk yang diinginkan (misalnya pemanggangan); serta (3) untuk
mempersiapkan bahan pangan agar siap dihidangkan. (Palupi, 2007) Metode-metode pengolahan pangan : (Lisa, 2011) a. Menghilangkan lapisan luar yang tidak diinginkan, seperti mengupas kentang atau peach. b. Memotong atau mengupas, contohnya wortel. c. Pembagian dan pelunakan d. Pemerasan, seperti untuk membuat jus buah e. Fermentasi contohnya di pembuatan bir f. Emulsifikasi g. Pemasakan, seperti perebusan, pendidihan, penggorengan, pengukusan atau pemanggangan h. Penggorengan lama i. Pemanggangan
j. Pencampuran k. Menambah gas seperti pengembang untuk roti atau gasifikasi minuman ringan l. Peragian m. Pengeringan semprot n. Pasteurisasi o. Pengepakan Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta banyak diminati. Penggorengan dengan minyak atau lemak banyak dipilih sebagai cara pengolahan karena mampu meningkatkan citarasa dan tekstur bahan pangan yang spesifik, sehingga bahan pangan menjadi kenyal dan renyah (Winarno 1999). Menurut Supriyanto et al. (2006), penggorengan merupakan fenomena transpor yang terjadi secara simultan, yaitu transfer panas, transfer massa air, dan transfer (serapan) massa minyak. Saat proses penggorengan dilakukan, terjadi transfer panas dari minyak kebahan pangan, penguapan massa air, dan penyerapan minyak oleh bahan pangan. Suhu penggorengan yang dianjurkan adalah 177201oC, atau tergantung jenis bahan yang digoreng (Winarno 1999). Salah satu proses pengolahan pangan yang banyak digunakan di industri pangan adalah proses penggorengan. Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai pengantar panas (Muchtadi, 2008). Secara umum tujuan dari proses penggorengan adalah untuk melakukan pemanasan pada bahan pangan, pemasakan, dan pengeringan pada bahan yang digoreng. Menggoreng dengan minyak atau lemak mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur makanan yang spesifik sehingga makanan menjadi kenyal dan renyah, jumlah kalori makanan meningkat setelah digoreng. Jenis makanan yang digoreng tidak mudah dicerna karena adanya lemak yang terserap dalam makanan (Winarno, 1999). Muchtadi (2008) menyatakan bahwa
berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan, terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan secara komersial yaitu shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deep-fat frying. a. Shallow/Pan Frying atau Penggorengan Dangkal Shallow atau pan frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak goreng, sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak yang dangkal (shallow). Pada metode penggorengan seperti ini, bahan yang digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak. Bahan pangan akan mengalami kontak langsung dengan wajan atau pan
penggorengan. Konsekuensi dari proses penggorengan ini adalah proses pematangan dan pencoklatan tidak terjadi secaramerata diseluruh lapisan permuk aan bahan yang digoreng. b. Deep-Fat Frying Metode deep-fat frying yaitu metode penggorengan dengan menggunakan minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng terendam seluruhnya dalam minyak goreng. Proses penggorengan ini akan menghasilkan bahan pangan yang digoreng matang secara merata, serta warnanya cenderung seragam. Sedangkan berdasarkan kondisi prosesnya, penggorengan dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik, bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosferik, dan pada kondisi vakum. Kondisi proses tersebut akan
mempengaruhi suhu proses penggorengan yang terjadi, dan juga mutu produk gorengan yang dihasilkan (Muchtadi, 2008).
2.2
Abon Sapi Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum
digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008, penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009). Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (1681960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009). Ciri-ciri abon yang baik : (Anonim, 2012) a. Perhatikan tekstur serat-serat dagingnya. Jika dengan mudah melihat serat dagingnya, maka Abon tersebut mengandung banyak daging sapi. Sebaliknya, jika terlihat tekstur yang bubuk dan tidak terlihat serat, maka terdapat sebagian besar bahan campuran lain di dalamnya yang menyebabkan abon tidak mempunyai cita rasa daging sapi. b. Lihatlah warnanya. Dengan hanya melihat sekilas saja, akan dapat diketahui apakah abon sapi tersebut diproses dengan cara yang benar atau tidak. Warna dari Abon Sapi
berkualitas baik adalah coklat keemasan mengkilat dan tidak kusam. c. Cermati apakah ada banyak terlihat cairan atau minyak di dinding atau di dasar kemasan. Jika ya, maka artinya proses pengeringannya tidak menyeluruh. Hal ini dapat
mengakibatkan abon lekas basi atau tengik dan selain itu pun, timbangan abon menjadi lebih berat dengan adanya kelembaban tersebut.
3.1
Bahan dan Alat a. Alat - Pisau - Wajan - Pengaduk/spatula - Sendok - Talenan - Timbangan - Ulekan - Kain saring - Mesin sealer b. Bahan - Daging sapi - Garam - Gula - Bawang merah - Bawang putih - Ketumbar - Merica
3.2
Cara Kerja a. Timbang daging sapi sebanyak 125 gram. Bersihkan dan cuci; b. Rebus daging sapi yang sudah bersih hingga daging empuk; c. Siapkan bumbu halus dan ulek; d. Setelah empuk angkat daging dan suwir kecil-kecil, lalu diperas menggunakan kain saring; e. Panaskan wajan, masukkan bumbu dan aduk sebentar lalu masukkan suwiran daging sapi, aduk merata; f. Tambahkan air santan sebanyak 250 ml sedikit demi sedikit;
g. Masak hingga kering dan warna kecoklatan, angkat dan peras lagi menggunakan kain saring; h. Timbang hasil dan kemas dalam plastic bening lalu tutup menggunakan mesin sealer.
3.3
Cuci bersihkan
Buat bumbunya, ditumis. Lalu Campurkan dengan suwiran daging dan tambahkan santan
Goreng suwiran daging hingga kecoklatan. Jika masih terdapat minyak (Press dengan kain saring untuk mengurangi minyak).
4.1
Hasil Praktikum Tabel 1. Foto Praktikum No. Foto 1 Gambar 1. Daging sapi direbus Keterangan Daging dibersihkan sapi dan
Kupas bawang
bumbu merah,
10
sapi
jika
empuk dan
disuwir-suwir
11
Masak sampai
dan
aduk daging
Gambar
8.
Pemerasaan
mengurangi lemak
Gambar 9. pengemasan
12
10
Produk abon sapi yang sudah dikemas siap ataupun dikonsumsi. disimpan
Hasil dari praktikum ini gagal karena abon yang dihasilkan memiliki tekstur yang kurang halus kemungkinan karena suwiran daging yang kurang kecil. Dari segi rasa enak dan terasa daging sapi, hal ini membuktikan bahwa produk yang dibuat asli menngunakan daging sapi. Aroma yang dihasilkan harum dan tidak terasa amis. Warna yang dihasilkan adalah coklat keemasan sama seperti abon yang terdapat dipasaran. Berat abon yang dihasilkan 64 gram, dikemas dalam dua kemasan masing-masing 32 gram.
4.2
Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan pengolahan daging sapi dengan metode penggorengan yaitu abon sapi. Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng hingga kering. Pembuatan abon ini menggunakan daging sapi sebagai bahan utama, daging direbus dengan tujuan agar daging empuk, setelah empuk daging disuwir-suwir halus agar produk yang dihasilkan
menghasilkan tekstur yang berserat tetapi tidak kasar. Pada pembuatan abon ini bumbu tidak ditumis menggunakan minyak tetapi langsung dipanaskan dalam wajan dan diaduk bersama dengan suwiran daging dan ditambah air santan sedikti demi sedikit. Sebelum dimasak daging sapi yang telah disuwir diperas dengan tujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga produk yang dihasilkan Pengolahan Pangan Dengan Metode Penggorengan (Abon Sapi)
13
nanti memiliki kandungan air yang sedikit hal ini akan menjadikan waktu simpan produk menjadi lebih lama. Penambahan bumbu bertujuan memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan selera makan. Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan abon adalah bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan merica. Manfaat lain penggunaan rempahrempah adalah sebagai pengawet dikarenakan beberapa rempahrempah dapat membunuh bakteri sehingga produk menjadi awet dan memiliki waktu simpan yang lebih lama. Bahan lain yang ditambahkan adalah gula dan garam. Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan menambah cita rasa dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada pembuatan abon, gula mengalami reaksi millard. Sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya tarik suatu produk abon dan memberikan rasa manis. Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik sangat peka terhadap kadar garam. Pada pembuatan abon ini tidak menggunakan minyak goreng karena sudah menggunakan santan, hal ini bertujuan agar kandungan lemak pada abon tidak terlalu tinggi karena adanya penambahan air santan kelapa, sehingga lemak sudah didapatkan dari santan tersebut. Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa. Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk abon yang akan dihasilkan. Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Setelah produk abon selesai dimasak, hasil diperas menggunakan kain saring untuk mengurangi kadar lemak dalam produk agar daya simpan lebih lama.
14
Dari segi organoleptik produk abon yang dihasilkan menarik, tetapi tekstur yang dihasilkan kurang halus, hal ini kemungkinan dikarenakan suwiran daging yang kurang halus. Dari segi warna abon berwarna coklat sama seperti abon yang berada dipasaran sehingga sangat menarik. Aroma abon yang dihasilkan tidak amis tetapi masih memiliki citarasa daging sapi sebagai bahan utamanya, hal ini membuktikan bahwa produk asli menggunakan daging sapi.
15
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1. Pengolahan pangan adalah kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan. 2. Tujuan pengolahan pangan : (a) untuk pengawetan, pengemasan dan penyimpanan produk pangan (misalnya pengalengan); (b) untuk mengubah menjadi produk yang diinginkan (misalnya pemanggangan); serta (c) untuk mempersiapkan bahan pangan agar siap dihidangkan. 3. Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbubumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. 4. Ciri-ciri abon yang baik : (Anonim, 2012) 1. Perhatikan tekstur serat-serat dagingnya. 2. Lihatlah warnanya. 3. Cermati apakah ada banyak terlihat cairan atau minyak di dinding atau di dasar kemasan. 5. Hasil dari praktikum ini gagal karena abon yang dihasilkan memiliki tekstur yang kurang halus kemungkinan karena suwiran daging yang kurang kecil. Dari segi rasa enak dengan citarasa daging sapi, hal ini membuktikan bahwa produk yang dibuat asli menngunakan daging sapi. Aroma yang dihasilkan harum dan tidak terasa amis. Warna yang dihasilkan adalah coklat keemasan sama seperti abon yang terdapat dipasaran. Berat abon yang dihasilkan 64 gram, dikemas dalam dua kemasan masing-masing 32 gram.
16
5.2
Saran Perhatikan proses pemasakan, jangan menggunakan api terlalu besar karena dapat menyebabkan produk gosong. Jaga kebersihan selama proses pembuatan produk, agar produk yang dihasilkan tidak hanya enak dan baik tetapi juga bersih. Dan pengadukan yang teratur agar kematangan abon merata.
17
http://www.optimasi.co.id/web/tips-memilih-abon-sapi-berkualitas.html (diakses pada tanggal 03 Mei 2013) Arianto. 2010. Pengendalian Mutu Proses Pembuatan Abon Lele Di Irt Karmina. http://konsultansolokselatan.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 03 Mei 2013) Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Surakarta : Universitas Negeri Surakartra. Nursiam, Intan. 2010. Uji Hedonik Dan Mutu Hedonik Abon Daging Sapi. http://intannursiam.wordpress.com/2010/11/11/laporan-pembuatan-abonsapi/ (diakses pada tanggal 03 Mei 2013) Palupi, NS, FR Zakaria dan E Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Bogor : Departemen Ilmu & Teknologi
http://perdanaangga.wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abondan-nugget/ (diakses pada tanggal 03 Mei 2013) Rais, Harfina. 2012. Laporan Abon dan Dendeng.
http://harfinad24090112.wordpress.com/2012/09/30/lap-8-abon-dandendeng/ (diakses pada tanggal 03 Mei-2013) Sumarsono, J, dan H.A Sirajudin. 2008. Penentuan Lama Sentrifuge Minyak Abon Daging Sapi. Makalah Penunjang Seminar Nasional. Mataram : Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
18
Supriyanto, Raharjo B, Marsono Y, Supranto. 2006. Pemodelan Matematik Transfer Panas Dan Massa Pada Proses Penggorengan Bahan Makanan Berpati. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Wikipedia. 2013. Danging Sapi. http://id.wikipedia.org/wiki/Daging_sapi (diakses pada tanggal 03 Mei 2013) Wikipedia. 2013. Pengolahan Pangan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengolahan_makanan (diakses pada tanggan 17-April-2013) Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta : Balai Pustaka.
19
20